Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 443-457
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57191
Artikel Penelitian
Melia Sari*1, Ahmad Faisal Nasution2, Dina Yolanda Nasution1
1Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi dan Kesehatan, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Indonesia
2Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia
*E-mail : msmeliasari@gmail.com
(Submit 13/08/2024, Revisi 21/08/2024, Diterima 23/09/2024, Terbit 30/09/2024)
Ketombe merupakan salah satu gangguan atau kelainan pada kulit kepala yang ditandai dengan terkupasnya kulit mati disertai dengan pruritus hingga peradangan. Bunga tembelekan (Lantana camara L.) merupakan jenis tumbuhan herbal menahun yang mengandung senyawa kimia yaitu alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin, sangat berpotensi untuk menghambat pertumbuhan Malassezia furfur yang merupakan jamur penyebab ketombe. Tujuan penelitian dilakukan adalah untuk melihat potensi antijamur sediaan sampo bunga tembelekan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium, metode penelitian ini meliputi pengambilan sampel, pengelolahan sampel, pembuatan sediaan sampo, dan pengujian aktivitas antijamur M. furfur dan C. albicans. Analisis dilakukan terhadap data diameter zona hambat dengan menggunakan uji ANOVA pada program SPSS. Hasil uji aktivitas antijamur sediaan sampo antiketombe dari ekstrak etanol bunga tembelekan terhadap jamur M. furfur pada konsentrasi F1 5% (28,58±0,57 mm), F2 10% (28,58±0,57 mm), F3 15% (29,38±0,506 mm), sedangkan aktivitas antijamur terhadap bakteri C. albicans pada konsentrasi 5% (23,71±2,205 mm), 10% (24,67±2,089 mm) dan konsentrasi 15% (26,25±3,105 mm). Analisis statistik one way ANOVA menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi sampo antiketombe dari ekstrak etanol bunga tembelekan mempengaruhi rata-rata diameter zona hambat pada kedua jamur, dengan konsentrasi paling efektif adalah F1 5%. Kesimpulannya, sampo antiketombe bunga tembelekan efektif melawan pertumbuhan jamur M. furfur dan C. albicans dengan konsentrasi optimal F1 5%.
Kata kosmetika berasal dari bahasa Yunani kosmetikos yang artinya “keahlian dalam menghias. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 140 Tahun 1991 bahwa kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar, gigi dan rongga mulut, untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (1). Sampo merupakan suatu sediaan yang mengandung surfaktan (bahan aktif permukaan) dengan bentuk yang sesuai, dapat berupa cairan, padatan, ataupun serbuk yang apabila digunakan pada kondisi tertentu dapat membantu menghilangkan minyak pada permukaan kepala, kotoran kulit dari batang rambut dan juga kulit kepala. Sampo terdiri atas beberapa komposisi, diantaranya adalah zat aktif, surfaktan, agen antidandruff, agen penyejuk, agen pengental, warna, parfum, dan juga pengawet (2).
Ketombe merupakan salah satu gangguan atau kelainan pada kulit kepala yang ditandai dengan terkupasnya kulit mati disertai dengan pruritus hingga peradangan (3). Infeksi jamur pada kulit seperti ketombe sering diderita oleh masyarakat yang tinggal di negara beriklim tropis seperti Indonesia. Prevalensi populasi masyarakat Indonesia yang menderita ketombe menurut data dari International Date Base, US Sensus Bureau tahun 2004 adalah 43.833.262 dari 238.452.952 jiwa dan menempati urutan ke empat setelah China, India, dan US (4). Penyebab utama ketombe juga diakibatkan karena sekresi kelenjar keringat yang berlebihan pada kulit, di samping itu adanya peranan mikroorganisme pada kulit kepala juga dapat memicu munculnya ketombe. Salah satu mikroorganisme yang diduga dapat menyebabkan ketombe adalah Malassezia furfur. Jamur ini merupakan flora normal yang terdapat pada kulit kepala, namun jamur ini dapat tumbuh dengan subur pada kondisi rambut dengan kelenjar minyak berlebih. Selain itu, jamur Candida albicans juga merupakan salah satu penyebab timbulnya ketombe pada kulit kepala (3).
M. furfur termasuk lipid-dependent yeast yang biasanya ditemukan pada kulit dari anak remaja maupun orang dewasa dan merupakan penyebab dari Pityriasis versicolor. M. furfur sendiri merupakan organisme dimorfik dan lipofilik yang berkembang secara in vitro dengan adisi dari asam lemak C12-C14 seperti olive oil dan lanoline (5). M. furfur adalah jamur lipofilik yang berperan sebagai flora normal kulit manusia, terjadi gangguan keseimbangan antara hospes dan jamur, jamur dapat tumbuh subur dan berkembang dari bentuk yeast menjadi miselial yang bersifat patogen. Salah satu kelainan yang disebabkan oleh jamur M. furfur adalah ketombe (6), terdapat sekitar 46% pada kulit kepala sebagai flora normal dan meningkat hingga 74% pada pasien berketombe (7).
