Majalah Farmasetika, 8 (4) 2023, 361-372
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i4.46592
Artikel Pnelitian
Sani Ega Priani*, Sri Peni Fitrianingsih, Livia Syafnir, Faqih Radina
Program Studi Farmasi, Fakultas MIPA, UNISBA, Jawa Barat, Indonesia
*E-mail: egapriani@gmail.com
(Submit 29/04/2023, Revisi 09/05/2023, Diterima 23/05/2023, Terbit 26/05/2023)
Kayu manis memiliki berbagai aktivitas farmakologi salah satunya adalah aktivitas sitotoksik. Beberapa penelitian menunjukkan nanosuspensi dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan aktivitas sitotoksik bahan aktif. Nanosuspensi adalah sistem dispersi koloidal mengandung partikel obat dengan ukuran <1µm yang distabilkan oleh molekul surfaktan dan atau polimer. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi formula nanosuspensi ekstrak etanol kulit batang kayu manis menggunakan metode bottom up dengan variasi jenis surfaktan/polimer sebagai bahan penstabil. Kulit batang kayu manis diekstraksi menggunakan etanol 96% dengan metode maserasi. Ekstrak dikembangkan menjadi sediaan nanosuspensi dengan teknik antisolvent precipitation menggunakan variasi bahan penstabil yakni tween 80, natrium lauril sulfat, polivinil alkohol (PVA), dan polivinil pirolidon (PVP). Berdasarkan hasil optimasi formula, diketahui bahwa sediaan nanosuspensi mengandung ekstrak kulit batang kayu manis 0,5% menggunakan bahan penstabil PVA 2% memiliki karakteristik fisik paling sesuai, yang ditandai dengan penampilan yang jernih, tanpa endapan, nilai persen transmitan 79,57±0,13 %, ukuran partikel 589±17 nm serta nilai PDI 0,50 ± 0,01. Nanosuspensi kayu manis menggunakan PVA 2% sebagai penstabil memiliki karakteristik yang paling optimum.
Kayu manis adalah salah satu komoditi penting di dunia, yang awalnya digunakan sebagai rempah rempah dan kemudian berkembang dimanfaatkan di bidang kesehatan karena memiliki banyak khasiat. Di dunia, terdapat beberapa jenis kayu manis yakni spesies Cinnamomum verum (Sri Lankan atau Ceylon cinnamon), Cinnamomum cassia (Chinese cinnamon), Cinnamomum loureiroi (Vietnamese cinnamon), dan Cinnamomum burmannii (Java atau Indonesian cinnamon). Jenis kayu manis yang paling banyak tumbuh di wilayah Indonesia adalah jenis Cinnamomum burmanni. Bagian tanaman kayu manis yang paling umum dimanfaatkan adalah bagian kulit batangnya [1].
Sudah banyak penelitian yang menguji aktivitas farmakologi dari kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmannii). Kulit batang kayu manis diketahui memiliki aktivitas analgesik, antibakteri, antidiabetes, antijamur, antioksidan, antirematik, dan antitumor/sitotoksik [2]. Di antara berbagai aktivitas tersebut, aktivitas yang banyak diteliti dan dikembangkan adalah aktivitas sitotoksiknya. Ekstrak kulit batang kayu manis dan isolat utamanya yakni trans-sinamaldehid terbukti memiliki aktivitas sitotoksik [3]. Trans-sinamaldehid diketahui mampu menghambat proliferasi sel dan menginduksi apoptosis sel untuk berbagai jenis sel kanker [4,5]. Selain kandungan sinamaldehid, kulit batang kayu manis juga mengandung senyawa bioaktif lain seperti sinamil alkohol, sinamil asetat, kumarin, eugenol, prosianidin, dan antosianin, yang dapat mendukung antivitas sitotoksiknya [6].
Pengembangan bentuk sediaan terus dilakukan untuk meningkatkan aktivitas sitotoksik zat aktif. Salah satu bentuk sediaan yang banyak diaplikasikan untuk penghantaran agen sitotoksik termasuk ekstrak bahan alam adalah bentuk nanosuspensi. Penghantaran obat berbentuk nanosuspensi diketahui mampu memperbaiki kelarutan, bioavailabilitas, dan efektifitas terapi [7]. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengembangan sediaan nanosuspensi mampu meningkatkan % inhibisi sel kanker sebesar 33 kali dibandingkan dengan senyawa murninya, pada zat aktif genkwanin. Peningkatan aktivitas sitotoksik diketahui akibat penurunan ukuran partikel dan juga modifikasi sifat permukaan yang mempermudah permeasi zat ke dalam sel [8]. Nanosuspensi adalah salah satu bentuk sediaan berbasis nanoteknologi, berupa sistem dispersi koloidal mengandung partikel obat dengan ukuran <1µm yang distabilkan oleh molekul surfaktan dan atau polimer [9]. Surfaktan dan polimer bekerja mencegah terjadinya aglomerasi partikel-partikel pada skala nanometer dengan mekanisme stabilisasi elektrostatik, sterik, atau elektrosterik [10]. Sediaan nanosuspensi banyak dikembangkan karena kemampuannya untuk meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas obat termasuk untuk zat dengan kelarutan yang rendah dalam air seperti sinamaldehid dan senyawa hidrofobik lainnya yang terkandung pada kulit batang kayu manis [11].
