Majalah Farmasetika, 7 (3) 2022, 227-240 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i.38443
Artikel Penelitian
Download PDF
Melia Sari* ,1,Adek Chan, Gabriella Septiani Nasution 2, Dewi Kristiani Mendrofa
1Prodi Farmasi, Fakultas Farmasi dan Kesehatan, Institut Kesehatan Hevetia, Medan
2Analis Kesehatan, Teknologi Laboratorium Medis, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Medan
*Email: meliasari@gmail.com
(Submit 24/02/2022, Revisi 08/03/2022, Diterima 15/03/2022, Terbit 06/04/2022)
Daun saliara (Lantana camara L.) termasuk gulma tahunan berbentuk perdu, berkayu dan berakar tunggang. Daun saliara mengandung senyawa aktif minyak atsiri, flavonoid, alkaloid, tanin, saponin merupakan senyawa yang bersifat sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekstrak etanol daun saliara dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan sabun cair dan memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Penelitian ini bersifat eksperimental yaitu ekstrak etanol daun saliara (Lantana camara L.) dengan konsentrasi 3%, 6% dan 9% dan dilakukan uji sifat fisik sediaan dengan uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji tinggi busa, uji viskositas dan uji aktivitas antibakteri.Pembuatan sediaan sabun cair ekstrak etanol daun saliara (Lantana camara L.) konsentrasi 3%, 6% dan 9% memenuhi kriteria uji organoleptis bewarna hijau dan tekstur cair, uji homogenitas menunjukkan sediaan homogen, uji pH sabun cair yaitu 8-9, uji tinggi busa yaitu 53-86 mm, uji viskositas 1073-2890 cps dan uji aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 3%, memiliki daya hambat 5 mm, konsentrasi 6% memiliki daya hambat 5,5 mm dan konsentrasi 9% memiliki daya hambat 6 mm. Sedangkan pada uji aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dengan konsentrasi 3% memiliki daya hambat 5 mm, konsentrasi 6% memiliki daya hambat 6 mm dan konsentrasi 9% memiliki daya hambat 7 mm.Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sabun cair ekstrak etanol daun saliara (Lantana camara L.) memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.
Ekstrak, Formulasi, Uji Antibakteri
Defenisi kosmetik dalam keputusan kepala BPOM RI Nomor HK.00.05.4.17458 Tahun 2004, kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membrane mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (1).
Salah satu kosmetika pembersih kulit yaitu sabun. Sabun merupakan campuran dari senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, busa, dengan atau tanpa zat tambahan lain serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit (2).
Berbagai jenis sabun yang beredar di pasaran dalam bentuk yang bervariasi, mulai dari sabun pencuci, sabun mandi, sabun tangan, sabun pembersih peralatan rumah tangga dalam bentuk krim, padat atau batangan, bubuk dan bentuk cair (3). Sabun cair saat ini banyak diproduksi karena penggunaannya yang lebih praktis dan bentuk menarik dibandingkan bentuk sabun lain. Sabun dapat digunakan untuk pengobatan penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. Sabun dapat digunakan sebagai obat yakni dengan membersihkan tubuh dan lingkungan sehingga kemungkinan terserang penyakit akan berkurang (3).
Salah satu sistem pertahanan tubuh terserang penyakit yang diinfeksi oleh bakteri yaitu kulit. Kulit merupakan organ yang paling luas sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari, mikroorganisme dan menjaga keseimbangan tubuh dengan lingkungan (4).
Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang paling sering ditemukan pada kulit manusia. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan beberapa penyakit diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah (5). Jaringan ataupun alat tubuh dapat diinfeksi olehnya dapat menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses (6).
Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab infeksi kulit yang ringan yang disertai pembentukan abses. yang akan menyebabkan iritasi pada daerah sekitar nya selanjutnya akan membengkak, pecah dan kemudian menyebarkan radang ke jaringan kulit (7).
Bahan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri alami diantaranya adalah daun saliara (Lantana camara L.) yang mengandung zat antibakteri, yaitu flavonoid dan saponin (8).
Menurut hasil penelitian Kalita dkk. (2011) tentang Skrining fitokimia ekstrak etanol daun saliara (Lantana camara L.), menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun saliara mengandung senyawa aktif minyak atsiri, senyawa fenol, flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, fitosterol dan karbohidrat.
Tanaman saliara merupakan tumbuhan yang berkhasiat dalam pengobatan tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit yaitu influenza, batuk, gondongan, demam tinggi terus menerus, malaria, serviks, dermatitis, pruritus, rematik, keseleo, luka, memar, tetanus, sakit gigi, bisul dan bengkak (9).
