Sistem Penghantaran Obat Limfatik: Peningkatan Bioavailabilitas Obat dengan Nanopartikel

Majalah Farmasetika, 8 (5) 2023, 475-502

https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.vv8i5.47852

Artikel Review

Dinda Firanitha Tsamarah*1, Ahda Salsabila Izzaturrahmi1, Iyan Sopyan2


1Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran.
2Departemen Farmasetika dan Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran.
Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Sumedang 45363, Jawa Barat, Indonesia

*E-mail: dinda20015@mail.unpad.ac.id

(Submit 25/06/2023, Revisi 30/06/2023, Diterima 26/07/2023, Terbit 10/08/2023)

Abstrak

Sistem limfatik saat ini telah banyak digunakan sebagai jalur penghantaran obat terutama pada terapi antikanker, antivirus, dan imunologi. Jalur ini juga telah terbukti memiliki keunggulan yang dapat memberikan efek terapi yang lebih baik. Akan tetapi, sediaan farmasi untuk obat-obatan bertarget di limfatik kini termasuk pada Biopharmaceutics Classification System (BCS) kategori II, yaitu sediaan dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang baik. Hal ini akan berdampak pada bioavailabilitas dan efektivitas suatu sediaan untuk mencapai efek terapeutiknya. Masalah ini dapat diatasi dengan formulasi nanopartikel. Artikel ini akan membahas upaya peningkatan bioavailabilitas suatu sediaan dengan nanopartikel. Metode yang digunakan adalah studi literatur jurnal internasional yang dipublikasikan pada Pubmed dan Scopus dengan batas waktu 10 tahun terakhir. Berdasarkan hasil beberapa penelitian terkait, nanopartikel seperti liposom, solid lipid nanoparticle, SMEDDS, dan beberapa nanopartikel lainnya telah teruji dapat meningkatkan bioavailabilitas sediaan farmasi yang bertarget pada sistem limfatik dan dapat dikembangkan lebih lanjut agar memberikan hasil yang lebih maksimal..

Kata kunci: Bioavailabilitas, Nanopartikel, Sistem penghantaran obat limfatik

Teks Lengkap:

PDF

Pendahuluan

Sistem limfatik atau sering disebut sistem limfoid adalah suatu komponen dari sistem peredaran darah yang memiliki peran penting dalam fungsi kekebalan tubuh dan kelebihan drainase cairan ekstraseluler.[1] Dalam sistem limfatik terdapat pembuluh limfatik dan pleksus, limpa, kelenjar getah bening, timus dan amandel yang berperan penting dalam kekebalan tubuh. Jika dilihat pola dan bentuk saluran limfatik bervariasi dan kompleks namun biasanya paralel dengan sistem pembuluh darah perifer. Fungsi utama dari sistem limfatik yaitu menyeimbangkan cairan tubuh dan mengangkut sel imun ke seluruh tubuh.[2] Sistem limfatik memiliki lima struktur utama yaitu kapiler, pengumpul pembuluh darah, kelenjar getah bening batang dan saluran. Tidak hanya itu struktur dan fungsi limfatik akan berbeda untuk tiap organ, misalnya limfatik pada usus dapat berfungsi untuk mengangkut vitamin yang telah larut pada lemak.[3]

Tubuh manusia memiliki sekitar 600-700 kelenjar getah bening dari ujung terminal sistem limfatik sebelum getah bening kembali ke sistem peredaran darah. Terdapat saluran yang dapat menghubungkan organ getah bening yaitu sumsum tulang, kelenjar getah bening, limpa, dan kelenjar timus. Secara anatomi, sistem limfatik memiliki sifat unilateral dengan perilaku sinergis dalam sistem kardiovaskular. Sedangkan secara fisiologi limfatik dimulai dari kapiler awal kemudian getah bening dikirim dengan melawan tekanan gradien kembali ke dalam darah. Gerakan tersebut terjadi pada pembuluh limfatik yang dapat mendorong getah bening.[4]

Sistem limfatik merupakan salah satu target yang penting untuk terapi antivirus, terapi antikanker, dan imunologi, serta telah menjadi alternatif jalur baru sebagai target pengobatan penyakit lainnya karena pemberian obat melalui sistem limfatik memiliki keuntungan dari segi metabolisme. Ketika obat melalui sistem limfatik, obat dapat terhindar dari first pass effect yang terjadi di hati sehingga dapat menargetkan kerja obat secara efisien pada penyakit yang menyebar melalui sistem limfatik. Selain itu, penargetan melalui limfatik akan efektif untuk penyakit yang menyebar melalui sistem limfatik dengan distribusi yang lebih luas dan dapat meningkatkan akses obat ke sel-sel imun dan antigen, terutama pada pengobatan penyakit yang melibatkan respons imun.[5] Untuk pengobatan dengan target sistem limfatik, sangat diperlukan pengembangan sistem penghantaran obat yang dapat menghantarkan dan mempertahankan dosis obat tinggi pada target kerja di sistem limfatik untuk mengefisiensikan pengobatan secara maksimum namun meminimalkan efek samping pada organ yang normal. Terdapat empat syarat utama untuk penghantaran obat yang efektif, yaitu retensi obat selama memberikan, menghindari penghancuran oleh mekanisme pertahanan tubuh, menargetkan obat agar dapat terakumulasi secara eksklusif di tempat target, dan melepaskan obat dari tempat dari sistem penghantaran di tempat target.[6,7]

Bentuk sediaan dari obat-obatan bertarget sistem limfatik berbagai macam, namun didominasi oleh sediaan solid (kapsul dan tablet) dan larutan. Sehingga obat-obatan yang  bertarget  pada  system  limfatik  memiliki  berbagai  rute  pemberian  baik

secara oral, intravena, subkutan, intramuskular, dan intradermal. Pada rute pemberian secara subkutan, intramuskular, dan intradermal yang digolongkan sebagai jalur interstisial, menunjukkan hasil penyerapan ke limfatik yang lebih besar dan efek terapeutik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan rute pemberian secara oral dan intravena.[4] Pemberian obat melalui rute subkutan dinilai dapat meningkatkan tekanan interstisial sehingga sistem limfatik akan mengalirkan kelebihan cairan dari area tersebut.[8] Selain itu pemberian obat menuju sistem limfatik dapat diberikan secara transdermal. Rute ini dapat secara signifikan menghantarkan obat ke sistem limfatik. Dermis akan mengalami vaskularisasi oleh pembuluh darah sehingga sel, cairan interstisial, dan partikel besar dapat bersirkulasi ke kelenjar getah bening sehingga obat dapat secara efisien mencapai reservoir. Pemberian secara transdermal dapat menghindari first pass effect, menurunkan frekuensi dosis dan efek samping, hingga menurunkan toksisitas. Selain bentuk sediaan yang memiliki pengaruh terhadap keefektifan suatu obat terdapat beberapa faktor lainnya seperti ukuran nanopartikel, berat molekul, hidrofobisitas potensial, muatan permukaan nanopartikel dan faktor fisikokimia. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin cepat pelepasan obatnya. Untuk berat molekul yang rendah akan memiliki mobilitas yang lebih baik, kemudian untuk sediaan lipid faktor hidrofobisitas sangat mempengaruhi sediaan tersebut.[9]

