Majalah Farmasetika, 7 (3) 2022, 189-205 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i.38443
Artikel Review
Download PDF
Novaliana Devianti Sagita *,1,2, Iyan Sopyan1, Yuni Elsa Hadisaputri3
1Departemen Farmasetika dan Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
2Fakultas Farmasi, Universitas Bhakti Kencana Bandung 40614
3Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang Km. 21 Jatinangor Sumedang 45360
*Email: novaliana19001@mail.unpad.ac.id
(Submit 24/02/2022, Revisi 08/03/2022, Diterima 15/03/2022, Terbit 06/04/2022)
Kunir putih (Curcuma zedoariaRosc.) adalah tanaman herbal yang memiliki populasi cukup banyak di Indonesia. Kunir putih telah lama digunakan karena berdasarkan data empiris memiliki aktivitas sebagai antioksidan, anti bakteri, anti inflamasi dan anti kanker. Hal ini mengindikasikan kunir putih (Curcuma zedoariaRosc.) memiliki bahan aktif atau metabolit sekunder seperti curcuminol yang memberikan aktivitas tersebut. Penggunaan kunir putih pada kalangan masyarakat terbatas pada obat herbal dan jamu dengan pengolahan standar sehingga saat ini banyak dikembangkan ulasan mengenai formulasi dan inovasi dari kunir putih sehingga lebih memberikan aktivitas terapi. Pada review artikel ini akan diulas secara lengkap mengenai kunir putih dalam hal formulasi yang telah dikembangkan, kandungan kimia dan aktivitas biologi yang telah teruji pada kunir putih.
Aktivitas biologi, formulasi, kunir putih
Kunir putih (Curcuma zedoariaRosc.) merupakan tanaman dengan famili Zingiberaceae. Tanaman ini merupakan tanaman herbal yang banyak ditemukan di Asia salah satunya di Indonesia. Diketahui kunir putih (Curcuma zedoariaRosc.) dikenal dengan beberapa nama antara lain temu mangga, temu lalab, temu pauh, koneng joho, koneng lalab, koneng pare dan temu paoh (1). Secara empiris kunir putih telah banyak digunakan sebagai obat herbal oleh masyarakat seperti anti inflamasi. Berdasarkan beberapa penelitian yang menganalisis kandungan kunir putih menyatakan bahwa kunir putih mengandung senyawa aktif seperti turmerin, minyak atsiri dan kurkuminoid. Dengan berbagai metabolit sekunder yang terkandung maka kunir putih (Curcuma zedoariaRosc.) memiliki aktivitas sebagai antioksidan, anti bakteri, anti inflamasi dan anti kanker. Pengembangan kunir putih saat ini telah memiliki banyak kemajuan dalam segi formulasi dan evaluasinya (2). Beberapa penelitian menjelaskan bahwa kunir putih (Curcuma zedoariaRosc.) dapat diformulasikan dalam sediaan emulsi, emulgel, SNEEDS hingga bioactive films (3). Potensi kunir putih (Curcuma zedoariaRosc.) untuk dikembangkan sebagai bahan obat jadi sangat tinggi namun pada penggunaan sebagai obat di masyarakat kunir putih hanya terbatas pada obat herbal dan jamu. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat berhubungan dengan kandungan metabolit sekundernya. Artikel ini akan membahas lebih detail hubungan kandungan metabolit sekunder kunir putih (Curcuma zedoariaRosc.) dengan pemanfaatannya serta bioaktivitasnya dan formulasinya menjadi sediaan farmasi.
Pembuatan artikel ini berdasarkan hasil pengumpulan jurnal penelitian sebanyak 58 jurnal dari situs berupa Science Direct, Scopus, dengan kata kunci, “formulation of curcuma zedoaria”, “chemical compounds of curcuma zedoaria”, “biological activity of curcuma zedoaria”, dan lain sebagainya.
