Majalah Farmasetika, 6 (4) 2021, 310-321 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v6i4.35053
Artikel Review
Download PDF
Nurike Susendi*,1, Adrian1, Iyan Sopyan2
1Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
2Departemen Farmasetika dan Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran,
Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21 Jatinangor 45363
*E-mail: nurike16001@mail.unpad.ac.id
(Submit 15/4/2021, Revisi 11/5/2021, Diterima 16/5/2021, Terbit 25/5/2021)
Untuk meningkatkan pengembangan produk, efisiensi proses produksi dan strategi pengendalian, Food and Drug Administration (FDA) mendorong penerapan Quality by Design (QBD) sebagai pendekatan ilmiah yang berbasis pada penerapan mutu risiko dalam pengembangan produk obat. Manajemen risiko bertujuan untuk menganalisis sebuah sistem terhadap potensi penyimpangan yang terjadi untuk mencegah masalah yang lebih serius. Artikel ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai metode root cause analysis yang dapat digunakan dalam manajemen risiko mutu terhadap masalah yang terjadi di industri farmasi. Dalam mereview artikel ini jurnal yang didapat dari berbagai sumber secara daring melalui berbagai jurnal nasional dan internasional yang diakses dari situs Google scholar, Elsevier dan PubMed. Hasil dari review artikel metode analisis akar penyebab, seperti Pareto Analysis, Fishbone Diagram, 5Whys, Failure Mode and Effect Analysis, Brainstorming dan Six Sigma, dapat digunakan untuk menemukan akar penyebab suatu masalah dengan perbedaan masing-masing metode dari segi tahapan, analisis dan penilaian risiko. Dari review yang dibuat, dapat disimpulkan bahwa keenam metode root cause analysis yang diketahui memiliki perbedaan serta kelebihan dan kekurangan masing-masing metode, sehingga dalam penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan suatu masalah yang terjadi di industri farmasi melalui kriteria kelebihan dan kekurangan metode tersebut.
manajemen risiko, industri farmasi, root cause analysis
Untuk meningkatkan pengembangan produk, efisiensi proses produksi dan strategi pengendalian, Food and Drug Administration (FDA) mendorong penerapan Quality by Design (QBD) sebagai pendekatan ilmiah yang berbasis pada penerapan mutu risiko dalam pengembangan produk obat, manufaktur dan regulasi, serta untuk mengidentifikasi karakteristik mutu produk dengan Manajemen risiko mutu1. Manajemen risiko bertujuan untuk menganalisis sebuah sistem terhadap potensi penyimpangan yang terjadi untuk mencegah masalah yang lebih serius.
Manajemen risiko diterapkan pada berbagai aspek industri farmasi. Aspek-aspek tersebut meliputi pengembangan produk, manufaktur, distribusi, inspeksi, penanganan cacat kualitas, bahan obat, eksipien, dan pengemasan produk. Sistem manajemen risiko mutu harus memastikan bahwa setiap evaluasi risiko terhadap kualitas didasarkan terhadap pengetahuan ilmiah, pengalaman dengan prosesnya2.
Berdasarkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2015, penerapan manajemen risiko diharuskan untuk mempertimbangkan dengan melakukan penilaian risiko3. Proses manajemen risiko mutu mengacu pada diagram ICH Q9 yaitu, penilaian risiko kualitas, pengendalian risiko mutu, komunikasi risiko dan tinjauan risiko4. Sebelum dilakukannya penilaian risiko dilakukan identifikasi risiko terlebih dahulu. Pada tahap tersebut dilakukan identifikasi masalah serta memberikan penilaian dalam identifikasi jenis dan faktor risiko dengan mengacu pada data historis dan analisis teori2. Untuk melakukan tahapan manajemen risiko mutu diperlukan metode yang digunakan dalam analisis suatu masalah5. Beberapa metode yang sering diterapkan untuk penilaian risiko mutu yaitu gabungan metode Failure Mode Effects Analysis (FMEA) dan Fishbone Diagram6. Tetapi ada juga beberapa metode yang dapat digunakan untuk penilaian risiko diantaranya yaitu Fishb one Diagram, 5 Whys, Pareto Analysis7,1. Tujuan dari review artikel ini yaitu untuk untuk memberikan pengetahuan mengenai metode root cause analysis yang dapat digunakan dalam manajemen risiko mutu terhadap masalah yang terjadi di industri farmasi.