Dari berbagai rute pemberian obat, rute oral lebih disukai dibandingkan dengan rute lainnya karena memiliki beberapa keuntungan, seperti tidak menyebabkan rasa sakit, administrasi yang nyaman, penerimaan yang lebih tinggi, dan cocok untuk pasien rawat jalan. Terdapat hambatan di saluran pencernaan yang mempengaruhi efektivitas pengiriman obat melalui rute oral, seperti degradasi kimiawi dan enzimatik. Selain itu, monolayer sel epitel yang ada dalam membran saluran pencernaan juga berperan dalam permeabilitas yang rendah bagi beberapa senyawa. Namun, ada juga kelemahan utama yang tak dapat dihindari. Salah satunya adalah rendahnya bioavailabilitas akibat sensitivitas lambung, penyerapan yang terbatas di usus, serta metabolisme awal di hati. Ukuran molekul dan kelarutan obat merupakan faktor penting dalam menentukan cara pemberian obat. Setelah diberikan secara oral, obat diserap oleh usus kecil dan masuk ke dalam sistem vena portal usus atau sistem limfatik. Usus memiliki pasokan darah yang melimpah serta jaringan kapiler getah bening. Oleh karena itu, obat sebaiknya diserap melalui kapiler darah, mengingat aliran darah portal memiliki volume 500 kali lebih besar daripada getah bening usus, dan mengalami metabolisme awal di hati. Untuk mengatasi hambatan ini, produk berbasis nanoteknologi seperti nanostructured lipid carriers (NLC), solid lipid nanoparticles (SLN), liposom, dan sebagainya, telah menghasilkan peningkatan dalam distribusi oral dengan meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi efek samping, dan memperbaiki interaksi dengan makanan. Penggunaan nanocarrier juga penting dalam meningkatkan kelarutan obat yang memiliki kelarutan rendah dan melindunginya dari bahan kimia dan degradasi enzimatik di saluran pencernaan.[10,11]

Sistem limfatik ini tidak mudah untuk diakses dan sulit jika menggunakan formulasi obat konvensional, sehingga digunakan salah satu pembawa obat yang dapat

mengangkut obat secara efektif untuk penargetan getah bening yang dapat meningkatkan permeabilitas obat, memberikan efisiensi obat yang lebih tinggi dengan efek samping yang lebih sedikit.[12] Selain itu, beberapa obat yang ditujukan pada sistem limfatik termasuk ke dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS) kategori II yaitu obat-obatan dengan kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi. Kelarutan obat yang kurang baik pada air menyebabkan bioavailabilitasnya menjadi rendah, seperti lurasidone hidroklorida[13], diacerein[14], topotecan[12], paclitaxel[16,17], efavirenz[18], dan masih banyak lagi. Hal ini memerlukan perhatian khusus karena bioavailabilitas yang merupakan ukuran kecepatan suatu obat diserap dan mencapai sirkulasi sistemik untuk menghasilkan efek terapeutik, menjadi salah satu parameter untuk melihat tingkat keefektifan suatu obat. Ketika suatu obat memiliki bioavailabilitas yang rendah, maka jumlah obat yang diharapkan untuk mencapai suatu target menjadi terbatas dan efektivitasnya pun menjadi rendah. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan bioavailabilitas yaitu mengubah target pengobatan, mengubah rute pemberian obat, ataupun memperbaiki formulasi terutama pada pembawanya.[19] Jalur limfatik lebih disukai untuk mengatasi masalah ini dan mengantarkan obat langsung ke sirkulasi sistemik. Dengan memanfaatkan jalur limfatik, metabolisme lintas pertama hati dapat dihindari sehingga terjadi peningkatan signifikan dalam bioavailabilitas obat.[20] Karena sistem limfatik terlibat dalam transportasi lemak dan lipid, formulasi obat berbasis lipid terutama diangkut melalui sistem limfatik.[21]

Dengan berbagai keunggulan pada penargetan sistem limfatik dan dapat menjadi alternatif jalur lain untuk pengobatan, artikel ini akan mengulas mengenai sistem penghantaran obat pada sistem limfatik dan lebih lanjut akan menjelaskan berbagai nanopartikel yang dapat digunakan pada suatu sediaan farmasi dengan target sistem limfatik agar dapat meningkatkan bioavailabilitas sediaan tersebut. Selain itu ulasan artikel ini akan menjelaskan beberapa macam obat yang bentuknya diubah menjadi sediaan nanopartikel seperti liposom, solid lipid nanoparticle (SLN), Self microemulsifying drug delivery system (SMEDDS), dan beberapa nanopartikel lainnya sehingga obat dengan bioavailabilitas yang tinggi dan bertarget pada sistem limfatik dapat dikembangkan lebih lanjut agar memberikan hasil yang lebih maksimal.

Metode

Metode yang digunakan untuk penulisan review ini adalah studi literatur yang dicari melalui situs Pubmed dan Scopus mengenai sistem penghantaran obat limfatik dengan menggunakan berbagai kata kunci yaitu “lymphatic drug”, “lymphatic system”, dan “lymphatic drug delivery system”, hingga didapatkan 58 literatur lalu dilakukan eksklusi dan inklusi sesuai kriteria yang dibutuhkan. Eksklusi pertama digunakan aplikasi mendeley agar tidak ada duplikasi jurnal. Eksklusi kedua dilakukan secara manual dengan kriteria eksklusi yaitu literatur berupa buku atau article review, dan inklusi dengan kriteria yaitu literatur berupa jurnal artikel penelitian yang dipublikasi 10 tahun terakhir (2013-2023). Selanjutnya pencarian literatur atau pustaka primer dieksklusi jika

tidak relevan dengan topik pembahasan mengenai peningkatan bioavailabilitas menggunakan berbagai jenis pembawa obat. Pencarian literatur menghasilkan 20 jurnal.

Gambar 1. Alur bagan alir review

Hasil dan Pembahasan

Gambar 2. Kerangka hasil dan pembahasan

Mekanisme Penghantaran Obat pada Sistem Limfatik

Terdapat tiga fase proses yang menggambarkan prinsip transportasi limfatik dan penyerapan formulasi berbasis lipid yaitu:

a.   Fase Pencernaan

Setelah ditelan, obat akan dipecahkan dengan enzim lambung kemudian terjadi gaya gesekan dalam perut yang membantu proses emulsifikasi formula. Tahap tersebut merupakan tahapan yang penting dimana terjadi pelepasan obat karena pengendapan atau pelarutan. Setelah itu obat akan tersolubilisasi menjadi misel dalam lambung. Pada tahap tersebut terjadi peningkatan konsentrasi garam empedu sehingga meningkatkan kelarutan lemak. Oleh karena itu, tahapan tersebut akan ditangkap dalam struktur koloid yang terdiri dari beberapa macam misel (unimelar, multilateral dan campuran). Inti dari proses ini adalah meningkatkan kelarutan lemak dan obat di dalam usus kecil untuk meningkatkan ketersediaan biologis.[22]

b.  Fase Absorbsi

Dalam tahap penyerapan ini terjadi penghilangan lipid utuh secara intraseluler. Pada transportasi limfatik obat yang bertanggung jawab adalah jalur 2-monogliserida dan jalur gliserol-3 fosfat (G3P). Kemudian trigliserida dan asam lemak akan diangkut melalui membran apikal enterosit dan lipid tersebut ditransfer ke sistem golgi dan lipoprotein akan dikeluarkan dari eritrosit dan menggunakan proses untuk transportasi limfatik usus.  Semua lipid diharapkan meninggalkan enterosit sebagai asam folat dan kumpulan lipid tersebut akan diangkut melalui portal dari eritrosit yang disebut kumpulan prekursor lipid.[23]

c.  Penyerapan Sirkulasi

Sebagian besar obat yang diberikan dengan rute oral akan melalui sirkulasi sistemik ke plasma portal. Tetapi obat yang memiliki nilai log P lebih dari 5 dan lebih dari 50 mg/mL kelarutan dalam trigliseridanya maka akan dikirim ke jalur limfatik sirkulasi sistemik dan menghambat metabolisme first pass effect. Dengan adanya lipid untuk produksi lipoprotein beberapa obat memiliki bioavailabilitas yang lebih baik. Oleh karena itu transport obat melewati sistem limfatik memerlukan rute pemberian dengan lipid yang dapat meningkatkan pembentukan lipoprotein.[10]

