Majalah Farmasetika, 7 (4) 2022, 288-304 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i4.38841
Artikel Penelitian
Download PDF
Ruth Mayana Rumanti1, Khairani Fitri1, Ratna Kumala2, Leny3, Ihsanul Hafiz2*
1Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Sumatera Utara, Indonesia
2 Departemen Farmakologi, Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Sumatera Utara, Indonesia
3Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Sumatera Utara, Indonesia
*Email: ihsanulhafiz@helvetia.ac.id
(Submit 29/04/2022, Revisi 03/05/2022, Diterima 18/05/2022, Terbit 29/05/2022)
Proses penuaan merupakan proses fisiologi yang tidak terhindarkan dan akan dialami oleh setiap manusia. Penuaan/aging terjadi akibat adanya kerusakan sel yang disebabkan karena akumulasi radikal bebas seperti paparan sinar matahari, rokok dan polusi udara. Produk anti aging saat ini berkembang dengan pesat baik yang memiliki bahan aktif sintetis maupun berasal dari alam, namun produk yang dipasarkan sering kali tidak memberikan informasi ilmiah yang baik dan objektif. Penelitian ini bertujuan memformulasikan ekstrak etanol daun pagoda dalam bentuk sediaan krim anti aging yang diuji aktivitasnya terhadap kulit siku tangan sukarelawan. Penelitian meliputi pembuatan sediaan krim menggunakan ekstrak etanol daun pagoda dengan konsentrasi 2,5%, 5% dan 10% dengan basis krim minyak dalam air, dilanjutkan dengan evaluasi mutu sediaan dan uji aktivitas anti aging meliputi uji kelembaban (kadar air), kehalusan, jumlah pori, noda, dan jumlah keriput oada kulit. Uji aktivitas formula dibandingkan terhadap blanko dan kontrol positif. Uji evaluasi sediaan yang dilakukan meliputi uji organoleptis, homogenitas, tipe emulsi, pH, stabilitas, daya sebar, viskositas, iritasi dan uji aktivitas anti aging menggunakan alat skin analyzer selama empat minggu. Hasil penelitian menunjukkan sediaan krim dan dikatakan stabil dan tidak ada perubahan yang signifikan pH antara data siklus 0 hingga 6 pada tiap kelompok, perubahan fase emulsi, organoleptis, dan uji daya sebar setelah melewati uji stabilitas cycling test, namun terjadi perubahan signifikan viskositas pada tiap sampel sebelum dan sesudah cycling test (p < 0.05), dan tidak mengiritasi kulit. Sediaan krim ekstrak etanol daun pagoda 10% mampu meningkatkan kadar air, kehalusan, mengecilkan pori, menghilangkan noda dan mengurangi keriput lebih baik dibandingkan konsentrasi lainnya. Kesimpulan dari penelitian ini ekstrak etanol daun pagoda dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dan meiliki aktivitas anti aging yang baik.
anti aging, daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.), krim
Penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang akan dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat irreversible yang meliputi seluruh organ tubuh termasuk kulit. Penuaan atau aging terjadi akibat adanya kerusakan pada sel yang disebabkan radikal bebas1. Pada sebagian orang proses menua terjadi sesuai dengan usianya namun ada pula yang terjadi lebih cepat atau biasa disebut penuaan dini. Hal ini dapat disebabkan karena akumulasi radikal bebas seperti paparan sinar matahari rokok dan polusi udara2. Penuaan terjadi seiring dengan bertambahnya serta adanya pengaruh paparan radikel bebas dari lingkungan terhadap tubuh. Jika jumlah radikal bebas melampaui efek protektif antioksidan akan menyebabkan proses penuaan serta penyakit degeneratif3. Saat ini produk kosmetika antiaging yang mengandung antioksidan telah beredar luas untuk menjaga kesehatan kulit dari efek radikal bebas. Namun produk kosmetika antiaging yang menggunakan bahan alam masih belum maksimal dan masih diformulasikan berdasarkan penggunaan empiris tampa adanya pembuktian manfaat dan keamanan secara ilmiah4 .
Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan umunya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari5. Senyawa fenolik atau polifenolik antara lain dapat berupa flavonoid. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak diteliti belakangan tahun ini, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas6.