C. albicans merupakan jamur oportunistik dari genus Candida dan termasuk salah satu flora normal di dalam rongga mulut manusia. Pada orang sehat jamur ini hidup secara komensal dan tidak invasif, namun dalam keadaan tertentu C. albicans dapat berubah menjadi patogen dan menyebabkan infeksi pada manusia (8).
Tumbuhan tembelekan (Lantana camara L.) merupakan jenis tumbuhan herbal menahun, batang semak berkayu, tegak, bercabang, batang berduri, dan banyak tumbuh di daerah beriklim tropis (9). Tumbuhan ini memiliki daun yang mengandung berbagai metabolit sekunder seperti flavonoid, saponin, alkaloid, tanin sehingga dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus dan E.coli (10). Penggunaan daun tembelekan juga sudah dijadikan sediaan sabun cair antiseptik (11) dan sabun cair kewanitaan (12). Tumbuhan ini memiliki warna bunga yang beragam seperti putih, kuning, merah, merah muda dan jingga (13). Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol bunga tembelekan mengandung golongan senyawa kimia metabolit sekunder yaitu: flavonoida, glikosida, saponin, steroida/triterpenoida, dan tannin. Terdapatnya berbagai senyawa kimia ini, terutama polifenol flavonoid dan tannin, sangat berpotensi untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa alkaloida dan steroida juga sebagai pendukung potensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri (14). Menurut penelitian Parwati et al., (2019) ekstrak etanol bunga tembelekan mengandung senyawa antibakteri yang bersifat non polar, yaitu steroid, senyawa semi polar yaitu alkaloid dan tanin serta senyawa polar yaitu flavonoid, alkaloid, saponin dan tannin (15).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ricky dkk., (2020) tentang tumbuhan tembelek liar sebagai produk alami bioaktif yang potensial terhadap Streptococcus pyogenes di Indonesia, hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bunga memiliki zona hambat paling nyata (11,85 ± 0,119 mm) dibandingkan dengan ekstrak daun (9,54 ± 0,07 mm) pada konsentrasi uji tertinggi yaitu 640 mg/ml (16). Pada penelitian yang dilakukan Yulia tentang analisis komponen kimia dan aktivitas antibakteri dalam minyak atsiri bunga Lantana menunjukkan aktivitas antibakteri dengan penghambatan pada konsentrasi 10% dan 20% terhadap bakteri patogen E.coli (8,4 mm; 9,6 mm), Basilus subtilis (9,6 mm; 10,8 mm), Pseudomonas aeruginosa (8,3 mm; 9,3 mm), dan Propionibacterium acnes (7,6 mm; 8,7 mm) menunjukkan dari zona hambat yang terbentuk, zona hambat pada konsentrasi 20% lebih besar dari pada konsentrasi 10% (17).
Berdasarkan latar belakang diatas, adanya kandungan antimikroba, anti inflamasi, antioksidan dan efek pembersih alami pada bunga tembelekan sangat berpotensi untuk dijadikan sampo. Sebagai alternatif alami yang efektif dan aman, serta mengurangi penggunaan bahan kimia sintetis yang bisa menyebabkan iritasi atau efek samping lainnya. Konsentrasi yang digunakan yaitu 5%, 10%, 15%. Kontrol positif menggunakan sampo antiketombe X yang sudah beredar dipasaran dan kontrol negatif yaitu basis sampo, sebagai larutan pembanding sediaan. Uji fisik sediaan sampo menggunakan uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji tinggi busa, uji viskositas. Sediaan sampo ekstrak bunga tembelekan yang sudah diformulasikan akan diuji aktivitas antiketombe dengan melihat daya hambat terhadap jamur M. furfur dan C. albicans.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium, metode penelitian ini meliputi pengelolahan sampel, pembuatan sediaan sampo, dan pengujian aktivitas antijamur M. furfuf dan C. albicans.
Alat
Timbangan digital (MH-series Pocket SScale), pH meter (ATC pH-009(1)A), magnetic stirrer (AHS-12A), oven (Memmert UP400), viskometer (B-one plus viscometer), laminar air flow (LAF) (16).
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ekstrak bunga tembelekan, cocamide diethanolamine (Chemical Store Inc. 85%), natrium lauril sulfat (Merck), parfum (givaudan), Na-CMC (Sigma-Aldrich 99%), etanol 96% (Merck), metil paraben (Sigma-Aldrich), asam sitrat (Merck), aquadest (100%), NaCl 0,9% (Sigma-Aldrich), sabouraud dextrose agar (Oxoid), M. furfur dan C. albicans.