Gambar 3. Skema pemrosesan in-vivo dari pembawa obat lipid dan transportasi limfatik (diadaptasi dari (24))

Penghantaran obat yang ditargetkan pada sistem limfatik dapat melalui beberapa mekanisme, tergantung pada sifat kimia obat dan jalur administrasi yang digunakan. Berikut ini adalah beberapa mekanisme umum yang dapat memungkinkan obat mencapai sistem limfatik:

a.  Penyerapan melalui pembuluh limfatik

Ketika obat diberikan secara oral atau melalui injeksi subkutan, obat dapat diserap ke dalam pembuluh limfatik yang berada di dekat saluran pencernaan atau jaringan subkutan. Setelah itu obat dapat mengalir dengan aliran limfatik ke dalam sistem limfatik.

b.  Penyerapan melalui kapiler darah

Beberapa obat dapat diserap melalui pembuluh darah ke dalam jaringan sekitar pembuluh limfatik. Kemudian, obat dapat menembus dinding pembuluh limfatik dan masuk ke dalam sistem limfatik.

c.  Fagositosis oleh sel-sel limfoid

Sel-sel imun dalam sistem limfatik, seperti makrofag dan sel dendritik, dapat menyerap obat yang terlarut dalam darah atau cairan interstisial. Sel-sel ini kemudian dapat mengangkut obat ke dalam sistem limfatik melalui proses fagositosis.

d,.  Targeting khusus

Beberapa obat dapat dirancang untuk secara khusus menargetkan sistem limfatik. Misalnya, obat-obatan yang diambil secara oral dapat dilapisi dengan bahan yang dapat larut dalam cairan lambung, tetapi akan membentuk gel atau suspensi dalam pH netral di usus. Hal ini memungkinkan obat untuk melewati saluran pencernaan dan diserap oleh sel-sel limfoid dalam lapisan usus yang kemudian dapat memasukkannya ke dalam sistem limfatik.

Setelah obat mencapai sistem limfatik, obat dapat beredar melalui jaringan limfatik, mencapai organ-organ limfatik seperti kelenjar getah bening, dan berinteraksi dengan sel-sel limfoid atau sel-sel kanker yang ada di dalamnya. Mekanisme obat untuk mencapai sistem limfatik masih merupakan bidang penelitian aktif, dan penemuan baru terus dilakukan untuk meningkatkan pengiriman obat yang tepat ke sistem limfatik.[25]

Karakteristik Obat Bertarget pada Sistem Limfatik

Formulasi nanopartikel yang baik adalah muatan obat yang cukup untuk mencapai tingkat terapeutik, pelepasan obat yang terkendali dari nanopartikel dan translokasi nanopartikel yang baik ke sistem limfatik. Hal tersebut dapat dicapai dengan berbagai faktor yang harus dipertimbangkan seperti ukuran nanopartikel, berat molekul, hidrofobisitas potensial, muatan permukaan nanopartikel dan faktor fisikokimia lainnya.

a.Ukuran Nanopartikel

Salah satu faktor penting sediaan nanopartikel adalah ukurannya. Ukuran dari nanopartikel tersebut dapat mempengaruhi laju dan derajat pelepasan atau proses penyerapan dari suatu obat. Jika ukurannya semakin kecil maka akan semakin cepat pelepasan obatnya.[26] Ukuran partikel yang optimal untuk sistem limfatik gastrointestinal adalah 100-500 nm, namun ukuran tersebut lebih lambat penyerapannya dibandingkan dengan partikel yang memiliki ukuran 50-100 nm. Nanopartikel berbasis lipid yaitu liposom, nanostructured lipid carriers, dan solid

  lipid nanoparticle, memiliki ukuran partikel yang optimal yang didasarkan pada   penyerapan limfatik.[27] Selain itu terdapat ukuran nanopartikel dibawah 1 μm   yang diserap oleh sel M yaitu sel yang ada pada epitelium folikel dari peyer’s   patch yang merupakan sebuah jaringan limfatik atau disebut GALT dan akan   diangkut menuju basal. Terdapat ukuran partikel yang > 5 μm akan diserap oleh   sel M namun terperangkap pada peyer’s patch. Banyak rentang ukuran yang   berbeda, namun ukuran optimal untuk nanopartikel yang akan di transitosis oleh   sel M akan di bawah 1 μm atau dibawah 200 nm.[28]

b.  Hidrofobisitas Nanopartikel

Hidrofobisitas sediaan nanopartikel menjadi salah satu sifat fisikokimia yang penting sebagai penyerapan limfatik nanopartikel yang berbasis lipid. Terdapat hubungan antara hidrofobisitas partikel dengan sifat permukaannya yang dijadikan sebagai tanggung jawab untuk fagositosis dan serapan limfatik. Ketika terjadi penurunan hidrofobisitas maka juga dapat menurunkan fagositosis.[29] Terjadinya peningkatan opsonisasi karena opsonin yang lebih mudah untuk menempel pada permukaan hidrofobik dibandingkan dengan hidrofilik. Maka apabila terdapat lebih banyak hidrofobisitas NPS maka akan banyak fagositosis dan penyerapan limfatik yang akan meningkat. Contoh polimer yang relatif hidrofobik pada nanopartikel yaitu polistirena, poli (hidroksi butirat), poli (metil metakrilat), polylactic acid (PLA), dan poly(lactic acid-co-glycolic acid) (PGLA).[28]

c.  Berat Molekul Nanopartikel

Berat molekul merupakan salah satu faktor yang perlu untuk dipertimbangkan karena dapat mempengaruhi stabilitas, kapasitas muatan obat, biodistribusi dan interaksi dengan sistem biologis. Berat molekul pada nanopartikel akan bervariasi tergantung pada jenis nanopartikel yang akan digunakan. Berat molekul yang rendah (< 1000 Da) akan memiliki mobilitas yang lebih baik, mudah bergerak melalui jaringan, kemampuan penetrasi yang baik dan lebih mudah diserap oleh kapiler sebelum masuk ke sirkulasi sistemik. Sedangkan berat molekul yang lebih tinggi (>16.000 Da) akan lebih stabil secara struktural dan mudah terserap di sistem limfatik dibandingkan kapiler. Sehingga pemilihan berat molekul yang tepat untuk nanopartikel harus dipertimbangkan sesuai kebutuhan dan karakteristik spesifik yang diinginkan.[27,30]

d.  Muatan Permukaan Nanopartikel

Muatan permukaan nanopartikel merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas nanopartikel dan interaksi nanopartikel dengan sistem biologisnya. Hal tersebut dapat diatur dengan membuat rasio bahan pembentuk nanopartikel kationik dan anionik atau yang melapisi permukaan nanopartikel dengan suatu bahan yang mengandung muatan berbeda. Penyerapan nanopartikel bergantung pada muatan dan ukuran permukaan nanopartikel. Jika

  muatan permukaan negatif (nanoliposom lipid, nanosfer asam poliaktik-ko-  glikolat, dendrimer) dari membran selnya maka nanopartikel kationik akan   menunjukkan internalisasi sel atau serapan limfatik yang lebih tinggi jika   dibandingkan dengan nanopartikel anionik dan alami. Oleh karena itu NPS   anionik akan mendapatkan gaya tolak menolak elektrostatik dari matriks yang   memiliki muatan negatif. Kemudian untuk partikel yang bermuatan negatif maka   akan tertahan dengan periode waktu yang lebih lama di kelenjar getah bening.   Selain itu terdapat potensi zeta, jika nilai potensi zetanya -30 mV termasuk   anionik kuat, kemudian jika nilai potensial zeta +10mV dan -10 mV adalah netral   dan nilai potensial zeta +30mV termasuk kationik.[27,31]