Salah satu contoh tanaman yang dapat digunakan sebagai antioksidan adalah daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.). Genus Clerodendrum adalah salah satu dari suku Vebenacea yang kaya dengan keragaman kandungan metabolit sekunder seperti steroid, diterpenoid dan nor-diterpenoid terpenoid, flavonoid dan turunan fenolat lainnya7. Hasil penelitian oleh Joseph J., dkk. ekstrak daun pagoda memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu terpenoid, flavonoid, tanin, alkaloid, asam fenolat, sterol dan glikosida8. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Hafiz I., dkk. Ekstrak etanol daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) memiliki aktivitas antioksidan yang dikategorikan sangat kuat yaitu dengan nilai IC50 sebesar 27.73 μg/ml9. Nilai antioksidan dari ekstrak etanol daun pagoda mampu mendekati nilai IC50 dari minyak esensial dari daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia) yaitu 21,57 μg/ml dan lebih tinggi dibandingkan ekstrak kulitnya yaitu 610 μg/ml10,11.
Ekstrak etanol diformulasikan dalam bentuk sediaan krim diharapkan memiliki stabilitas yang baik, mudah diaplikasikan pada kulit, serta disukai penggunaannya karena mudah dibersihkan dibandingkan sediaan berbasis lemak. Kebaruan dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa ekstrak etanol dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dan memiliki aktivitas yang baik serta berpotensi untuk dikembangkan dan digunakan sebagai krim anti aging.
Metode
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah waterbath (B-One, China), juicer (Miyako, Jepang), skin analyzer (Aramo, Korea), moisture checker (Aramo, Korea), pH meter (Hanna Instrument, Singapore), batang pengaduk, cawan porselin (Haldenwanger, Berlin), alat gelas (Pyrex, USA), lumpang dan alu (Rofa, Indonesia), pipet tetes (Pyrex, USA), spatula (Haiju, China), dan timbangan digital (Fujitsu, Jepang)
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.), etanol 96% food grade (Bratachem), aquadest murni (CV Rudang Jaya), asam stearat industry grade 99,7% (Bratachem), parafin liquid cosmetic grade (Bratachem), lanolin cosmetic grade (Bratachem), gliseril monostearat food grade (Bratachem), trietanolamin industry grade 97% (Bratachem), gliserin food grade 99,5% (Bratachem), propilen glikol medicine grade 99,5% (Bratachem), metil paraben food grade 98% (Bratachem).
Prosedur Rinci
1. Pengolahan sampel
Daun pagoda yang telah diambil kemudian disortasi basah, dicuci dengan air
mengalir. Setelah itu dilakukan perajangan, kemudian dikeringkan pada lemari
pengering dengan suhu 40-60ᴼC. Selanjutnya daun pagoda kering dihaluskan
hingga bebentuk serbuk12.
2. Pembuatan ekstrak etanol daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.)
Serbuk simplisia daun pagoda dimaserasi dengan etanol 96%. Serbuk simplisia
ditimbang sebanyak 500 gram, dimasukkan ke dalam wadah maserasi, kemudian
direndam dengan 3,75 liter etanol 96% selama 5 hari pada suhu ruangan sesekali
diaduk. Maserat yang diperoleh kemudian disaring menggunakan kertas saring, lalu
ampas dimaserasi kembali dengan 1,25 liter etanol 96% selama 2 hari. Maserat I
dan maserat II dikumpulkan dan digabungkan lalu diuapkan menggunakan vacum
rotary evaporator pada suhu 40ᴼC13.
3. Prosedur pembuatan krim ekstrak ekstrak etanol daun pagoda (Clerodendrum
paniculatum L.)
Asam stearat, paraffin liquid, lanolin, dan gliseril monostearat dimasukkan ke dalam
cawan penguap dan dilebur di atas penangas air pada suhu 85-86ᴼC (massa I).
Metil paraben dilarutkan dalam air suling panas, lalu ditambahkan trietanolamin,
gliserin dan propilen glikol diaduk sampai larut (massa II). Lalu ditambahkan massa
II ke dalam massa I di dalam lumpang panas sambil digerus terus-menerus pada
suhu 80-85ᴼC hingga terbentuk dasar krim. Ekstrak etanol daun pagoda digerus
dalam lumpang, lalu ditambahkan sedikit demi sedikit dasar krim ke dalam lumpang
sambil terus digerus sampai homogen14. Formulasi sediaan dapat dilihat pada tabel
1.
