Majalah Farmasetika, 8 (1) 2023, 70-94
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i1.42081
Artikel Penelitian
Indri Meirista, Ruri Putri Mariska,Amelia Soyata,Fitria,Okti Lestari, Barmi Hartesi*
Program Studi Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Ibu Jambi
*E-mail: barmi.hartesi@gmail.com
(Submit 25/09/2022, Revisi 18/10/2022, Diterima 23/10/2022, Terbit 25/10/2022)
Sediaan tablet terdiri dari bahan aktif dan eksipien. Saat ini proses produksi eksipien terbatas sehingga menyebabkan harga obat terus meningkat atau semakin mahal. Oleh sebab itu perlu dicari alternatif untuk mendapatkan eksipien yang berfungsi sebagai bahan pengisi pada pembuatan tablet menggunakan metode kempa langsung dari bahan alam seperti pati pregelatinasi beras ketan putih. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah pati pregelatinasi beras ketan putih dapat digunakan sebagai bahan pengisi dan akan menghasilkan tablet yang memenuhi persyaratan pada pembuatan tablet asetosal dengan menggunakan metode kempa langsung. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilakukan dengan membuat 4 formula tablet dengan perbedaan bahan pengisi F0 (avicel pH 102), F1 (pati pregelatinasi suhu 45°C, 300rpm), F2 (pati pregelatinasi 55°C, 300rpm), F3 (pati pregelatinasi 65°C, 300rpm), dan dilakukan evaluasi massa kempa yaitu uji organoleptis, sifat alir, sudut diam, susut pengeringan (F0,F1,F2,dan F3) memenuhi persyaratan, pada uji distribusi ukuran partikel dan kompressibilitas (F0,F1,F2, dan F3) tidak memenuhi persyaratan. Selanjutnya dilakukan pengempaan tablet menggunakan punch dengan ukuran 7 mm. Pada evaluasi sediaan tablet (F0) dan X (Tablet Pembanding) memenuhi standar persayaratan, namun pada (F0) tidak memenuhi persyaratan uji friabilitas. Pada (F1,F2, dan F3) diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan pada uji keseragaman bobot, keseragaman ukuran dan uji waktu hancur, sedangkan pada uji kekerasan, kerapuhan, dan disolusi belum memenuhi persyaratan. Sediaan tablet yang dihasilkan dilakukan analisa data secara deskriptif. Dapat disimpulkan bahwa pati pregelatinasi beras ketan putih dapat digunakan sebagai bahan pengisi pada pembuatan tablet asetosal dengan menggunakan metode kempa langsung, namun belum memenuhi beberapa standar persyaratan.
Kata kunci: Asetosal, Kempa langsung, Pati pregelatinasi beras ketan putih, Tablet
Sediaan farmasi yang lebih banyak digunakan saat ini adalah sediaan dalam bentuk tablet dibandingkan dengan sediaan farmasi lainnya, dimana sediaan tablet dengan rute pemberian secara oral ini memiliki banyak sekali keunggulan(1). Tablet merupakan sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Ada beberapa metode dalam pembuatan tablet secara kempa meliputi, granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung(2). Dalam pembuatan tablet selain memperhatikan sifat bahan aktif, juga perlu memperhatikan penggunaan bahan tambahan (eksipien) yang berperan penting dalam memformulasikan sediaan tablet. Bahan tambahan (eksipien) terdiri dari bahan pengisi (diluent), penghancur (disentegrator), pengikat (binder), pelincir (lubrican) dan pelicin (glidant)(3). Eksipien atau yang sering disebut sebagai zat tambahan dapat membantu meningkatkan stabilitas sediaan dalam proses pembuatan tablet saat dikempa. Manfaat lainya dari eksipien yaitu, membantu menjaga efektifitas dari bahan aktif selama proses distribusi dan proses penggunaan, serta dapat memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas massa kempa yang tidak memenuhi standar persyaratan yang ditetapkan. Syarat agar sediaan tablet dapat dikempa harus memiliki sifat-sifat bahan dengan laju alir dan kompresibilitas (kekompakan) yang baik(4). Selain dari bahan tambahan, zat aktif juga mempengaruhi laju alir dan kompresibilitas. Syarat zat aktif untuk metode kempa langsung harus memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik. Salah satu contoh zat aktif yang memilki sifat alir yang dapat mengalir dengan baik adalah asetosal(5
). Saat ini proses produksi eksipien sangatlah terbatas, sehingga menyebabkan harga obat terus meningkat atau semakin mahal(4). Salah satu alternatif untuk mengatasinya dengan cara menggunakan bahan alam yang sering digunakan sebagai bahan eksipien seperti pati/amilum, tetapi pati alami memiliki keterbatasan untuk dikempa karena sifat laju alirnya yang kurang baik. Cara yang bisa dilakukan agar pati dapat digunakan sebagai bahan pengisi (diluent) yaitu, dengan memodifikasi secara fisika (pregelatinasi) pati untuk memperbaiki sifat alirnya(6).Salah satu tanaman yang dapat dijadikan pati adalah beras ketan putih (Oryza sativa L var. Forma glutinosa). Pada penelitian sebelumnya sudah ada yang menggunakan pati beras ketan putih yang dimodifikasi secara pregelatinasi dengan perbandingan pati dan air (1:1). Berdasarkan hasilnya pati pregelatinasi yang terbentuk memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik(7). Berdasarkan studi literatur tersebut peneliti tertarik melakukan modifikasi pati beras ketan putih, sebagai pengisi pada pembutan tablet kempa langsung.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu, flaw tester, timbangan analitik (shimadzu), ayakan, plastik, sendok tanduk,tap density tester (type TDT-1-H),Shieve shaker (type 6S-6-DR), oven, krus, desikator, tang krus, kertas perkamen, single punch (model TDP), kuas, jangka sorong, pinset, friabillity tester (type TFT-2D), disentegration tester (electrolab), hardness tester, dissolution tester (Minhua Pharmaceutical
machinery RC-3), stopwatch, spektrofotometri UV/VIS (shimadzu), gelas ukur (pyrex), beaker glass (pyrex), magnetic stirer (C-MAG HS7), hot plate (MS-H280-Pro) pipet tetes, vial, pipet volume, corong, pH meter (Hanna).