Tabel 1. Karakteristik Obat Target Sistem Limfatik

Pada sediaan larutan yang akan ditujukan ke sistem limfatik, dapat mempertimbangkan karakteristik dari segi fisikokimia lainnya yaitu viskositas dan tekanan osmotiknya. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengoptimalkan tekanan osmotik dan viskositas pelarut obat agar dapat memaksimalkan efek pengobatan obat antikanker pada sel tumor di sinus limfatik lymph node (LN) metastatik. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model tikus dari metastasis LN, kemudian obat diberikan melalui jalur sistem limfatik untuk mencapai target pengobatan yaitu kelenjar getah bening yang mengandung tumor. Adanya perubahan tekanan osmotik dan viskositas larutan mempengaruhi efek anti tumor cisplatin dalam model tikus metastasis LN.[41]

Peningkatan tekanan osmotik dapat melebarkan pembuluh dan sinus limfatik sehingga akan meningkatkan aliran obat dan memungkinkan obat antikanker untuk mencapai targetnya (sekitar sel tumor) walaupun telah mengalami embolisasi di sinus limfatik. Akan tetapi jika tekanan osmotik terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya edema yang dianggap sebagai efek samping injeksi. Larutan dengan tekanan osmotik terlalu tinggi akan cenderung bocor keluar dari LN menghasilkan akumulasi cairan interstitial di sekitar subiliac lymph node (SiLN) untuk mengurangi tekanan osmotik. Sedangkan peningkatan viskositas larutan dapat meningkatkan retensi larutan, menginduksi nekrosis, mengurangi laju pengiriman, sehingga menghasilkan efek antitumor yang lebih kecil. Berdasarkan hasil pengujian, ukuran tekanan osmotik dan viskositas yang optimal yang sesuai untuk digunakan pada sistem penghantaran obat limfatik adalah tekanan osmotik sebesar 1.900 kPa dan viskositas sebesar 12 mPa‧s.[38] Studi lainnya menunjukkan bahwa formulasi dengan atau tanpa karboplatin pada tekanan osmotik dan viskositas masing-masing 1897 kPa dan 11,5 mPa·s, memberikan hasil parameter farmakokinetik yang paling menguntungkan. Namun kedua parameter  ini  masih  harus  dipelajari  lebih  lanjut  untuk  menentukan   rentang optimal dan menentukan apakah rentang optimal bervariasi antara jenis obat antikanker yang berbeda.[42]

Tabel 2. Obat Bertarget Sistem Limfatik

Gambar 4. Jenis-jenis nanopartikel (diadaptasi dari (47))

Jenis-Jenis Nanopartikel

Self Microemulsifying Drug Delivery System

Self microemulsifying drug delivery system (SMEDDS) merupakan suatu campuran isotropik dari minyak, surfaktan dan kosurfaktan. Ketika SMEDDS ini diberikan secara oral, maka motilitas lambung akan memberikan agitasi yang diperlukan untuk membentuk mikroemulsi. Dengan formulasi berbasis lipid dapat meningkatkan penyerapan dan bioavailabilitas oral pada obat lipofilik.[48] Dengan SMEDDS ini terdapat obat dalam bentuk tetesan berukuran nano yang dapat meningkatkan disolusi dan permeabilitasnya. Obat lurasidone hidroklorida termasuk kategori BCS kelas II yang memiliki bioavailabilitas yang rendah (9-19%) disebabkan kelarutan air yang buruk dan metabolisme lintas pertama ekstensif.[49]

Berdasarkan penelitian Patel, et al. (2019), untuk meningkatkan bioavailabilitas oral pada obat lurasidone hidroklorida dimodifikasi dengan formulasi berbasis lipid yaitu SMEDDS yang dapat meningkatkan kelarutan dan mencegah metabolisme first pass effect oleh penyerapan limfatik usus. Formulasi SMEDDS harus menyebar dengan mudah dan cepat setelah pemberian oral sehingga salah satu parameter yang penting untuk dinilai adalah spontanitas pembentukan mikroemulsi. Dalam pengembangan LH-SMEDDS dipilih Capmul MCM C8 sebagai minyak karena LH memiliki kelarutan yang tertinggi. Selain itu digunakan Cremophor EL (surfaktan, polyoxyl 35 castor oil) dan Transcutol HP (kosurfaktan, dietil glikol, monometil eter) memiliki kemampuan maksimum yang dapat mengemulsi fase minyak. Jika dilihat dari parameternya, didapatkan waktu emulsifikasi  LH-SMEDDS  yaitu 35,0 ± 2,0 detik  yang  menandakan

formulasi akan mudah mengemulsi sendiri dan menyebar dalam cairan gastrointestinal. Dilakukan studi bioavailabilitas pada tikus didapatkan nilai parameter AUCtotal pada LH-SMEDDS sebesar 3323,55 ± 133,40 ng.h/mLyang nilainya lebih baik dibandingkan dengan suspensi LH yang memiliki AUCtotal 1138,02.02 ± 90.17 ng.h/mL Selain itu nilai Cmax dari LH-SMEDDS yang lebih besar dibandingkan sediaan suspensi LH yaitu 332,31 ± 21.32 ng/mL Berdasarkan nilai-nilai parameter tersebut LH-SMEDDS berhasil dikembangkan dengan bioavailabilitas yang meningkat dan teruji dapat meningkatkan akumulasi secara signifikan pada jalur limfatik usus dengan pemberian secara oral.[13]

Berdasarkan penelitian Liao, et al. (2019), baicalein adalah suatu flavonoid yang digunakan sebagai antioksidan, antikanker, anti bakteri dan antivirus. Baicalein ini bisa digunakan untuk penyakit autoimun hepatitis namun jika diberikan secara oral memiliki bioavailabilitas yang rendah  karena kelarutan dan lipofilisitas yang buruk. Dengan SEDDS ini dapat meningkatkan bioavailabilitas dan transportasi limfatik baicalein. Pada penelitian Liao, et al. (2019), digunakan etil oleat sebagai minyak, Tween 80 sebagai surfaktan dan Transcutol HP sebagai kosurfaktan. Pada penelitian ini terdapat perbandingan antara Baicalein SMEDDS (BAPC-SMEDDS) dengan CBA-SMEDDS (konvensional) yang sama sama mengandung fosfolipid didapatkan ukuran partikel BAPC-SMEDDS yaitu 9.6±0.2 nm dibandingkan dengan CBA-SMEDDS yaitu 11.3 ± 0.4 nm dan didapatkan nilai zeta potensial BAPC-SMEDDS yaitu -228.41± 2.18 dan CBA-SMEDDS -19.58 ± 1.30. Tidak hanya itu terdapat nilai AUCtotal dari BAPC-SMEDDS yaitu 3802.1 ± 1194 yang lebih besar jika dibandingkan dengan CBA-SMEDDS yaitu 2901.7 ± 210.9. Dari data tersebut BAPC-SMEDDS akan lebih stabil dibandingkan dengan CBA-SMEDDS (konvensional) dan kelarutan yang meningkat sehingga nilai bioavailabilitas menjadi lebih baik.