Tabel 1 Formulasi sediaan krim ekstrak etanol daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.)
4. Evaluasi mutu sediaan krim
a. Uji organoleptis
Uji organoleptis antara lain dengan mengamati bentuk, warna, bau, terjadi pemisahan fase pada sediaan krim yang dilakukan secara visual15.
b. Uji homogenitas
Sebanyak 1 gram krim dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar16.
c. Uji tipe emulsi
Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan mengoleskan sebanyak 0,025 gram krim di atas kaca objek, kemudian ditambahkan 1 tetes metilen biru, kemudian diaduk hingga homogen. Krim tipe minyak dalam air ditandai dengan berwarna biru yang terdistribusi merata pada sediaan krim17.
d. Penentuan nilai pH
Uji pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang dikalibrasi menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan18.
e. Stabilitas frezee-thaw/ cycling test
Sediaan krim disimpan pada suhu dingin 4±2°C selama 24 jam lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40±2°C selama 24 jam, proses ini dihitung 1 siklus. Uji cycling test ini dilakukan sebanyak 6 siklus. Kondisi fisik krim dibandingkan selama percobaan
dengan sediaan sebelumnya, kemudian stabilitas sediaan diamati melalui perubahan secara organoleptis, homogenitas, perubahan fase krim, nilai pH, daya sebar, dan viskositas sediaan19.
f. Uji daya sebar
Sebanyak 0.5 gram krim diletakkan di tengah kaca bulat, di atas krim diletakkan kaca bulat lain selama 1 menit lalu diukur diameter krim yang menyebar. Beban berat 150 g diletakkan di atas kaca bulat dan didiamkan selama 1 menit lalu diukur lagi diameter krim yang menyebar dari berbagai sisi20.
g. Uji viskositas
Sediaan krim dimasukkan kedalam cup, kemudian dipasang spindel no 4 dan rotor dijalankan dengan kecepatan 12 rpm21.
h. Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan
Percobaan ini dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan. Sediaan sebanyak 500 mg dioleskan di belakang telinga dengan diameter 3 cm, kemudian biarkan selama 24 jam dan lihat perubahan yang terjadi berupa kemerahan, gatal, dan pembengkakan pada kulit22. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara No. 2368/IX/SP/2021.
i. Uji aktivitas sediaan krim ekstrak etanol daun pagoda
Semua sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi kulit awal siku tangan atau pada area uji yang telah ditandai dengan berbagai parameter uji, seperti kadar air (moisture), kehalusan (evenness), besar pori (pore), banyaknya noda (spot) dan keriput (wrinkle) dengan menggunakan alat skin analyzer. Pemakaian krim mulai dilakukan dengan pengolesan hingga merata setiap dua kali sehari yaitu pada pagi dan malam hari setiap hari selama 4 minggu pada daerah siku tangan relawan. Perubahan kondisi kulit diukur setiap minggu dengan menggunakan skin analyzer16,23.
j. Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode statistik program SPSS (Statistical Package for the Social Science) 17. Pertama data dianalisis menggunakan metode One Way ANOVA untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan
Hasil uji organoleptis
Hasil organoleptis menunjukkan sediaan krim ekstrak etanol daun pagoda pada F0 berwarna putih, tidak berbau dan berbentuk semi solid. Pada F1 berwarna hijau, bau khas ekstrak dan berbentuk semi solid. Pada F2 berwarna hijau pekat, bau khas ekstrak dan bentuk semi solid. Pada F3 berwarna hijau kecoklatan, bau khas ekstrak dan berbentuk semi solid.
Hasil Uji homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan pada sediaan krim16. Uji homogenitas dilakukan sebelum dan setiap siklus cycling test. Hasil pemeriksaan homogenitas pada keempat formula menunjukkan hasil yang homogen.
Hasil Uji tipe emulsi
Uji tipe emulsi dilakukan sebelum dan sesudah cyling test. Hasil penentuan tipe emulsi pada keempat formula menunjukkan tipe emulsi minyak dalam air (m/a).
