Majalah Farmasetika, 7 (3) 2022, 206-215 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i.38443
Artikel Penelitian
Download PDF
Benni Iskandar1*, Rona Syafira2, Septi Muharni1,2, Leny3, Meircurius Dwi Condro Surboyo4, Safri5
1School of Pharmacy, Taipei Medical University, Taipei, Taiwan
2 Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Pekanbaru, Riau, Indonesia
3Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Sumatera Utara, Indonesia
4Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, Jawa Timur, Surabaya, Indonesia
5Fakultas Keperawatan, Universitas Riau, Pekanbaru, Riau, Indonesia
*Email: benniiskandar@stifar-riau.ac.id
(Submit 24/02/2022, Revisi 08/03/2022, Diterima 15/03/2022, Terbit 06/04/2022)
Blush on atau perona pipi merupakan salah satu sediaan kosmetika yang digunakan untuk memberikan warna atau menambah estetika pada rias wajah. Perona pipi mengandung pigmen yang rendah hingga tinggi sehingga warna yang dihasilkan cenderung bervariasi. Namun penggunan zat warna sintetik selalu dipergunakan dalam sediaan dan sering menimbulkan terjadinya kerusakan pada kulit. Zat warna alami atau pigmen yang diperoleh dari tumbuhan lebih aman daripada zat warna sintetis. Perona pipi dalam bentuk stick mempunyai keunggulan, tidak seperti perona pipi powder yang mudah hancur, perona pipi stick mudah diaplikasikan karena dikemas seperti tabung putar layaknya lipstik. Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasikan ekstrak kulit manggis ke dalam bentuk sediaan blush on/ perona pipi stick dengan variasi konsentrasi 14%, 18% dan 22% b/b. Kulit manggis yang telah diekstraksi dengan etanol 96% diformulasikan ke dalam bentuk sediaan blush on yang berbentuk stick. Sediaan kemudian diuji homogenitas, organoleptis, penentuan nilai pH, uji oles, uji keretakan dan uji stabilitas sediaan terhadap penyinaran sinar UV 200-800 nm yang diukur dengan spektrofotometer. Pada konsentrasi 14% warna yang dihasilkan yaitu warna merah muda, pada konsentrasi 18% memberikan warna merah peach, pada konsentrasi 22% memberikan warna merah kecoklatan. Semua sediaan homogen dan -mempunyai pH 6,79-6,86 yang berada dalam pH yang diizinkan untuk sediaan perona pipi. Pada uji stabilitas suhu kamar, sediaan cenderung stabil hingga dilakukan penyinaran selama 24 jam dengan sinar UV, sediaan mengalami perubahan warna yang ditunjukkan dengan adanya perubahan pada absorbansi ketika diukur dengan spektrofotometer. Kesimpulan penelitian ini adalah ekstrak kulit manggis dapat digunakan sebagai pewarna alami yang menghasilkan perbedaan intensitas warna pada sediaan pewarna pipi namun menunjukkan adanya perubahan terhadap pengaruh cahaya dalam uji stabilitas.
Blush on, kulit, Ekstrak Garciniamangostana L
Perona pipi atau blush on merupakan salah satu sediaan kosmetik yang digunakan untuk mewarnai pipi dan mampu meningkatkan estetika tata rias wajah dengan warna yang beragam1. Blush on merupakan sediaan kosmetika yang dikemas dalam berbagai macam bentuk diantaranya compact, powder, liquid, cream, batang (stick)2,3. Namun sediaan yang beredar bahkan hampir semua menggunakan pewarna sintetik. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan dengan pewarna alami, karena mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, penggunaan lebih praktis dan biasanya lebih murah. Namun, disamping keuntungan itu semua, pewarna sintetik dapat memberikan efek yang kurang baik pada kesehatan. Penggunaan zat pewarna sintetik pada kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, seperti merkuri, tembaga, pewarna berbahaya misalnya rhodamin B, metanil yellow dan zat kimia berbahaya yang lain dapat menimbulkan gangguan pada beberapa jaringan4.
Oleh sebab itu, perlu adanya alternatif penggunaan warna alami untuk menggantikan pewarna-pewarna sintetik. Pewarna alami dapat diperoleh dari berbagai macam tumbuhan seperti kunyit, alpukat, ubi jalar, kulit buah manggis dan beberapa tumbuhan lainnya yang memiliki sifat warna yang mencolok5. Namun kulit manggis yang segar tidak dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama, karena kulit manggis akan mengalami oksidasi oleh oksigen bebas di udara6. Oksidasi ini membuat kulit manggis segar yang berwarna merah keunguan menjadi kecoklatan serta mengeras. Penggunaan kulit buah manggis dapat mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian karena limbah kulit manggis beratnya mencapai lebih dari 50% untuk setiap buah manggis7.