Terdapat penelitian dari Jo, et al. (2020), yaitu saquinavir yang merupakan obat antivirus untuk HIV-1 dan HIV-2 dan saat diberikan secara oral memiliki bioavailabilitas yang sangat rendah karena hidrofobik sehingga kelarutan air dan disolusinya rendah. Tidak hanya itu, saquinavir ini mengalami metabolisme pertama yang ekstensif saat diserap ke dalam sirkulasi sistemik melalui saluran gastrointestinal sehingga potensi terapeutik saquinavir jauh terbatas. Formulasi yang dipakai untuk saquinavir SMEDDS adalah Capryol 90 sebagai minyak, labrasol sebagai surfaktan dan propilen glikol sebagai kosurfaktan. Pemilihan jenis minyak, surfaktan dan kosurfaktan tersebut berdasarkan kelarutan yang paling tinggi dengan saquinavir. Oleh karena itu, dibuat saquinavir SMEDDS yang dapat mempertahankan konsentrasi yang tinggi pada cairan gastrointestinal dengan penghambatan dan pengendapan obat yang dapat meningkatkan transportasi limfatik dan meningkatkan bioavailabilitas saquinavir. Pada data telah didapatkan ukuran partikel adalah 201 ±  4.3 nm dengan zeta potensial sebesar -27 ±  0,9 mV.

Solid-Self-Emulsifying Drug

Solid-Self Emulsifying Drug Delivery System (S-SEDDS) yang merupakan penggabungan dari bentuk SEEDS dengan bentuk sediaan yang padat. Self-Emulsifying Drug Delivery System (SEDDS) merupakan campuran isotropik minyak dan surfaktan dengan atau tanpa kosolven yang dapat spontan terbentuk nanoemulsi minyak  dalam air. Dengan SEDDS ini biasanya digunakan konsentrasi surfaktan yang tinggi sehingga dapat mengiritasi saluran gastrointestinal dan kosolven yang mudah menguap yang dapat berpindah ke dalam cangkang kapsul gelatin dan menghasilkan pengendapan obat lipofilik. Oleh karena itu, terdapat S-SEDDS yang menggabungkan keunggulan dari keduanya dan terdapat beberapa metode dari S-SEDDS seperti adsorpsi pada pembawa padat, pengeringan semprot, dan teknologi nanopartikel yang dibuat untuk S-SEDDS.[16]

Salah satu obat oral kanker yaitu paclitaxel memiliki keuntungan karena dapat dikonsumsi secara sederhana (oral) dibandingkan intravena, namun paclitaxel yang diberikan secara oral memiliki bioavailabilitas yang rendah (<10%) karena kelarutan, disolusi yang rendah dan afinitasnya terhadap enzim sitokrom P450 usus dan hati. Berdasarkan penelitian Cho, et al. (2016), terdapat perkembangan formulasi yaitu salah satunya dengan S-SEDDS dengan metode pengeringan semprot yang sederhana dapat meningkatkan efisiensi obat, mengurangi efek samping dengan meningkatnya bioavailabilitas dan menargetkan pengiriman paclitaxel ke limfatik usus. Formulasi yang digunakan untuk S-SEDDS dengan kandungan paclitaxel dengan menggunakan aerosil 200 sebagai pembawa padat yang dapat mempengaruhi ukuran tetesan dispersi, kemudian digunakan Tween 80 dan Carbitol sebagai campuran surfaktan untuk etil oleat dan IPM (minyak). Kombinasi dari tween 80 dan carbitol dapat menunjukkan hasil menjadi pengemulsi yang sangat baik dan emulsi yang halus. Berdasarkan uji in vivo S-SEDDS yang mengandung Paclitaxel menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan nilai AUCtotal 3308,5  ± 486,2 ng.h/mL yang dibandingkan dengan sediaan paclitaxel larutan hanya memiliki nilai AUCtotal 1816,5  ± 206,4 ng.h/mL Dari hasil tersebut S-SEDDS menjadi salah satu bentuk sediaan yang baik dalam meningkatkan bioavailabilitas dan penghantaran obat paclitaxel ke sistem limfatik.

Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Cho, et al. (2015), efisiensi penargetan limfatik dari sediaan tacrolimus secara signifikan memberikan hasil yang baik ketika diformulasikan menjadi SEDDS sehingga SEDDS dapat menjadi alternatif untuk formulasi tacrolimus oral konvensional. Tacrolimus merupakan obat yang digunakan untuk profilaksis respon penolakan pasca transplantasi hati ataupun ginjal serta pengobatan penyakit autoimun yang diperantarai sel T. Tacrolimus dilaporkan memiliki bioavailabilitas yang rendah yang disebabkan oleh metabolisme first pass effect oleh CYP3A, penghabisan aktif yang dimediasi oleh P-glikoprotein, dan kelarutan tacrolimus yang rendah. Peningkatan bioavailabilitas dengan pemberian SEDDS didasarkan pada stimulasi transportasi limfatik. Untuk obat yang sangat lipofilik, lipid dapat meningkatkantingkat transportasi limfatik dan bioavailabilitas secara langsung atau tidak  langsung   dengan   mengurangi   metabolisme   first   pass  effect.   Penggunaan surfaktan dan kosurfaktan dioptimasi terlebih dahulu untuk mendapatkan formulasi yang maksimum hingga dipilih Capryol 90:Cremophor EL (50:50) karena menunjukkan emulsi yang lebih halus dengan rentang self-emulsifying yang lebih besar. Hasil dari formulasi ini menunjukkan hasil yang signifikan dimana bioavailabilitas meningkat secara signifikan dengan nilai AUCinf dan Cmax secara berturut-turut yaitu 17452 ± 1323 ng.h/mL dan 2058 ± 328 ng/mL jika dengan sediaan tacrolimus yang telah beredar dipasaran. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa molekul obat yang sangat lipofilik dapat lebih utama diangkut ke dalam getah bening usus setelah pemberian oral ketika diberikan bersama dengan lipid rantai panjang.[46]

Tacrolimus dengan formulasi S-SEDDS juga dapat secara signifikan meningkatkan bioavailabilitasnya dengan menggunakan labrasol, labrafac and lauroglycol (70:15:15) karena penyerapan obat yang relatif lebih cepat dan lebih tinggi karena laju disolusi obat yang dipercepat dari S-SEDDS yang mana peningkatan disolusi obat diakibatkan ukuran tetesan emulsi sekitar 280 nm. Pengujian ini menghasilkan konsentrasi plasma yang jauh lebih tinggi, AUC (333.8 ± 85.2 ng.h/mL) dan Cmax (27.3 ± 7.5 ng/mL), dan nilai Tmax lebih pendek. Bioavailabilitas tacrolimus oral yang sangat meningkat pada tikus disebabkan penyerapan yang relatif lebih cepat karena percepatan pembubaran obat dari S-SEDDS. Oleh karena itu, S-SEDDS menjadi salah satu cara terbaik untuk mencapai bioavailabilitas tacrolimus yang lebih baik yang diberikan melalui rute oral.[40]

Self-Nanoemulsifying Self-nanosuspension

Self-Nanoemulsifying Self-nanosuspension (SNESNS) merupakan suatu sistem penghantaran obat baru yang dapat meningkatkan bioavailabilitas obat dengan kelarutan yang buruk dengan dosis yang besar dan kelarutannya terbatas pada SNEDDS pra konsentrat. Dengan adanya SNESNS ini menggabungkan keunggulan dari nanosuspensi dengan SNEDDS. Obat ini merupakan isotropik campuran minyak, surfaktan dan kosolven dijadikan sebagai molekul terlarut serta mikropartikel yang tersuspensi. Ketika SNESNS terkena cairan pada gastrointestinal maka formulasi ini akan secara langsung mengemulsi yang membentuk emulsi minyak dalam air dengan ukuran tetesan nanometrik dan nanosuspensi obat.

