Majalah Farmasetika, 8 (5) 2023, 402-423
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i5.40510
Artikel Review
Meylani Sutoro1,3*, Yoga Windhu Wardhana1, Camellia Panatarani2.
1Departemen Farmasetika dan Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Jatinangor Km.21 Jatinangor 45363, Indonesia
2Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Jatinangor Km.21 Jatinangor 45363, Indonesia
3Departemen Farmasetika dan Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Bhakti
Kencana, Bandung, 40614, Indonesia
*E-mail: meylani.sutoro@gmail.com
(Submit 05/07/2022, Revisi 08/07/2022, Diterima 04/07/2023, Terbit 18/07/2023)
Efavirenz merupakan obat terapi AIDS yang memiliki beberapa bentuk polimorf. Beberapa bentuk polimorf akan memiliki perbedaan dalam disolusi dan stabiltasnya. Dispersi padat merupakan dispersi bahan aktif farmasi kedalam pembawa yang hidrofilik, yang bertujuan untuk meningkatkan disolusi dan stabilitasnya. Beberapa metode dispersi padat efavirenz pada penelitian sebelumnya yang berpotensi dalam meningkatkan kelarutan, disolusi, dan stabilitas efavirenz diantaranya hot melt extrusion, penguapan pelarut, pengeringan semprot, pengeringan beku, dan pengadukan (kneading). Diantara kelima metode dispersi padat yang dapat dirujuk diantara metode lainnya dalam meningkatkan kelarutan, disolusi, dan stabilitas adalah hot melt extrusion karena telah dilakukan uji kelarutan dan disolusi dengan peningkatan kelarutan rentang hingga 5,45 kali dan peningkatan disolusi hingga 9 kali dibandingkan efavirenz murni, serta pengujian stabilitas tetap stabil setelah dilakukan selama 1-6 bulan. Namun metode lainnya terkecuali penguapan pelarut (karena tidak meningkatkan profil disolusi meskipun stabil dalam penyimpanan 1 bulan), seperti pengeringan semprot, pengeringan beku, dan pengadukan (kneading) dapat dijadikan rujukan untuk pengembangan dispersi padat untuk meningkatkan kelarutan, disolusi, dan stabilitas efavirenz. Peningkatan stabilitas setelah penyimpanan salah satunya ditandai dengan stabil dalam bentuk amorf, stabil atau serupa dalam kelarutan, profil pelepasan dan kandungannya. Perbaikan stabilitas penyimpanan dispersi padat perlu disesuaikan antara parameter metode dispersi padat (terutama suhu dan perilaku mekanis) dengan sifat pembawa dan atau eksipien lain yang akan digunakan (seperti pelarut, plastizer dsb.).
Kelarutan dan stabilitas penting untuk diperhatikan dalam pengembangan formulasi. Kelarutan merupakan faktor utama yang menentukan laju disolusi obat, karena dapat mempengaruhi kinerja farmakokinetik dan farmakodinamik obat [1–3].
Upaya meningkatkan kelarutan, laju disolusi, dan bioavailabilitas obat yang sukar larut dalam air dapat dilakukan dengan pendekatan fisik dan kimia. Pendekatan fisik diantaranya teknik mikronisasi atau nanopartikel, inklusi kompleks obat menggunakan siklodekstrin, sistem emulsi dan dispersi padat [4]. Sedangkan pendekatan kimia diantaranya dengan cara mengubah obat asam atau basa yang sukar larut ke bentuk garam, konversi ke pro-drug, dan konversi ke kristal dengan konformer [4].
Perbedaan bentuk kristal obat dapat mempengaruhi sifat fisikokimia obat, termasuk kelarutan dan stabilitasnya [5]. Bentuk kristalin cenderung lebih stabil dibandingkan amorf, namun kelarutannya lebih rendah dibandingkan amorf [6]. Diantara obat-obatan yang memiliki sifat polimorf, contohnya adalah Efavirenz [6–9].
Efavirenz (EFV) adalah penghambat transkriptase balik non-nukleosida (NNRTI) yang sering digunakan sebagai terapi lini pertama untuk pengobatan infeksi HIV [10]. Efavirenz sangat hidrofobik dan memiliki kelarutan serta bioavailabilitas yang rendah (40-45%) [11]. Salah satu pengembangan beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk meningkatkan kelarutan dan disolusi efavirenz melalui pendekatan fisik adalah dispersi padat.
Dispersi padat adalah mengkonversi obat kristal ke bentuk amorf, dengan cara mendispersikan bahan aktif farmasi ke dalam matriks pembawa hidrofilik [12]. Kelebihannya metode dispersi padat ini adalah matriks pembawa dapat memberikan aktivitas permukaan tambahan pada bahan aktif farmasi sehingga dapat mengontrol dan bertindak sebagai sistem penghantaran obat yang lewat jenuh, serta meningkatkan konsentrasi obat intraluminal di luar kelarutan saturasinya dan bioavailabilitas obat [13,14].
Disamping keunggulan tersebut sistem dispersi padat ini perlu perhatian pada stabilitasnya (fisik dan termodinamika) terhadap penyimpanan [15]. Terdapat cara dalam mengatasi masalah tersebut diantaranya dengan pemilihan polimer yang berbeda, rasio obat terhadap polimer, dan teknik formulasi dari polimorf obat baru atau metastabil [5,16]. Polimer yang sesuai pada dispersi padat akan menghambat proses kristalisasi dengan mengurangi mobilitas molekul obat, menurunkan proses nukleasi dan kristalisasi dan meningkatkan energi aktivasi nukleasi dan suhu transisi gelas dari campuran, hal tersebut akan meningkatkan stabilitas dari dispersi padat [13].
Penggunaan matriks polimer dalam proses kristalisasi dan pembawa dispersi padat memungkinkan akses ke jalur nukleasi dan kristalisasi yang berbeda yang dapat menghasilkan polimorf baru [16]. Sebagai contoh, Indometasin mengkristal sebagai
bentuk metastabil baru atau campuran dua polimorf dalam dispersi yang mengandung muatan obat yang berbeda dalam polietilenglikol atau polimer semikristalin lainnya (poloxamer atau gelucire) sebagai akibat dari variasi mobilitas obat [17]. Obat mengkristal lebih cepat sementara polimer mengkristal lebih lambat karena pemuatan obat meningkat dengan maksimum laju kristalisasi obat dalam dispersi indometasin 70% dengan teknik pencampuran pada suhu 165°C [17].
Glibenklamid metastabil baru dengan perilaku disolusi yang lebih baik dapat diperoleh dengan pembawa PVP K30 dan SLS dengan metode penguapan pelarut yang selanjutnya didispersikan kembali dalam air deionisasi [5]. Flukonazol dengan kandungan obat di bawah 40% tetap amorf dalam dispersi yang dibuat dengan metode pelelehan/ fusi dan menjadi bentuk metastabil pada kandungan obat di atas 40% [16]. Transformasi menjadi polimorf metastabil juga terjadi pada dispersi padat amorf bicalutamide dalam matriks copovidone VA64 dengan kandungan/ pemuatan obat 50% [18].
Untuk maksud tersebut perlu memperhatikan beberapa faktor-faktor penting seperti jenis pembawa, rasio efavirenz dengan pembawa, dan metode dispersi padat yang digunakan. Pembahasan terkait kaitan antar semua faktor diatas perlu ada kajian khusus, maka artikel ini bertujuan meninjau beberapa metode dispersi padat efavirenz pada penelitian sebelumnya yang berpotensi dalam meningkatkan kelarutan, disolusi, dan stabilitas efavirenz.
Artikel yang digunakan dalam tinjauan ini berasal dari artikel penelitian internasional berbahasa inggris yang berasal dari Science Direct, PubMed, Springer, Semantic scholar, dan google scholar dengan menggunakan kata kunci “Solid Dispersion of Efavirenz”, “Solid Dispersion Metastable”, dan “Efavirenz” dari tahun 2014-2023. Hasil pencarian artikel yaitu 53 artikel. Kriteria inklusi sebanyak 44 artikel yaitu mengenai efavirenz, dispersi padat efavirenz, dispersi padat metastabil, dan dispersi padat obat-obatan lain. Kriteria ekslusi sebanyak 12 artikel yaitu artikel dibawah tahun 2014 dan review artikel.