Prosedur
1. Pengumpulan sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposive sampling. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah bunga tembelekan sampel diambil dari desa Tembung, Kabupaten Deli Serdang.
2. Pengelolahan sampel
Bunga tembelekan disortasi basah dan di cuci dengan air yang mengalir dan ditiriskan, kemudian melalui proses pembuatan serbuk dengan metode perajangan dan dihaluskan dengan blender tanpa menyebabkan kerusakan atau kehilangan kandungan kimia yang dibutuhkan, kemudian dikeringkan suhu 50°C dan diayak hingga diperoleh serbuk. Derajat kehalusan serbuk simplisia untuk pembuatan ektrak merupakan simplisia halus dengan nomor pengayak mesh 60 (10).
3. Pembuatan Ekstrak
Ekstrak bunga tembelekan dilakukan dengan metode maserasi dengan perbandingan (1:10) yaitu sebanyak 500 gram serbuk simplisia bunga tembelekan dengan 5 liter pelarut. Pertama masukkan serbuk simplisia kedalam wadah, lalu direndam dengan 75 bagian pelarut etanol 96% sebanyak 3,75 liter kemudian wadah ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 5 hari sambil sesekali diaduk. Setelah 5 hari, sampel yang direndam tersebut disaring menggunakan kertas saring menghasilkan filtrat 1 dan residu 1. Residu yang ada kemudian ditambah dengan 25 bagian sisa larutan etanol 96% sebanyak 1,25 liter, selanjutnya wadah ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 2 hari sambil sesekali diaduk. Setelah 2 hari, sampel tersebut disaring menggunakan kertas saring menghasilkan filtrat 2 dan residu 2. Filtrat 1 dan 2 dicampur menjadi satu, kemudian dievaporasi menggunakan rotary evaporator, untuk memperoleh ekstrak kental yang dihasilkan dibiarkan pada suhu ruangan hingga seluruh pelarut etanol menguap. Ekstrak ditimbang dan disimpan dalam wadah gelas tertutup sebelum digunakan untuk pengujian (18).
4. Skrining fitokimia
a. Uji Alkaloid
Uji alkaloid dilakukan dengan cara memasukkan 1 ml ekstrak ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 2-3 tetes pereaksi dragendorf. Hasil positif adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan oranye/jingga (19).
b. Uji Flavonoid
Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan 0,5 gram serbuk magnesium dan 10 tetes HCl pekat, bila bereaksi positif akan menghasilkan larutan berwarna jingga, merah muda atau merah (19).
c. Uji Steroid dan Triterpenoid
Sebanyak 2 ml ekstrak ditambahkan asam asetat anhidrat sebanyak 10 tetes dan asam sulfat pekat sebanyak 2 tetes. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan selama beberapa menit. Adanya steroid ditunjukan oleh warna biru atau hijau, sedangkan triterpenoid memberikan warna merah atau ungu (19).
d. Uji Saponin (Uji Busa)
Sebanyak 2-3 mL ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 mL air panas lalu didinginkan, kemudian dikocok kuat kuat selama 10 detik lalu ditambahkan 1 tetes HCl 2 N. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil setinggi 1-10 cm selama tidak kurang dari 10 menit (19).
e. Uji Tanin
Untuk uji tanin, sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 5%, bila bereaksi positif akan menghasilkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam (19).
5. Formulasi sediaan sampo
Formulasi sediaan sampo dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Formulasi Sediaan Sampo
Keterangan :
F0 : Blangko
F1 : Formula ekstrak bunga tembelekan konsentrasi 5 %
F2 : Formula ekstrak bunga tembelekan konsentrasi 10 %
F3 : Formula ekstrak bunga tembelekan konsentrasi 15 %
6. Pembuatan sediaan sampo
Ditimbang semua bahan yang digunakan sesuai dengan formulasi. CMC dikembangkan dengan air panas di dalam mortar (M1). Metil paraben dilarutkan dengan beberapa tetes etanol hingga larut (M2). Sebagian aquades dipanaskan di atas hot plate pada suhu 60℃ dan dimasukkan natrium lauril sulfat, aduk hingga homogen. Cocamide DEA ditambahkan ke dalamnya sambil terus diaduk hingga homogen. M1 dan M2 dicampurkan ke dalamnya dan diaduk sampai cairan mengental (M3). Ekstrak bunga tembelekan 10% dicampurkan ke dalam M3, aduk hingga homogeny Larutan sampo M3 ditambahkan Asam sitrat yang telah dilarutkan dengan beberapa tetes etanol dan diaduk. Larutan sampo M3 didinginkan dan ditambahkan menthol yang telah dilarutkan dengan beberapa tetes etanol dan diaduk. Dicukupkan dengan aquades hingga 50 mL dan diaduk hingga homogen. Untuk pembuatan sampo antiketombe dengan konsentrasi 15% dan 20% dilakukan dengan cara yang sama (20).