Penggunaan pewarna alami dalam formulasi pewarna pipi merupakan salah satu solusi untuk menghindari penggunaan pewarna sintetik yang berbahaya8. Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) berpotensi sebagai pewarna alami pada perona pipi karna mengandung pigmen antosianin hingga 27 kali daripada buahnya9. Antosianin merupakan pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar luas pada tanaman. Kulit manggis dapat digunakan sebagai pewarna alami karena menghasilkan warna ungu kemerahan oleh pigmen antosianin seperti cyanidin-3-sophoroside dan cyanidin-3glucoside10.
Zat warna hasil ekstraksi dengan pelarut etanol 96% memiliki rendemen paling besar yaitu 24%11. Hasil dari pewarnaan kapas dengan kulit manggis memiliki ketahanan luntur yang baik. Ekstraksi zat pewarna dari kulit manggis dengan menggunakan pelarut air menghasilkan ekstrak pewarna yang memiliki intesitas warna yang tertinggi dengan absorbansi maksimalnya 0,1012. Pewarna alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang aman dikonsumsi dan tidak membahayakan kesehatan maupun lingkungan salah satunya adalah pewarna dari kulit manggis. Zat pewarna dari kulit manggis dapat diperoleh dengan mengekstrak kulit manggis menggunakan pelarut13.
Kulit manggis (GarciniamangostanaL.) mengandung antosianin dan dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam formulasi pembuatan blush on bentuk batang (stick). Blush on jenis ini penggunaannya cukup mudah karena langsung dapat diaplikasikan pada pipi tanpa membutuhkan alat bantu lainnya dan dapat menghasilkan warna dengan baik. Pewarna pipi bentuk batang (stick) dikemas dalam tube seperti lipstik. Penggunaannya cukup mudah karena langsung dipoleskan secara lurus di pipi kemudian diratakan dengan jari2. Formula cream to powder yang ringan dan lembut menyatu dengan sempurna ke kulit, menghasilkan hasil matte yang terasa nyaman2. Belum terdapat sediaan blush on yang dikembangkan dalam bentuk stick untuk mempermudah pengolesan dan menunjukkan warna yang sangat merata pada kulit. Blush on stick mempunyai kemasan yang lebih praktis, warna lebih berpigmentasi dan mudah dibawa saat berpergian.
Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain: Spektrofotometer (Shimadzu), pH meter (HannaÒ digital HI 98107), gelas ukur (pyrex), cawan penguap, kertas saring, timbangan, blender, rotary vacuum evaporator, waterbath, batang pengaduk, lumpang dan alu, pipet tetes, tissue, kertas perkamen, ayakan (mesh 60, 100), spatula, sudip, wadah blush on.
Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan antara lain: ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.), etanol 96%, talkum (Bratachem), kaolin (Bratachem), lanolin (Bratachem), isopropil miristat (Bratachem), Na metabisulfit (Bratachem), carnauba wax (Bratachem), zink oksida (Bratachem) dan oleum rosae.
Pembuatan ekstrak kulit manggis
Untuk memastikan kebenaran simplisia yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan determinasi tanaman di Herbarium Laboratorium Taksonomi Biologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Riau, Pekanbaru, Riau. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah benar merupakan spesies Garcinia Mangostana L yang termasuk dalam suku Clusiaceae. Sebanyak 4000 gram simplisia kulit buah manggis dipersiapkan. Buah manggis dicuci dan dipisahkan antara kulit dan daging buah. Kulit buah manggis kemudian disortasi dan dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan pada suhu 40-50°C kemudian diblender14. Ekstraksi kulit manggis dilakukan dengan maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Kulit manggis ditimbang dan ditambahkan pelarut dengan perbandingan 1:5. Dilakukan maserasi selama 6 dan 24 jam pada suhu ruang. Pada masing-masing waktu dilakukan penyaringan, filtrat dikumpulkan dan ampas kembali dilakukan maserasi dengan penambahan pelarut dengan perbandingan 1:3. Filtrat dari masing-masing cara dicampurkan dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-45°C lalu disimpan dalam botol gelap15 Hasil rendemen yang didapatkan adalah sebesar 24%.