Efavirenz
Efavirenz merupakan obat terapi AIDS yang memiliki lebih dari 23 polimorf [9]. Efavirenz bersifat sangat hidrofobik dengan gugus fungsi seperti –Cl, CF3, siklopropana, dan gugus alkil, namun memiliki gugus NH yang dapat terprotonasi, tetapi berikatan dengan C=O yang menjadikannya “enol” konjugasi yang diperpanjang [19]. Kelarutan efavirenz rendah ditunjukkan dengan kelarutannya dalam air 10mg/mL, log P 4,6 dan pKa 10,2 [19,20].
Beberapa senyawa kimia yang dapat meningkatkan penetrasi obat saat ini cukup banyak tersedia. Pemilihan jenis senyawa yang dapat digunakan dirancang tergantung dari tingkat penetrasi suatu obat yang diharapkan sehingga menjamin efikasi dari obat tersebut. Untuk meningkatkan penetrasi secara efektif, senyawa peningkat penetrasi dapat dipilih berdasarkan lipofilisitas senyawa obat dan mekanisme senyawa peningkat penetrasi. Senyawa obat hidrofilik dapat ditingkatkan penetrasinya dengan penambahan senyawa peningkat penetrasi polar, seperti alkohol (etanol). Sedangkan senyawa obat hidrofobik dapat ditingkatkan penetrasinya dengan penambahan senyawa peningkat penetrasi non polar, seperti asam lemak, terpen, glikol, atau
sulfoksida. Surfaktan dapat digunakan sebagai senyawa peningkat penetrasi baik untuk senyawa obat hidrofilik maupun hidrofobik.
Efavirenz memiliki perbedaan kelarutan dan stabilitas dalam berbagai bentuk polimorfik [6–8]. Perbedaan kelarutan dan stabilitas tersebut dikaitkan pada sifat termodinamika polimorf (monotropi) dan modifikasi morfologi [6–9]. Polimorf stabil lebih disukai secara termodinamika di zona mobilitas rendah, sedangkan bentuk metastabil lebih disukai secara kinetik ketika mobilitas molekul obat cukup tinggi [17].
Bentuk polimorf hasil rekristalisasi efavirenz dengan metanol lebih stabil dan 10 kali lipat lebih larut dibandingkan polimorf hasil mikronisasi efavirenz, meskipun perbedaan energi antara kedua konformer sangat kecil sekitar 0,225 kkal/mol [7]. Efavirenz kristal dapat menjadi bentuk amorf dengan pelelehan pada suhu 140°C [6]. Rekristalisasi efavirenz dengan pelarut organik yang berbeda juga akan menghasilkan polimorf dengan morfologi dan sifat yang berbeda [8,9]. Transformasi efavirenz bentuk amorf ke bentuk kristal cepat terjadi pada proses penggilingan setelah 10 menit, dan pada efek pemanasan sekitar 80°C [6,21]. Perlakuan mekanis dan isotermal akan memicu transformasi polimorfik [6,9,21,22].
Dispersi Padat
Dispersi padat adalah dispersi bahan aktif farmasi hidrofobik dalam pembawa inert hidrofilik, baik pada tingkat molekuler (larutan padat) atau dalam bentuk partikel nano kristal atau amorf yang tertanam dalam matriks (suspensi padat) [12,23]. Ketika larutan padat dilarutkan, matriks polimer mengontrol laju disolusi dan melepaskan masing-masing molekul zat aktif [14].
Padatan amorf memiliki entalpi, entropi, dan energi bebas yang tinggi, yang meningkatkan kelarutan obat dibandingkan dengan kristal [6]. Kandungan energi bebas yang lebih banyak pada sistem amorf berpotensi mendorong kelarutan, sehingga sistem amorf lebih larut dibandingkan dengan sistem kristalnya [24,25].
Peningkatan laju pelepasan obat atau disolusi dari dispersi padat ini dapat disebabkan karena adanya pengurangan ukuran kristal obat, peningkatan luas permukaan, penghambatan agregasi dan aglomerasi obat, konversi obat dari bentuk kristal menjadi bentuk amorf, penghambatan pertumbuhan kristal dan peningkatan keterbasahan oleh polimer [12,25,26]
Keunggulannya yaitu tingkat kejenuhan yang tinggi dapat dipertahankan dalam waktu lama disesuaikan dengan pembawa yang dipilih karena matriks pembawa dapat memberikan aktivitas permukaan tambahan [14]. Disamping keunggulannya, senyawa amorf rentan terhadap penyimpanan sehingga dispersi padat memiliki keterbatasan pada ketidakstabilan fisik yaitu kecenderungan berubah kristalinitasnya ke bentuk kristal yang stabil, dan ketidakstabilan secara termodinamika karena dispersi padat sensitif terhadap suhu dan kelembaban selama penyimpanan [13,15]. Untuk mengatasi ketidakstabilan tersebut perlu ditinjau mengenai pemilihan pembawa dan teknik atau metode dispersi padat yang akan digunakan.
Pembawa Dispersi Padat
Pembawa dispersi padat berfungsi sebagai penstabil pada sistem dispersi padat karena menutupi permukaan hidrofobik dari bahan aktif farmasi kristal dan memberikan penghalang untuk mencegah pertumbuhan kristal. Pembawa dispersi padat dikategorikan menjadi kelas pertama (pembawa kristalin), kelas kedua (pembawa polimer), dan kelas ketiga (campuran surfaktan dan polimer, surfaktan, dan campuran polimer) [15]. Pembawa kelas kedua dengan pembawa polimer amorf diperkenalkan akibat ketidakstabilan termodinamika yang terjadi pada pembawa kelas pertama, setelah itu kemudian dilakukan pengembangan pembawa dispersi padat (kelas ketiga) [15]. Pemilihan pembawa dispersi padat perlu dipertimbangkan karakteristik fisikokimia karena dapat berpengaruh terhadap kelarutan, disolusi, dan stabilitas dispersi padat, hubungan tersebut seperti yang dijelaskan Pada tabel 1.
Tabel 1 Hubungan Karakteristik Fisikokimia Pembawa Terhadap
Kelarutan, Disolusi, dan Stabilitas Dispersi Padat
Metode dan Parameter Proses Dispersi Padat Efavirenz
Metode pembuatan dispersi padat efavirenz yang telah digunakan pada beberapa artikel lima tahun terakhir diantaranya yaitu metode hot melt extrusion (HME), penguapan pelarut, spray drying , freeze drying, dan pengadukan (kneading). Parameter proses metode dispersi padat efavirenz dari berbagai penelitian terangkum pada Tabel 3.