7. Uji fisik sediaan sampo
Pengujian mutu fisik sediaan sampo meliputi permeriksaan pH, pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan viskositas, pemeriksaan tinggi busa (21).
a. Pemeriksaan pH
Menggunakan pH meter digital yang telah dikalibrasi, sediaan sampo diukur sampai terlihat nilai pH tercantum pada pH meter.
b. Pemeriksaan Organoleptis
Identifikasi awal sediaan sampo antiketombe ekstrak bunga tembelekan dengan menggunakan panca indra seperti melihat warna, bau dan citra sentuhan (21).
c. Pemeriksaan Homogenitas
Sediaan sampo diamati apakah terdispersi secara merata atau tidak merata caranya dengan mengambil sedikit lalu di oleskan pada kaca transparan lalu mengamatinya apa ada butiran kasar atau tidak (12).
d. Pemeriksaan Viskositas
Dengan menggunakan viskosmeter brookfield dan spindel no.4, pada kecepatan 12 rpm, spindel dicelupkan pada sediaan, lalu nyalakan alat viskometer amati jarum merah yang ada dan jarum merah tidak bergerak catat angka yang tertera apa viscometer (22).
e. Pemeriksaan Tinggi Busa
Sampel ditimbang sebanyak 1 g dimaksukan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan aquades sampai 10 ml, dikocok tabung reaksi, lalu kemudian diukur tinggi busa yang dihasilkan (12).
8. Uji Aktivitas Anti Jamur
Disiapkan cawan petri yang sudah disterilkan dalam oven. Tambahkan media SDA sebanyak 15 ml, kemudian dimasukkan kedalam cawan petri dan biarkan memadat. Paper disk blank, kemudian dicelupkan pada sediaan sampo ekstrak bunga tembelekan dengan konsentrasi yang berbeda (5%, 10% dan 15%), serta membuat kontrol positif (sampo nature) dan kontrol negatif (basis sampo). Paper disk blank yang telah dicelupkan diambil dan ditempelkan pada permukaan atas media SDA pada cawan petri Lalu diinkubasi dalam inkubator selama 2 hari pada suhu 20-30°C dan diukur zona hambat yang terbentuk didaerah sekitar paper disk blank (23).
Analisis Data
Analisis dilakukan terhadap data diameter zona hambat dengan membagikan diameter zona hambat sampo cair dengan menggunakan uji ANOVA pada SPSS (24).
a. Ekstraksi
Bunga tembelekan sebanyak 5 kg yang telah dikumpulkan dicuci dengan air mengalir, dilakukan perajangan kemudian dikeringkan dan diperoleh simplisia sebanyak 500 g. Hasil randemen simplisia diperoleh sebanyak 10%. Kemudian diekstraksi dengan metode maserasi sebanyak 500 g dengan pelarut etanol 96%. Dipekatkan dengan rotary evapator diperoleh ekstrak kental sebanyak 87,07 g. Hasil randemen ekstrak etanol bunga tembelekan adalah 17,41%.
b. Skrining Fitokimia
Hasil data uji skrining fitokimia dari ekstrak etanol bunga tembelekan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Hasil Uji skrining fitokimia ekstrak etanol bunga tembelekan
c. Pengujian Sediaan Sampo
Uji Organoleptis
Hasil pengamatan uji organoleptis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Hasil Uji organoleptis sediaan sampo antiketombe ekstrak etanol bunga tembelekan
Uji pH, homogenitas, tinggi busa, viskositas
Hasil pengamatan uji organoleptis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Hasil pengamatan uji pH, homogenitas, tinggi busa, viskositas
d. Hasil Uji Aktivitas Antijamur
Hasil uji aktivitas antijamur sampo antiketombe ekstrak etanol bunga tembelekan terhadap jamur M.furfur dan C.albicans dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil uji Aktivitas antijamur sediaan sampo terhadap jamur M. furfur dan C.albicans
c. Hasil Analisis Data Statistik
Hasil uji statistik one way anova memperoleh nilai sig. 0,000 (p < α 0,05) maka dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara perlakuan. Hasil uji lanjutan tukey HSD diketahui bahwa konsentrasi F1, F2 dan F3 sama sama berbeda signifikan terhadap kontrol negatif namun tidak berbeda terhadap kontrol positif serta tidak terdapat perbedaan diantara F1, F2 dan F3 maka dapat disimpulkan bahwa F1 merupakan konsentrasi yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur M.furfur.