Kunir Putih
Kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) merupakan golongan rimpang yang banyak tumbuh di Indonesia, dimana batang tumbuhan yang tumbuh menjalar di bawah permukaan tanah dan dapat menghasilkan tunas dan akar baru dari ruas-ruasnya. Karakteristik dari kunir putih adalah memiliki batang semu dan lunak yang berada di dalam tanah membentuk rimpang dan berwarna hijau pucat. Kunir putih memiliki daun tunggal, berbentuk lanset (lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul) dengan tulang daun menyirip tipis. Kunir putih merupakan tanaman semak, mencapai tinggi ± 2 m, berbulu halus, berwarna hijau bergaris ungu. Bentuk bunga dari kunir putih adalah majemuk, berbentuk tabung, keluar dari ketiak daun, menjulang ke atas membentuk bongkol bunga yang besar (4,5). Kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) telah banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional yang mampu meredakan inflamasi, anti bakteri dan anti kanker. Kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) diisolasi menggunakan metode destilasi diikuti ekstraksi guna mendapatkan metabolit sekunder yang dikandung oleh minyak atsiri kunir putih. Pelarut yang biasa digunakan untuk melakukan ekstraksi adalah pelarut yang memiliki polaritas rendah seperti n-heksana (6). Beberapa konstituen yang diekstraksi dari rimpang kunir putih adalah furanodienon, dehydrocurdione, kurkumenol, prokurkumenol, furano-diena, kamper, dan 1,8-cineole (7). Beberapa metabolit ini memiliki aktivitas spesifik sebagai anti oksidan, anti inflamasi, anti bakteri dan anti kanker.
Ekstraksi Kunir Putih (Curcuma zedoaria Rosc.)
Tabel 1.1 Tabel metode ekstraksi kunir putih
Ekstraksi merupakan metode yang digunakan untuk menyari atau menarik komponen pada suatu bahan agar terpisah dari bahan induknya. Ekstraksi banyak dilakukan pada penyarian metabolit sekunder tanaman herbal salah satunya adalah kunir putih (Curcuma zedoaria Rocs.). Pada beberapa penelitian telah berfokus pada pemanfaatan kunir putih sebagai bahan aktif terapi dengan melakukan ekstraksi terlebih dulu untuk menarik minyak atsiri dan metabolit sekunder yang dikandung oleh kunir putih. Metode dari ekstraksi yang dilakukan bermacam macam sesuai dengan kebutuhan metabolit sekunder yang diinginkan. Metode maserasi, sokletasi, reflux, destilasi dan successive extraction adalah metode yang paling banyak digunakan untuk menyari metabolit sekunder dari kunir putih (10). Pada metode maserasi, ekstraksi dilakukan tanpa adanya pemanasan. Pelarut yang digunakan adalah air, kombinasi etanol air, kombinasi metanol air, DMSO (26). Adapun pada metode maserasi lainnya dibantu oleh pengaduk dengan kecepatan 100-1000 rpm untuk mempercepat proses ekstraksi. Pada penelitian lain juga menggunakan metode succesive extraction (ekstraksi bertingkat). Successive extraction adalah metode ekstraksi berkelanjutan yang menarik kandungan zat menggunakan pelarut yang spesifik secara berkelanjutan (27). Pelarut yang digunakan dalam successive extraction adalah etanol, butanol dan kombinasi n-hexana dan etil asetat (28). Selain itu ada metode panas dingin yang digunakan untuk melakukan ekstraksi yaitu metode sokletasi. Metode sokletasi menggunakan kombinasi metanol dan n-hexana dan beberapa menggunakan petroleum eter. Alasan penggunaan pelarut ini karena sifat yang nonpolar dan diteliti dapat menarik zat metabolit berupa senyawa atsiri yang nonpolar (23). Metode reflux juga digunakan dalam menarik senyawa metabolit ini menggunakan kombinasi pelarut air, etanol dan petroleum eter. Preparasi awal yang dilakukan sebelum ekstraksi adalah menyiapkan bagian tanaman yang akan diekstraksi berupa rimpang, daun atau batang. Bagian tersebut dicuci