Tabel 2 Parameter Proses Metode Dispersi Padat Efavirenz
No. | Metode | Pembawa | Plastizer | Alat | Parameter Proses | Ref. |
1 | Hot Melt Extrusion (HME) | HPMCAS-HF dan Soluplus | PPG | Single-Screw Lab Hot Melt Extruder | Suhu 130-140°C | [25] |
Soluplus dan Kollidon VA64 atau copovidone | – | Single-Screw Lab Hot Melt Extruder | Suhu 140°C, speed screw 75 rpm | [37] | ||
HPMCAS | – | co-rotating twin-screw extruder | Suhu 150°C, speed screw 100 rpm | [13] | ||
2 | Metode Penguapan Pelarut | PVP K30 | Metanol dan asetonitril | Rotari Evaporator, Sentrifuga, Mortar, Pengayak | Suhu rotari evaporator 60±5°C dengan tekanan 900±20 mbar Kecepatan sentrifuga 90±3 rpm Pengayakan dengan mesh 250mm | [35] |
3 | Spraydrying | HPMCAS | Aseton | Spray Dryer | Feed-inlet temperature 65°C Outlet temperature 35°C Laju aliran pompa volume 200 mL Lubang nosel 0,8 mm dengan feed rate 3-4 mL/menit | [32] |
Soluplus® | Etanol | Spray Dryer | Feed-inlet temperature 70±1°C Outlet temperature 62±1°C Laju aliran nitrogen 600 L/jam Laju aliran pompa 300 mL/jam Lubang nosel 0,7 mm | [38] | ||
Etanol | Spray Dryer | Feed-inlet temperature 80±2°C Outlet temperature 59±2°C Laju aliran nitrogen 600 L/jam Laju aliran pompa 117kg/jam | [39] | |||
4 | Pengeringan Beku | PVP K30 | Etanol 96% (pelarut Eavirenz), aquadest (pelarut PVP K30) | Magnetic stirrer, Freeze dryer | – | [40] |
5 | Kneading/ Pengadukan | PVP K30 | Larutan hidroalkohol 50% (sebanyak 10% dari berat) | Mortar, oven, pengayak | Lama pengadukan 20 menit Suhu pengeringan 50°C Lama pengeringan 16 jam Pengayakan dengan mesh 250mm | [35] |
MβCD dan PVP K30 | Etanol/air (1:1 v/v) | Mortar, oven, pengayak | Suhu pengeringan 50°C Lama pengeringan 60 menit Pengayakan dengan mesh 250mm | [36] |
Kelarutan, Disolusi, dan Stabilitas Pada Berbagai Metode Dispersi Padat Efavirenz
Pelarut dan media disolusi yang digunakan diantaranya dengan air suling, dapar fosfat pH 6,8, air atau dapar fosfat yang ditambahkan campuran sodium lauril sulfat (SLS) 0,2-2%. Hal tersebut karena kelarutannya lebih tinggi pada surfaktan anionik (SLS) dalam media disolusi, dibandingkan dengan surfaktan non-ionik (Tween 80) [19]. Media
disolusi yang direkomendasikan kompendial untuk formulasi tablet dan kapsul masing-masing adalah 1% SLS dalam air dan 2% SLS dalam air, atau dapat ditentukan berdasarkan nilai kelarutannya [13].
Pada uji disolusi dispersi padat efavirenz yang telah dilakukan yaitu menggunakan suhu 37 °C, volume media umumnya 900 mL, dan aparatus tipe 2 (dayung) dengan kecepatan yang digunakan umumnya 50 rpm. [32,35–38,41,42]. Namun ada yang menggunakan kecepatan 100 rpm [26] dan ada yang menggunakan aparatus tipe 1 (basket) [43] serta penggunaan volume media 1 liter [13]. Perilaku disolusi dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel, kelarutan, dan hidrofobisitas polimer dispersi padat dan efavirenz terhadap media atau pelarut yang digunakan, serta kondisi sink disolusi [13,23].
Berikut kami sajikan tabel hasil kelarutan dan disolusi (Tabel 3), serta stabilitas (Tabel 4) metode dispersi padat efavirenz pada beberapa artikel yang telah ditinjau:
Tabel 3 Kelarutan dan Disolusi Metode Dispersi Padat Efavirenz
Metode Dispersi Padat | Pembawa | Rasio obat-pembawa | Pelarut | Kelarutan | Peningkatan Kelarutan | Media Disolusi | % terdisolusi | Peningkatan Disolusi | Ref. | |||
EFV | DP EFV | Menit ke- | EFV | DP EFV | ||||||||
Hot melt extrusion | HPMCAS- LG | 30:70 | – | – | – | – | Dapar fosfat pH 6,8 | 120 | 10 | 90 | 9,00x | [42] |
HPMCAS-HF dan Soluplus® | 30:20:60 | Media disolusi | 0,312 mg/ mL | 1,702- 1,712 mg/mL | 5,45x | 0,2% SLS dalam 0,1 N HCl | 90 | 20 | 99,64 99,44 | 4,98x 4,97x | [25] | |
Soluplus | 30:70 | Media disolusi | – | 1,83 mg/mL | – | Air dengan SLS 2% (pH 4,5-5,5) | 60 | 20 | 100,2 | 5,01x | [37] | |
Kollidon VA64 atau copovidone | – | 1,78 mg/mL | – | 96,35 | 4,82x | |||||||
HPMCAS-LG | 30:70 | Media disolusi | 2,32 ± 0,08 mg/ mL | 2322mg/L | 1x | Dapar fosfat pH 6,8+ 1% SLS | 120 | 50 | 90 | 1,80x | [13] | |
HPMCAS-MG | 50 | 1,00x | ||||||||||
HPMCAS-HG | 35 | 0,70x | ||||||||||
HPMCAS-LG | 30:70 | Media disolusi | 0,63 ± 0,01 mg/mL | 620 mg/L | 0,98x | Dapar fosfat pH 6,8+ 0,25% SLS | 60 | 34,35 | 80,39 | 2,34x | ||
120 | 40,74 | 91,81 | 2,25x | |||||||||
HPMCAS-MG | 60 | 34,35 | 68,42 | 1,99x | ||||||||
120 | 40,74 | 94,03 | 2,31x | |||||||||
HPMCAS-HG | 60 | 34,35 | 17,14 | 0,50x | ||||||||
120 | 40,74 | 30,03 | 0,74x | |||||||||
HPMCAS | 30:70 | Air + 1% SLS | 2,33 ± 0,32 mg/L | – | – | – | – | – | – | – | ||
HPMCAS-LG | 30:70 | Air tanpa SLS | 1,96 ± 0,15 dan 6,67 ± 0,69 mg/L | 6,7 mg/L (media disolusi non sink) | rentang 1- 3,42x | Dapar fosfat pH 6,8 (non sink) | 120 | 8,49 | 62,96 | 7,42x | ||
HPMCAS-MG | 17,58 | 2,07x | ||||||||||
HPMCAS-HG | 2,9 | 0,34x |
Penguapan pelarut | PVP K30 | 4:1 | – | – | – | – | Air dengan SLS 0,5% | 60 | 34,19 | 3,74 | 0,11x | [35] |
Pengeringan semprot (Spray dried) | HPMCAS- LG | 30:70 | – | – | – | – | Air dengan SLS 1% | 60 | 55 | 100 | 1,82x | [32] |
HPMCAS- MG | – | – | – | – | 100 | 1,82x | ||||||
HPMCAS- HG | – | – | – | – | 75 | 1,36x | ||||||
Soluplus® | 1:1,25 | air yang dimurnikan | 1,74 mg/mL | 9,97 mg/mL | 5,73x | – | – | – | – | – | [38] | |
1:7 | 14,28mg/mL | 8,21x | ||||||||||
1:10 | 15,95 mg/mL | 9,17x | ||||||||||
1:1,25 | Media disolusi | 350,11 mg/mL | 1022,44 mg/mL | 2,92x | Air dengan SLS 0,25% (b/v) | 120 | 40 | 80 | 2,00x | |||
1:7 | 4330,66 mg/mL | 12,37x | 90 | 2,25x | ||||||||
1:10 | 3088,32 mg/mL | 8,82x | 100 | 2,50x | ||||||||
1:1,25 | Media disolusi | 879,89 mg/mL | 1241,04 mg/mL | 1,41x | Cairan usus simulasi dalam keadaan makan (FeSSIF) pH 5 | 120 | 35 | 30 | 0,86x | |||
1:7 | 1365,55 mg/mL | 1,55x | 50 | 1,43x | ||||||||
1:10 | 1698,1 mg/mL | 1,93x | 100 | 2,86x | ||||||||
Freeze drying | PVP K30 | 1:2 | Air | 0,25 mg/mL | 14,672 mg/mL | 58,69x | – | – | – | – | – | [40] |
Pengadukan (kneading) | MβCD dan PVP K30 | 1% | Air | 9 mg/mL | 82,12 mg/mL | 9,12x | Air dengan SLS 0,5% | 30 | 25 | 80 | 3,20x | [36] |
PVP K30 | 4:1 | – | – | – | – | Air dengan SLS 0,5% | 60 | 34,19 | 58,83 | 1,72x | [35] |
Tabel 4. Stabilitas Efavirenz pada Berbagai Metode Dispersi Padat
Metode | Pembawa | Rasio | Waktu | Suhu | Kelembaban relatif | Hasil | Ref. |