Pengembangan sediaan nanosuspensi dapat dilakukan dengan dua metode yakni metode top down dan bottom up [12]. Top down adalah pembentukan nanosuspensi dengan pengecilan ukuran partikel dari dispersi kasar menjadi sistem koloidal. Sedangkan buttom up adalah pembentukan sistem nanoemulsi dari dispersi molekular menjadi koloidal, yang dapat dilakukan dengan teknik antisolvent precipitation, liquid emulsion, dan sono-precipitation [11]. Pada penelitian ini dikembangkan sediaan nanosuspensi ekstrak kulit batang kayu manis dengan metode bottom-up dengan teknik antisolvent precipitation, yang cukup banyak digunakan untuk pengembangan nanosuspensi agen sitotoksik. [13]
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan optimasi formula nanosuspensi ekstrak etanol kulit batang kayu manis menggunakan metode bottom up dengan variasi jenis surfaktan/polimer yang digunakan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal terkait pengembangan sistem penghantaran obat dengan bahan aktif ekstrak kayu manis dalam bentuk nanosuspensi yang belum dilakukan sebelumnya.
Alat
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini meliputi sonicator bath (Bransonic CPX2800H-E), spektrofotometri UV/Vis (Shimadzu UV-1800), particle size analyzer (Horiba sz 100), magnetic stirrer (Thermolyne S131120-33Q), rotary vacuum evaporator (IKA RV 10 B).
Bahan
Kulit batang kayu manis (Cinnamomum burmannii Nees ex Bl.) diperoleh dari daerah Manoko Lembang, Kabupaten Bandung Barat . Bahan lain yang digunakan adalah etanol 96% (bratachem, Indonesia), tween 80 (bratachem, Indonesia), natrium lauril sulfat (bratachem, Indonesia), polivinil alcohol (bratachem, Indonesia).
Penyiapan Ekstrak Kulit Batang Kayu Manis
Kulit batang kayu manis diperoleh dari perkebunan manoko Lembang dan selanjutnya dibersihkan, dicuci, dikeringkan, dirajang dan diserbukkan. Tanaman kayu manis yang diperoleh dari perkebunan manoko, sebelumnya terlah dideterminasi di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (SITH ITB). Serbuk simplisia diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% pada perbandingan 1:3 yang dilakukan selama 3×24 jam [14]. Ekstrak cair selanjutnya dipekatkan dengan alat rotary vacuum evaporator. Perhitungan rendemen ekstrak dilakukan dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot awal simplisia yang ditampilkan dalam bentuk persen (%). Terhadap ekstrak dan simplisia dilakukan penapisan fitokimia dengan menggunakan prosedur baku sesuai yang tercantum dalam Pustaka [15].
Optimasi Formula Nanosuspensi Ekstrak Kulit Batang Kayu Manis dengan Metode Bottom Up
Sediaan nanosuspensi dibuat dengan metode bottom-up dengan teknik antisolvent precipitation (nanopresipitasi). Dibuat beberapa formula dengan menggunakan beberapa jenis bahan penstabil yang termasuk golongan polimer dan surfaktan. Untuk polimer digunakan polivinil alkohol (PVA) dan polivinil pirolidon (PVP) sedangkan untuk surfaktan digunakan natrium lauril sulfat dan Tween 80. Nanosuspensi dibuat dengan melarutkan ekstrak dalam 10 mL etanol. Selanjutnya larutan ekstrak diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam larutan tween 80 1%/ natrium lauril sulfat 1%/ PVA 1%/PVP 1% dalam aquadest, dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 1000 rpm selama 1 jam. Untuk F0 (kontrol), ekstrak langsung dimasukkan ke dalam aquadest dengan sistem pengadukan yang sama. Terhadap sediaan selanjutnya dilakukan sonikasi menggunakan sonicator bath selama 30 menit. Terhadap sediaan nanosuspensi hasil optimasi dilakukan evaluasi meliputi uji organopeltis dan persen transmitan [16]. Formula dengan tampilan organoleptis paling baik dan nilai persen transmitan tertinggi akan dilakukan optimasi lebih lanjut. Optimasi dilakukan dengan menvariasikan konsentrasi bahan penstabil menjadi 1; 1,5; dan 2 %.