Prosedur pembuatan blush on
Setelah semua bahan ditimbang, dilebur carnauba wax, lanolin dan isopropil miristat di atas penangas air. Setelah melebur segera dimasukkan ke dalam lumpang panas dan digerus homogen. Kemudian dimasukkan kaolin, zink oksida, Na metabisulfit, talkum dan digerus homogen. Setelah itu, ditambahkan ekstrak kulit manggis sesuai dengan variasi konsentrasi yang ditentukan dan digerus hingga homogen. Ditambahkan parfum lalu dimasukkan ke dalam wadah. Lalu dilakukan uji evaluasi sediaan. Formula dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Formula pewarna pipi dari ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana L.)
Evaluasi sediaan blush on
1. Uji Homogenitas
Sediaan diperiksa homogenitasnya dengan cara mengambil 0,5 g sediaan dan dioleskan pada sebuah kaca transparan. Kemudian ditutup dengan kaca transparan lainnya dan diamati apakah terdapat partikel kasar atau susunan warna yang tidak homogen16.. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar17,18.
2. Uji Organoleptis
Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui warna, bau dan tekstur. Semakin tinggi jumlah pewarna dalam suatu formula maka warnanya akan semakin pekat19.
3. Uji pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Penentuan pH dilakukan dengan terlebih dahulu mengkalibrasi pH meter dengan larutan dapar pH netral (7,01) dan larutan dapar asam pH (4,01) hingga alat menunjukkan nilai pH tersebut. Kemudian dicuci dengan air suling dan dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam larutan konsentrasi 1% diukur nilai pH dengan dicelupkan elektroda ke dalam larutan tersebut. Dibiarkan hingga pH konstan dan pengujian dilakukan sebanyak 3x pengulangan dan dirata-ratakan16. pH sediaan pemerah pipi yang baik sesuai dengan pH kulit secara umum adalah 4-74,18,19.
4. Uji poles
Uji poles dilakukan terhadap sediaan masing-masing formula dengan cara dioleskan lima kali pada punggung telapak tangan dan diamati warnanya19.
5. Uji keretakan
Sediaan pewarna pipi memiliki kecenderungan mudah pecah, maka langkah yang paling baik dilakukan uji keretakan terhadap sediaan yaitu dengan menjatuhkan pewarna pipi pada permukaan kayu 3 kali pada ketinggian 8-10 inci. Jika cake yang dihasilkan tidak rusak, mengindikasikan bahwa kekompakannya lulus uji dan dapat disimpan20.
6. Uji Stabilitas
Pemeriksaan stabilitas sediaan dilakukan terhadap adanya perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan blush on selama penyimpanan pada suhu kamar +/28°C pada hari ke 1, 7, 14 dan 282. Selanjutnya diukur absorbansi sediaan kemudian dilanjutkan dengan penyinaran lampu 20 watt selama 24 jam. Tujuannya adalah untuk membandingkan nilai absorbansi sediaan sebelum dan setelah disinari. Masing-masing sediaan F1, F2, dan F3 diletakkan dalam sebuah kota yang disinari lampu 20 watt selama 24 jam kemudian akan diukur kembali absorbannya menggunakan spektrofotometer UV21.
Untuk memastikan kebenaran simplisia yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan determinasi tanaman di Herbarium Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Riau, Pekanbaru, Riau. Dengan Nomor 67/UN.19.5.1.1.3/Bio/Botani/2019. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah benar merupakan spesies GarciniaMangostana L yang termasuk dalam suku Clusiaceae. Sebanyak 4000 gram simplisia kulit buah manggis dipersiapkan. Buah manggis dicuci dan dipisahkan antara kulit dan daging buah. Kulit buah manggis kemudian disortasi dan dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan pada suhu 40-50°C kemudian diblender14. Ekstraksi kulit manggis dilakukan dengan maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Kulit manggis ditimbang dan ditambahkan
pelarut dengan perbandingan 1:5. Dilakukan maserasi selama 6 dan 24 jam pada suhu ruang. Pada masing-masing waktu dilakukan penyaringan, filtrat dikumpulkan dan ampas kembali dilakukan maserasi dengan penambahan pelarut dengan perbandingan 1:3. Filtrat dari masing-masing cara dicampurkan dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-45°C lalu disimpan dalam botol gelap15 Hasil rendemen yang didapatkan adalah sebesar 24%.