Pada penelitian yang dilakukan Lestari P (2018), mengenai uji aktivitas antibakteri ekstrak daun saliara (Lantana camara L.) menggunakan pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya, dengan konsentrasi 3% ekstrak daun saliara terhadap beberapa bakteri. Dari hasil tersebut, ekstrak etanol daun saliara memberikan daya hambat tertinggi pada bakteri gram positif (Staphylococcus pyogenesis dan Micrococcus luteus) yaitu 20,89 dan 12 mm sedangkan pada bakteri gram negatif (Vibrio cholera dan Shigella dysenteriae) yaitu 18,56 dan 5,33 mm serta menunjukkan bahwa daun saliara mengandung senyawa antibakteri yang bersifat nonpolar, semipolar, dan polar (10).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ulilta Muktadira dkk. (2018) tentang uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun saliara (Lantana camara L.) terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella thypi, hasil penelitian menunjukkan bahwa daun saliara (Lantana camara L.) memiliki zona hambat rata-rata terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella thypi untuk konsentrasi 12,5% sebesar 6,6 mm dan 10% sebesar 5,3 mm dikategorikan lemah, sementara konsentrasi 7,5% sebesar 2,6 mm dan 5% sebesar 0 mm dikategorikan tidak ada (11).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Asteria Woro Indah Sari (2006), tentang uji potensi antibakteri ekstrak etanol daun saliara (Lantana camara L.) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 35218. Dilakukan penelitian dengan empat konsentrasi ektrak etanol 1, 2, 4, dan 8% didapatkan bahwa keempat konsentrasi menghasilkan diameter zona hambat 10 mm dan tidak memiliki perbedaan yang jauh artinya setiap variasi konsentrasi ekstrak etanol daun saliara memiliki potensi sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (12).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yaitu “Formulasi dan uji antiseptik sabun cair ekstrak daun saliara (Lantana camara L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis” dengan menggunakan tiga konsentrasi yaitu 3%, 6%, 9%. Kontrol positif menggunakan sabun cair merk “x” yang beredar di pasaran dan kontrol negatif yaitu basis sabun cair, sebagai larutan pembanding sediaan. Uji fisik sediaan sabun cair menggunakan uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji tinggi busa, dan uji viskositas. Sediaan sabun cair ekstrak daun saliara yang sudah diformulasikan akan diuji aktivitas antibakterinya dengan melihat daya hambat terhadap Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode eksperimental laboratorium, metode penelitian ini meliputi pengambilan sampel, determinasi tumbuhan, pengelolaan sampel, pembuatan sediaan sabun cair, dan pengujian aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.
Alat
Alat – alat yang digunakan yaitu Timbangan digital (MH-series Pocket Scale), pH meter (ATC pH-009(1)A), beaker glass 100 ml (Pyrex), erlenmeyer 250 ml (Pyrex), gelas ukur 100 ml (Pyrex), Magnetic stirrer AHS – 12A, autoklaf (Steam Sterilizer Gea Yx-18 Lm), oven (Memmert UP400), Viskometer (B-one plus viscometer), Laminar Air Flow (LAF), pipet tetes, kaca arloji, kertas perkamen, kertas saring, corong (pyrex), batang pengaduk, cawan petri, cord borrer, cawan porselen, spiritus, kawat ose, penangas air, pinset, kertas label, kapas kassa, dan wadah sabun.
Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini Ekstrak daun saliara, minyak zaitun, sodium lauryl sulfat, kalium hidroksi, CMC, asam stearat, BHT (Butyl Hidroksi Toluena), parfum, natrium klorida, aquadest, HCl 2N, Manitol Salt Agar (MSA), Aquadest, Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis.
Prosedur
1. Pembuatan Ekstrak Daun Saliara
Ekstrak Daun Saliara dibuat dengan cara maserasi dengan perbandingan (1:10) yaitu sebanyak 500 gram sampel dengan 5 liter pelarut. Pertama serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah, lalu di rendam dengan 75 bagian pelarut etanol 96% sebanyak 3,75 liter kemudian wadah ditutup dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 5 hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dengan kertas saring sehingga menghasilkan filtrat dan residu. Residu yang ada kemudian direndam lagi (remaserasi) dengan 25 bagian sisa etanol 96% sebanyak 1,25 liter selanjutnya wadah ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 2 hari sambil di aduk 2 jam sekali. Setelah 2 hari sampel disaring sehingga menghasilkan filtrat dan residu. Filtrat 1 dan filtrat 2 dicampurkan menjadi satu, lalu ekstrak cair etanol yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental (13).