Bahan
Pada penelitian ini digunakan bahan pati beras ketan pregelatinasi, Asetosal (JQC (Huayin) Pharmaceutical), Asam stearat (PT.Sumi Asih), Talk (Lgtalk), Kollidon (JNNH), Avicel pH 102 (accent), aquadest (bratacco), larutan buffer (Hanna), Natrium asetat trihidrat (Merck), dan asam asetat glasial pekat (Merck).
ProsedurRinci
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dilakukan dilaboratorium, yang dimulai dari penyiapan alat dan bahan, dan dilakukan beberapa pengujian. Data yang diperoleh dilakukan analisa data secara deskriptif.
1.Pengambilan tanaman ketan putih di kabupaten Kerinci kecamatan Siulak Desa Mukai Tinggi
2.Determinasi beras ketan dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA UNPAD
3.Melakukan isolasi dan evaluasi pati beras ketan alami
a. Isolasi Pati Beras Ketan Putih
Beras ketan ditimbang sebanyak 2 kg kemudian cuci hingga bersih. kemudian
direndam menggunakan aquadest dengan waktu selama 24 jam setelah itu
blender beras ketan tersebut hingga halus, saring menggunakan kain flanel dan
kemudian diperas, setelah itu didiamkan selama 3 jam sampai pati dan air
terpisah, kemudian pisahkan pati dengan lapisan atasnya lalu dioven selama 8
jam pada suhu 50℃.
c. Evaluasi Pati Alami Beras Ketan
1. Rendemen Pati
Cara menghitung rendemen pati adalah dengan rumus:
Rendemen (%)=(Berat pati alami (gram))/(Berat simplisia basah (gram))x100% (27).
2. Uji Kadar Air
timbang pati sebanyak 20 gram kemudian masukkan ke dalam krus lalu dioven selama 3 jam pada suhu 105˚ C (6).
3. Mikroskopik
Sejumlah pati di letakkan diatas objek gelas, dan ditambahkan dengan 2 tetes oleum anisi, hilus dan lamela diamati dibawah mikroskop perbesaran 40x (28).
4. Kadar abu
Kadar abu dapat diketahui dengan cara, cawan porselin dibebas lemakkan, sampel kering sebanyak 3 gram dipanaskan dalam cawan porselin sampai warna hitam. Kemudian cawan porselin ditempatkan dalam tanur dengan suhu 550˚C dan sampai diperoleh abu tidak berwarna (29).
5. Cemaran Logam Berat
Cemaran logam berat dapat diketahui menggunakan instrument Atomic absorption spektrophotometry (AAS). Dalam persyaratan SNI kadar maksimal logam-logam berat adalah sebagai berikut, Timbal (Pb) 1,0 mg/kg, tembaga (Cu) 10,0 mg/kg, Seng (Zn) 40,0 mg/kg, Raksa (Hg) 0,05 mg/kg, Arsen (As) 0,5 mg/kg (BSN, 1998). Uji cemaran logam ini dilakukan dengan mengirimkan sampel ke Laboratorium Pusat Survei Geologi Bandung (30).
6. Cemaran mikroba
a) Angka Lempeng Total (ALT)
b) Angka Kapang Khamir
c) Escherichia coli
4. Pembuatan Beras Ketan Pregelatinasi
Pati beras ketan yang baik terbentuk dengan perbandingan air, pati dan penggunaan suhu serta pengadukan yang tepat dan benar, pati pregelatinasi dibuat sebanyak sembilan formula dengan perbandingan rasio pati dan air 1:1, dan suhu pemanasan 45, 55, 65˚C serta pengadukan masing-masing 200, 250 dan 300 rpm (35).
Formula I (F1) dibuat dengan cara air dipanaskan sebanyak 110 ml sampai suhu 45˚ C di Waterbath lalu ditambahkan pati beras ketan sebanyak 110 gram dan suhu 45˚C dijaga selama 10 menit dengan pengadukan 200 rpm menggunakan Homogenizer hingga masa terbentuk masa kental. Massa kental tersebut dikeringkan pada suhu 45˚C selama 48 jam. Setelah kering, pati lalu diayak dengan mesh 60, untuk formula 2 sampai formula 9 (F2-F9) dilakukan dengan cara yang sama namun berbeda suhu dan rpm
5. Pemeriksaan Sifat fisika Kimia Alami dan Pati Pregelatinasi
a. Rendemen pati dengan rumus: Rendemen (%)=(Berat pati alami (gram))/(Berat simplisia basah (gram))x100% (27).
b. Organoleptis
Untuk mengetahui organoleptis pada pati yaitu dengan memasukan pati ke dalam kaca arloji kemudian amati organoleptis dari pati seperti, bau, rasa, bentuk dan warna visual (8).
c. Uji pH
Timbang pati sebanyak 1 gram kemudian didispersikan dalam 10 ml aquadest, ditentukan pH nya menggunakan pH meter (8).
d. Susut Pengeringan
Timbang pati sebanyak 1 gram lalu dimasukkan ke dalam alat moisture balance. Alat moisture balance diatur pada suhu 105˚C dan waktu otomatis, kemudian ditunggu hingga bobot konstan lalu ditimbang (31).
e. Distribusi Ukuran Partikel
Timbang masing masing sampel pati sebanyak 50 gram kemudian diayak dengan cara bertingkat mulai dari nomor 10, 40, 44, dan 60 mesh yang telah disusun berurutan mulai dari bawah ke atas, dan dipasang pada mesin penggerak (vibrator). Pengayak diatur pada kecepatan 60 rpm selama 10 menit. Serbuk yang tertinggal pada masing-masing ayakan ditimbang dan dihitung masing-masing persentase beratnya (28).
f. Sifat alir dan sudut diam
Timbang masing masing sampel pati sebanyak 50 gram kemudian diayak dengan cara bertingkat mulai dari nomor 10, 40, 44, dan 60 mesh yang telah disusun berurutan mulai dari bawah ke atas, dan dipasang pada mesin penggerak (vibrator). Pengayak diatur pada kecepatan 60 rpm selama 10 menit. Serbuk yang tertinggal pada masing-masing ayakan ditimbang dan dihitung masing-masing persentase beratnya (28).
g. Bobot jenis nyata dan bobot mampat
1. Bobot Jenis Nyata
Pemeriksaan bobot jenis nyata pati dilakukan dengan cara timbang pati sebaanyak 25 gram dimasukan kedalam gelas ukur 250 ml dicatat volumenya.