dan dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan dan dihaluskan menjadi bubuk kasar. Ekstraksi dilakukan dengan pelarut yang spesifik sesuai dengan kandungan yang akan disari (10). Salah satu penelitian yang menyatakan (masing-masing 3 L pelarut) bisa mendapatkan ekstrak n-heksana (1,8 gm), ekstrak etil asetat (2,5 gm) dan ekstrak metanol (4,5 gm). Semua ekstrak adalah dilarutkan dalam metanol secara terpisah, disimpan dalam lemari es selama 24 jam pada suhu 400 C untuk pengendapan dari bahan berlemak, kemudian disaring melalui selembar kain terlipat dan akhirnya terpisahkan dari bahan induk (1). Ekstrak metanol yang dilanjutkan diekstraksi dengan heksana mengandung fraksi heksana berwarna coklat (4,6 g, 33,2% berdasarkan ekstrak metanol mentah) (29). Komponen yang banyak dihasilkan dari ekstraksi adalah senyawa golongan fenolik seperti kurkumin. Senyawa kurkumin yang spesifik adalah Curcuminone, Curcuminolide A, Curcuminolide B, zedoarol. Beberapa juga menjelaskan kandungan spesifik dari kunir putih adalah epicurzerenone (46.64%), curdione (13.66%) and 5-isopropylidene-3,8-dimethyl-1(5H) azulenone (9.15%). Secara umum kandungan dari kunir putih adalah minyak atsiri yang merupakan golongan fenolik, flavonoid dan beberapa campuran sterol (30)
Formulasi Kunir Putih
Tabel 1.2 Tabel formulasi kunir putih (Curcuma zedoaria Rocs.)
Formulasi kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) telah dilakukan dengan beberapa bentuk sediaan dimana bentuk sediaan itu adalah emulgel, SNEEDS, mikroemulsi dan body scrub. Pada formulasi emulgel digunakan bahan tambahan berupa PEG 8, parafin, carbopol 940, TEA, DMDM hidantoin dengan variasi konsentrasi PEG 8 beeswax. Berdasarkan hasil penelitian, dari hasil uji evaluasi sediaan meliputi pengamatan organoleptik, pH, viskositas, sentrifugasi, dan uji hedonitas maka dapat disimpulkan bahwa formulasi emulgel mengandung minyak atsiri rimpang kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) yang paling baik, stabil, dan aman dalam penggunaannya dengan konsentrasi PEG 8 beeswax 8 % (31) Formula lain yang ada adalah SNEEDS. Formula SNEEDS didasarkan pada pertimbangan berikut ini; komposisi formulasi harus sederhana dan aman (misalnya menggunakan jumlah paling sedikit), surfaktan dan ko-surfaktan yang digunakan harus menghasilkan nanoemulsi, sediaan yang dihasilkan harus memberikan area nanoemulsi yang besar dalam diagram fase dan tidak ada pemisahan fase yang terlihat setelah penyimpanan selama 24 jam, ukuran tetesan kecil dan seragam (yaitu, <100 nm, indeks polidispersitas kecil). Studi ini telah dengan jelas menunjukkan utilitas SNEDDS untuk memformulasi minyak atsiri kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) dengan dispersibilitas air yang lebih baik, stabilitas dan bioavailabilitas oral yang optimal (32). Dalam SNEDDS yang diformulasikan, minyak atsiri kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) sendiri dapat berfungsi sebagai fase lipid parsial dengan keuntungan ganda meningkatkan loading obat serta meminimalkan jumlah minyak fase dalam yang dibutuhkan. Studi ini dapat berfungsi sebagai pendekatan prototipe untuk pengembangan formulasi lainnya dengan bahan aktif minyak atsiri atau obat hidrofobik dalam bentuk cair (32). Pada formula mikroemulsi bahan tambahan yang digunakan adalah VCO sebagai fase minyak, Polisorbat 80 sebagai surfaktan non ionik, nipagin dan nipasol sebagai pengawet, propilenglikol sebagai co-solvent dan aquades sebagai fase air. Pada saat proses pembuatan mikroemulsi tidak membutuhkan pengadukan yang tinggi karena dengan pengadukan yang rendah sudah dapat membentuk dispersi yang transparan secara spontan. Pada pembuatan mikroemulsi ini juga menggunakan