Diacerein (D) merupakan obat osteoarthritis yang termasuk ke dalam agen chondroprotective. Prodrug dari diacerein adalah rhein. Bentuknya diubah menjadi rhein saat sebelum mencapai sirkulasi sistemik dan secara selektif dapat hambat sintesis interleukin (IL-1) dan produksi nitro oksida (NO). Obat ini dikategorikan menjadi BCS kategori II karena memiliki kelarutan rendah, permeabilitas tinggi dan bioavailabilitas oralnya rendah sekitar 36-56%.[50,51]. Berdasarkan penelitian El-Laithy, et al. (2015), formulasi yang digunakan untuk fase terner adalah minyak Maisine TM  (glyceryl monolinoleate), surfaktan berupa Cremophor 1 dan Tween J 80 serta pelarut yaitu Transcutol 1 yang digunakan untuk mengetahui titik yang dapat mengemulsi sendiri dengan pengenceran. Diacerein memiliki kelarutan dalam minyak yang paling tinggi dengan   Maisine™   karena   memiliki   asam   lemak  tak  jenuh  rantai  Panjang  pada strukturnya sehingga efektif dalam pendistribusian obat limfatik daripada asam lemak jenuh yang diminum secara oral. Selain itu digunakannya surfaktan Cremophor 1 dan Tween 80 karena memiliki profil kelarutan yang tertinggi, kemampuan peningkatan penyerapan serta tween 80 merupakan eksipien yang ideal untuk lymphotropic. Kemudian Cremophor terbukti dapat meningkatkan bioavailabilitas pada formulasi self emulsifying obat atorvastatin dan transcutol yang merupakan pelarut bersama karena daya pemecahannya yang baik untuk memaksimalkan kemampuan pemuatan dari diacerein (905,05 mg/mL ± 99.09),  peningkatan penyerapan dan permeabilitasnya.

Mekanisme yang dapat meningkatkan penyerapan dan bioavaibilitas pada Diacerein-SNESS secara oral yaitu terjadi solubilisasi diacerein pada nanoemulsi yang terbentuk dengan spontan dan diikuti oleh penyerapan darah portal. Kemudian terdapat asam lemak tak jenuh dari rantai panjang minyak MaisineTM yang membuat penyerapan limfatik dari molekul obat yang ada pada nanoglobul dan pembentukan nanosuspensi diacerein dengan spontan di tempat yang dapat meningkatkan disolusi obat dan penyerapan pada darah portal selanjutnya. Berdasarkan penelitian El-Laithy, et al. (2015), Diacerein-SNESNS untuk ukuran partikel memiliki peningkatan kelarutan menjadi 309mg.mL dibandingkan SNEDDS tradisional dengan kelarutan 162 mg/mL karena terjadi pembentukan simultan spontan nanoemulsi dan nanosuspensi.

Solid Lipid Nanoparticle

Solid Lipid Nanoparticle (SLN) merupakan salah satu sistem pengiriman obat untuk penargetan limfatik yang memiliki kelebihan seperti ukuran partikel yang kecil dan memiliki lipofilisitas yang tinggi. SLN ini merupakan dispersi koloid dengan ukuran submikron yang terdiri dari lipid padat yang distabilkan dengan surfaktan. Terdapat bukti keberhasilan dari SLN mitoxantrone ke kelenjar getah bening untuk pengobatan kanker payudara. Berdasarkan penelitian Permana, et al. (2019), pemberian obat rute intradermal dengan menggunakan microneedle berhasil mendapatkan konsentrasi obat yang lebih tinggi pada kelenjar getah bening jika dibandingkan dengan pemberian intravena dan subkutan dan kemudian efektivitas pengobatannya meningkat. Albendazole sulfoxide (ABZ-OZ) yang tidak menghadapi metabolisme first pass effect jika diberikan dengan rute intradermal. Obat anti filariasis (doksisiklin, dietilkarbamazin, dan albendazol) yang diformulasikan SLN dengan ukuran partikel < 100 nm dapat menghantarkan obat ke kelenjar getah bening sehingga peningkatan keefektifan untuk pengobatan filariasis limfatik.

Dalam penelitian Permana, et al. (2019), formulasi yang digunakan adalah Geleol®, Precirol® ATO 5, Compritol® 888 ATO dan asam stearat dengan penstabil PF127, PVA (9-10 kDa), SLS dan Tween 80. Dalam formulasi ini, geleol dijadikan komponen lipid dan tween 80 digunakan sebagai penstabil sehingga dapat menghasilkan SLN yang memiliki ukuran partikel <100 nm dan indeks polidispersitas terkecil dibandingkan dengan formulasi lainnya. Didapatkan ukuran  partikel  yang  kecil karena memilih ukuran HLB yang efektif yaitu diantara 12-16 efektif menghasilkan emulsi minyak dalam air (O/W). Dari SLN ini pelepasan obat akan dipertahankan selama 48 jam dan SLN akan dimasukkan pada hidrogel polimer untuk membuat microneedle yang memuat SLN. Sudah dibuktikan pada kulit babi neonatal yang sudah dipotong sampai 24 jam obat masih tertahan >40% setelah pengaplikasian microneedle maka kemungkinan besar SLN pada sistem limfatik. Selain itu dalam studi in vivo terdapat konsentrasi dari getah bening dari ketiga obat (doksisiklin, dietilkarbamazin, dan albendazol) tersebut dengan pemberian intradermal 4-7 kali lebih tinggi daripada diberikan secara oral. Didapatkan nilai bioavailabilitas relatif dari SLN pada doksisiklin 150,43 ± 24%; Dietilkarbamazin 107,66 ± 19,03% dan Albendazole 111,79 ± 22,58%. Nilai tersebut lebih dari 100% yang menunjukkan bioavailabilitas yang baik dengan microneedle lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian secara oral.[37]

Penelitian lainnya oleh Kim, et al. (2014), docetaxel yang diformulasikan menjadi SLN dengan modifikasi menggunakan Tween 80 dan TPGS 1000 menunjukkan peningkatan nilai bioavailabilitas yang sangat signifikan terutama pada TPGS 1000. Hal ini dapat dilihat dari nilai AUC docetaxel, docetaxel-Tween 80, dan docetaxel-TPGS 1000 secara berturut-turut yaitu 3,85 ± 0,907; 6,99 ± 1,84; dan 12, 9 ± 2,25 (µg.min/ml). Begitupun dengan nilai bioavailabilitas docetaxel, docetaxel-Tween 80, dan docetaxel-TPGS 1000 secara berturut-turut yaitu 100%; 182%; dan 335%. Peningkatan bioavailabilitas juga berperan dalam peningkatan penyerapan usus dan limfatik. Secara spesifik, peningkatan penyerapan limfatik dari docetaxel dapat mengurangi metabolisme first pass effect di hati yang dimediasi CYP3A dan meningkatkan bioavailabilitas oral, karena pembuluh getah bening usus mengalir langsung ke saluran toraks, kemudian ke dalam darah vena dan melewati sirkulasi portal.