Hasil Pengamatan Organoleptis
Pengamatan stabilitas dilakukan dengan metode cycling test. Dalam pengamatan cycling test beberapa parameter organoleptis yang diamatai yaitu bentuk, warna, dan bau. Hasil stabilitas sebelum dan sesudah cycling test dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Hasil pengamatan stabilitas dipercepat
Hasil Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman dan kebasaan sediaan22. Hasil pengukuran pH sebelum dan selama cycling test dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Hasil rata-rata nilai pH sebelum dan sesudah cycling test
Hasil Uji Daya Sebar
Hasil uji daya sebar sediaan krim sebelum dan sesudah cycling test dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Hasil rata-rata nilai daya sebar sebelum dan sesudah cycling test
Hasil Uji Viskositas
Hasil uji viskositas sediaan krim sebelum dan sesudah cycling test dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 Hasil rata-rata nilai viskositas sebelum dan sesudah cycling test
Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan
Uji iritasi dilakukan terhadap 12 sukarelawan. Sediaan dioleskan di belakang telinga dan dibiarkan selama 24 jam dan dilihat perubahan yang terjadi berupa kemerahan, gatal dan bengkak pada kulit. Hasil uji iritasi pada F0, F1, F2 dan F3 menunjukkan tidak terjadinya iritasi.
Hasil Pengujian Aktivitas Anti Aging
Kadar air (mositure)
Terjadi peningkatan angka dalam pengukuran kadar air (moisture) selama penggunaan krim dalam waktu empat minggu. Semakin tinggi angka yang ditunjukkan pada alat, menunjukkan kondisi kulit yang semakin terhidrasi. Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada Gambar 1.
Grafik hasil persentase pemulihan kadar air pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada gambar 2.
Kehalusan (Evenness)
Terjadi penurunan angka dalam pengukuran kehalusan (evenness) selama penggunaan krim dalam waktu empat minggu. Semakin kecil angka yang ditunjukkan pada alat, menunjukkan kondisi kulit yang semakin halus. Hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada Gambar 3.
Grafik hasil persentase pemulihan kehalusan pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada gambar 4
Pori (pore) Terjadi penurunan angka dalam pengukuran pori (pore) selama penggunaan krim dalam waktu empat minggu. Semakin kecil angka yang ditunjukkan pada alat, menunjukkan kondisi pori kulit yang kecil. Hasil pengukuran pori (pore) pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada Gambar 5
Grafik hasil persentase pemulihan pori pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada gambar 6
Noda (spot)
Terjadi penurunan angka dalam pengukuran noda (spot) selama penggunaan krim dalam waktu empat minggu. Semakin kecil angka yang ditunjukkan pada alat, menunjukkan kondisi kulit dengan noda yang sedikit. Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada Gambar 7.
Grafik hasil persentase pemulihan pori pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada gambar 6
Noda (spot)
Terjadi penurunan angka dalam pengukuran noda (spot) selama penggunaan krim dalam waktu empat minggu. Semakin kecil angka yang ditunjukkan pada alat, menunjukkan kondisi kulit dengan noda yang sedikit. Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada Gambar 7.
Grafik hasil persentase pemulihan kadar air pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada gambar 8
Keriput (wrinkle)
Terjadi penurunan angka dalam pengukuran keriput (wrinkle) selama penggunaan krim dalam waktu empat minggu. Semakin kecil angka yang ditunjukkan pada alat, menunjukkan kondisi kulit yang semakin tidak berkeriput. Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada Gambar 9.
Grafik hasil persentase pemulihan keriput pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada gambar 10
Berdasarkan hasil analisa kondisi kulit selama empat minggu menggunakan skin analyzer didapatkan hasil yang signifikan. Konsdisi awal sukarelawan berada pada kategori dehidrasi, namun setelah 4 minggu mengalami peningkatan kadar air hingga kategori normal pada F2, F3 dan F4. Kadar air kulit dehidrasi mempunyai kadar air 0-29, kulit normal mempunyai kadar air 30-50 dan kulit hidrasi memilik kadar air 51-10025. Hasil analisa statistik diperoleh pada perawatan minggu 0, minggu I, minggu II, minggu III dan minggu IV terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05). Kemampuan terbaik dalam meningkatkan kualitas kulit dimiliki oleh formula 3 yang mengandung ekstrak etanol daun pagoda 10% dibandingkan formula lainnya.