2. Bobot Jenis Mampat
Timbang pati sebanyak 25 gram dimasukkan kedalam gelas ukur 100 ml, kemudian diberikan ketukan sebnayak 1250 kali, dicatat volumenya (32).
h. Faktor Hausner
Adapun factor dari housner adalah perbandingan antara density mampat dan density nyata Dihitung dengan rumus: FH =(ρ mampat)/(ρ nyata) (8).
i. Kompressibilitas
Menggunakan rumus: Kompresibilitas (Kp) =(Bj mampat-Bj Nyata)/(Bj mampat)x 100% (8).
6. Analisis instrumen
a. SEM (Scanning Electron Microscopy)
Letakkan sampel serbuk pada sampel holder alumunium. Kemudian, lapisi emas dengan ketebalan 10 nm. Sampel diamati berbagai perbesaran alat SEM. Voltase diatur pada 40 kV dan arus 20 mA (33). Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas.
b. XRD (X-Ray Diffraction )
Uji XRD dengan melakukan karakterisasi pada pati ketan putih menggunakan teknik difraksi sinar-X (XRD JEOL JDX 3530 X-Ray Diffractometer) tujuannya agar mengetahui fasa kristal dan kristalin dari pati tersebut. Kemudian, sampel disinari menggunakan radiasi CuKa dengan panjang gelombang gelombang λ = 1,541 Å, tegangan 40 kV, dan arus 30 mA dengan rentang sudut 2θ = 5-50° (34). Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang.
7. Pemeriksaan bahan dalam pembuatan tablet
Bahan yang disiapkan diperiksa karakteristiknya, dimulai dari uji organoleptis dan sifat kelarutannya. Untuk pengujian organoleptis dilakukan dengan kasat mata, sedangkan sifat kelarutan pada bahan aktif Asetosal dilihat pada Farmakope edisi VI Kelarutan bahan eksipen pati pregelatinasi, avicel pH 102, mg stearat, kollidon, dan talkum dilihat berdasarkan standar pada Handbook Of Pharmaceutical excipient.
8.Rancangan formula tablet
Formula tablet dirancang sebanyak 4 formula dan dapat dilihat pada tabel 2.
9. Pengempaan tablet
Serbuk/granul yang telah dilakukan evaluasi massa kempa, siap untuk dikempa pada alat single punch. Selanjutnya tablet yang dihasilkan dilakukan evaluasi sediaan tablet.
10. Evaluasi sediaan tablet
a. Uji organoleptis
Diamati secara kasat mata dimulai dari bentuk, warna, bau dan rasa untuk
mengetahui karakteristik dari tablet yang dihasilkan.
b. Uji keseragamanbobot
Uji keseragaman bobot tablet dilakukan dengan cara menimbang tablet
sebanyak 10 tablet satu persatu, kemudian bobot rata-ratanya dihitung(12).
c. Uji keseragaman ukuran
Uji keseragaman ukuran tablet dilakukan dengan cara mengukur satu persatu
tablet sebanyak 20 tablet dengan menggunakan jangka sorong. Syaratnya
kecuali dinyatakan lain, diameter tablet lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari
satu sepertiga kali tebal tablet(13).
d. Uji kekerasan tablet
Pada uji kekerasan tablet digunakan alat hardness tester dengan cara siapkan
10 tablet yang akan diuji. Selanjutnya tablet dijepit dengan cara memutar sekrup
pengatur sampai tanda lampu stop menyala. Lalu knop ditekan sampai tablet
pecah. Angka yang ditunjukkan jarum penunjuk skala dibaca(11).
e. Uji Friabilitas
Menurut Ansel (2005) pengerjaanya menggunakan alat friability tester dengan
cara menimbang tablet hingga bobot mendekati 6,5 g. Masukkan kedalam alat.
Selanjutnya alat dijalankan dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit,
kemudian tablet dikeluarkan, dan dibersihkan dari debu. Tablet yang tersisa
ditimbang kembali, diitung berat sebelum dan sesudah perlakuan. Syarat
kerapuhan tablet tidak boleh kehilangan bobot lebih dari 1%(14).
f. Uji waktu hancur
Uji ini dilakukan menggunakan alat disentegration tester dengan cara
meletakkan enambuah tabletsatu per satukedalam masing-masing keranjang
ditahan dengan cakram. Keranjang dimasukkan dalam beaker glass yang diisi
dengan air suling sebanyak 900 ml dengan suhu 36ºC-38ºC sebagai media.
Selanjutnya keranjang dinaik turunkan secara teratur 30 kali tiap menit. Pengujian dilakukan sampai
semua tablet tidak tersisa lagi diatas keranjang. Persyaratan untuk waktu yang
dibutuhkan tidak lebih dari 15 menit(2)
g. Uji disolusi
1. Pembuatan larutan baku standar
Larutan baku standar dibuat dengan cara menimbang 10mg asetosal murni dilarutkan dalam aquadest sampai tanda batas (1000 ppm) didalam labu ukur 100ml. Berdasarkan literature panjang gelombang maksimum asetosaly aitu 265nm ± 2nm menggunakan spektrofotometri UV-VIS. Setelah didapatkan panjang gelombang maksimum, dilakukan pengenceran dengan 5 konsentrasi yang berbeda (10, 20, 30, 40, dan 50 ppm). Masing-masing kosentrasi diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh. Data yang diperoleh dibuat kurva baku dan hitung persamaan regresinya(15)
2. Disolusi asetosal
Larutan aquadest dimasukkan ke dalam masing-masing wadah chamber yang diukur sebanyak 500mL, dan dipanaskan hingga suhu mencapai 37°C, kecepatannya diatur menjadi 50rpm. Kemudian masukkan satu tablet asetosal kedalam Chamber yang alat nya telah di pasang keranjang (Alat tipe 1). Stopwatch dinyalakan, dan alat disolusi siap untuk dijalankan. Selanjutnya pipet sampel sebanyak 5mL pada chamber dalam selang waktu berbeda (menit ke- 5, 10, 15, 30, 45) untuk diukur absorbannya pada panjang gelombang maksimum 265nm ± 2nm dan dihitung kadarnya terhadap zat aktif pada sediaan tablet(15).
1. Hasil determinasi tumbuhan beras ketan putih
Hasil determinasi tumbuhan ketan putih yang digunakan pada penelitian ini yaitu ketan putih jenis Oryza sativa var. L Glutinosa.
2. Hasil pembuatan pati ketan putih alami
Pati beras ketan putih alami yang didapatkan dari 16 kg beras ketan putih yaitu 1,341 kg.