Metode yang digunakan dalam penyusunan review artikel ini dengan meninjau literatur secara daring berupa jurnal nasional dan internasional melalui situs Google scholar, Elsevier dan PubMed. Kata kunci yang digunakan dalam penelusuran literatur yaitu “Manajemen Risiko” “Risk Management”, “Pareto Analysis”, “Fishbone Diagram”, “5Whys”, “Brainstorming”, “Failure Mode And Effect Analysis” dan “Six Sigma”. Artikel yang digunakan sebagai referensi berada pada rentang tahun 2009 sampai 2020. Terdapat 37 artikel yang digunakan sebagai referensi penulisan, dengan 7 artikel mengenai manajemen risiko, 5 artikel mengenai Fishbone Diagram, 5 artikel mengenai Pareto Analysis, 4 artikel mengenai 5Whys, 4 artikel mengenai Brainstorming, 6 artikel mengenai Failure Mode Effect Analysis dan 6 artikel mengenai Six Sigma.
Metode root cause analysis yang akan dibahas dalam review artikel ini adalah Fishbone Diagram, Pareto Analysis, 5Whys, Brainstorming, Failure Mode Effect Analysis (FMEA) dan Six Sigma. Berikut tahapan, kelebihan dan kekurangan masing-masing metode tersebut.
Tabel 1. Metode Analisis Risiko Mutu
Fishbone Diagram atau Diagram Ishikawa adalah suatu teknik root cause analysis yang menunjukkan beberapa penyebab dari suatu peristiwa atau kejadian tertentu. Secara khusus, Fishbone Diagram berbentuk seperti kerangka ikan, diagram ini umum digunakan untuk analisis sebab dan akibat untuk mengidentifikasi interaksi penyebab yang kompleks suatu masalah atau peristiwa tertentu. Fishbone diagram dapat menjadi kerangka teoritis yang komprehensif untuk mewakili dan menganalisis akar penyebab8. Fishbone Diagram juga dapat menguraikan setiap masalah yang diidentifikasi dan semua orang yang terlibat dapat memberikan saran yang mungkin menjadi penyebab masalah9. Prosedur yang digunakan untuk menganalisis akar masalah menggunakan Fishbone Diagram dalam identifikasi penyebab masalah yaitu: menyiapkan diagram Fishbone Analysis, mengidentifikasi efek atau masalah, mengidentifikasi kategori penyebab utama, menemukan penyebab potensial dengan meminta saran, meninjau setiap kategori penyebab utama, menemukan konsensus untuk kemungkinan penyebab, dan menerapkan hasil analisis9. Berikut merupakan gambaran dari Fishbone Diagram.
Pada umumnya mengidentifikasi kategori penyebab utama menggunakan kategori 4M dan 1E yaitu Man (manusia) personalia yang berkaitan dan bertanggung jawab, Methods (metode) prosedur atau metode yang digunakan, Machine (mesin) peralatan atau sistem penunjang yang digunakan, Materials (bahan) bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan dan Environment (lingkungan) keadaan kondisi yang terjadi pada proses berlangsung10.
Analisis pareto membantu untuk mengidentifikasi cacat yang berbeda dan mengklasifikasikannya sesuai dengan signifikansi kecacatan tersebut. Kemudian analisis masalah tersebut mengurutkan semua cacat yang berbeda dengan signifikansi relatifnya terhadap penolakan total12. Diagram pareto sangat berguna dalam menentukan target untuk menentukan masalah yang paling penting untuk ditangani terlebih dahulu13. Berikut tahapan untuk melakukan analisis pareto:
Hasil analisis Pareto dalam bentuk histogram akan diurutkan dari frekuensi tertinggi ke frekuensi terendah untuk mengidentifikasi bagian mana penyimpangan yang langsung mempengaruhi masalah dan bagian mana yang tidak mempengaruhi15.
Analisis 5-Whys digunakan untuk menyelidiki akar penyebab dari sebuah masalah atau penyimpangan yang terjadi pada suatu produksi. Prinsip dasar dari analisis 5- Whys adalah untuk membentuk pernyataan situasi dan bertanya mengapa kejadian itu terjadi, kemudian mengubah jawaban dari jawaban pertama menjadi pertanyaan untuk kedua. Proses serupa diulangi sampai akar penyebab yang mendasari kejadian tersebut terungkap16.