Hasil uji statistik one way anova memperoleh nilai sig. 0,000 (p < α 0,05) maka dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara perlakuan. Hasil uji lanjutan tukey HSD diketahui bahwa konsentrasi F1, F2 dan F3 sama sama berbeda signifikan terhadap kontrol negatif namun tidak berbeda terhadap kontrol positif serta tidak terdapat perbedaan diantara F1, F2 dan F3 maka dapat disimpulkan bahwa F1 merupakan konsentrasi yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur C.albicans.
a. Skrining Fitokimia Hasil uji skrining fitokimia ekstrak bunga tembelekan menghasilkan senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, saponin. Adanya senyawa tersebut membuat bunga tembelekan mampu menghambat pertumbuhan jamur. Hasil skrining pada penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wardani, et al. (25) dan Indrayani (26). Penelitian lain yang terkait dilakukan oleh Fonseca, et al. (27) meneliti kandungan bunga tembelekan adalah senyawa fenolik, glikosida feniletanoid yang juga dapat berfungsi sebagai antioksidan.
b. Pengujian Sediaan Sampo
Organoleptis
Organoleptis meliputi pengamatan dari bentuk, warna, dan aroma sediaan. Hasil pengamatan organoleptis sampo antiketombe ekstrak bunga tembelekan dengan berbagai konsentrasi menunjukkan bentuk sampo cairan kental dan sedikit busa, warna F0 menunjukan warna putih, F1 berwarna cokelat bening, F2 kuning kecoklatan, dan F3 coklat kekuningan, dengan bau mentol dan khas bunga tembelekan pada semua formulasi. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak bunga tembelekan pada sediaan sampo maka semakin pekat warna kuning kecoklatan pada sediaan sampo (28).
pH
Pengukuran pH sediaan sampo anti ketombe dilakukkan dengan menggunakan pH meter. pH sampo menurut standar SNI No. 06- 2692-1992 yaitu berkisar 5,0-9,0 dimana angka tersebut merupakan pH normal kulit agar sampo yang dibuat tidak mengiritasi kulit kepala. pH sampo terlalu asam maupun terlalu basa akan mengiritasi kulit kepala. pH merupakan parameter yang dapat mempengaruhi daya absorpsi sediaan kedalam kulit. Pemeriksaan pH bertujuan untuk melihat derajat keasaman dari sediaan sampo (29). Pengujian pH pada sampo dari ekstrak etanol bunga tembelekan yaitu diperoleh konsentrasi 5% di dapat nilai pH 5,4, pada konsentrasi 10% di dapat nilai pH 5,6, dan pada konsentrasi 15% di dapat nilai pH 5,8. Nilai pH ketiga formulasi sampo ekstrak etanol bunga tembelekan yang didapat antara 5,4-5,8 memenuhi persyaratan SNI karena masih berada pada rentang pH sesuai persyaratan.
Tinggi Busa
Uji tinggi busa pada sampo dari ekstrak etanol bunga tembelekan yaitu diperoleh konsentrasi 5% di dapat tinggi busa 7,3 cm, pada konsentrasi 10% di dapat nilai tinggi busa 7,7 cm, dan pada konsentrasi 15% di dapat nilai tinggi busa 8,4 cm. Nilai tinggi busa ketiga kosentrasi formulasi sampo ekstrak etanol bunga tembelekan yang didapat antara 7,3 – 8,4. Pengukuran tinggi busa untuk mengontrol suatu produk deterjen agar menghasilkan sediaan yang sama yang memiliki kemampuan menghasilkan busa. Tidak ada syarat tinggi busa maksimum atau minimum, karena tinggi busa tidak menunjukan kemampuan dalam membersihkan. Untuk tinggi busa yang baik dari ke tiga konsentrasi formula yaitu pada F III dengan nilai tinggi busa 8,4 cm, karena semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula nilai tinggi busa yang didapat (30).
Homogenitas
Pemeriksaan homogenitas pada sediaan sampo diamati apakah terdispersi secara merata atau tidak dengan cara mengocok sediaan shampo lalu mengamatinya. Sediaan sampo yang baik yaitu sediaan sampo yang homogen, dalam arti tercampurnya atau terdispersinya semua bahan secara sempurna (30). Dari hasil pengamatan terlihat, bahwa keempat sediaan sampo ekstrak etanol bunga tembelekan tercampur secara homogen.
Viskositas
Uji viskositas bertujuan untuk melihat kekentalan dari sediaan, yang berpengaruh dengan kemudahan tuang saat penggunaan. Nilai viskositas berdasarkan standar persyaratan sampo yaitu 400-4000 cPs. Berdasarkan hasil viskometer Brookfield sediaan sampo ekstrak bunga tembelekan didapatkan hasil bahwa viskositas yang dihasilkan di dari berbagai konsentrasi yang didapat rata-rata adalah FI 475,5 cP, FII 474,0 cP, FIII 472,2 cP. Dari pengamatan tersebut konsentrasi sampo antiketombe ekstrak bunga tembelekan, nilai viskositas paling tinggi adalah pada sampo yang mengandung ekstrak bunga tembelekan dan memiliki konsentrasi 5% dengan nilai viskositas 475,5 cP, sedangkan viskositas nilai terendah pada sampo yang memiliki konsentrasi FIII dengan nilai viskositas 472,2 cP. Dapat disimpulkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak bunga tembelekan dapat mempengaruhi kekentalan sediaan sampo bunga tembelekan hal ini disebabkan Penambahan ekstrak dapat menurunkan viskositas karena memiliki sifat cair, sehingga semakin tinggi konsentrasi ekstrak tanaman pada formulasi, semakin rendah viskositasnya.