3. Hasil isolasi dan evaluasi pati beras ketan alami
Pengujian dilakukan agar didapatkan pati ketan putih alami yang berstandart Pharmaceutical grade, Pengujian ini mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan, hasilnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil standarisasi pati
Keterangan:
√= Memenuhi Persyaratan
– = Tidak Memenuhi Persyaratan
4. Hasil pengujian pati pregelatinasi
a. Hasil uji pH dapat dilihat pada gambar 1
Gambar 1 Hasil uji pH pati alami dan pati pregelatinasi
b. Hasil uji susut pengeringan dapat dilihat pada gambar 2
Gambar 2Hasil uji susut pengeringan pati alami dan pati pregelatinasi
C. Hasil distribusi ukuran partikel dapat dilihat pada gambar 3
Gambar 3Hasil persen frekuensi dan kumulatif distribusi ukuran partikel pati alami dan pati pregelatinasi
d. Hasil sifat alir dan sudut diam dapat dilihat pada gambar 4 dan gambar 5.
Gambar 4 Hasil pegujian sifat alir pati alami dan pati pregelatinasi
Gambar 5 Hasil pengujian sudut diam pati alami dan pati pregelatinasi
e. Hasil bobot jenis nyata dapat dilihat pada gambar 6
Gambar 6 Hasil pengujian bobot jenis nyata pati alami dan pati pregelatinasi
f. Hasil bobot jenis mampat dapat dilihat pada gambar 7
Gambar 7 Hasil pengujian bobot jenis mampat pati alami dan pati pregelatinasi
g. Hasil faktor hausner dapat dilihat pada gambar 8
Gambar 8 Hasil pengujian faktor hausner pati alami dan pati pregelatinasi
g. Hasil kompressibilitas dapat dilihat pada gambar 9
Gambar 9 Hasil pengujian kompressibilitas pati alami dan pati pregelatinasi
Gambar 10 Hasil pengujia SEM pati alami dan pati pregelatiansi dengan perbesaran 750 dan 1500
Gambar 11 Hasil XRD pati alami formula 8 dan formula 9
6. Hasil pemeriksaan bahan
Hasil pemeriksaan bahan yang terdiri dari uji organoleptis dan uji kelarutan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji organoleptis dan uji kelarutan
Tabel3Rancangan Formula Tablet Asetosal dengan Metode kempa Langsung
Tabel3.Rancangan Formula Tablet Asetosal dengan Metode kempa Langsung
8. Evaluasi tablet
A. Uji organoleptis
Hasil uji organoleptis dapat dilihat pada gambar 12.
Gambar 12Hasil Uji organoleptis sediaan tablet
B. Uji kesergaman bobot
Hasil uji keseragaman bobot dapat dilihat pada gambar 13.
Gambar 13 hasil uji keseragaman bobot tablet
C. Uji kesergaman ukuran
Hasil uji keseragaman ukuran dapat dilihat pada gambar 14 dan gambar 15
Gambar 14Hasil uji keseragaman ukuran diameter tablet
Gambar 15Hasil uji keseragaman ukuran tebal tablet
d. Uji kekerasan tablet
Hasil uji kekerasan dapat dilihat pada gambar 16.
Gambar 16Hasil uji kekerasan tablet
e. Uji friabilitas
Hasil uji friabillitas tablet dapat dilihat pada gambar 17.
Gambar 17Hasiluji friabillitas tablet
f. Uji waktu hancur
Hasil uji waktu hancur dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji waktu hancur
g. Uji disolusi
Hasil Uji disolusi dapat dilihat pada gambar 18 dan tabel 5.
Tabel 5 Hasil persen terdisolusi tablet
Pada tahap awal penelitian ini pati beras ketan putih alami dilakukan pengujian isolasi dan evaluasi yang bertujuan agar didapatkan hasil pati beras ketan putih alami yang berstandart Pharmaceutical grade. Dalam pembuatan pati beras ketan putih alami didapatkan rendemen 8,38% dari berat beras ketan putih sebanyak 16kg. Hasil rendemen yang diperoleh sedikit disebabkan oleh faktor yang terjadi pada saat pengolahan, pembuatan , dan pengadukan yang mempengaruhi hasil rendemen yang didapat (7). Selanjutnya dilkakukan pengamatan hasil standarisasi agar diperoleh pati beras ketan putih alami yang berstandarisasi Pharmaceutical gradedan didapatkan hasil yang sesuai standar.
Pengujian pH dari pati alamidiperoleh hasil yang dapat dilihat pada gambar 1 yaitu dengan rata-rata 4,7. pH standart pati beras ketan putih alami dan pregelatinasi yaitu 4,5-7,0 (6). Apabila pH pati terlalu asam dapat memicu pertumbuhahan mikroba yang mempengaruhi kualitas mutu pati pada saat penyimpanan. Pada pengujian susut pengeringan dilakukan untuk mengetahui jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu (15).Susut pengeringan yang baik yaitu <15% pada pati pregelatinasi beras ketan putih (6). Dari pengujian yang dilakukan diperoleh hasil yang memenuhi syarat yaitu pati alami 11,43% dan pati pregelatinasi 7,05%. Apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan dapat mengakibatkan pertumbuhan jamur dan mikroba (32).
Pengujian distribusi ukuran partikel dapat mempengaruhi laju alir. Jika distribusi ukuran partikel beragam pada setiap mesh akan mempengaruhi kemampuan laju alir dari serbuk. Semakin tinggi kehalusan ukuran partikel maka laju alir akan semakin berkurang karena gaya kohesivitas antar partikel semakin besar jika distribusi ukuran partikel terdistribusi normal atau dengan beragamnya ukuran partikel akan memberikan laju alir pati tersebut baik . Pada grafik %frekuensi dapat dilihat bahwa pati alami dan pati pregelatinasi hanya terbentuk 1 puncak hal ini menunjukan bahwa keduanya terdistribusi normal. Pati alami ketan putih banyak melewati mesh 44 dengan ukuran partikel 355 µm berbeda dengan pati pregelati ketan putih rata rata setiap formula banyak pati yang tertahan pada mesh 40 dengan ukuran partikel 462,5µm, hal ini menunjukan bahwa ukuran partikel pati alami lebih kecil dibandingkan dengan pati pregelatinasi ketan putih hal tersebut menunjukan hasil distribusi ukuran partikel yang tidak seragam, Sehingga dapat dikatakan sifat alir dari pati alami yang buruk, sedangkan pati pregelatinasi ketan putih memiliki ukuran granul yang lebih besar dari pati alami. Ukuran partikel yang berubah ini di pengaruhi oleh proses pregelatinasi yang terjadi. Pada saat proses pregelatinasi dengan penambahan air menyebabkan pati membengkak dan berubah menjadi menjadi susunan yang berbentuk granul-granul. Jika dilihat dari gambar 3 ukuran partikel yang terbentuk dari 9 formula pati pregelatinasi yang dibuat, tidak terdapat perbedaan terhadap distribusi ukuran partikel ini menunjukan bahwa perbedaan suhu dan rpm pada masing- masing formula pregelatinasi yang dibuat tidak mempengaruhi distribusi ukuran partikel. Pada penelitian sebelumnya distribusi ukuran partikel pada pati kentang yang juga menggunakan perbandingan pati dan air (1:1) juga mengatakan bahwa perbedaan suhu dan rpm pengadukan pada masing masing formula tidak mempengaruhi ukuran distribusi ukuran partikel (7).