surfaktan nonionik dan tidak menggunakan pemanasan. Hal ini karena surfaktan non ionik sensitif terhadap suhu (33). Hasil uji mutu fisik selama 4 minggu tidak mengalami perubahan bau, bentuk, dan warna. Semua sediaan tidak terjadi perubahan homogenitas dan tidak terdapat pertumbuhan jamur. Memenuhi rentan pH antara 4,5-8 pH kulit. Memenuhi rentan daya sebar berkisar 5-7 cm pada F0,F1, dan F2 sedangkan F3 rata-rata daya sebarnya kurang dari 5 cm . memenuhi daya lekat yaitu lebih dari 4 detik. Semua formulasi memiliki hasil yang baik dan stabil (34). Dalam penelitian lain juga menjelaskan formulasi kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) dalam bioactive films, bioactive films ini tersusun atas polimer kitosan dan bubuk kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) dibuat dengan menggunakan teknik solvent evaporation dan dianalisis sifat fisikokimia dan biologinya untuk aplikasi pengemasan aktif. Keberhasilan inklusi kunir putih ke dalam matriks kitosan dikonfirmasi oleh analisis menggunakan fourier transfer infrared (FTIR). Hasil yang didapatkan adalah adanya interaksi ikatan hidrogen pada bioactive films menunjukkan sifat tarik menarik yang baik, morfologi permukaan yang halus, kemampuan bercampur, tahan air dan sifat penghalang UV. Penggabungan kunyit putih mengurangi laju transmisi uap air dan permeabilitas oksigen (35)
Aktivitas Biologi
Aktivitas antioksidan
Aktivitas antioksidan adalah aktivitas yang dihasilkan oleh satu bahan atau senyawa untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat menghasilkan radikal. Senyawa antioksidan yang sangat reaktif membantu menunda atau menghambat inisiasi dan penyebaran reaksi berantai pengoksidasi yang melibatkan proses metabolisme yang tidak terkendali dari spesies oksigen reaktif (ROS) dan spesies radikal bebas (15). Ekstrak kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) berdasarkan studi lanjutan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Zat yang berperan di dalamnya adalah senyawa polifenol yang didapatkan dari ekstraksi maserasi berkelanjutan menggunakan etanol 96% (10). Pada rasio massa 72:28% rendemen hasil ekstraksi memberikan kandungan kurkumin tertinggi (36). Pada 20 mg/ml, minyak atsiri kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) adalah moderat baik dalam aktivitas antioksidan, baik dalam mengurangi daya dan sangat baik dalam efek scavenging pada 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl radikal tetapi rendah dalam efek chelating pada ferrousion (37). Dalam penelitian lain menjelaskan, sembilan sesquiterpene dan satu diterpen labdane yang diisolasi dari rimpang kunir putih dan diuji kemungkinan peran neuroprotektifnya dalam stress oxidative yang diinduksi H2O2 dalam sel NG108-15. Di antaranya, seskuiterpen tipe guaiane, kurkumenol menunjukkan perlindungan 100% sel pada konsentrasi 4 M. Senyawa tersebut menunjukkan perubahan yang sangat kecil dalam aktivistasnya bahkan pada konsentrasi 30 M, menunjukkan bahwa senyawa tersebut mungkin tidak beracun bagi sel dalam rentang konsentrasi yang luas. Dehydrocurdione, seskuiterpen tipe germacrane juga menunjukkan perlindungan maksimum sel pada konsentrasi 10 dan 15 M, yang berkurang 10% pada konsentrasi 30 M (7). Ekstrak metanol kunir putih sangat efektif dalam aktivitas antioksidan yang dianalisis dengan metode 1,3-dietil-2- asam tiobarbiturat dan nilai IC50 (konsentrasi efektif pada 50%) <10 g/Ml. Ekstrak metanol lebih efektif dalam mengurangi daya, mengais kemampuan pada radikal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil dan kemampuan mengkelat pada ion besi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, semua ekstrak menunjukkan sifat antioksidan yang efektif (23).