c. Uji Aktivitas Antijamur Sediaan Sampo
Hasil uji aktivitas antijamur menunjukan bahwa sampo ekstrak bunga tembelekan dapat membunuh jamur C.albicans. Besarnya daya hambat searah dengan besarnya konsentrasi, zona hambat terbesar terdapat pada F3 dengan rata-rata 26,25 mm ± 3,105. Pada jamur M.furfur, daya hambat terbesar diperoleh pada konsentrasi tertinggi yaitu F3 didapat zona hambat rata-rata 29,38 mm ± 0,506. Berdasarkan katagori zona hambat jamur, F3 termasuk dalam katagori sangat kuat. Salah satu yang mempengaruhi zona hambat adalah konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi sampo estrak bunga tembelekan maka semakin banyak mikroorganisme yang dapat dihambat, sehingga diameter zona hambat juga semakin besar. Hal ini disebabkan senyawa kimia yang terkandung dalam bunga tembelekan seperti flavonoid dan saponin.
Menurut penelitian Parwati et al., (2019) ekstrak etanol bunga L.camara mengandung senyawa antibakteri yang bersifat non polar, yaitu steroid, senyawa semi polar yaitu alkaloid dan tanin serta senyawa polar yaitu flavonoid, alkaloid, saponin dan tanin (15). Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol bunga tembelekan (Lantana camara L.), mengandung golongan senyawa kimia metabolit sekunder yaitu: flavonoida, glikosida, saponin, steroida/triterpenoida, dan tanin. Terdapatnya berbagai senyawa kimia ini, terutama polifenol flavonoid dan tannin, sangat berpotensi untuk menghambat pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Senyawa alkaloida dan steroida juga berkemungkinan sebagai pendukung potensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri (14). Flavonoid memiliki kandungan senyawa geneistein yang bermanfaat sebagai penghambat pembelahan atau poliferasi sel pada mikroba termasuk jamur. Golongan senyawa flavonoid menghambat pertumbuhan jamur dengan cara merusak dinding sel jamur. Flavonoid mengandung fenol yang akan berikatan dengan ergosterol yang merupakan penyusun membran sel jamur kemudian menyebabkan terbentuknya pori pada membran sel yang mengakibatkan komponen sel jamur seperti asam amino dan asam karbosilat keluar dari sel hingga mengakibat kan kematian jamur (31).
Pada penelitian yang dilakukan Yulia dkk., (2021) tentang analisis komponen kimia dan aktivitas antibakteri dalam minyak atsiri bunga lantana (Lantana camara L.), minyak esensial dari bunga menunjukkan aktivitas antibakteri dengan penghambatan pada konsentrasi 10% dan 20% terhadap bakteri pathogen E.coli (8,4mm; 9,6mm), Basilus subtilis (9,6mm; 10,8mm), Pseudomonas aeruginosa (8,3mm; 9,3 mm), dan Propionibacterium acnes (7,6 mm; 8,7 mm) menunjukkan dari zona hambat yang terbentuk, zona hambat pada konsentrasi 20% lebih besar dari pada konsentrasi 10% (17).
Penelitian lainnya yang dilakukan Sitompul menunjukkan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol daun Allamanda chatarica 15% dan 30% pada formulasi sediaan sampo antiketombe diikuti dengan penambahan diamter zona hambat pad setiap variasi konsentrasi yang menunjukkan peningkatan aktivitasnya terhadap C.albicans. Sampo antiketombe ekstrak daun Allamanda chatharica dengan konsentrasi 30% (F2) mempunyai aktivitas antijamur paling baik dibandingkan dengan konsentrasi 15% (32).
Penelitian yang dilakukan Azzahra memperoleh hasil bahwa sampo ekstrak daun rambutan dengan konsentrasi tertinggi 30% mempunyai efektivitas paling baik dalam menghambat jamur Malassezia fur-fur. Hasil uji statistik diektahui bahwa penambahan konsentrasi ekstrak daun rambutan berpengaruh secara singifikan dengan nilai sig. 0,000 <0,05) (33).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol bunga tembelekan dapat diformulasikan ke dalam bentuk sediaan sampo antiketombe dengan menggunakan tiga konsentrasi yaitu konsentrasi 5%, 10%, dan 15%. Hasil pengujian sifat fisik sediaan sampo anti ketombe estrak etanol bunga tembelekan memenuhi persyaratan dengan standar yang di tetapkan SNI No. 06- 2692-1992 yaitu pada uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji tinggi busa dan uji viskositas.