Pengujian sifat alir dilakukan untuk mengetahui sifat alir suatu massa kempa. Uji sifat alir ini sangat penting dilakukan pada pembuatan tablet terutama pada metode kempa langsung. Menurut Kadek Lenny Karisma Sari, I G N. Jemmy Anton Prasetia (2008) sifat alir yang buruk mempengaruhi hasil tablet yang dhasilkan menjadi tidak seragam dan tidak dapat dikempa (5). Sifat alir yang paling ideal adalah >10g/detik (9), sedangkan sifat alir yang baik adalah 4-10g/detik(16).Pati beras ketan putih alami sebagai pembanding tidak dapat mengalir pada corong hal ini menunjukan bahwa pati ketan putih alami ini tidak bisa dijadikan bahan pengisi pada proses pembuatan tablet
kempa langsung karna memiliki nilai laju alir yang sangat buruk. Berbeda dengan pati pregelatinasi beras ketan putih yang memiliki nilai laju alir yang baik hal ini menunjukan pati pregelatinasi ini dapat digunakan sebagai bahan pengisi dalam proses pembuatan tablet kempa langsung. Dilihat dari nilai laju alir pati pregelatinasi ketan putih bahwa semakin tinggi suhu dan semakin besar rpm pengadukan akan sangat mempengaruhi hasil dari nilai laju alir pati pregelatinasi yang dihasilkan, nilai laju alir rata rata pada setiap formula ialah 7,24 gram/detik, dengan nilai laju alir terbesar yaitu formula 9 dengan nilai laju alir 9,99 gram/detik. Laju alir yang kurang baik berpengaruh terhadap ukuran partikel masa kempa semakin rapat ruang antar patikel maka masa kempa akan semakin sulit mengalir . Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan pada pati kentang dengan perbandingan pati dan air (1:1) juga menunjukan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin besar rpm pengadukan yang digunakan akan mempengaruhi sifat alir suatu pati pregelatinasi (7).
Pengujian sudut diam juga merupakan bagian uji dari pengujian sifat alir, karena semakin tinggi hasil sudut diam yang diperoleh maka sifat alir akan semakin buruk. Faktor yang mempengaruhi uji ini disebabkan oleh bentuk dan ukuran partikel (5). Persyaratan sudut diam yang baik adalah <40° (18). Hasil pengujian sudut istrihat dapat dilihat pada gambar 5.Pada pati ketan putih alami tidak terbentuk sudut istirahat karena tidak dapat mengalir pada corong, hal ini terjadi karena ukuran partikel pati alami yang sangat kecil sehingga meningkatnya gaya kohesi. Sedangkan pati pregelatinasi ketan putih memiliki sudut istirahat yang baik yaitu dengan rata rata 25,77˚ dimana syarat sudut istirahat 20-30˚ termasuk dalam kategori baik. Hasil sudut istirahat pati pregelatinasi diperoleh sudut istirahat terkecil pada formula 9 yaitu 22,25˚ dimana adalah formula dengan suhu tertinggi dan rpm terbesar (7).
Pengujian bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat ini akan mempengaruhi nilai dari foktor hausner dan komprebilitas, semakin jauh jarak antara bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat maka akan semakin tinggi nilai dari faktor hausner dan komprebiltasnya. Semakin tinggi jarak antara bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat mendakan serbuk tersebut buruk, sedangkan semakin rendah jarak bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat menandakan serbuk tersebut baik (32). Nilai bobot jenis nyata pada penelitian ini pada gambar 7 yaitu pati alami 0,37 dan bobot jenis mampatnya 0,67 sedangkan pada pati pregelatinasi memiliki nilai bobot jenis rata-rata yaitu 0,56 dan rata-rata bobot jenis mampatnya dapat dilihat pad gambar yaitu 0,64. Dilihat dari nilai faktor hausner dan nilai komprebilitasnya yang memenuhi syarat maka dapat dikatan nilai pengujian bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat dari pati pregelatinasi telah memenuhi syarat dan pati alami belum memebuhi syarat untuk dikatan baik.Pengujian faktor hausner, jika nilai faktor hausner mendekati 1 maka semakin baik sifat alir dari suatu serbuk. Nilai faktor hausner didapatkan dari perbandingan bobot jenis mampat dan bobot jenis nyata (8). Diperoleh hasil nilai faktor hausner dari pati pregelatinasi pada pengujian ini yaitu dengan rata-rata yaitu 1,11 bila dibandingkan dengan nilai faktor hausner pati alami 1,73 pati pregelatinasi lebih kecil maka dengan demikian semakin baik pula sifat alir dari pati pregelatinasi. Pada pati pregelatinasi diperoleh nilai faktor hausner terkecil pada F9 yaitu 1,09.
Pengujian Kompressibilitas pada massa kempa bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari massa kempa apakah sudah stabil dan kompak pada saat diberi tekanan (21). Pada pengujiaan kompressibilitas ini ditentukan oleh sifat alir, semakin rendah nilai kompressibilitas yang diperoleh maka massa kempa memiliki sifat alir yang baik (8). Dari pemeriksaan yang dilakukan didapatkan hasil padaPada pati alami memiliki nilai rata rata 44,79% sedangkan pada pati pregelatinasi didapatkan nilai rata-rata 10,32%. Nilai komprebilitas terbaik pada formula 9 yaitu dengan nilai rata-rata 8,17 % dapat dilihat secara umum bahwa semakin tinggi suhu dan rpm pengadukan pada proses pregelatinasi dapat menghasilkan nilai kompresibilititas yang semakin baik. Nilai kompresibilitas terbaik adalah formula 9 yaitu 8,17% dengan suhu 65˚ C dan 300 rpm dan nilai komprebilitas pati alami 44,79% hal ini menunjukan bahwa komprebilitas pati pregelatinasi lebih baik dari pada pati alami.