Hot melt extrusion | HPMCAS- LG | 30:70 | 6 bulan | 25°C | 60% | Stabil tidak terjadi rekristalisasi dan tidak ada perubahan signifikan dalam profil pelepasan dan kandungannya | [42] |
HPMCAS-HF dan Soluplus® | 30:20:60 | 6 bulan | 40°C | 75% | Stabil berdasarkan kelarutan dan disolusinya, serta tidak terjadi rekristalisasi dan perubahan morfologi setelah penyimpanan | [25] | |
Soluplus, Kollidon VA64 atau copovidone | 30:70 | Tidak ada uji stabilitas penyimpanan | Amorf | [37] | |||
HPMCAS (LG, MG, dan HG) | 30:70 | 3 bulan | 40°C | 75% | Tidak ada peristiwa termal yang diamati dalam termogram DSC (obat masih dalam bentuk amorf) dan profil pelepasan serupa dengan sampel awal | [13] | |
Penguapan pelarut | PVP K30 | 4:1 | 1 bulan | 40±°C | 75±5% | Stabil tetap amorf dan menunjukkan dekomposisi diperlambat lebih siginifikan | [35] |
Spray dried | HPMCAS- HG | 30:70 | 1 bulan | 40°C | 75% | Stabil tetap amorf | [32] |
Soluplus® | 1:1,25 | Stabilitas dipercepat (setelah penyerapan uap air) sampai kadar airnya mencapai keseimbangan | 40°C | 75% | Massa naik 2,9% b/b dan nilai Tg pada mengalami penurunan | [38] | |
1:1,25 dan 1:10 | 12 bulan | 22°C | 23% | Stabil tetap amorf dan nilai Tg mengalami kenaikan | |||
Freeze drying | PVP K30 | 1:2 | Tidak ada uji stabilitas penyimpanan | Amorf | [40] | ||
Pengadukan (kneading) | MβCD dan PVP K30 | 1% | Tidak ada uji stabilitas penyimpanan | Terjadi kompleksasi antara efavirenz dengan MβCD Terjadi peningkatan stabilitas obat yaitu titik lelehnya mengalami pergeseran ke suhu yang lebih tinggi | [36] | ||
PVP K30 | 4:1 | 1 bulan | 40±°C | 75±5% | Tetap amorf dan menunjukkan dekomposisi diperlambat lebih siginifikan | [35] |
1. Hot melt extrusion (HME)
Metode hot melt extrusion (HME) menggunakan energi termal dan mekanik dari sekrup yang berputar bersama barel yang dipanaskan diikuti dengan pendinginan hilir untuk menghasilkan fase padat [25,37]. Bahan aktif farmasi dilarutkan dalam matriks polimer dalam keadaan cair, kemudian setelah didinginkan masing-masing molekul terperangkap di dalam matriks polimer dan membentuk larutan padat yang terdispersi [14].
Kelebihan metode ini yaitu skalabilitas yang mudah, proses bebas pelarut, dan efisiensi biaya, sedangkan keterbatasannya hanya dapat digunakan untuk bahan aktif farmasi yang tidak sensitif terhadap panas dan gaya geser, dapat menginduksi dekomposisi termal obat, serta harus menggunakan polimer amorf termostabil [44–46].
Plasticizer yang digunakan pada metode dispersi padat efavirenz ini adalah polipropilenglikol (PPG) (Pawar et al., 2016). Adapun yang lainnya tidak menggunakan plastizer. Keberadaan air pada polimer higroskopis dapat bertindak sebagai plasticizer [29,47]. Suhu yang dipilih pada pemrosesan berdasarkan transisi gelas (Tg) polimer dan titik leleh bahan aktif farmasi (efavirenz) untuk mendapatkan ekstrudat yang dipadatkan dengan baik [25,37]. Proses ekstrusi harus dilakukan pada suhu diatas Tg polimer dan pada suhu mendekati titik leleh obat [41]. Suhu tinggi selama proses HME dapat dikurangi dengan penambahan surfaktan [48].
Dispersi padat yang stabil dengan pemuatan obat yang relevan secara terapeutik tidak menjamin formulasi telah layak, studi disolusi diperlukan untuk mencapai informasi yang memadai untuk pemilihan polimer dan pemuatan obat yang ideal [49]. Sudi kelarutan dan disolusi telah dilakukan pada dispersi padat metode HME dengan pemuatan obat konstan pada 30% serta variabel independen rasio polimer, speed screw dan suhu [37]. Kelarutan dan disolusi yang paling tinggi diperoleh pada dispersi padat dengan variabel independen rasio polimer 70%, speed screw 75 rpm, dan suhu 140 °C [37]. Rasio polimer 70% pada soluplus ataupun Kollidon VA64 memiliki nilai kelarutan 1,456-1,83 mg/mL dan disolusi 88,2-100,2% yang paling tinggi dibandingkan dengan rasio 30% dan 50% [37]. Pada studi tersebut dengan speed screw 50, 75, dan 100 rpm, tidak berpengaruh secara signifikan pada peningkatan kelarutan dan disolusi [37]. Sedangkan pengaruh suhu berperan dalam peningkatan kelarutan dan disolusi, dimana dispersi padat menggunakan metode HME dengan suhu 140°C memiliki kelarutan dan disolusi yang lebih besar dibandingkan dengan suhu 70°C dan 105°C [37].
Dispersi padat efavirenz yang dibuat dengan hot melt extrusion dengan polimer HPMCAS (LG, MG, dan HG) (30:70), kelarutannya meningkat sekitar 1-3,42 kali (6,7 mg/L) dibandingkan efavirenz murni (1,96 ± 0,15 dan 6,67 ± 0,69 mg/L) dengan menggunakan air tanpa SLS sebagai pelarut [13]. Namun tidak ada peningkatan kelarutan pada dispersi padat efavirenz setelah uji kelarutan menggunakan pelarut dapar fosfat pH 6,8 ditambah 1% SLS dan pelarut dapar fosfat pH 6,8 dan 0,25% SLS [13].
Diantara jenis polimer HPMCAS- LG, MG, dan HG, disolusi yang paling rendah terjadi pada polimer HPMCAS-HG [13]. Hal ini dapat disebabkan oleh kelarutan HG yang lebih rendah daripada LG dan MG dalam buffer fosfat pH 6,8, kelarutan efavirenz dalam air yang buruk, dan kondisi disolusi non-sink [13]. Sedangkan disolusi efavirenz paling tinggi yaitu pada jenis polimer HPMCAS-LG sebesar 7,42-9 kali di dalam media dapar fosfat pH 6,8, 2,25-2,34 kali pada dapar fosfat pH 6,8+ 0,25% SLS, dan 1,8 kali pada dapar fosfat pH 6,8+ 1% SLS [13].
Ada pula kombinasi dua polimer dapat digunakan pada dispersi padat efavirenz menggunakan hot melt extrusion seperti, HPMCAS-HF dan Soluplus® (30:20:60) dapat meningkatkan kelarutan 5,45 kali dan disolusi 4,98 kali di dalam media 0,2% SLS dalam 0,1 N HCl [25]. Begitu juga dengan campuran dua polimer Kollidon VA64 atau copovidone dan dan Soluplus® (30:70) yang dapat meningkatkan disolusi efavirenz sebesar 4,82-5,01 kali di dalam media air dengan SLS 2% (pH 4,5-5,5) [37].
Efavirenz dan polimer Soluplus® maupun Kollidon VA64 pada campuran fisik menunjukkan puncak endotermik antara 137°C dan 142°C yang dikaitkan dengan adanya obat kristal dalam campuran, sedangkan pada dispersi padat tidak menunjukkan puncak termal efavirenz dikarenakan sifat kristalin efavirenz direduksi dan dikonversi kebentuk amorf dengan teknologi HME [37]. Selama proses ekstrusi efavirenz kristal diubah menjadi keadaan amorf karena gaya geser tinggi yang dihasilkan selama pemrosesan formulasi [37].