Sediaan sampo antiketombe bunga tembelekan memiliki aktivitas antijamur terhadap pertumbuhan jamur M.furfur dan C.albicans. Aktivitas antibakteri yang paling besar adalah F3 konsentrasi 15%, namun konsentrasi yang paling efektif adalah F1 konsentrasi 5% artinya tidak ada perbedaan yang signifikan pada setiap konsentrasi dengan kontrol positif.
1. Ambarwati Y&. Dasar-Dasar Kosmetik Untuk Rias. Vol. 53. Jakarta: LPP Press Universitas Negeri Jakarta; 2015. 1–123 p.
2. Saraswati, Ridha, Annisa. Putriana, Aliza N. Formulasi Shampo Anti Ketombe dan Anti Kutu Rambut dari Berbagai Macam Tanaman Herbal. Farmaka. 2013;15(1):248–60.
3. Malonda TC, Yamlean PVY, Citraningtyas G. Formulasi Sediaan Sampo Antiketombe Ekstrak Daun Pacar Air (Impatiens balsamina L.) Dan Uji Aktivitasnya Terhadap Jamur Candida albicans ATCC 10231 Secara in Vitro. J Ilm Farmas Universitas Sam Ratulangi, Manad. 2017;6(4):ISSN 2302-2493.
4. Sihombing MA, Saraswati I. Uji Efektivitas Antijamur Ekstrak Biji Pepaya ( Carica papaya L.) Terhadap Pertumbuhan Malassezia furfur Secara In Vitro. 2018;7(2):724–32.
5. Iskandar Y, Soejoto BS, Hadi P. Perbandingan Efektivitas Air Perasan Jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Dengan ketokonazol 2% Sebagai Antijamur Malassezia furfur Secara in Vitro. Diponegoro Med J (Jurnal Kedokt Diponegoro). 2017;6(2):1394–401.
6. Harada K, Saito M, Sugita T, Tsuboi R. Malassezia Species and Their Associated Skin Diseases. J Dermatol. 2015;42(3):250–7.
7. Schwartz JR, Deangelis YM, Dawson TL. Dandruff and Seborrheic Dermatitis: A Head Scratcher. :1–26.
8. Mutia S. Formulasi dan Uji Efektivitas Antibakteri Sediaan Pasta Gigi Ekstrak Etanol 70% daun Kapuk Randu (Ceiba petandra L. Gaetrn) terhadap Bakteri Streptococcus mutans. 2021;
9. Rahmah N, S MP, Aryati D, Handayani D, Tri H. Using Tembelek (Lantana camara) Plants As The Basic Material Of Mosquito Repellent Lotion. 2010;113–26.
10. Sari M, Diana VE, Hidayah Y. Uji Antibakteri Ekstrak Daun Lantana camara L. terhadap Staphylococcus epidermis, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. J Islam Pharm. 2023;8(1).
11. Sari M, Chan A, Nasution GS, Mendrofa DK. Uji Antiseptik Sabun Cair Ekstrak Daun Lantana camara L. Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus sp. Maj Farmasetika. 2022;7(3):227.
12. Sari M, Triski BG. Uji Aktivitas Antimikroba Sediaan Sabun Cair Kewanitaan Dari Ekstrak Daun Lantana camara L. Maj Farmasetika [Internet]. 2024;9(1):36–55. Available from: https://journal.unpad.ac.id/farmasetika/article/viewFile/49701/21197
13. Xu Z, Wang Z, Yuan C, Liu X, Yang F, Wang T, et al. Is Associated With The Conjoined Interactions Between Host & Microorganisms. Sci Rep. 2016;6(1):1–9.
14. Fatimah C. Pembuatan dan Uji Potensi Nanoherbal dan Ekstrak Bunga Tembelekan (Lantana cemara Linn.) sebagai Antituberkulosis dan Toksisitas Akut pada Hewan Percobaan. J Pembang Wil Kota. 2021;1(3):82–91.
15. Parwati, Ridhay A, Syamsuddin. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Bunga Tembelekan (Lantana camara Linn) Dari Beberapa Tingkat Kepolaran Pelarut. 2019;5(April):39–47.
16. Alfaray RI, Sa R, Yodianto L, Batsaikhan S, Rezkitha AA. Tumbuhan Tembelek liar (Lantana camara) sebagai produk alami bioaktif yang potensial terhadap Streptococcus pyogenes di Indonesia. 2020;4:77–85.
17. Atsiri M, Lantana B, Camaral L, No JR, Laweyan K, Surakarta K, et al. Analisis Komponen Kimia dan Aktivitas Antibakteri Dalam. 2021;14(01).
18. Sari M, Sari M, Aswi CN. Antibacterial activity test of solid soap with torch ginger’s (Etlingera elatior (Jack) R.M.sm.) flower extract. Bioma J Ilm Biol. 2022;11(2).