Tabel 1 Formulasi Nanosuspensi Ekstrak Kayu Manis
Karakterisasi Nanosuspensi Ekstrak Kulit Batang Kayu Manis
Sediaan nanosuspensi dikarakterisasi meliputi:
a. Uji organoleptis
Pengujian organoleptis dilakukan dengan melihat warna, bau, dan kejernihan dari sediaan nanosuspensi yang dihasilkan
b. Uji persen transmitan
Uji transmitan dilakukan dengan spektrofotometer UV/Vis, pada panjang gelombang 650 nm, yang digunakan sebagai seleksi awal penentuan formula optimum nanosuspensi [17].
c. Penentuan distribusi ukuran partikel, polydispersity index (PDI), dan potensial zeta
Untuk mengetahui distribusi ukuran partikel dan potensial zeta dari formula optimum dilakukan pengukuran menggunaan alat particle size analyzer [18].
Bahan alam yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang kayu manis. Kulit batang kayu manis yang diperoleh dari manoko Lembang, sebelumnya telah dideterminasi di SITH ITB dan hasilnya menunjukkan bila tanaman yang digunakan merupakan suku lauraceae dengan nama latin Cinnamomum burmanni (Nees & T.Nees) Blume. Proses ekstraksi dilakukan terhadap simplisia kering kulit batang kayu manis. menggunakan etanol 96% sebagai pelarut. Rendemen ekstrak yang diperoleh sebesar 20,38%. Terhadap simplisia dan ekstrak selanjutnya dilakukan penapisan fitokimia, dan hasilnya diketahui bahwa simplisia dan ekstrak kulit batang kayu manis mengandung senyawa saponin, tannin, kuinon, fenolat, polifenol, monoterpen, seskuiterpen, triterpenoid, dan steroid.
Ekstrak kulit batang kayu manis yang diperoleh pada tahapan sebelumnya, dikembangkan menjadi sediaan nanosuspensi dengan variasi jenis bahan penstabil seperti yang ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 2 Hasil Optimasi Formula Nanosuspensin
Keterangan: F0 (blanko), F1 (tween 80), F2 (natrium lauril sulfat), F3 (PVA), F4 (PVP)
Terhadap sediaan nanosuspensi hasil optimasi dilakukan karakterisassi meliputi pengamatan organoleptis dan penentuan persen transmitan, dan hasilnya ditampilkan pada tabel 2. Hasil pengujian pada tabel 2, menunjukkan nanosuspensi dengan bahan penstabil PVA 1% memiliki karakteristik yang paling baik, ditandai dengan penampilan sediaan yang jernih, dengan nilai % transmitan yang paling tinggi. Kemudian, dilakukan optimasi lanjutan menggunakan penstabil PVA dengan konsentrasi yang divariasikan yakni 1; 1,5; 2%. Hasil pengujian bisa dilihat pada tabel 3 dan gambar 1.
Tabel 3 Hasil Optimasi Nanosuspensi dengan Pestabil PVA (n=3)
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa peningkatkan konsentrasi PVA meningkatkan nilai persen transmitan dari sediaan nanosuspensi yang dihasilkan. Formula F3C ditetapkan sebagai formula akhir untuk dievaluasi lebih lanjut yakni pengujian ukuran partikel dan nilai indeks polidispersitas (PDI). Hasil evaluasi ditampilkan pada tabel 4 yang menunjukkan bahwa sediaan memenuhi persyaratan ukuran partikel dan indeks polidispersitas dari sediaan nanosuspensi.
Kulit batang kayu manis sebagai bahan aktif diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 96% sebagai pelarut, untuk membantu menarik berbagai komponen senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa ekstraksi kulit batang kayu manis menggunakan etanol dapat menarik berbagai senyawa bioaktif seperti sinamaldehid, asam sinamat, sinamil alkohol, kumarin, katekin, prosianidin B2, dan prosianidin trimer yang diketahui senyawa tersebut berpotensi sebagai agen sitotoksik [6].