Terdapat penelitian lainnya yaitu penelitian Makwana, et al. (2015), efavirenz dengan formulasi solid lipid nanopartikel. Digunakan lipid Compritol 888 ATO (COM) dan  Gelucire 44/14 (GEL). Lipid tersebut digunakan hanya dengan jumlah minimum untuk dapat melarutkan efavirenz dibandingkan dengan lipid lainnya. Dengan adanya lipid dapat membentuk partikel yang sangat kristal dengan kisi sempurna. Jalur penyerapan dan transportasi obat dipengaruhi oleh dua jenis lipid tersebut yaitu trigliserida rantai panjang dan rantai sedang. Dengan adanya trigliserida rantai panjang dapat menambah transportasi limfatik obat lipofilik sehingga bioavailabilitas meningkat, sehingga kedua lipid tersebut dipakai. Selanjutnya dipilih surfaktan dan kosurfaktan berupa Lipoid S 75 dan Poloxamer 188 untuk pengembangan formulasi. Data dari penelitian tersebut didapatkan nilai AUC EFV-SLN 1758.69 μg/menit/mL yang lebih tinggi dibandingkan nilai AUC EFV 1612.59 μg/menit/mL. Hal ini menunjukkan jika EFV-SLN memberikan nilai bioavailabilitas yang lebih baik daripada sediaan EFV.

senyawa kimia yang terdiri dari rantai panjang molekul-molekul yang terikat. Pada dasarnya polimer dapat terbuat dari bahan alam, sintetis, dan semi sintetis yang bersifat biodegradable atau non-biodegradable. Partikel-partikel dengan ukuran kecil memiliki rasio luas permukaan yang lebih besar sehingga memiliki potensi interaksi yang lebih besar dengan lingkungan sekitarnya.[52,53]

  Penggunaan polimer nanopartikel untuk campuran bahan obat telah teruji terutama sebagai penghantar obat. Obat dengan penghantar nanopartikel dapat meningkatkan penghantaran obat dan efektivitas terapeutik dengan efek samping yang minimum. Topotecan merupakan obat antikanker dengan bioavailabilitas yang rendah. Berdasarkan penelitian Jeong, et al. (2021), topotecan yang diformulasikan dengan polimer nanopartikel jenis poly(lactic-co-glycolic acid) (PLGA) lebih efektif dalam menghantarkan obat jika dibandingkan dengan topotecan murni. Terdapat perbedaan signifikan dalam AUC0–24 jam, AUC0-∞, t1/2, Cmax, dan klirens (CL) antara topotecan hidroklorida murni dan topotecan dengan nanopartikel PLGA. Pada topotecan dengan nanopartikel PLGA memiliki nilai AUC0–24 jam, AUC0-∞, t1/2, Cmax, lebih tinggi tetapi CL lebih rendah. Selain itu nilai bioavailabilitas absolut (Fab) topotecan dengan nanopartikel PLGA memiliki nilai dua kali lebih besar dari topotecan murni yaitu 49,23% dengan nilai AUC 1910,70 ± 219,67. Sedangkan untuk nilai bioavailabilitas relatif (Frb) topotecan dengan nanopartikel PLGA rute oral yaitu sebesar 213,7% dan rute intravena sebesar 519,81% (AUC = 3881,55 ± 681,12). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian polimer nanopartikel pada suatu obat dapat secara signifikan meningkatkan bioavailabilitasnya.

Nanostructured lipid carriers

Nanostructured lipid carriers (NLC) merupakan partikel matriks dengan lipid yang tinggi dijadikan sebagai kandidat potensial yang bisa mencegah pengendapan obat pada saluran pencernaan.. NLC ini memiliki tolerabilitas yang baik dan terdiri dari campuran lipid (lipid padat dan lipid cair) dan struktur lipid yang tidak teratur harus dihindari. Silymarin merupakan obat yang digunakan untuk penyakit hati yang termasuk kategori BCS kelas II yaitu kelarutan air yang buruk, permeabilitas yang tinggi dengan bioavailabilitas oral sekitar 23-40% sehingga sifat tersebut membatasi bioavailabilitas obat yang diberikan secara oral seperti obat lipofilik dan peptida.[23] Tujuan meningkatkan bioavailabilitas sistemik dan penargetan hari adalah untuk menghindari metabolisme lintas pertama. Formulasi dasar yang lebih disukai untuk penargetan limfatik adalah lipid karena memiliki kapasitas serapan limfatiknya yang spesifik namun NLC merupakan pembawa yang ideal karena struktur nanolipidnya yang unik.[23] 

Pemilihan lipid dalam pembuatan NLC berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi serapan limfatik yang tinggi yaitu ukuran partikel, hidrofobisitas, kelarutan obat dalam lipid dan koefisien partisi obat. Berdasarkan penelitian Chaudhary, et al. (2015), untuk mendapatkan ukuran partikel yang diinginkan menggunakan desain Box-Behnken yaitu dengan tiga kombinasi lipid yang berbeda akan dipilih salah satunya yang punya ukuran partikel lebih kecil, efisiensi penjeratan obat tinggi, kemudian hidrofobisitas  yang   ingin  dicapai,   serapan  sel  usus  yang  tinggi  dan  dapat  terjadi

Polymer Nanoparticle

Polymer nanoparticle atau polimer nanopartikel merupakan partikel kecil koloid padat    dengan  ukuran 1-100  nm  yang  terbuat  dari  bahan  polimer.  Polimer  adalah peningkatan pembentukan kilomikron. Didapatkan formulasi lipid yang menunjukkan hasil optimal dalam serapan limfatik selektif  adalah lipid yang mengandung gliseril monostearat dan asam oleat yang memiliki ukuran partikel lebih kecil yaitu (223.73 ± 43.39 nm). Nilai Cmax NLC silymarin 25.565 ± 0,969 µg/mL dan AUCtotal 395.911 µg/mL/h dua kali meningkat dibandingkan silymarin suspensi dengan Cmax 14.050 ± 0.552 µg/mL dan AUCtotal 159.26 µg/mL/h yang menunjukkan meningkatnya bioavailabilitas. Selain itu terbukti jika NLC yang mengandung silymarin menunjukkan serapan hati yang selektif melewati jalur chylomicron yang dapat dijadikan jalur transpor selektif obat untuk menargetkan gangguan hati atau limfatik lainnya melalui jalur transportasi limfatik.