Dispersi padat efavirenz menggunakan metode hot melt extrusion berbasis polimer HPMCAS (LG, MG, dan HG) 30:70 dan campuran polimer (HPMCAS-HF dan Soluplus®), setelah dilakukan uji stabilitas penyimpanan selama 3-6 bulan, tidak terjadi rekristalisasi dan perubahan morfologi (obat masih dalam bentuk amorf), dan tidak ada perubahan signifikan dalam profil pelepasan (profil pelepasan serupa dengan sampel awal) [13,25,42]
2. Penguapan Pelarut
Prinsip metode ini yaitu pelarut yang digunakan untuk melarutkan bahan aktif farmasi dan polimer/ pembawa diuapkan sampai pelarut hilang dan terbentuk fasa padat yang kemudian dihaluskan dengan mortar dan diayak untuk mendapatkan partikel yang diinginkan [26,35]. Kelebihan dari metode ini adalah cocok untuk bahan aktif farmasi yang sensitif terhadap gaya geser. Adapun pelarutan dapat dilakukan secara terpisah yaitu pelarutan efavirenz dengan pelarut 10 mL metanol dan 2 mL asetonitril, dan pelarutan polimer PVP K30 dengan 10 mL metanol, sebelum dicampurkan dan diaduk serta dilakukan penguapan dengan menggunakan rotari evaporator [35].
Pada dispersi padat metode penguapan pelarut dengan PVP K-30 (4:1), hasil persen efavirenz yang terdisolusi tidak meningkat bahkan mengalami penurunan dibandingkan dengan efavirenz murni, hal tersebut dikarenakan rasio efavirenz terlalu besar didalam polimer PVP K-30 [35]. Sedangkan pada penggunaan metode penguapan pelarut
dengan karagenan (1:5), efavirenz terdisolusi sempurna pada menit ke-60 namun peningkatan persen terdisolusinya tidak signifikan (meningkat 1,01 kali) dibandingkan dengan efavirenz murni [43].
Setelah penyimpanan 1 bulan pada suhu 40±°C dan kelembaban relatif 75±5%, dispersi padat metode penguapan pelarut dengan PVP K-30 (4:1) stabil berdasarkan analisis FTIR, sedangkan pada analisi TG menunjukkan dekomposisi diperlambat lebih siginifikan dengan kehilangan massa 53,99% dibandingkan dengan efavirenz tanpa perlakuan dengan kehilangan massa 75,91% [35].
3. Pengeringan semprot (Spray dried)
Bahan aktif farmasi dan polimer dilarutkan dalam pelarut organik, kemudian diatomisasi larutan menjadi tetesan kecil (melalui nosel) dan dilakukan penguapan pelarut dengan gas panas pengering [45,50]. Cocok untuk bahan aktif farmasi yang sensitif terhadap gaya geser atau menunjukkan titik leleh yang tinggi [45,50]. Keterbatasan metode ini adalah residu pelarut, lamanya waktu proses, biaya tinggi, viskositas dan kelengketan larutan penyemprotan, serta kerapatan curah serbuk rendah [45,50].
Pada Tabel 2 parameter proses seperti feed-inlet temperatur dan laju gas pengering mempengaruhi perilaku pengeringan pelarut, yang selanjutnya akan mempengaruhi suhu keluaran (outlet temperature) yang dihasilkan dan kandungan pelarut sisa yang tersisa di dispersi padat [50]. Jumlah residu pelarut perlu diperhatikan karena meningkatkan kecenderungan rekristalisasi dan berdampak pada stabilitas dispersi padat [45].
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dispersi padat dengan pengeringan semprot menggunakan polimer HPMCAS atau soluplus® dapat meningkatkan kelarutan dan laju disolusi efavirenz [32,38]. Pemuatan obat dalam dispersi padat pengeringan semprot berpengaruh terhadap supersaturasi dan laju disolusi [38]. Pelepasan obat lebih cepat setelah menurunkan pemuatan obat [38]. Peningkatan pemuatan obat dari 10% menjadi 40% memiliki efek positif dapat mengurangi higroskopisitas dispersi padat, namun efek negatifnya dapat merusak stabilitas fisik dengan mengurangi jarak antara molekul obat yang akan memfasitasi kristalisasi [38].
Kristal efavirenz yang belum diproses larut sampai konsentrasi larutan mencapai kelarutan termodinamika obat, setelah itu konsentrasi tetap konstan [38]. Sedangkan bentuk amorf larut lebih cepat daripada bentuk kristal dan mencapai konsentrasi yang lebih tinggi membentuk larutan metastabil yang sangat jenuh [38]. Dispersi padat dengan pengeringan semprot menggunakan polimer soluplus® mampu menghasilkan supersaturasi efavirenz dalam larutan air dengan 0,25% (b/v) SLS dengan durasi minimal 120 menit [38]. Pengeringan semprot dapat menghasilkan dispersi padat lewat jenuh dengan pemuatan obat (85% Efavirenz) dengan polimer soluplus® [39].
Berdasarkan stabilitasnya (pada Tabel 4) dispersi padat efavirenz dengan pengeringan semprot menggunakan polimer soluplus® hasilnya tetap amorf setelah penyimpanan
selama 1 tahun pada suhu kamar (~22°C) dan 23% RH [38]. Nilai Tg mengalami kenaikan dari 58,1°C menjadi 63,4°C untuk yang 1:1,35, sedangkan untuk yang 1:10 naik menjadi 69,9°C [38]. Sedangkan untuk dispersi padat efavirenz dengan Soluplus® 1:1,25 setelah dilakukan stabilitas dipercepat (setelah penyerapan uap air) sampai kadar airnya mencapai keseimbangan dengan suhu 40°C dan kelembaban relatif 75% menunjukkan kenaikan massa sebesar 2,9% b/b [38]. Kelembaban ini mengurangi Tg (dari 58,1°C menjadi 54,7°C), tetapi tidak menginduksi pemisahan fase (obat dan polimer masih bercampur satu sama lain) setelah dianalisis oleh DSC dan spektroskopi raman [38]. Dispersi padat dengan pengeringan semprot menggunakan HPMCAS HG, berdasarkan analisis XRD dan termal hasilnya juga tetap amorf karena tidak adanya puncak endoterm efavirenz setelah dilakukan uji stabilitas dipercepat 40°C dan kelembaban relatif (RH) 75% selama 1 bulan [32].
Pada tabel 3 metode pengeringan semprot dengan polimer Soluplus® ini dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi efavirenz. Peningkatan konsentrasi polimer Soluplus® dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi efavirenz [38]. Hal tersebut ditunjukkan pada efavirenz dan Soluplus® dengan rasio 1:10 kelarutannya lebih tinggi dibandingkan dengan rasio 1:1,25 pada air yang dimurnikan, air dengan SLS 0,25% (b/v), dan pada cairan usus simulasi dalam keadaan makan (FeSSIF) pH 5 [38]. Peningkatan kelarutan efavirenz pada dispersi padat berbasis Soluplus® rasio 1:1,25, 1:7, dan 1:10 dengan metode pengeringan semprot yaitu 1,41-5,73 kali, 1,55-12,37 kali, dan 1,93-9,17 kali tergantung pada kondisi pelarut yang digunakan [38]. Kelarutan lebih rendah pada media disolusi cairan usus simulasi dalam keadaan makan (FeSSIF) pH 5, dibandingkan dengan air yang dimurnikan dan air dengan SLS 0,25% (b/v) [38].
Pada metode pengeringan semprot, efavirenz dengan polimer HPMCAS-LG dan MG rasio 30:70 terdisolusi sempurna pada menit ke-60 di dalam media disolusi air dengan SLS 1%, sedangkan efavirenz dengan polimer Soluplus® rasio 1:10 terdisolusi sempurna pada menit ke-120 di dalam media air dengan SLS 0,25% (b/v) dan dengan cairan usus simulasi dalam keadaan makan (FeSSIF) pH 5 [32,38]. Efavirenz yang terdisolusi pada dispersi padat metode pengeringan semprot meningkat sebanyak 0,86-2,86 kali dibandingkan dengan efavirenz murni tanpa perlakuan, hal tersebut tergantung dari polimer, rasio polimer, dan media disolusi yang digunakan [32,38].