Hasil analisis Pareto dalam bentuk histogram akan diurutkan dari frekuensi tertinggi ke frekuensi terendah untuk mengidentifikasi bagian mana penyimpangan yang langsung mempengaruhi masalah dan bagian mana yang tidak mempengaruhi15. 3. 5 Whys • Analisis 5-Whys digunakan untuk menyelidiki akar penyebab dari sebuah masalah atau penyimpangan yang terjadi pada suatu produksi. Prinsip dasar dari analisis 5- Whys adalah untuk membentuk pernyataan situasi dan bertanya mengapa kejadian itu terjadi, kemudian mengubah jawaban dari jawaban pertama menjadi pertanyaan untuk kedua. Proses serupa diulangi sampai akar penyebab yang mendasari kejadian tersebut terungkap16.
Kesederhanaan analisis yang tampak dari 5-Whys ini menjadikannya banyak diterapkan dalam penyelesaian masalah, tetapi kesederhanaan metode 5-Whys menyembunyikan kerumitan dalam metodologi dan tanpa disadari dapat menyebabkan kesalahan dalam penerapannya, sehingga mengakibatkan masalah yang diperbaiki merupakan masalah yang tidak menyebabkan insiden kegagalan dan melewatkan masalah yang menyebabkannya18.
Brainstorming adalah metode untuk memaksimalkan kreativitas kelompok dalam pemecahan masalah. Brainstorming merupakan adalah teknik dimana suatu kelompok mencoba menemukan solusi untuk masalah tertentu dengan mengumpulkan semua ide secara spontan dari anggotanya19. Brainstorming membantu kelompok menghasilkan banyak ide tanpa penilaian dalam waktu singkat. Setiap anggota kelompok belajar menawarkan ide. Siklus ini berulang sampai semua ide habis20. Dalam metode brainstorming, tim diajak untuk mengajukan ide apa pun mengenai permasalahan yang dihadapi. Setiap ide dianalisis, disintesis dan dievaluasi. Tim tidak diminta untuk menilai ide selama proses brainstorming berlangsung. Penilaian terhadap ide akan dilakukan pada periode berikutnya dimana semua ide dipilih, dievaluasi dan mungkin diterapkan21.
Brainstorming individu cenderung menghasilkan ide-ide yang lebih luas daripada brainstorming kelompok, tetapi cenderung tidak mengembangkan ide-ide secara efektif, terutama ketika individu menghadapi masalah yang tidak dapat mereka pecahkan. Individu bebas untuk mengeksplorasi ide-ide pada waktunya sendiri tanpa rasa takut dikritik, dan tanpa didominasi oleh anggota kelompok lainnya. Sementara brainstorming kelompok mengembangkan ide-ide lebih dalam dan efektif, seperti ketika kesulitan dalam pengembangan ide oleh individu. Brainstorming kelompok cenderung menghasilkan lebih sedikit ide karena waktu yang dihabiskan untuk mengembangkan ide-ide secara mendalam19.
Analisis FMEA bertujuan untuk menganalisis karakteristik desain relatif terhadap proses manufaktur yang direncanakan untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Ketika mode kegagalan diidentifikasi, kemungkinan terjadinya kegagalan dapat dikurangi dengan mengambil beberapa tindakan yang benar. FMEA menggunakan probabilitas deteksi dan kejadian selain dengan tingkat keparahan kriteria untuk mengembangkan Risk Priority Number (RPN) untuk menentukan peringkat pertimbangan tindakan korektif23.
Metode RPN mengharuskan tim analisis untuk melakukan penilaian teknik untuk menilai setiap masalah potensial menurut tiga skala penilaian, yaitu:
1. Keparahan (severity), menilai tingkat keparahan efek potensial dari kegagalan.
2. Kejadian (occurrence), menilai kemungkinan kegagalan akan terjadi.
3. Deteksi (detection), menilai kemungkinan bahwa masalah akan terdeteksi sebelum mencapai pengguna akhir24.
Ketiga atribut risiko tersebut dinilai oleh tim lintas fungsional sesuai dengan skala numerik dari 1 hingga 10 untuk setiap mode kegagalan. Peringkat dari setiap atribut dikalikan untuk menghitung RPN25.
Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh pada penggunaan analisis FMEA, diantaranya: keandalan yang lebih tinggi, kualitas yang lebih baik, peningkatan keselamatan dan kontribusinya terhadap penghematan biaya termasuk penurunan waktu pengembangan dan pengurangan limbah. Keuntungan biaya yang terkait dengan FMEA biasanya didapatkan dari kemampuan untuk mengidentifikasi mode kegagalan lebih awal dalam proses. Manfaat finansial juga diperoleh dari perbaikan desain yang diharapkan dapat difasilitasi oleh FMEA, termasuk pengurangan biaya garansi, peningkatan penjualan melalui peningkatan kepuasan pelanggan, dan lain lain24.