Tabel 1.3 Aktivitas Antioksidan Kunir Putih (Curcuma zedoariaRocs)
Aktivitas Anti Inflmasi
Inflamasi merupakan respon (reaksi) lokal dari jaringan vaskular terhadap rangsang endogen dan eksogen. Istilah ini berasal dari bahasa latin “inflammare” yang berarti membakar. Inflamasi ditandai dengan adanya cedera yang terlokalisasi pada jaringan tertentu sehingga inflamasi menjadi respon fisiologis terhadap cedera tersebut. Kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) adalah bahan herbal yang banyak digunakan sebagai pengobatan tradisional meringankan inflamasi atau peradangan. Pada formulasi sediaan gel, ekstrak kunir putih memberikan aktivitas sebagai anti inflamasi pada 7 hari masa penyembuhan yang diuji pada mencit putih jantan dengan konsentrasi 10% (40). Aktivitas anti inflamasi kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) diujikan pada sel murine RAW 264.7 yang distimulasi lipopolisakarida (LPS). Hasil yang didapatkan ekstrak metanol kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) mampu menghambat sintesis nitrat oksida (NO) pada dosis 23,44 ± 0,77 g/mL (26). Selain pada pengujian oral, aktivitas anti inflamasi kunir putih juga diujikan terhadap pencegahan peradangan kulit yang diinduksi UVB dan photoaging. Berdasarkan uji matriks metalloproteinase (MMP) terlihat mekanisme anti inflamasi terjadi karena adanya penghambatan ekspresi cyclooxygenases (COX-2) dan MMP-13 yang diinduksi UVB oleh ekstrak kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.). Hal ini juga dikonfirmasi dikeratinosit kulit manusia dimana ekstrak kunir putih menekan fosforilasi yang diinduksi UVB dari c-Jun N-terminal kinase, protein kinase yang diaktifkan oleh mitogen 3/6/p38 B-Raf/ERK kinase (MEK)1/2/extracellular signal-regulated kinases (ERK)1/2, serta fosforilasi reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR) (40). Kunir putih menunjukan aktivitas anti inflamasi yang optimal secara eksperimental. Senyawa curzenone dan dehydrocurdione diperoleh dari ekstrak metanol rimpang ditekan 12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate (TPA) oleh 75% dan 53%, masing-masing, dengan dosis aplikasi 1 mmol (41). Beberapa flavonoid dilaporkan memiliki aktivitas anti inflamasi dengan menghambat sejumlah mediator inflamasi secara signifikan seperti menghambat mediator inflamasi fosfolipase A2 dengan demikian menghambat metabolisme asam arakidonat. Sejumlah alkaloid juga dapat mencegah peradangan melalui pemblokiran jalur metabolisme asam arakidonat (28,41).