4. Pengeringan beku (Freeze dried)
Pengeringan beku adalah teknik pencampuran senyawa aktif dan pembawa yang terlarut dalam pelarut, selanjutnya campuran tersebut dibekukan dan disublimasikan sehingga diperoleh hasil dispersi molekuler liofilisasi [40]. Keunggulan metode pengeringan beku yaitu karena tekanan yang diberikan lebih rendah pada molekul yang sedang diproses sehingga memliki kompatibilitas yang lebih baik pada molekul yang tidak stabil secara termal [51]. Alasan lainnya yaitu dari keamanannya karena menghindari pelarut organik yang mudah terbakar pada suhu tinggi [51].
Pemilihan pelarut organik yang kompatinbel untuk pengeringan beku yaitu memiliki titik beku yang cukup tinggi dan tekanan uap yang tinggi pada suhu rendah (harus dapat dibekukan secara bersamaan), serta sifat kelarutannya harus cukup [52]. Tekanan uap dan titik leleh pelarut yang rendah akan menyebabkan kelembaban yang tinggi pada produk dispersi padat [51].
Pada tabel 3 kelarutan efavirenz dalam sistem dispersi padat efavirenz dengan metode pengeringan beku menggunakan polimer PVP K30 (1:2) meningkat signifikan 14,672μ.g/mL (58,69 kali dari kelarutan efavirenz tanpa perlakuan 0,250μ.gram/ml) [40]. Pada tabel 4 hasil karakterisasi pemindaian mikroskop elektron (SEM) dan analisis difraksi sinar-X serbuk menunjukkan ada perubahan kristal menjadi bentuk amorf pada dispersi padat efavirenz dengan polimer PVP K30 ( 1:2) [40]. Berdasarkan analisis termal DTA, terjadi penurunan titik leleh dibandingkan dengan efavirenz utuh, sedangkan berdasarkan analisis FTIR menunjukkan pergeseran bilangan gelombang dari spektrum PVP K-30 dan efavirenz [40].
5. Pengadukan (kneading)
Pengadukan (kneading) adalah teknik pencampuran bahan aktif farmasi dan polimer dengan cara diuleni dengan penambahan pelarut yang cukup hingga konsistensi yang sedikit lembab yang kemudian dikeringkan menjadi fasa padat, selanjutnya fasa padat tersebut dihaluskan dan diayak untuk mendapatkan partikel yang diinginkan. [35,36,43,53,54]. Kelebihan metode ini adalah perolehan yang sederhana, hasil tinggi, mudah dalam peningkatan skala (scale up), serta pembentukan non-kristal yang seragam [36].
Parameter proses metode pengadukan (kneading) yang tertera pada tabel 2 diantaranya adalah lama pengadukan, suhu dan lama pengeringan. Proses pengadukan dapat menginduksi pembentukan kompleks, karena proses pengadukan ada penambahan air yang penting untuk mendapatkan kompleks [36]. Penambahan jumlah air perlu disesuaikan, karena air dapat memicu kristalisasi molekul obat dan menginduksi pemisahan obat dari matriks polimer [16]. Air bertindak sebagai agen pemlastik yang secara kuat menurunkan Tg dan meningkatkan mobilitas molekul obat dan polimer, atau dapat bersaing dengan molekul obat dalam ikatan hidrogen dengan polimer yang bertanggungjawab untuk meningkatkan stabilitas dispersi padat [29–31,55]. Suhu dan lama pengeringan juga akan mempengaruhi stabilitas dari dispersi padat.
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa dispersi padat efavirenz dengan metode pengadukan dan pembawa MβCD dan PVP K30 (1%) mengalami peningkatan kelarutan sebanyak 9,12 kali pada pelarut air, dan persen efavirenz terdisolusi meningkat sebanyak 3,2 kali pada media disolusi air dengan SLS 0,5% dibandingkan dengan efavirenz murni [36]. Sedangkan pada dispersi padat efavirenz dengan metode pengadukan dan pembawa PVP K-30 (4:1), peningkatan persen terdisolusi terjadi tidak signifikan (1,72 kali) pada media disolusi air dengan SLS 0,5% [35]. Berdasarkan
peningkatan persen terdisolusinya, dispersi padat dengan metode pengadukan (kneading) lebih baik dibandingkan dengan metode penguapan pelarut [35,43].
Dispersi padat efavirenz dengan metode pengadukan dan pembawa MβCD dan PVP K30 (pada tabel 4), kemungkinan telah terjadi kompleksasi dengan MβCD dalam kelompok siklopropana efavirenz, hal tersebut ditunjukkan dengan tidak adanya –CC (2249 cm-1) dari efavirenz dibandingkan dengan pencampuran fisik yang masih memiliki intensitas rendah –CC (2249 cm-1) dari efavirenz [36]. Berdasarkan analisis termal memberikan peningkatan stabilitas obat yaitu titik lelehnya mengalami pergeseran ke suhu yang lebih tinggi (pada EFV menunjukkan endotermik kisaran antara 123,31 dan 145,20.C (DH = 41,7 J /g) setelah di dispersi padat menjadi endotermik antara 160,6.C dan 168,7.C (116,69 J/g), serta terjadi pembesaran puncak [36]. Hasil analisis termogravimetri menunjukkan bahwa presentasi kehilangan massa efavirenz lebih rendah untuk dispersi padat kneading (78%) bila dibandingkan dengan pencampuran fisik (81%) [36].
Pada tabel 4 dispersi padat kneading menggunakan PVP K-30 (4:1), setelah dilakukan penyimpanan selama 1 bulan menunjukkan dekomposisi dispersi padat kneading diperlambat secara signifikan dengan kehilangan massa 53,99% dibandingkan dengan efavirenz tanpa perlakuan dengan kehilangan massa 75,91%, sedangkan berdasarkan analisis FTIR hasilnya tetap stabil (tidak terjadi interaksi antara efavirenz dengan PVP K-30 [35].
Kesimpulan
Beberapa metode dispersi padat efavirenz pada penelitian sebelumnya yang berpotensi dalam meningkatkan kelarutan, disolusi, dan stabilitas efavirenz diantaranya hot melt extrusion, penguapan pelarut, pengeringan semprot, pengeringan beku, dan pengadukan (kneading).
Metode dispersi padat efavirenz yang dapat meningkatkan kelarutan tertinggi diantara metode lain adalah metode pengeringan beku berbasis polimer PVP K30 (1:2) dengan peningkatan kelarutan 58,69 kali di dalam air dibandingkan efavirenz murni, namun selanjutnya perlu dilakukan uji disolusi. Metode dispersi padat efavirenz dengan nilai peningkatan profil disolusi tertinggi adalah hot melt extrusion dengan profil disolusi hingga 9 kali dari profil disolusi efavirenz murni, hal tersebut juga tergantung polimer, rasio polimer dan media yang digunakan.
Stabilitas penyimpanan semua metode dispersi padat yang ditinjau kecuali pengeringan beku memiliki stabilitas yang baik sesuai dengan waktu, suhu, dan kelembaban penyimpanan yang telah diujikan. Diantara kelima metode dispersi padat yang dapat dirujuk diantara metode lainnya dalam meningkatkan kelarutan, disolusi, dan stabilitas adalah hot melt extrusion karena telah dilakukan uji kelarutan dan disolusi dengan peningkatan kelarutan rentang hingga 5,45 kali dan peningkatan disolusi hingga 9 kali dibandingkan efavirenz murni, serta pengujian stabilitas tetap stabil setelah dilakukan
meningkatkan profil disolusi meskipun stabil dalam penyimpanan 1 bulan), seperti pengeringan semprot, pengeringan beku, dan pengadukan (kneading) dapat dijadikan rujukan untuk pengembangan dispersi padat untuk meningkatkan kelarutan, disolusi, dan stabilitas efavirenz.