Pembuatan Sabun Cair
Formulasi sediaan sabun cair dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Formulasi sediaan sabun cair dibuat dengan tiga konsentrasi 3%, 6% dan 9%.
Semua bahan yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Dimasukkan minyak zaitun sebanyak 15 ml kedalam gelas ukur kemudian sambil terus dipanaskan pada suhu 50˚ hingga mendapatkan sabun pasta. Ditambahkan aquadest 15 ml kedalam sabun pasta. Dimasukkan Carboksil Metil Celulosa (CMC) yang telah dikembangkan dalam aquadest panas. Ditambahkan BHT, aduk homogen. Ditambahkan asam stearat, aduk hingga homogen. Ditambahkan Sodium Lauryl Sulfat, diaduk homogen. Lalu ditambahkan pengaroma, lalu diaduk hingga homogen. Dimasukkan ekstrak daun saliara, diaduk hingga homogen. Ditambahkan aquadest hingga volume 50 ml kedalam sabun cair. Dimasukkan ke dalam wadah bersih yang telah disiapkan. Setelah itu dilakukan uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, uji tinggi busa dan uji viskositas (14).
3. Uji Fisik Sediaan Sabun Cair
a. Uji Organoleptis
Diambil 1g sediaan yang telah diformulasi, letakkan pada objek glass. Dilakukan pengamatan penampilan sediaan meliputi bau, warna dan tekstur sediaan. Menurut SNI, standar sabun cair yang ideal yaitu memiliki bentuk cair, serta bau dan warna yang khas (15).
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan cara tiap formula sabun cair daun saliara ditimbang sebanyak 0,1 gram. Diletakkan pada objek glass, tutup dengan objek glass. Lalu amati (16).
c. Uji Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pemeriksaan pH diawali dengan kalibrasi alat pH meter menggunakan larutan dapar pH 7 dan pH 4. Sebanyak 0,5 g sabun yang akan diperiksa diencerkan dengan aquadest hingga 50 ml. Dimasukkan pH meter kedalam larutan sabun yang telah dibuat, kemudian ditunggu hingga indikator pH meter stabil dan menunjukkan nilai pH yang konstan (17).
d. Uji Tinggi Busa
Sampel ditimbang sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan aquades sampai 10 ml, dikocok tabung reaksi, lalu kemudian diukur tinggi busa yang dihasilkan (18).
e. Uji Viskositas
Diambil sampel sebanyak 50 ml. Lalu, diukur dengan menggunakan Viskometer Brookfield (B-ONE plus viscometer), sampel uji ditempatkan dalam wadah yang disesuaikan dengan menggunakan spindle L4. Kekentalan larutan diukur pada kecepatan pengadukan 60 rpm selama 120 detik. Viskositas sediaan terlihat langsung pada alat (19). ●
4. Uji Antibakteri
a. Pewarnaan Gram
Buatlah sediaan ulas bakteri diatas object glass lalu difiksasi di atas Bunsen, kemudian ditetesi dengan crystal violet lalu didiamkan selama 1-2 menit. Sisa zat warna dibuang, kemudian dibilas dengan air mengalir. Seluruh preparat ditetesi dengan larutan lugol dan biarkan selama 30 detik. Buang larutan lugol dan bilas dengan air mengalir. Preparat dilunturkan dengan alkohol 96% sampai semua zat warna luntur, dan segera cuci dengan air mengalir. Teteskan dengan zat warna safranin, biarkan selama 2 menit lalu bilas dengan air mengalir kemudian dibiarkan kering, amati di bawah mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 100x memakai emersi (20).
b. Uji Aktivitas Antibakteri
Siapkan cawan petri yang sudah disterilkan dalam oven. Masukkan 0,1 ml suspensi bakteri kedalam cawan petri. Tambahkan media Media Mueller Hinton Agar (MHA) sebanyak 15 ml, diaduk hingga homogen membentuk angka delapan, dibiarkan memadat. Kemudian dibuat 3 buah lubang sumuran menggunakan cord borrer pada setiap cawan petri. Selanjutnya sabun cair ekstrak daun saliara dengan konsentrasi yang berbeda (3%, 6% dan 9%) diteteskan pada sumur yang berbeda sebanyak 0,05 ml. Larutan Basis sabun digunakan sebagai kontrol negatif diteteskan pada sumur sebanyak 0,05 ml. Larutan Lifebuoy digunakan sebagai kontrol positif diteteskan pada sumur dan diteteskan sebanyak 0,05 ml. dilakukan 2x pengulangan dengan perlakuan yang sama. Lalu diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37˚C selama 24 jam dan diukur daerah hambatan (zona hambat) yang terbentuk (21).