Dalam penelitian ini dilakukan formulasi dengan variasi konsentrasi kombinasi ekstrak kulit manggis, sehingga menghasilkan perbedaan pada intensitas warna pewarna pipi. Sediaan dengan konsentrasi 14% menghasilkan warna merah muda, sediaan dengan konsentrasi 18% menghasilkan warna merah peach dan 22% menghasilkan warna merah kecoklatan. Ketiga sediaan yang dihasilkan mempunyai warna yang homogen. Hasil dapat dilihat pada Gambar 1.
Hasil Pemeriksaan Organoleptik Sediaan Pewarna Pipi
Pengamatan visual terhadap warna, bau dan bentuk disimpulkan bahwa F0 yang tidak mengandung ekstrak kulit manggis tidak berwarna, berbau rose dan mempunyai bentuk yang padat. Selanjutnya F1 berwarna merah muda, berbau rose dan bentuknya padat. F2 berwarna merah peach, berbau rose dan berbentuk padat F3 berwarna merah kecoklatan, berbau rose dan memiliki tekstur yang padat.
Hasil Uji Homogenitas
Tidak terdapat partikel/ butiran kasar pada saat sediaan dioleskan pada kaca objek. Dispersi warna pada F1, F2 dan F3 menunjukkan bahwa sediaan terdispersi merata dan tidak terdapat warna yang berbeda atau tidak merata pada saat dioleskan pada kaca transparan. Uji homogenitas warna pada sediaan perona pipi bertujuan untuk mengetahui partikel pembawa maupun zat warna dapat membaur atau tercampur dengan baik22,23. Sediaan dikatakan homogen apabila mempunyai warna yang merata dan tidak terdapat partikel kasar saat dioleskan pada kaca transparan2,16
Hasil uji pH
Syarat pH sediaan pemerah pipi yang baik adalah 4-7 4,18,19. Dari pemeriksaan didapat hasil pH masing-masing formula yaitu F1 memiliki pH 6,45 pada minggu pertama, minggu kedua yaitu 6,64, minggu ketiga yaitu 6,81 dan minggu keempat yaitu 6,79. F2 pada minggu pertama memiliki pH 6,44, minggu kedua yaitu 6,67, minggu ketiga yaitu 6,75 minggu keempat yaitu 6,86. Dan F3 pada minggu pertama memiliki pH 6,27, minggu kedua yaitu 6,60, minggu ketiga yaitu 6,87 dan minggu keempat yaitu 6,8523.
Dari hasil tersebut dapat terlihat terjadi kenaikan pH dari tiap formula sediaan. Diawal terlihat pH sediaan dari masing-masing formula semakin mendekati pH asam. Terkait dengan intensitas warna, menurut Lidya dkk (2001)24 kondisi pH sangat mempengaruhi intensitas warna. Semakin rendah pH maka warna konsentrat semakin merah dan stabil. Ini ditunjukkan bahwa F3 mengandung ekstrak lebih banyak sehingga nilai pH nya lebih rendah dibanding F1 dan F2. Namun hasil pemeriksaan pH selama 4 minggu mengalami kenaikan. Hal ini masih berkaitan tentang warna, dimana antosianin sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban ataupun cahaya. Perubahan warna pada antosianin dalam tingkatan pH tertentu disebabkan sifat antosianin yang memiliki tingkat kestabilan yang berbeda. Misalnya, pada pH 1,0 antosianin lebih stabil dan warna lebih merah dibandingkan pH 4,5 yang kurang stabil dan hampir tidak berwarna. Penyimpanan sediaan juga mempengaruhi intensitas warna sehingga terjadi kenaikan nilai pH terhadap masing-masing formula sediaan tersebut24.
Hasil uji stabilitas pada suhu kamar menunjukkan tidak adanya perubahan bentuk, bau dan warna selama 28 hari. Namun setelah dilakukan penyinaran lampu 20 watt selama 24 jam dan diukur absorbannya, didapatkan perubahan warna setelah dilakukan penyinaran dan terlihat perbandingan nilai absorban sediaan sebelum disinari lampu dan setelah disinari oleh lampu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pigmen warna antosianin tidak stabil terhadap cahaya. Pengukuran diamati pada panjang gelombang 200-800 nm dan diperoleh absorban F1 0,2482; F2 0,2747; dan F3 0,2433. Hal ini sesuai dengan literatur dimana absorban yang baik adalah kisaran 0,2-0,8.