Peningkatan stabilitas setelah penyimpanan salah satunya ditandai dengan stabil dalam bentuk amorf, stabil atau serupa dalam kelarutan, profil pelepasan dan kandungannya. Perbaikan stabilitas penyimpanan dispersi padat perlu disesuaikan antara parameter metode dispersi padat (terutama suhu dan perlakuan mekanis) dengan sifat pembawa dan atau eksipien lain yang akan digunakan (seperti pelarut, plastizer dsb.).
Daftar Pustaka
1. Noyes AA, Whitney WR. The rate of solution of solid substances in their own solutions. J Am Chem Soc. 1897;19(12):930–4.
2. Dokoumetzidis A, Macheras P. A century of dissolution research: From Noyes and Whitney to the Biopharmaceutics Classification System. Int J Pharm. 2006;321(1–2):1–11.
3. Jangid AK, Pooja D, Kulhari H. Determination of solubility, stability and degradation kinetics of morin hydrate in physiological solutions. RSC Adv. 2018;8(50):28836–42.
4. Iyer R, Jovanovska VP, Berginc K, Jaklič M, Fabiani F, Harlacher C, et al. Amorphous solid dispersions (ASDs): The influence of material properties, manufacturing processes and analytical technologies in drug product development. Pharmaceutics. 2021;13(10).
5. Thongnopkoon T, Puttipipatkhachorn S. New metastable form of glibenclamide prepared by redispersion from ternary solid dispersions containing polyvinylpyrrolidone-K30 and sodium lauryl sulfate. Drug Dev Ind Pharm [Internet]. 2016;42(1):70–9. Available from: http://dx.doi.org/10.3109/03639045.2015.1029938
6. Wardhana YW, Soewandhi SN, Wikarsa S, Suendo V. Observation Of Polymorphic Transformation Of Amorphous Efavirenz During Heating And Grinding Processes Using Raman Spectroscopy . Res J Pharm Biol Chem Sci [Internet]. 2017;280–6. Available from: https://www.researchgate.net/profile/Yoga_Wardhana/publication/314646364_Observation_Of_Polymorphic_Transformation_Of_Amorphous_Efavirenz_During_Heating_And_Grinding_Processes_Using_Raman_Spectroscopy/links/58c4058ea6fdcce648e4dbd3/Observation-Of-Polymorp
7. Fandaruff C, Rauber GS, Araya-Sibaja AM, Pereira RN, De Campos CEM, Rocha HVA, et al. Polymorphism of anti-HIV drug efavirenz: Investigations on thermodynamic and dissolution properties. Cryst Growth Des. 2014;14(10):4968–75.
8. Wardhana YW, Soewandhi SN, Wikarsa S, Suendo V. Polymorphic properties and dissolution profile of efavirenz due to solvents recrystallization. Pak J Pharm Sci. 2019;32(3):981–6.
9. Wardhana YW, Hardian A, Chaerunisa AY, Suendo V, Soewandhi SN. Kinetic estimation of solid state transition during isothermal and grinding processes among efavirenz polymorphs. Heliyon [Internet]. 2020;6(5):e03876. Available from: https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e03876
10. Duwal S, Seeler D, Dickinson L, Khoo S, Von Kleist M. The utility of efavirenz-based prophylaxis against HIV infection. A systems pharmacological analysis. Front Pharmacol. 2019;10(MAR).
11. Pokharkar V, Patil-Gadhe A, Palla P. Efavirenz loaded nanostructured lipid carrier engineered for brain targeting through intranasal route: In-vivo pharmacokinetic and toxicity study. Biomed Pharmacother [Internet]. 2017;94:150–64. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.biopha.2017.07.067
12. Jakubowska E, Lulek J. The application of freeze-drying as a production method of drug nanocrystals and solid dispersions – A review. J Drug Deliv Sci Technol. 2021;62(August 2020).
13. Sarabu S, Kallakunta VR, Bandari S, Batra A, Bi V, Durig T, et al. Hypromellose acetate succinate based amorphous solid dispersions via hot melt extrusion: Effect of drug physicochemical properties. Carbohydr Polym [Internet]. 2020;233(January):115828. Available from: https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2020.115828
14. Shadambikar G, Kipping T, Di-Gallo N, Elia AG, Knüttel AN, Treffer D, et al. Vacuum compression molding as a screening tool to investigate carrier suitability for hot-melt extrusion formulations. Pharmaceutics. 2020;12(11):1–17.
15. Tran P, Pyo YC, Kim DH, Lee SE, Kim JK, Park JS. Overview of the manufacturing methods of solid dispersion technology for improving the solubility of poorly water-soluble drugs and application to anticancer drugs. Pharmaceutics. 2019;11(3):1–26.
16. Nowak M, Gajda M, Baranowski P, Szymczyk P, Karolewicz B, Nartowski KP. Stabilisation and growth of metastable form II of fluconazole in amorphous solid dispersions. Pharmaceutics. 2020;12(1):1–18.
17. Van Duong T, Lüdeker D, Van Bockstal PJ, De Beer T, Van Humbeeck J, Van Den Mooter G. Polymorphism of Indomethacin in Semicrystalline Dispersions: Formation, Transformation, and Segregation. Mol Pharm. 2018;15(3):1037–51.
18. Tres F, Patient JD, Williams PM, Treacher K, Booth J, Hughes LP, et al. Monitoring the dissolution mechanisms of amorphous bicalutamide solid dispersions via real-time Raman mapping. Mol Pharm. 2015;12(5):1512–22.
19. Durga Anumolu P, Yeradesi V, Gurrala S, Puvvadi S, CVS S. efavirenz and its formulations Academic Sciences Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. Asian J Pharm Clin Res [Internet]. 2012;5, Suppl 3(March 2014):220–3. Available from: https://www.researchgate.net/publication/261107749%0ADevelopment
20. Cristofoletti R, Nair A, Abrahamsson B, Griit DW, Kopp S, Langguth P, et al. Biowaiver Monographs for Immediate Release Solid Oral Dosage Forms: Efavirenz. J Pharm Sci. 2013;102, No. 2(7):318–29.
21. Moura Ramos JJ, Piedade MFM, Diogo HP, Viciosa MT. Thermal Behavior and Slow Relaxation Dynamics in Amorphous Efavirenz: A Study by DSC, XRPD, TSDC, and DRS. J Pharm Sci. 2019;108(3):1254–63.
22. Zaini E, Wahyu D, Octavia MD, Fitriani L. Influence of milling process on efavirenz solubility. J Pharm Bioallied Sci. 2017;9(1):22–5.
23. Mazumder S, Dewangan AK, Pavurala N. Enhanced dissolution of poorly soluble antiviral drugs from nanoparticles of cellulose acetate based solid dispersion matrices. Asian J Pharm Sci [Internet]. 2017;12(6):532–41. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ajps.2017.07.002
24. Meer T, Fule R, Khanna D, Amin P. Solubility modulation of bicalutamide using porous silica. J Pharm Investig. 2013;43(4):279–85.
25. Pawar J, Tayade A, Gangurde A, Moravkar K, Amin P. Solubility and dissolution enhancement of efavirenz hot melt extruded amorphous solid dispersions using combination of polymeric blends: A QbD approach. Eur J Pharm Sci [Internet]. 2016;88:37–49. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ejps.2016.04.001
26. Koh P, Chuah J, Talekar M, Gorajana A, Garg S. Formulation development and dissolution rate enhancement of efavirenz by solid dispersion systems. Indian J Pharm Sci. 2013;75(3):291–301.
27. Asgreen C, Knopp MM, Skytte J, Löbmann K. Influence of the polymer glass transition temperature and molecular weight on drug amorphization kinetics using ball milling. Pharmaceutics. 2020;12(6).
28. Wolbert F, Fahrig IK, Gottschalk T, Luebbert C, Thommes M, Sadowski G. Factors Influencing the Crystallization-Onset Time of Metastable ASDs. Pharmaceutics. 2022;14(2):1–13.
29. Browne E, Worku ZA, Healy AM. Physicochemical properties of poly-vinyl polymers and their influence on ketoprofen amorphous solid dispersion performance: A polymer selection case study. Pharmaceutics. 2020;12(5).