Di samping itu, terdapat beberapa keterbatasan dalam penggunaan pendekatan FMEA tradisional. Proses FMEA yang berorientasi pada pengambilan keputusan berdasarkan kelompok dapat menyebabkan tingkat hambatan tertentu yang umum dalam proses pengambilan keputusan kelompok. Dalam banyak skenario evaluasi risiko yang realistis, tim FMEA dapat terdiri dari anggota dari berbagai bagian dengan keahlian dan keterampilan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penilaian mereka umumnya dapat menyebabkan ambiguitas dan dalam beberapa kasus mungkin kurang pasti26.
Six sigma merupakan metodologi berbasis data yang digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab variasi dalam proses produksi Strategi manajemen six sigma mengidentifikasi perbaikan terhadap proses melalui identifikasi masalah, akar penyebab, desain ulang proses, rekayasa ulang, dan manajemen proses. Six sigma mengikuti model yang dikenal sebagai DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve dan Control)28.
Model DMAIC terdiri dari29,30:
1. Define: melakukan pengembangan ruang lingkup dan validasi kepentingan, membentuk tim yang dapat bertanggung jawab atas proyek, dan identifikasi kebutuhan utama pelanggan.
2. Measure: menentukan fokus masalah, melakukan pengumpulan data, memeriksa keandalan data, mengidentifikasi prioritas masalah, dan menetapkan tujuan dari masalah.
3. Analyze: menentukan penyebab setiap masalah, menganalisis proses menghasilkan masalah, mengidentifikasi dan memprioritaskan penyebab potensial masalah, dan menghitung pentingnya penyebab potensial.
4. Improve: mengusulkan, mengevaluasi, dan mengimplementasikan solusi untuk setiap masalah; mengidentifikasi solusi untuk masalah; menguji solusi perbaikan dalam skala kecil; mengembangkan dan mengimplementasikan rencana solusi dalam skala besar.
5. Control: memastikan bahwa cakupan tujuan jangka panjang dipertahankan, menilai pencapaian tujuan dalam skala besar, menerapkan rencana pemantauan kinerja dan mengambil tindakan korektif jika terjadi anomali.
Pendekatan six sigma menekankan pada karakteristik kualitas kritis dari produk atau proses. Dengan analisis yang cermat dari karakteristik tersebut, penggunaan six sigma mampu menentukan dan memperbaiki kegagalan dan variabilitas31. Di samping itu, metode six sigma digunakan untuk menganalisis dan memperbaiki masalah, namun tidak membahas bagaimana mengoptimalkan aliran proses. Oleh karena itu, biasanya digunakan kombinasi antara six sigma dengan perangkat “lean” untuk menghasilkan peningkatan dan perbaikan yang lebih baik28. Fokus Lean adalah untuk meningkatkan aliran proses dan mengurangi pemborosan dan variabilitas, sementara six sigma berkonsentrasi pada peningkatan proses dengan mengidentifikasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data untuk mengidentifikasi dan menghilangkan akar penyebab masalah32.
Berdasarkan hasil review jurnal yang didapat, enam metode analisis akar penyebab yang sudah dijelaskan, yaitu: Fishbone diagram, Pareto analysis, 5 Whys, Brainstroming, Failure Mode Effect Analysis (FMEA), dan Six sigma. Keenam metode tersebut dapat digunakan sebagai metode analisis akar penyebab dengan memiliki tahapan, analisis dan penilaian risiko yang berbeda dari suatu masalah, sehingga untuk penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan suatu masalah yang terjadi di industri farmasi melalui kriteria kelebihan dan kekurangan metode tersebut.
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 518-525 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50295 Artikel Penelitian Nabilah Arrohmah1, Qurrotul Lailiyah2, Yully Anugrahayu…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 506-517 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50293 Artikel Penelitian Vira Herawati*1, Evi Nurul Hidayati2, Sardjiman…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 489-505 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57607 Artikel Penelitian Mahirah Mardiyah, Lubna Khairunisa, Vina Oktaviany…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 472-488 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.56360 Artikel Review Ira Dwi Fatma1, Yuni Kartika1, Raden…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 458-471 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57440 Artikel Penelitian Sisilia Luhung * , Muh. Taufiqurrahman,…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 443-457 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57191 Artikel Penelitian Melia Sari*1, Ahmad Faisal Nasution2, Dina…
This website uses cookies.