Tabel 1.4 Aktivitas Anti Inflamasi Kunir Putih (Curcuma zedoariaRocs)
Anti Mikroba
Bahan aktif anti mikroba adalah bahan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara kimiawi dan biologis. Rimpang kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) memiliki berbagai macam komponen seperti minyak atsiri, resin, flavonoid, alkaloid, terpen dan senyawa lainnya (44). Kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) pada beberapa penelitian memiliki aktivitas anti mikroba. Minyak atsiri kunir putih diketahui mampu menghambat bakteri Staphylococcus epidermis. Dengan aktivitas ini maka minyak atsiri kunir putih mampu menghambat pertumbuhan jerawat dengan konsentrasi 10% (31). Pada formula lain minyak atsiri diformulasi dengan sediaan gel peel off untuk menghambat bakteri penyebab jerawat yang terdiri dari Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermis (45). Rimpang kunyit putih (Curcuma zedoaria Rosc.) diteliti menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus cereus dan Staphylococcus epidermidis bacteria setelah dilakukan pengujian anti bakteri menggunakan metode difusi cakram (38). Dari hasil uji antibakteri diketahui bahwa minyak atsiri kunyit putih (Curcuma zedoaria Rosc.) memiliki diameter penghambatan terhadap bakteri B. subtilis sebesar 16,92 mm sedikit lebih kecil dengan kontrol yang memiliki diameter hambat zona bening 18,84 mm. Sementara itu, konsentrasi hambat minimum (KHM) S. Epidermidis sudah dapat menghambat pada konsentrasi 500 ppm, dan tidak memiliki konsentrasi membunuh minimum (KBM) pada 2000 ppm (46). Kandungan kurkuminoid tertinggi (152,23 ± 1,80 mg/g pada ekstrak kering) ditemukan pada 95% ekstrak etanol rimpang kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.). Ekstrak etanol rimpang juga menunjukkan aktivitas anti mikroba terhadap S.aureus, MRSA dan C. albicans. Ekstrak etanol 95% rimpang menunjukkan nilai tertinggi pengaruh penghambatan terhadap produksi oksida nitrat dengan nilai IC50 sebesar 11,22 ± 1,21 g/mL (47). Pada perbandingan lain disebutkan bahwa Ekstrak etanol menunjukkan aktivitas yang sangat baik terhadap S. aureus dan Trichophytonmentagrophytes. Ekstrak etanol tidak menunjukkan aktivitas apapun terhadap Salmonella paratyphii dan Klebsiella pneumonia. Pada beberapa studi juga menjelaskan kunir putih menghambat pertumbuhan Epinephelus coioides, Streptococcus viridans (48). Hasil penelitian kami menunjukkan kemungkinan menggunakan minyak atau ekstrak organik kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) sebagai antimikroba alami dalam makanan atau farmasi industri karena mereka memiliki antibakteri yang kuat
Tabel 1.5 Aktivitas Anti Bakteri Kunir Putih (Curcuma zedoariaRocs)
Aktivitas Anti Kanker
Kanker adalah penyakit yang disebabkan ketika sel membelah secara tidak terkendali dan menyebar ke jaringan sekitarnya. Kanker disebabkan oleh perubahan DNA pada sel yang tidak normal. Sebagian besar perubahan DNA penyebab kanker terjadi pada bagian DNA yang disebut gen (49). Kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) pada beberapa studi menunjukan aktivitas anti kanker sehingga perlu pengembangan lebih untuk menjadikan bahan aktif ini menjadi salah satu terapi alternatif alami untuk kanker (50). Fraksi aktif kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) yang diisolasi menghasilkan identifikasi lima senyawa murni yaitu yaitu, curzerenone, neocurdione, curdione, alismol, zederone dan campuran sterol. Semua senyawa di evaluasi untuk aktivitas sitotoksiknya terhadap MCF-7, Ca Ski dan HCT-116 dengan perbandingan sel fibroblast MRC-5 dan HUVEC sebagai sel non kanker. Curzerenone dan alismol secara signifikan menghambat proliferasi pada sel kanker manusia MCF-7, Ca-Ski dan HCT-116. Berdasarkan uji pewarnaan ganda terlihat mekanisme apoptosis melalui aktivtas caspase-3. Dengan demikian dapat dinyatakan senyawa curzerenone dan alismol dimodulasi oleh apoptosis melalui jalur pensinyalan caspase-3 (29,51). Pada pengujian Sel MDA-MB-231, ekstrak petroleum eter kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) dan