30. Lehmkemper K, Kyeremateng SO, Heinzerling O, Degenhardt M, Sadowski G. Long-Term Physical Stability of PVP- and PVPVA-Amorphous Solid Dispersions. Mol Pharm. 2017;14(1):157–71.
31. Mehta M, Kothari K, Ragoonanan V, Suryanarayanan R. Effect of Water on Molecular Mobility and Physical Stability of Amorphous Pharmaceuticals. Mol Pharm. 2016;13(4):1339–46.
32. Jha DK, Shah DS, Amin PD. Effect of Hypromellose Acetate Succinate Substituents on Miscibility Behavior of Spray-dried Amorphous Solid Dispersions: Flory–Huggins Parameter Prediction and Validation. Carbohydr Polym Technol Appl [Internet]. 2021;2:100137. Available from: https://doi.org/10.1016/j.carpta.2021.100137
33. Ambrogi V, Perioli L, Pagano C, Marmottini F, Ricci M, Sagnella A, et al. Use of SBA-15 for furosemide oral delivery enhancement. Eur J Pharm Sci. 2012;46(1–2):43–8.
34. Paudel A, Worku ZA, Meeus J, Guns S, Van Den Mooter G. Manufacturing of solid dispersions of poorly water soluble drugs by spray drying: Formulation and process considerations. Int J Pharm [Internet]. 2013;453(1):253–84. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijpharm.2012.07.015
35. Alves LDS, De La Roca Soares MF, De Albuquerque CT, Da Silva ÉR, Vieira ACC, Fontes DAF, et al. Solid dispersion of efavirenz in PVP K-30 by conventional solvent and kneading methods. Carbohydr Polym [Internet]. 2014;104(1):166–74. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.carbpol.2014.01.027
36. Vieira ACC, Ferreira Fontes DA, Chaves LL, Alves LDS, De Freitas Neto JL, De La Roca Soares MF, et al. Multicomponent systems with cyclodextrins and hydrophilic polymers for the delivery of Efavirenz. Carbohydr Polym. 2015;130:133–40.
37. Pawar J, Suryawanshi D, Moravkar K, Aware R, Shetty V, Maniruzzaman M, et al. Study the influence of formulation process parameters on solubility and dissolution enhancement of efavirenz solid solutions prepared by hot-melt extrusion: a QbD methodology. Drug Deliv Transl Res. 2018;8(6):1644–57.
38. Lavra ZMM, Pereira de Santana D, Ré MI. Solubility and dissolution performances of spray-dried solid dispersion of Efavirenz in Soluplus. Drug Dev Ind Pharm. 2017;43(1):42–54.
39. Costa BLA, Sauceau M, Del Confetto S, Sescousse R, Ré MI. Determination of drug-polymer solubility from supersaturated spray-dried amorphous solid dispersions: A case study with Efavirenz and Soluplus®. Eur J Pharm Biopharm. 2019;142(June):300–6.
40. Fitriani L, Haqi A, Zaini E. Preparation and characterization of solid dispersion freeze-dried efavirenz – Polyvinylpyrrolidone K-30. J Adv Pharm Technol Res. 2016;7(3):105–9.
41. Sathigari SK, Radhakrishnan VK, Davis VA, Parsons DL, Babu RJ. Amorphous-State Characterization of Efavirenz—Polymer Hot-Melt Extrusion Systems for Dissolution Enhancement. J Pharm Sci. 2012;101(9):3456–64.
42. Almutairi M, Almutairy B, Sarabu S, Almotairy A, Ashour E, Bandari S, et al. Processability of AquaSolveTM LG polymer by hot-melt extrusion: Effects of pressurized CO2 on physicomechanical properties and API stability. J Drug Deliv Sci Technol. 2019;52(April):165–76.
43. Vedha HBN, Yasmin BA, Ramya DD. Solid state modification for the enhancement of solubility of poorly soluble drug: Carrageenan as carrier. Int J Appl Pharm. 2012;4(2):30–5.
44. Jelić D. Thermal Stability of Amorphous Solid Dispersions. Molecules. 2021;26(1).
45. Schönfeld B, Westedt U, Wagner KG. Vacuum drum drying – A novel solvent-evaporation based technology to manufacture amorphous solid dispersions in comparison to spray drying and hot melt extrusion. Int J Pharm. 2021;596(January).
46. Hengsawas Surasarang S, Keen JM, Huang S, Zhang F, McGinity JW, Williams RO. Hot melt extrusion versus spray drying: hot melt extrusion degrades albendazole. Drug Dev Ind Pharm. 2017;43(5):797–811.
47. Lehmkemper K, Kyeremateng SO, Heinzerling O, Degenhardt M, Sadowski G. Impact of Polymer Type and Relative Humidity on the Long-Term Physical Stability of Amorphous Solid Dispersions. Mol Pharm. 2017;14(12):4374–86.
48. Solanki NG, Lam K, Tahsin M, Gumaste SG, Shah A V., Serajuddin ATM. Effects of Surfactants on Itraconazole-HPMCAS Solid Dispersion Prepared by Hot-Melt Extrusion I: Miscibility and Drug Release. J Pharm Sci [Internet]. 2019;108(4):1453–65. Available from: https://doi.org/10.1016/j.xphs.2018.10.058
49. Jørgensen JR, Mohr W, Rischer M, Sauer A, Mistry S, Müllertz A, et al. Stability and intrinsic dissolution of vacuum compression molded amorphous solid dispersions of efavirenz. Int J Pharm. 2023;632(December 2022).
50. Dohrn S, Rawal P, Luebbert C, Lehmkemper K, Kyeremateng SO, Degenhardt M, et al. Predicting process design spaces for spray drying amorphous solid dispersions. Int J Pharm X [Internet]. 2021;3(February):100072. Available from: https://doi.org/10.1016/j.ijpx.2021.100072
51. Valkama E, Haluska O, Lehto VP, Korhonen O, Pajula K. Production and stability of amorphous solid dispersions produced by a Freeze-drying method from DMSO. Int J Pharm. 2021;606(April).
52. Kunz C, Schuldt-Lieb S, Gieseler H. Freeze-Drying From Organic Cosolvent Systems, Part 1: Thermal Analysis of Cosolvent-Based Placebo Formulations in the Frozen State. J Pharm Sci [Internet]. 2018;107(3):887–96. Available from: https://doi.org/10.1016/j.xphs.2017.11.003
53. Chaves LL, Vieira ACC, Ferreira D, Sarmento B, Reis S. Rational and precise development of amorphous polymeric systems with dapsone by response surface methodology. Int J Biol Macromol [Internet]. 2015;81:662–71. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijbiomac.2015.08.009
54. Volkova T V., Perlovich GL, Terekhova I V. Enhancement of dissolution behavior of antiarthritic drug leflunomide using solid dispersion methods. Thermochim Acta [Internet]. 2017;656:123–8. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.tca.2017.09.003
55. Chen H, Pui Y, Liu C, Chen Z, Su CC, Hageman M, et al. Moisture-Induced Amorphous Phase Separation of Amorphous Solid Dispersions: Molecular Mechanism, Microstructure, and Its Impact on Dissolution Performance. J Pharm Sci [Internet]. 2018;107(1):317–26. Available from: https://doi.org/10.1016/j.xphs.2017.10.028
cara mengutip artikel ini
https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/40510/0
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 518-525 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50295 Artikel Penelitian Nabilah Arrohmah1, Qurrotul Lailiyah2, Yully Anugrahayu…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 506-517 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50293 Artikel Penelitian Vira Herawati*1, Evi Nurul Hidayati2, Sardjiman…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 489-505 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57607 Artikel Penelitian Mahirah Mardiyah, Lubna Khairunisa, Vina Oktaviany…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 472-488 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.56360 Artikel Review Ira Dwi Fatma1, Yuni Kartika1, Raden…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 458-471 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57440 Artikel Penelitian Sisilia Luhung * , Muh. Taufiqurrahman,…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 443-457 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57191 Artikel Penelitian Melia Sari*1, Ahmad Faisal Nasution2, Dina…
This website uses cookies.