Pada pengujian Scaning ElectronMicroscopy (SEM) dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan dan perbesaran yang dilihat berdasarkan standar yang ditetapkan pada Farmokope edisi IV yaitu dengan maksimal perbesaran 1500x. Pati alami dapat terlihat dari perbesaran 750x, pati pregelatinasi formula 8 dan formula 9 memiliki bentuk pori yang sama yaitu berbentuk seperti persegi hanya saja jika dilihat dari ukurannya pati alami memiliki pori yang ukurannya lebih kecil atau lebih halus dibandingkan pati pregelatinasi yang memiliki morfologi permukaannya yang tidak rata, kemudian dilihat dari perbesaran 1500x terlihat jelas bahwa ukuran pori pati alami memang lebih kecil jika dibandingkan dengan pati pregelatinasi. Pengujian analisis XRD digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material. Berdasarkan pola difraksi yang terbentuk terlihat bahwa pati alami dan pati pregelatinasi memiliki pola difraksi yang tajam yaitu pada rentang intensitas 600-700 ini menunjukkan bahwa secara fisik berbentuk keristal, selain itu pati alami dan pregelatinasi juga memiliki pola difraksi seperti rumput pada rentang 100-400 yang menunjukkan bahwa secara fisik terbentuk amorf sehingga dapat dikatakan bahwa secara fisik pati alami dan pregelatinasi ini berbentuk polimorf.
Dari beberapa modifikasi pati pregelatinasi beras ketan putih diperoleh hasil terbaik pada F9 dimana semakin tinggi rpm pengadukan semakin baik pati yang dihasilakan. Pada pemeriksaan bahan baku obat yang bertujuan untuk memastikan bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan standar monografi yang tertera pada Farmakope Indonesia, dan Handbook of Pharmaceutical Exipient. Bahan baku obat yang digunakan dalam pembuatan tablet telah sesuai dengan persyaratan yang tertera pada literatur, sehingga dapat digunakan dalam pembuatan tablet dengan metode kempa langsung. Pati Pregelatiansi yang dihasilkan dari modifikasi pati pregelatiansi beras ketan putih selanjutnya dilakukan formulasi dan rancangan formula yang dibuat dapat dilihat pada tabel 3. Tablet yang dihasilkan dilakuakn pengujian mutu fisik sediaaan tablet.
Pada pengujian sifat fisik sediaan tablet tahap awal yang dilakukan adalah uji organoleptis yang dimulai dengan cara mengamati secara kasat mata bentuk, warna, dan bau dari sediaan tablet yang dihasilkan, hasil yang diperoleh pada F0 (pengisi avicel) dihasilkan tablet berwarna putih berbentuk bulat pipih dan tidak berbau, F1,F2,F3 (pati pregelatinasi) dihasilkan tablet berwana putih keabuan dan berbau khas,
dan sedangkan pada X (tablet pembanding) berwarana kuning, berbentuk bulat pipih dan tidak berbau. Warna putih keabuan yang diperoleh pada F1,F2,F3 (pati pregelatinasi) disebabkan oleh pati pregelatinasi beras ketan putih yang memiliki karakteristik pati berwana putih keabuan dan berbau khas.
Pada pengujian keseragaman bobot tablet dilakukan untuk mengetahui tablet yang dihasilkan sudah seragam atau tidak, bobot tablet yang seragam menghasilkan tablet dengan kandungan yang seragam (18). Faktor yang dapat mempengaruhi keseragaman bobot tablet adalah kemampuan sifat alir dari suatu massa kempa (17). Bobot rata-rata tablet tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang tertera di buku Farmakope Indonesia. Pada pengujian keseragaman bobot F0 (pengisi avicel), F1,F2,F3(pati pregelatinasi), dan X (pembanding) dihasilkan bobot tablet yang baik dan tidak jauh berbeda. Hasil yang diperoleh dari pengujian sudah sesuai dengan literatur. Sediaan tablet dengan bobot 220mg dikatakan baik jika tidak lebih dari dua tablet yang menyimpang dari 7,5% bobotnya dan tidak lebih dari satupun tablet yang menyimpang dari 15%. Pada penelitian sebelumnya yang menggunakan bahan pengisi pati kentang pregelatinasi setelah dilakukan pengujian juga diperoleh hasil yang memenuhi standar persyaratan (5).
Pada pengujian keseragaman ukuran tablet diperoleh hasil pada F0 (pengisi avicel), F1,F2,F3 (pengisi pati pregelatinasi), dan X pembanding didapatkan hasil yang memenuhi standar persyaratan. Pada penelitian sebelumnya yang menggunakan pati kentang pregelatinasi diperoleh hasil yang memenuhi standar persyaratan. Sediaan tablet dikatakan baik jika tablet yang dihasilkan tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu sepertiga kali tebal tablet (2). Hasil Keseragaman ukuran tablet dapat dipengaruhi oleh sifat alir dari massa kempa, dan keseragaman bobot tablet(14).
Pada pengujian kekerasan tablet dilakukan untuk mengetahui ketahanan sediaan tablet terhadap tekanan dan guncangan dari sebelum pembuatan hinga setelah pembuatan. Dari pengujian ini didapat kan hasil pada F0 (pengisi avicel), dan X (pembanding) yang memenuhi standar persyaratan, sedangkan F1,F2,F3 (pengisi pati pregelatinasi) dihasilkan tablet yang tidak memnuhi standar persyaratan, semakin besar suhu menghasilkan nilai kekerasan yang lebih besar. Namun pada penelitian sebelumnya diperoleh hasil yang tidak memenuhi standar persyaratan pada formula dengan bahan pengisi pati kentang pregelatinasi, dari hasil yang diperoleh semakin tinggi suhu dan semakin cepat rpm pengadukan semakin besar nilai kekerasan yang diperoleh (5). Salah satu faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah ukuran partikel yang berbeda, dimana jika ukuran partikel berbeda dapat menyebabkan ruang antar massa kempa. Sediaan tablet yang terisi udara saat proses pengempaan dapat terjadi penurunan ikatan antar massa kempa tablet. Selain itu banyaknya jumlah fines pada sediaan tablet juga menyebabkan tablet mudah rapuh dan mengakibatkan kekerasanya berkurang (21).