ekstrak metanol kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) menghasilkan tingkat penghambatan tergantung pada konsentrasi dan waktu (52). Ekstrak petroleum eter kunir putih (Curcuma zedoaria Rosc.) serta Epirubicin menghasilkan penghentian siklus sel G0/G1 yang signifikan. Tingkat ekspresi protein E-cadherin dan E-cadherin mRNA meningkat secara signifikan, sedangkan protein SDF-1, CCR7, dan CXCR4 mRNA mengalami penurunan setelah di inkubasi dengan ekstrak petroleum eter kunir putih pada konsentrasi 300 µg/mL dari kontrol (<0,05). Perbedaannya adalah tingkat ekspresi mRNA protein CXCR4 lebih tinggi daripada pembawa (14). Pada penelitian lain juga mempelajari efek dari ekstrak kunir putih pada sel darah tepi untuk perkembangan tumor di C57Bl/6J pada tikus yang disuntik dengan sel melanoma murine B16F10. Terapi intraperitoneum menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah sel darah putih dan merah, penurunan jumlah sel peritoneal dan pengurangan volume tumor (53). Senyawa aktif yang juga diteliti memiliki aktivitas adalah Isocurcumenol dicirikan sebagai senyawa aktif yang ditemukan menghambat proliferasi sel kanker tanpa menyebabkan toksisitas yang signifikan terhadap sel normal. Pewarnaan fluoresen menunjukkan fitur morfologi apoptosis dalam sel kanker yang diobati dengan senyawa. Studi pengurangan tumor secara in vivo mengungkapkan bahwa dosis 35,7 mg/kg berat badan secara signifikan mengurangi tumor asites pada tikus yang diinduksi DLA (54). Komponen sitotoksik dari rimpang kunir putih juga diujikan pada sel AGS untuk melihat aktivitas pada kanker lambung yang bekerja melawan kanker lambung. Ekstrak MeOH rimpang kunir putih menunjukkan efek sitotoksik terhadap sel AGS kanker lambung menggunakan uji viabilitas sel MTT. Senyawa Kurkumenol, 4,8-dioxo-6β-methoxy-7α,11-epoxycarabrane dan zedoarofuran diidentifikasi sebagai komponen sitotoksik utama dalam rimpang kunir putih (55). Dalam penelitian lain juga melaporkan bahwa minyak atsiri yang diperoleh dari kunir putih memiliki efek sitotoksik yang efisien pada sel karsinoma paru non-sel kecil (NSCLC) dan menyebabkan apoptosis sel. Minyak atsiri kunir putih meningkatkan populasi sub-G1 dan tingkat pengikatan annexin-V dan pembelahan yang diinduksi dan aktivasi caspase-3, -8, dan -9 dan polimerase ADP ribosa (56)(57)
Tabel 1.6 Aktivitas Anti Kanker Kunir Putih (Curcuma zedoaria Rocs)
Curcuma zedoaria adalah herbal yang digunakan di Indonesia sebagai pengobatan tradisional. Penelitian dilakukan dengan menggunakan in-vitro dan in-vivo menunjukan bahwa kunir putih memiliki aktivitas sebagai anti oksidan, anti inflamasi, anti mikroba dan anti kanker. Aplikasi dari kunir putih juga sudah banyak dikembangkan ke dalam formulasi sediaan farmasi seperti mikroemulsi, SNEEDS, peel off mask, body scrub, emulgel dan bioactive films. Hal ini menyebabkan Curcuma zedoaria memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan aktif terapi berdasarkan tinjauan tentang efektivitas Curcuma zedoaria.
Cara mengutip artikel ini
Majalah Farmasetika, 9 (Suppl 1) 2024, 83-96 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i7.58884 Artikel Penelitian Download PDF Erni Rustiani*, Dea…
Majalah Farmasetika, 9 (Suppl 1) 2024, 73-82 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i7.58996 Artikel Penelitian Download PDF Annisa Pangestika, Siwi…
Majalah Farmasetika, 9 (Suppl 1) 2024, 58-72 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i7.58847 Artikel Penelitian Download PDF Alfi Nurul Islamiyah*1,…
Majalah Farmasetika, 9 (Suppl 1) 2024, 44-57 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i7.58847 Artikel Penelitian Download PDF Lusi Agus Setiani*,…
Majalah Farmasetika, 9 (Supp 1) 2024, 35-43 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i7.59603 Artikel Penelitian Download PDF Susi Afrianti Rahayu*,…
Majalah Farmasetika, 9 (Supp 1) 2024, 27-34 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i7.59603 Artikel Penelitian Download PDF Tovani Sri*, Qonita…
This website uses cookies.