Setelah dilakukan pengukuran absorbansi tersebut selanjutnya dilakukan pengujian stabilitas warna dilakukan penyinaran lampu 20 watt pada sediaan selama 24 jam21. Setelah dilakukan pengujian didapat hasil warna pada sediaan berubah setelah dilakukan penyinaran dengan lampu 20 watt. Kemudian masing-masing formula yang telah dilakukan penyinaran diukur kembali absorbannya pada panjang gelombang 200-800 nm dan diperoleh nilai absorban seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Absorbansi sediaan sebelum dan sesudah penyinaran
Dari hasi absorbansi yang didapatkan terlihat adanya persentase penurunan warna sediaan blush on yaitu F1 62,85%, F2 86,20% dan F3 86,88%. Perubahan pigmen antosianin mengalami hidrolisis pada ikatan N=C, hidrolisis yang selanjutnya mengubah betasianin terdekomposisi. Ketidakstabilan pigmen antosianin dipengaruhi oleh adanya pengaruh sinar lampu UV atau cahaya. Perubahan warna disebabkan oleh pigmen antosianin mengalami dekomposisi menjadi asam betalamat dan siklo-DOPA-5-O-glikosida (Iskandar dkk, 2021). Ketidakstabilan dalam struktur antosianin menyebabkan senyawa ini mudah mengalami hidrolisis pada ikatan glikosidik dan cincin aglikon menjadi terbuka, sehingga membentuk berbagai aglikon yang labil, serta gugus karbinol dan kalkon yang tidak berwarna25.
Berdasarkan hasil uji poles diperoleh hasil bahwa sediaan yang menghasilkan pemolesan yang baik adalah sediaan pada konsentrasi 14%, 18% dan 22%. Hal ini ditandai dengan satu kali pemolesan sediaan telah memberikan warna yang jelas saat dipoleskan pada kulit punggung tangan. Pemeriksaan zat warna pada perona pipi dilakukan dengan menggunakan metode uji poles secara visual dengan cara dipoleskan lima kali pada kulit punggung tangan, kemudian diamati warna yang muncul dan menempel pada kulit punggung tangan tersebut26. Hasil uji keretakan sediaan yang dijatuhkan pada permukaan kayu dengan ketinggian 8-10 inci sebanyak 3 kali27. Uji ini bertujuan untuk melihat ketahanan sediaan saat jatuh dan terjadi guncangan. Dari uji yang telah dilakukan didapat hasil tidak ada sediaan dari masing-masing formula yang mengalami keretakan. Pemeriksaan kerapuhan dilakukan dengan cara tiap formula sediaan pemerah pipi dijatuhkan pada permukaan kayu 8-10 inci sebanyak 3 kali. Hasil dari uji keretakan tersebut adalah sediaan tidak retak atau patah. Hal ini dikarenakan penggunaan lilin carnauba wax dalam formula sediaan. Sesuai dengan literatur, bahwa lilin carnauba wax meningkatkan kekerasaan sediaan blush on2,22
Ekstrak kulit manggis (GarciniamangostanaL.) dapat digunakan sebagai pewarna alami dalam perkembangan formulasi sediaan pewarna pipi. Dengan konsentrasi yang berbeda juga menghasilkan perbedaan intensitas warna yaitu konsentrasi 14% menghasilkan yaitu warna merah muda, konsentrasi 18% memberikan warna merah peach, pada konsentrasi 22% memberikan warna merah kecoklatan. Namun setelah melewati pengujian stabilitas, sediaan menunjukkan penurunan absorbansi akibat pengaruh terhadap adanya cahaya. Hal ini disebabkan karena ketidakstabilan pigmen antosianin sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, pH dan cahaya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak terutama Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau yang telah mendukung dalam pelaksanaan penelitian ini hingga selesai.
Cara mengutip artikel ini
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 518-525 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50295 Artikel Penelitian Nabilah Arrohmah1, Qurrotul Lailiyah2, Yully Anugrahayu…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 506-517 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50293 Artikel Penelitian Vira Herawati*1, Evi Nurul Hidayati2, Sardjiman…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 489-505 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57607 Artikel Penelitian Mahirah Mardiyah, Lubna Khairunisa, Vina Oktaviany…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 472-488 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.56360 Artikel Review Ira Dwi Fatma1, Yuni Kartika1, Raden…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 458-471 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57440 Artikel Penelitian Sisilia Luhung * , Muh. Taufiqurrahman,…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 443-457 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57191 Artikel Penelitian Melia Sari*1, Ahmad Faisal Nasution2, Dina…
This website uses cookies.