Pada pengujian Friabillitas (kerapuhan) dilakukan untuk mengetahui ketahanan sediaan tablet selama proses pembuatan, pengemasan, dan pendistribusian. Dari pengujiaan ini diperoleh hasil pada F0 (pengisi avicel), F1,F2,F3 (pati pregelatinasi) yang tidak memenuhi standar persyaratan. Sedangkan X (pembanding) diperoleh hasil yang memenuhi standar persyaratan, yang mana persyaratan tablet yang baik adalah
tidak boleh kehilangan bobot tablet lebih dari 1% (14). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang menggunakan pati kentang pregelatinasi diperoleh hasil pada pengujian friabillitas yang tidak memenuhi standar persyaratan (5). Faktor yang mempengaruhi friabillitas tablet adalah kurangnya tekanan pada alat cetak sehingga banyak massa kempa yang tidak tercetak, sifat alir dari massa kempa sediaan tablet, dan banyaknya jumlah fines pada sediaan tablet (17). Selain itu Friabillitas (kerapuhan) sediaan tablet juga dipengaruhi oleh kelembapan dari massa kempa, yang mana jika semakin kering maasa kempa akan menyebakan kerapuhan tablet semakin tinggi (22).
Pada pengujian waktu hancur dilakukan untuk melihat cepat atau tidaknya tablet saat hancur dan terserap dalam cairan pencernaan tubuh. Dari pengujian ini diperoleh hasil pada F0 (pengisi avicel), F1,F2,F3 (pati pregelatinasi), dan X (pembanding), yang memenuhi standar persyaran. Syarat waktu hancur tablet kecuali dinyatakan lain untuk tablet yang tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit (3). Akan tetapi waktu hancur tablet yang dihasilkan terlalu cepat yang menyebabkan pelarutan zat aktifnya juga semakin cepat, sehingga efek terapi obat yang dihasilkan juga semakin cepat (23). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang menggunakan pati singkong pregelatinasi didapatkan hasil pengujian waktu hancur yang memenuhi standar persyaratan, namun waktu hancur yang didapatkan terlalu cepat (24). Hal ini menunjukkan bahwa pati pregelatinasi memiliki waktu hancur yang lebih cepat karena sifat dari pati pregelatinasi ini yang berfungsi sebagai bahan penghancur. Faktor lain yang mempengaruhi waktu hancur tablet adalah bahan yang digunakan seperti jumlah dan jenisnya, dan kerapuhan tablet, jika tablet rapuh akan menyebabkan talet cepat hancur dalam cairan tubuh (25).
Pada pengujian disolusi menggunakan alat dissolution tester yang bertujuan untuk mengetahui keseragaman kadar obat yang larut dalam waktu tertentu (26). Berdasarkan hasil persentase persen terdisolusi pada masing-masing formula diperoleh hasil, pada F0 (pengisi avicel) dan X (pembanding) pada menit ke-30 tablet terdisolusi tidak kurang dari 80%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh memenuhi standar literatur yang tertera pada monografi Farmakope Indonesia edisi VI. Sedangkan F1,F2,F3 (pengisi pati pregelatinasi) diperoleh hasil persen terdisolusinya dibawah 80%, yang berarti tidak memenuhi standar persyaratan. Pada penelitian sebelumnya yang menggunakan pati singkong pregelatinasi diperoleh hasil yang memenuhi standar persyaratan. Persen terdisolusi dipengaruhi oleh waktu hancur, yang mana semakin cepat tablet hancur semakin cepat zat aktif terlepas dari sediian tablet dan akan semakin cepat pula efek yang dihasilkan . Namun sebagaimana yang terlihat dari hasil persen terdisolusi yang diperoleh untuk tablet dengan waktu hancur yang lebih cepat tidak berarti memiliki hasil persen terdisolusi yang lebih cepat, karena saat obat hancur atau terlepas dari bentuk sediian tablet obat akan mengalami proses pelarutan. Faktor yang mempengaruhi proses pelarutan ini disebakan oleh ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel menyebakan laju pelarutan obat semakin cepat (24).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pati pregelatinasi beras ketan putih dengan pembanding pati dan air (1:1) bisa digunakan sebagai bahan pengisi pada pembuatan tablet asetosal dengan menggunakan metode kempa langsung, namun sediaan tablet yang dihasilkan belum memenuhi beberapa standar persyaratan uji mutu fisik sediaan tablet (uji kekerasan, uji kerapuhan, dan uji disolusi tablet). Sedangkan untuk uji kesragaman bobot, uji keseragaman ukuran, dan uji waktu hancur memenuhi standar persyaratan uji mutu fisik sediaan tablet yang baik.
1. Zaman, N. N,Sopyan, I. Tablet Manufacturing Process Method and Defect Of Tablets.Majalah Farmasetika. 2020;5(2); 82–93.
2. Depkes RI. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia;2014.
3. Anief, M.Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM PRESS; 2015.
4. Haeria, H. H, Dhuha, N. S, and Azhariani, A. R. Potensi Pati Umbi Tire
(Amorphopallus onchopyllus) Pregelatinasi Paut Silang Sebagai Bahan
Tambahan Tablet Kempa Langsung. Jurnal Ilmiah Farmasi Farmasyifa.
2017;1(1); 52–61.
5. Hartesi, B, Sutrisno, D, Chairani, S, Ariska, P. Formulasi Tablet Asetosal
Menggunakan Metode Kempa Langsung Dengan Bahan Pengisi Pati Kentang
Pregelatinasi Asetosal Tablet Formulation Using Direct Pressing Method with Pregelatinasi Potato Starch Filler.Journal of Healthcare Technology and Medicine. 2020;6(1). 149–162.
6. Rowe, C. R., Sheskey, J. P. and Quinn, E. M. Handbook of Pharmaceutical E xcipients Sixth Edition. 6th Editio. London: Pharmaceutical Press;2009.
7. Lestari, O. Modifikasi Pati Beras Ketan Putih (Oryza sativa L. Var. Glutinosa) Secara Pregelatinasi Dengan Perbandingan Pati dan Air (1:1). Jambi:Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Ibu Jambi; 2021.
8. Khairunnisa R, Nisa M, Riski R, Fatmawaty A, Tinggi S, Makassar IF, et al. Evaluasi Sifat Alir Dari Pati Talas Safira (Colocasia esculenta var Antiquorum) Sebagai Eksipien Dalam Formulasi Tablet. J Pharm Med Sci. 2016;1(1):22–6.