Uji organoleptis dimaksudkan untuk melihat tampilan fisik suatu sediaan yang meliputi bentuk, warna dan bau6. Parameter organoleptis berpengaruh terhadap penilaian estitika sudatu produk, oleh sebab itu sediaan yang dihasilkan harus memiliki bentuk, warna, dan bau yang menarik. Sediaan krim ekstrak etanol daun pagoda memiliki karakteristik orgnoleptis berwarna putih, tidak berbau dan berbentuk semi solid untuk sediaan blanko (F0). Pada F1 berwarna hijau, bau khas ekstrak dan berbentuk semi solid. Pada F2 berwarna hijau pekat, bau khas ekstrak dan bentuk semi solid. Pada F3 berwarna hijau kecoklatan, bau khas ekstrak dan berbentuk semi solid.
Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim dengan menggunakan metilen biru pada F0, F1, F2 dan F3 menunjukkan tipe emulsi minyak dalam air (m/a) karena warna metilen biru homogen dan terdistribusi merata dalam krim. Krim tipe m/a memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik karena jika digunakan pada kulit maka akan terjadi penguapan dan peningkatan konsentrasi dari suatu obat yang larut dalam air sehingga mendorong penyerapannya ke dalam jaringan kulit26,27.
Berdasarkan hasil uji pH sediaan krim berada pada rentang 4,8-6,4. Nilai pH tersebut memenuhi persyaratan untuk sediaan topikal yaitu antara 4,5-6,5. Kulit yang normal memiliki pH antara 4,5-6,5 sehingga sediaan topikal harus memiliki pH yang sama dengan pH normal kulit tersebut. Sediaan topikal yang ideal adalah tidak mengiritasi kulit. Kemungkinan iritasi kulit akan sangat besar apabila sediaan terlalu asam atau terlalu basa26. Nilai pH dari masing-masing formula diketahui bahawa semakin tinggi konsentrasi ekstrak dalam sediaan akan menurunkan nilai pH. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan senyawa organik dari ekstrak yang cenderung bersifat asam, sehingga mampu mempengaruhi keasaman suatu sediaan. Berdasarkan hal tersebut perlu dipertimbangkan jumlah ekstrak yang digunakan dalam suatu sediaan topikal agar tetap sesuai dengan standard pH yang dipersyaratkan dan menghindari dampak iritasi kulit pada pemakaian26,28.
Pengamatan uji cycling test dilakukan untuk mengetahui stabilitas dari tiap sediaan melalui pengamatan perubahan fase, daya sebar, pH, dan viskositas masing-masing sediaan27. Pengujian dilakukan pada suhu rendah (4±2°C) dan suhu tinggi (40±2°C) selama 24 jam. Pengujian dilakukan selama 6 siklus. Berdasarkan hasil uji stabilitas selama 6 siklus pada F0, F1, F2 dan F3 sediaan krim menunjukkan hasil stabil dimana tidak terjadi pemisahan fase, sehingga dapat dikatakan keempat formula sediaan krim tersebut memenuhi persyaratan cycling test yang baik. Hasil uji daya sebar pada F0, F1, F2 dan F3 berada pada rentang 5,0 cm – 6,5. Persyaratan daya sebar untuk sediaan topikal yaitu sekitar 5-7 cm. Daya sebar yang baik menyebabkan kontak antara obat dengan kulit menjadi luas, sehingga absorbsi obat ke kulit berlangsung cepat25. Berdaraskan uji statistik tidak didapat perubahan nilai pH secara signifikan dari siklus 0 hingga siklus 6 sehingga dapat disimpulkan bahwa tiap formula memiliki stabilitas yang baik (p > 0,05). Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan dari sediaan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji viskositas sebelum cycling test F0 memiliki viskositas tertinggi dibandingan formula lain hal ini dikarenakan konsentrasi air yang ditambahkan pada basis lebih tinggi. Sedangkan nilai viskositas sesudah cycling test F0, F1,F2 dan F3 mengalami penurunan nilai viskositas secara signifikan (p < 0,05). Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari beberapa faktor yaitu penyimpanan, suhu dan eksipien. Semakin lama penyimpanan pada sediaan maka daya ikat bahan pengental menurun. Berdasarkan hasil keempat formula sebelum dan sesudah cycling test memenuhi persyaratan viskositas yang baik menurut SNI 16-4399-1996 adalah 2000-50.000 cps29.