Hasil Ekstraksi
Ekstrak etanol daun saliara kental sebanyak 40 gram dan randemen simplisia yaitu sebesar 8%.
Hasil Uji Fisik Sediaan Sabun Cair
Uji Organoleptis
Hasil uji organoleptis sediaan sabun cair dilakukan dengan melihat secara langsung bentuk, warna dan bau sabun cair dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Data Uji Organoleptis Sediaan Sabun Cair Ekstrak Daun Saliara (Lantana camara L.).
Uji Homogenitas
Hasil uji homogenitas pada sediaan sabun cair ekstrak daun saliara (Lantana camara L.) dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Data Uji Homogenitas Sediaan Sabun Cair Ekstrak Daun Saliara
Uji Derajat Keasaman pH
Hasil Uji Derajat Keasaman pH sediaan sabun cair ekstrak daun saliara (Lantana camara L.) dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Data Uji Derajat Keasaman (pH) Sediaan Sabun Cair Ekstrak Daun Saliara
Hasil pengujian tinggi busa pada sedian sabun cair ekstrak daun saliara (Lantana camara L.) dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Data Pengujian Tinggi Busa Pada Sedian Sabun Cair Ekstrak Daun Saliara
Hasil uji viskositas pada sedian sabun cair ekstrak daun saliara (Lantana camara L.) dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Data Uji Viskositas Pada Sedian Sabun Cair Ekstrak Daun Saliara
Pewarnaan Gram
Hasil pewarnaan gram bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.
Hasil Uji Antibakteri
Hasil uji antibakteri sabun cair ekstrak daun saliara (Lantana camara L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Data Uji Antibakteri Sedian Sabun Cair Ekstrak Daun Saliara
Pengujian organoleptis dilakukan terhadap sabun cair ekstrak etanol daun saliara (Lantana camara L.) konsentrasi 3%, 6% dan 9% agar diketahui kestabilan dan kelayakan sabun cair. Dari pengujian organoleptis ekstrak etanol daun saliara yang diformulasikan dalam bentuk sabun cair memenuhi parameter uji kualitas sabun cair yaitu berbentuk cairan kental, untuk warna dan bau sabun yaitu berwarna putih dan berbau pengaroma jeruk untuk basisnya, sedangkan untuk setiap konsentrasi berawarna hijau pekat serta berbau pengaroma jeruk (22).
Pemeriksaan homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan sediaan sabun cair. Dari pengujian yang dilakukan dilakukan terhadap sediaan sabun cair ekstrak etanol daun saliara (Lantana camara L.) tidak terdapat butiran kasar pada sediaan dan menunjukkan susunan yang homogen untuk menghindari terjadinya pemisahan basis sabun dan ekstrak sehingga sediaan sabun cair ekstrak daun saliara memenuhi syarat homogenitas (23).
Pengujian pH merupakan salah satu syarat mutu sabun cair. Hal tersebut karena sabun cair kontak langsung dengan kulit dan dapat menimbulkan masalah apabila pH-nya tidak sesuai dengan pH kulit. Berdasarkan hasil pengujian sabun cair konsentrasi 3% memiliki pH 8,5, konsentrasi 6% memiliki pH 9,5 dan konsentrasi 9% memiliki pH 9,6. Dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin basa sediaan sabun cair dikarenakan ekstrak memliki senyawa flavonoid yang agak asam sehingga larut dalam basa dan penambahan basa KOH pada proses saponifikasi. Semua sediaan memenuhi syarat untuk sabun cair menurut SNI 06-4085-1996 syarat sabun mandi cair yaitu 8-11. Bahan – bahan yang digunakan tidak mengganggu kestabilan pH pada sediaan. pH yang terlalu tinggi (basa) dapat menjadi penyebab iritasi pada kulit (24).