19. Grace R, Lumbantoruan A, Sari M. Karakterisasi, Penapisan Fitokimia Dan Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Sisik Naga (Drymoglossum piloselloides (L.) Characterization, Phytochemical Screening And Toxicity Test Of Dragon Scale Leaf Methanol Extract (Drymoglossum piloselloides L . 2023;8(1):29–41.
20. Siagian AS, Widjaja H. Pengaruh Perbedaan Konsetrasi Climbazole Dalam Sediaan Sampo Antiketombe Terhadap Stabilitas Fisik Dan Aktifitas Antijamur Candida albicans. Parapemikir J Ilm Farm. 2021;11(1).
21. Siagian AS, Widjaja H. Pengaruh Perbedaan Konsetrasi Climbazole Sediaan Sampo Antiketombe Terhadap Aktifitas Antijamur Candida albicans. 2022;11(1):85–93.
22. Sari M, Leny L, Cahyani A. Formulasi Obat Kumur Ekstrak Drymoglossum piloselloides L. sebagai Antibakteri Streptococcus sp. Maj Farmasetika. 2023;8(4).
23. Khusnul K. Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun Karuk (Piper sarmentosum Roxb) dan Rimpang Lengkuas Putih (Alpinia galanga L) Terhadap Pertumbuhan Jamur Penyebab Ketombe Secara In Vitro. J Kesehat Bakti Tunas Husada J Ilmu-ilmu Keperawatan, Anal Kesehat dan Farm. 2018;18(2):249–59.
24. Santoso S. Panduan Lengkap SPSS 26. Elex Media Komputindo; 2020.
25. Wardani IGAAK, Rahayu NPS, Udayani NNW. Effectiveness of Tembelekan Flower Extract Spray (Lantana camara L.) as Aedes aegypti Repellent. J Ilm Medicam. 2022;8(1).
26. Indrayani F, Wirastuty RY. In-vitro Anti-tuberculosis Activity and Phytochemical Screening of Lantana (Lantana camara L.) Flower. Pharm J Farm Indones (Pharmaceutical J Indones. 2021;18(2).
27. da Fonseca AM, Luthierre Gama Cavalcante A, Mendes AM dos S, da Silva FDFC, Ferreira DCL, Ribeiro PRV, et al. Phytochemical study of Lantana camara flowers, ecotoxicity, antioxidant, in vitro and in silico acetylcholinesterase: molecular docking, MD, and MM/GBSA calculations. J Biomol Struct Dyn. 2023;41(19).
28. Ginting OSB, Rambe R, Athaillah A, Mahara HS P. Formulasi Sediaan Sampo Anti Ketombe Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifilia (Tenore) Steen) Terhadap Aktivitas Jamur Candida albicans Secara In Vitro. Forte J. 2021;1(1):57–68.
29. Standar Nasional Indonesia. SNI No. 06-2692-1992 tentang Shampoo. Jakarta; 1992.
30. SNI 06-2692-1992. Formulasi Standarisasi Nasional. :1-2 P.
31. Lukman A, Wahyuni A. Formulasi Sampo Perasan Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C) dan Uji Aktivitas Anti Ketombe Terhadap Jamur Penyebab Ketombe (Pityrosporum ovale) Secara In Vitro. J Penelit Farm Indones. 2017;6:35–41.
32. Sitompul MB, Yamlean PVY, Kojong NS. Formulasi Uji Aktivitas Sediaan Sampi Antiketombe Ekstrak Etanol Daun Alamanda ( Allamanda cathartica L .) terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans Secara In Vitro. 2016;5(3):122–30.
33. Azzahra H, Shalihah F, Aeniah S, Rahmawati IP, Tyasmita P, Ningrum A, et al. Formulasi Sampo Anti Ketombe Dari Ekstrak Daun Rambutan ( Nephelium lappaceum L .) Sebagai Furfur Malassezia Antifungal. 2023;(1):114–27.
https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/57191/0
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 518-525 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50295 Artikel Penelitian Nabilah Arrohmah1, Qurrotul Lailiyah2, Yully Anugrahayu…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 506-517 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.50293 Artikel Penelitian Vira Herawati*1, Evi Nurul Hidayati2, Sardjiman…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 489-505 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57607 Artikel Penelitian Mahirah Mardiyah, Lubna Khairunisa, Vina Oktaviany…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 472-488 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.56360 Artikel Review Ira Dwi Fatma1, Yuni Kartika1, Raden…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 458-471 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.57440 Artikel Penelitian Sisilia Luhung * , Muh. Taufiqurrahman,…
Majalah Farmasetika, 9 (5) 2024, 429-442 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i5.56837 Artikel Penelitian Neny Rasnyanti M Aras*, Mega Fia…
This website uses cookies.