Ekstrak selanjutnya dikembangkan menjadi sediaan nanosuspensi dengan variasi jenis bahan penstabil. Fungsi bahan penstabil dalam sediaan nanosuspensi adalah untuk menjamin bahwa nanopartikel yang terbentuk dengan bantuan energi tinggi tidak mengalami proses penggabungan kembali (aglomerasi). Bahan yang bisa digunakan sebagai penstabil adalah golongan polimer ataupun surfaktan. Pada penelitian ini digunakan PVA dan PVP yang merupakan kelompok penstabil polimer [19,20]. Selain itu digunakan natrium lauril sulfat dan Tween 80 sebagai kelompok penstabil surfaktan [21]. Penstabil jenis polimer (PVA dan PVP) dan surfaktan nonionik (tween 80) diketahui dapat memberikan stabilisasi sterik pada sistem nanosuspensi. Sedangkan penstabil bermuatan seperti surfaktan anionik (natrium lauril sulfat) diketahui dapat memberikan stabilisasi elektrostatik. Pembuatan sediaan nanosuspensi dilakukan dengan metode bottom up dengan teknik antisolvent precipitation [22,23]. Pada metode ini, ekstrak dilarutkan terlebih dahulu dengan etanol, untuk selanjutnya ditambahkan ke dalam air untuk mengubah sistem dispersi molekular pada pelarutan menggunakan etanol menjadi sistem dispersi koloidal ketika ditambahkan air.
Hasil pengujian pada tabel 2, menunjukkan bila nanosuspensi dengan bahan penstabil PVA 1% memiliki karakteristik yang paling baik, ditandai dengan penampilan sediaan yang jernih , dengan nilai % transmitan yang paling tinggi, mengindikasikan ukuran partikel yang paling kecil dibandingkan dengan sistem nanosuspensi yang lainnya. PVA sebagai bahan penstabil telah digunakan dalam beberapa formulasi nanosuspensi. Nanosuspensi menggunakan PVA sebagai penstabil telah digunakan pada bahan aktif ekstrak tanaman dengan pelarut pengekstraksi yang sama yakni etanol 95% [21]. Seperti yang disebutkan sebelumnya, PVA merupakan polimer yang akan memberikan stabilisasi sterik (gambar 1).
Gambar 1 Stabilisasi Sterik pada Sistem Nanosuspensi Menggunakan Polimer
Stabilisasi ini terjadi ketika penstabil teradsorpsi pada permukaan partikel sehingga memberikan hambatan ruang dan mencegah kontak antara partikel untuk terjadi aglomerasi [24].
Terhadap formula F3 dengan penstabil PVA 1% dilakukan optimasi lanjutan dengan dengan variasi konsentrasi polimer yakni 1; 1,5; 2%. Hasil pengujian bisa dilihat pada tabel 3 dan gambar 2.
Gambar 2 Sediaan Nanosuspensi dengan Penstabil PVA
Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa peningkatkan konsentrasi PVA meningkatkan nilai persen transmitan dari sediaan nanosuspensi yang dihasilkan. Untuk itu, formula F3C ditetapkan sebagai formula akhir untuk dievaluasi lebih lanjut. Hasil evaluasi ditampilkan pada tabel 4.
Tabel 4 Karakteristik Sediaan Nanosuspensi F3C
Berdasarkan hasil pada tabel 4 diketahui bahwa sediaan nanosuspensi F3C memiliki penampilan yang baik tanpa adanya endapan, dengan nilai ukuran partikel 589 ±17 nm dan nilai PDI 0,5. Ukuran ini sesuai untuk sediaan nanosuspensi karena memiliki ukuran partikel <1000 nm [25]. Nilai PDI juga memenuhi persyaratan karena batas nilai PDI untuk sistem nanopartikel yang menggambarkan homogenitas ukuran yang baik adalah <0.7 [26]. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangakan sediaan nanosuspensi kulit batang kayu manis menggunakan penstabil PVA yang dikombinasikan dengan bahan penstabil lain yang memiliki muatan sehingga bisa memberikan efek penghalang elektrosterik pada sediaan nanosuspensi [11].
Berdasarkan hasil optimasi formula, diketahui bahwa sediaan nanosuspensi mengandung ekstrak kulit batang kayu manis menggunakan bahan penstabil PVA 2% memiliki karakteristik fisik paling baik dibandingkan formula lainnya, dengan penampilan sediaan yang jernih dan memiliki ukuran partikel 589±17 nm serta nilai PDI 0,50 ± 0,01.
cara mengutip artikel ini
https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/46592/20031
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 518-525 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50295 Artikel Penelitian Nabilah Arrohmah1, Qurrotul Lailiyah2, Yully Anugrahayu…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 506-517 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50293 Artikel Penelitian Vira Herawati*1, Evi Nurul Hidayati2, Sardjiman…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 489-505 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57607 Artikel Penelitian Mahirah Mardiyah, Lubna Khairunisa, Vina Oktaviany…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 472-488 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.56360 Artikel Review Ira Dwi Fatma1, Yuni Kartika1, Raden…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 458-471 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57440 Artikel Penelitian Sisilia Luhung * , Muh. Taufiqurrahman,…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 443-457 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57191 Artikel Penelitian Melia Sari*1, Ahmad Faisal Nasution2, Dina…
This website uses cookies.