Uji tinggi busa merupakan salah satu parameter yang paling penting dalam menentukan mutu produk – produk kosmetik terutama sabun. Tujuan pengujian tinggi busa yaitu untuk melihat daya busa dari sabun cair. Karakteristik busa sabun dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya bahan surfaktan, penstabil busa dan bahan – bahan penyusun sabun lainnya. Menurut SNI 06-4085-1996 syarat tinggi busa dari sabun cair yaitu 13-220 mm. Berdasarkan hasil uji tinggi busa yang dilakukan pada formulasi sabun cair ekstrak etanol daun saliara diperoleh tinggi busa pada konsentrasi 3% yaitu 56 mm, konsentrasi 6% yaitu 53 mm dan konsentrasi 9% 50 mm. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi sabun cair, maka semakin sedikit busa yang dihasilkan. Stabilitas busa dipengaruhi oleh konsentrasi dan viskositas sediaan. Sabun dengan busa yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi pada kulit karena menggunakan bahan pembusa yang terlalu banyak (25).
Pemeriksaan viskositas bertujuan untuk mengetahui konsistensi sediaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap pengaplikasian sediaan, seperti mudah dikeluarkan dari wadahnya namun tidak mudah mengalir ditangan. Nilai viskositas sabun mandi cair berdasarkan SNI yaitu 400-4000 cPs. Dari hasil pengujian sabun cair didapatkan nilai viskositas pada konsentrasi 3% yaitu 2890 cPs, konsentrasi 6% yaitu 2205 cPs dan konsentrasi 9% yaitu 1073 cPs. Dari hasil pengujian tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi sabun cair maka semakin rendah nilai viskositasnya dikarenakan ekstrak yang digunakan semakin banyak (26).
Pewarnaan gram bertujuan untuk mengamati morfologi dan kemurnian sel bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Hasil pewarnaan gram dari bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang tumbuh pada media MSA menunjukkan bakteri berwarna ungu, berbentuk kokus dan bergerombol tidak beraturan seperti anggur. Warna ungu disebabkan karena bakteri mempertahankan warna pertama yaitu gentien violet. Perbedaan sifat gram dipengaruhi oleh kandungan pada dinding sel, yaitu bakteri gram positif kandungan peptidoglikan lebih tebal jika dibanding dengan gram negatif (27).
Berdasarkan kategori zona hambat bakteri, konsentrasi 9% (FIII) termasuk dalam kategori sedang. Salah satu yang mempengaruhi diameter zona hambat adalah konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi sabun cair ekstrak daun saliara maka semakin banyak mikroorganisme yang dapat dihambat, sehingga diameter zona hambat juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena senyawa kimia yang terkandung dalam daun saliara seperti flavonoid dan saponin (28).
Mekanisme kerja flavonoid dalam menghambat sintesis asam nukleat dilakukan melalui cincin B pada flavonoid yang menghambat sintesis RNA dan DNA dan dapat mengganggu integritas membran sel bakteri. Adanya gangguan dalam permeabilitas membran sel ini akan mempengaruhi gradien elektrokimia proton yang melewati membran. Gradien elektrokimia proton melintasi membran sangat penting bagi bakteri dalan mensintesis ATP, transport membran dan pergerakan bakteri. Selain itu penghambatan metabolisme energi bakteri sehingga adanya energi yang dihambat akan berpengaruh terhadap aktivitas penyerapan metabolit dan biosintesis makromolekul bakteri (29). Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah mengganggu permeabilitas membran sel bakteri kemudian mengakibatkan kerusakan membran sel bakteri dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (30).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sediaan sabun cair ekstrak daun saliara (Lantana camaraL.) yang efektif dari ketiga konsentrasi dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureusdan Staphylococcus epidermidis terdapat pada konsentrasi tertinggi 9% yaitu sebesar 6 mm dan 7 mm. Sediaan sabun cair ekstrak daun saliara (Lantana camaraL.) yang efektif dari ketiga konsentrasi dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureusdan Staphylococcus epidermidis terdapat pada konsentrasi tertinggi 9% yaitu sebesar 6 mm dan 7 mm.
Cara mengutip artikel ini
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 518-525 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50295 Artikel Penelitian Nabilah Arrohmah1, Qurrotul Lailiyah2, Yully Anugrahayu…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 506-517 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50293 Artikel Penelitian Vira Herawati*1, Evi Nurul Hidayati2, Sardjiman…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 489-505 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57607 Artikel Penelitian Mahirah Mardiyah, Lubna Khairunisa, Vina Oktaviany…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 472-488 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.56360 Artikel Review Ira Dwi Fatma1, Yuni Kartika1, Raden…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 458-471 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57440 Artikel Penelitian Sisilia Luhung * , Muh. Taufiqurrahman,…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 443-457 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57191 Artikel Penelitian Melia Sari*1, Ahmad Faisal Nasution2, Dina…
This website uses cookies.