Uji iritasi selain berguna untuk mencegah terjadinya efek samping juga dapat digunakan untuk menetapkan hipotesis adanya efek samping tersebut30. Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan terhadap 12 sukarelawan keempat formula menunjukkan bahwa semua sukarelawan memberikan hasil negatif pada parameter reaksi iritasi. Parameter yang diamati yaitu adanya kemerahan, gatal dan bengkak. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim anti aging yang dibuat aman untuk digunakan.
Pada pengukuran kehalusan kulit selama empat minggu, konsdisi awal kulit sukarelawan berada pada kategori kulit kasar, namun setelah 4 minggu mengalami penurunan hingga kategori kulit halus pada F3 dan F4, sedangkan F0, F1 dan F2 mengalami penurunan hingga kategori kulit normal. Kategori kulit halus berada pada rentang 0-31, kulit normal 32-51 dan kulit kasar berada pada rentang 52-10028. Hasil analisa statistik diperoleh sebelum perawatan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p≥0,05) sedangkan pada minggu I, minggu II, minggu III dan minggu IV terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05). Hasil pengukuran besar pori selama empat minggu menunjukkan konsdisi awal kulit sukarelawan berada pada kategori pori sangat besar, namun setelah 4 minggu mengalami penurunan hingga kategori pori besar pada F0, F1, F2, F3 dan F4. Kategori kulit dengan pori kecil berada pada rentang 0-19, pori besar 20-39 dan pori sangat besar berada pada rentang 40-10030. Hasil analisa statistik diperoleh sebelum perawatan dan minggu I tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p≥0,05) pada minggu II, minggu III dan minggu IV terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05). Kategori kulit dengan noda sedikit berada pada rentang 0-19, banyak noda 20-39 dan sangat banyak noda berada pada rentang 40-10030. Hasil analisa statistik diperoleh sebelum perawatan dan minggu I tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p≥0,05) pada minggu II, minggu III dan minggu IV terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05). Kategori kulit tidak berkeriput berada pada rentang 0-19, berkeriput 20-52 dan banyak keriput berada pada rentang 53-100. Hasil analisa statistik diperoleh sebelum perawatan dan minggu I tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p≥0,05) pada minggu II, minggu III dan minggu IV terdapat perbedaan yang signifikan (p≤0,05). Berdasarkan penjabaran hasil diatas, diketahui secara statistic terdapat peningkatan perbaikan kualitas kulit selama pemakaian krim yang mengandung ekstrak etanol daun pagoda. Hal ini selaras dengan hipotesis awal dimana sediaan krim yang mengandung ekstrak etanol daun pagoda mampu meningkatkan kualitas kulit berdasarkan kandungan antioksidan yang dimilikinya. Antioksidan bermanfaat dalam menangkal radikal bebas dan memperlambat proses penuaan yang terjadi baik secara sistemik maupun topikal. Antioksidan yang dimiliki oleh bahan alam dapat memberikan manfaat meningkatkan kadar air, kehalusan, mengurangi noda, keriput, dan memperkecil pori 9,31.
Ekstrak etanol daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) dapat diformulasikan dalam sediaan krim dan memiliki aktivitas anti aging pada kulit. Sediaan krim ekstrak etanol daun pagoda (Clerodendrum paniculatum L.) konsentrasi 10% memiliki aktivitas anti aging paling baik pada kulit.
Cara mengutip artikel ini
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 518-525 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50295 Artikel Penelitian Nabilah Arrohmah1, Qurrotul Lailiyah2, Yully Anugrahayu…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 506-517 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50293 Artikel Penelitian Vira Herawati*1, Evi Nurul Hidayati2, Sardjiman…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 489-505 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57607 Artikel Penelitian Mahirah Mardiyah, Lubna Khairunisa, Vina Oktaviany…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 472-488 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.56360 Artikel Review Ira Dwi Fatma1, Yuni Kartika1, Raden…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 458-471 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57440 Artikel Penelitian Sisilia Luhung * , Muh. Taufiqurrahman,…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 443-457 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57191 Artikel Penelitian Melia Sari*1, Ahmad Faisal Nasution2, Dina…
This website uses cookies.