9. Voight, R. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1995.
10. Sopyan, I. Nasrul, R, Taofik, G. Dolih.Karakterisasi Sediaan Padat Farmasi. Yogyakarta: CV Budi Utama; 2018.
11. Ben, E. S. Teknologi Tablet. Padang: Universitas Andalas; 2008.
12. Depkes RI. Farmakope indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 1995.
13. Depkes RI. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1979.
14. Santoso, R., Mardhiani, Y. D. and Sasmita, R. N. Formulasi Dan Evaluasi Tablet Salut Lapis Tipis Asam Asetilsalisilat Menggunakan Penyalut Opadry AMB II. Jurnal Ilmiah Farmacy. 2019; 6(4) pp. 33–35.
15. Depkes RI. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2020.
16. Edy, H. J, Mansauda, K. L. R. Teknologi dan Formulasi Sediaan Padat. Edited by Andriyanto: Jawa Tengah; 2020.
17. Nofriyaldi, A., Suhardiana, E. and Juniarin, A. Pengaruh Penambahan Avicel PH 102 Terhadap Sifat Fisik Tablet Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) Secara Kempa Langsung’, Pengaruh Penambahan. Journal of Pharmacopolium,2020; 3(2). 50–57.
18. Khaidir, S., Murrukmihadi, M. and Kusuma, A. P. Formulasi Tablet Ekstrak Kangkung Air (Ipomoea aquatica F.) Dengan Variasi Kadar Amilum Manihot Sebagai Bahan Penghancur. Jurnal Ilmiah Farmasi. 2015; 11(1). 1–8.
19. Hartesi, B., Andriani, L., Anggresani, L.,Whinata, Mahadma Bhima., Haflin, Haflin. Modifikasi pati kentang secara pregelatinasi dengan perbandingan pati dan air (1: 1,25). Riset Informasi Kesehatan, 2020; 9(2). 177.
20. Ningsi, S., Leboe, D. W. and Aeni, Q. Studi kemampuan pati biji alpukat (Persea americana Mill) pregelatinasi sebagai bahan penghancur pada tablet parasetamol kempa langsung. Jf Fik Uinam. 2016; 4(3). 106–113.
21. Hadisoewignyo, L. and Fudholi, A. Sediaan Solida. Yogyakarta: Pustaka pelajar; 2013.
22. Syukri, Y., Wibowo, J. T. and Herlin, A. (2018). Pemilihan Bahan Pengisi untuk Formulasi Tablet Ekstrak Buah Mahkota Dewa (phaleria macrocarpa Boerl). Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 5(1). 66–71.
23. Apriani, N.P, Arisanti, C. I. Pengaruh Penggunaan Amilum Jagung Pregelatinasi Sebagai Bahan Pengikat Terhadap Sifat Fisik Tablet Vitamin E. Jurnal Farmasi Udayana.2014;5(9).59–63.
24. Setiawati, H. et a. Pemanfaatan Pati Singkong Tergelatinasi Sebagai Pengikat Tablet Asetosal Yang Dibuat Dengan Metode Kempa Langsung. Media Farmasi. 2020; 16(2). 222.
25. Banne, Y., Ulaen, S. and Lombeng, F. Uji Kekerasan, Keregasan, Dan Waktu Hancur Beberapa Tablet Ranitidin. Jurnal Ilmiah Farmasi Poltekkes Manado. 2017; 3(2). 74-78.
26. Raini, M., Mutiatikum, D. and Lastari, P. Uji Disolusi Dan Penetapan Kadar Tablet Loratadin Inovator Dan Generik Bermerek. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2012; 20(2). 59–64.
27. Rendowaty, A., Munarsih, E., & Fizmawati. Isolasi Pati dari Tepung Ubi Jalar Ungu. Bakti Farmasi, 2018; 2, 1–6.
28. Ardana, M., Hariati, & Rijai, L. Karakterisasi Fisikokimia Pati Buah Pisang Talas (Musa Paradisiaca Var Sapientum L) Sebagai Eksipien Formulasi Tablet. Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian, 2015; 24–25.
29. Suriani. Analisis Proksimat Pada Beras Ketan Varietas Putih (Oryza sativa glutinosa). AL- Kimia, 2015; 3(1), 92–102.
30. BSN. Standar Nasional Indonesia. 1998.
31. Bestari, A. N., Hidayatullah, R. Pembuatan Amilum Sagu( Metroxylon sagu , Rottb) Pregelatin dan Material Komposit Sebagai Filler-Binder Sediaan Tablet. Prosiding Rakernas Dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia, 2016; 16–31.
32. Octavia, M. D., Halim, A., Indriyani, R. Pengaruh Besar Ukuran Partikel Terhadap Sifat-Sifat Tablet Metronidazol. jurnal Farmasi Higea, 2012; 4(2).
33. Farikhin, F., Ngafwan, Sedyono, J. Analisa Scanning Electron Microscope Komposit Polyester dengan Filler Karbon Aktif dan Karbon Non Aktif. Publikas Ilmiah. 2016.
34. Masruroh, Manggara, A., Papilaka, T., Triandi, R. Penentuan ukuran Kristal (crystalilite size) lapisan tipis PZT dengan metode XRD melalui pendekatan persamaan Debye Scherrer. ERUDIO (Journal of Education Innovation), 2013; 1 No 2, 24–29.
35. Hartesi, B., Sriwidodo, Abdassah, M., & Chaerunisa, A. Starch as Pharmaceutical excipient. Internasional Journal of Pharmaceutical Sciences Review, 2016;41(14). 59-64.
https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/42081/18536
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 518-525 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50295 Artikel Penelitian Nabilah Arrohmah1, Qurrotul Lailiyah2, Yully Anugrahayu…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 506-517 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50293 Artikel Penelitian Vira Herawati*1, Evi Nurul Hidayati2, Sardjiman…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 489-505 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57607 Artikel Penelitian Mahirah Mardiyah, Lubna Khairunisa, Vina Oktaviany…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 472-488 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.56360 Artikel Review Ira Dwi Fatma1, Yuni Kartika1, Raden…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 458-471 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57440 Artikel Penelitian Sisilia Luhung * , Muh. Taufiqurrahman,…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 443-457 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57191 Artikel Penelitian Melia Sari*1, Ahmad Faisal Nasution2, Dina…
This website uses cookies.