Transfersome

Transfersom adalah pembawa pada suatu sediaan dengan kandungan surfaktan yang berfungsi untuk meningkatkan penetrasi. Transfersom dapat berubah bentuk (ultra-fleksibel) tanpa mengurangi jumlahnya dan mudah untuk melalui pori-pori yang kecil karena sifatnya yang elastis. Hal ini menjadi keunggulan transfersom jika dibandingkan dengan liposom konvensional karena transfersom memiliki efisiensi permeasi yang lebih tinggi (melalui saluran kulit kecil) tetapi memiliki struktur yang serupa yaitu berlapis ganda yang memfasilitasi enkapsulasi obat lipofilik, hidrofilik, dan amfifilik.[54]

Transfersom dapat dimodifikasi dan dibuat dengan cara penggabungan transfersom dan hyaluronic acid pada ujung microneedle dan diberikan melalui rute transdermal. Rute pemberian obat juga menjadi salah satu hal yang penting dan harus tepat agar dapat dipastikan bahwa pengiriman obat dapat berlangsung secara efisien. Pemberian obat secara sistemik, baik injeksi intravena ataupun oral, telah menyebabkan beberapa masalah seperti tingginya dosis dan toksisitas. Maka dari itu diambil alternatif lain yaitu melalui transdermal karena pada lapisan dermis kaya akan sirkulasi kapiler darah dan getah bening sehingga obat dapat mudah mengalir ke kelenjar getah bening serta dapat meminimalisir penghalang. Rute transdermal ini diharapkan dapat mencapai pengiriman obat limfatik yang lebih efisien.[35]

Berdasarkan penelitian Yang, et al. (2019), doksorubisin dengan pembawa transfersom yang telah dimodifikasi diberikan kepada kulit tikus menunjukkan hasil baik karena mampu mampu meningkatkan pengiriman obat limfatik dengan baik. Obat tersebut mampu terlepas secara efisien pada dermis dengan mekanisme self-dissolution yang kemudian akan mempertahankan struktur multilayer nya seperti pelepasan pada microneedle. Doksorubisin dengan pembawa transfersom yang diberikan melalui rute transdermal telah teruji dapat meningkatkan akumulasi secara signifikan pada kelenjar getah bening dan meningkatkan bioavailabilitas transdermal dalam plasma hingga 79.9% dengan nilai AUC sebesar 397,5 ± 68,9 ng/mL dan Cmax sebesar 153,3 ng/mL.

Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Jenis Nanopartikel

Evaluasi Sediaan dan Karakterisasi Nanopartikel

Untuk mengevaluasi suatu sediaan yang diformulasikan menjadi nanopartikel, dapat dilakukan berbagai metode secara in vitro. Evaluasi sediaan meliputi ukuran partikel, polidispersitas indeks, zeta potensial, dan efisiensi enkapsulasi. Selain itu, karakterisasi nanopartikel dapat dilakukan dengan melihat morfologi permukaan nanopartikel dengan menggunakan Scanning Electron Microscopic (SEM) atau Transmission Electron Microscopic (TEM)[39]. Ringkasan evaluasi dan karakterisasi nanopartikel disajikan dalam tabel 4.

Tabel 4. Evaluasi Sediaan dan Karakterisasi Nanopartikel

Kesimpulan

Sediaan obat yang ditargetkan pada sistem limfatik memiliki banyak keunggulan yaitu tidak melewati first pass effect di hati, distribusi yang meluas, memperpanjang waktu tinggal obat di dalam jaringan limfatik, dan telah menjadi jalur alternatif lain untuk pengobatan berbagai penyakit. Namun obat-obatan dengan target sistem limfatik memiliki bioavailabilitas yang rendah dan perlu dicari solusi atas permasalahan tersebut. Berbagai studi telah melaporkan bahwa penghantar nanopartikel dapat meningkatkan bioavailabilitas suatu sediaan sehingga obat akan dapat memberikan efektivitas obat yang jauh lebih baik.

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka

1.  Leong SP, Pissas A, Scarato M, Gallon F, Pissas MH, Amore M, et al. The   lymphatic system and sentinel lymph nodes: conduit for cancer metastasis. Clin   Exp Metastasis. 2022;39(1):139–57.

2.  Al‐Kofahi M, Yun JW, Minagar A, Alexander JS. Anatomy and roles of lymphatics   in inflammatory diseases. Clinical and Experimental Neuroimmunology.   2017;8(3):199-214.

3.  Baek J-S, Cho C-W. Surface modification of solid lipid nanoparticles for oral   delivery of curcumin: Improvement of bioavailability through enhanced cellular   uptake, and lymphatic uptake. Eur J Pharm Biopharm. 2017;117:132–40.

4.  De Oliveira TC, Tavares MEV, Soares-Sobrinho JL, Chaves LL. The role of   nanocarriers for transdermal application targeted to lymphatic drug delivery:   Opportunities and challenges. J Drug Deliv Sci Technol. 2022;68:103110.

5.  Zhang Z, Lu Y, Qi J, Wu W. An update on oral drug delivery via intestinal   lymphatic transport. Acta Pharm Sin B. 2021;11(8):2449–68.

6.  Bae YH, Park K. Targeted drug delivery to tumors: Myths, reality and possibility. J   Control Release. 2011;153(3):198–205.

7.  Cheng Z, Que H, Chen L, Sun Q, Wei X. Nanomaterial-Based Drug Delivery   System Targeting Lymph Nodes. Pharmaceutics. 2022;14(7):1372.

8.  Cote B, Rao D, Alany RG, Kwon GS, Alani AWG. Lymphatic changes in cancer   and drug delivery to the lymphatics in solid tumors. Adv Drug Deliv Rev. 2019   Apr;144:16–34.

9.  Yang H, Wu X, Zhou Z, Chen X, Kong M. Enhanced transdermal lymphatic   delivery of doxorubicin via hyaluronic acid based transfersomes/microneedle   complex for tumor metastasis therapy. Int J Biol Macromol. 2019;125:9–16.

10.  Rajput A, Pingale P, Telange D, Chalikwar S, Borse V. Lymphatic transport   system to circumvent hepatic metabolism for oral delivery of lipid-based   nanocarriers. J Drug Deliv Sci Technol. 2021;66:102934.

11.  Choonara BF, Choonara YE, Kumar P, Bijukumar D, du Toit LC, Pillay V. A review   of advanced oral drug delivery technologies facilitating the protection and   absorption of protein and peptide molecules. Biotechnol Adv. 2014;32(7):1269–  82.

12.  Jeong S-H, Jang J-H, Cho H-Y, Lee Y-B. Soft- and hard-lipid nanoparticles: a   novel approach to lymphatic drug delivery. Arch Pharm Res. 2018;41(8):797–  814.

13.  Patel MH, Sawant KK. Self microemulsifying drug delivery system of lurasidone   hydrochloride for enhanced oral bioavailability by lymphatic targeting: In vitro,   Caco-2 cell line and in vivo evaluation. Eur J Pharm Sci. 2019;138:105027.

14.  El-Laithy HM, Basalious EB, El-Hoseiny BM, Adel MM. Novel self-  nanoemulsifying self-nanosuspension (SNESNS) for enhancing oral   bioavailability of diacerein: Simultaneous portal blood absorption and lymphatic   delivery. Int J Pharm. 2015;490(1–2):146–54.

15.  Jeong S-H, Jang J-H, Lee Y-B. Oral delivery of topotecan in polymeric   nanoparticles: Lymphatic distribution and pharmacokinetics. J Control Release.   2021;335:86–102.

16.  Cho H-Y, Lee CK, Lee Y-B. Preparation and Evaluation of PEGylated and Folate-  PEGylated Liposomes Containing Paclitaxel for Lymphatic Delivery. J   Nanomater. 2015;2015:1–10. 

17.  Cho H-Y, Kang J-H, Ngo L, Tran P, Lee Y-B. Preparation and Evaluation of Solid-  Self-Emulsifying Drug Delivery System Containing Paclitaxel for Lymphatic   Delivery. J Nanomater. 2016;2016:1–14.

18.  Makwana V, Jain R, Patel K, Nivsarkar M, Joshi A. Solid lipid nanoparticles (SLN)   of Efavirenz as lymph targeting drug delivery system: Elucidation of mechanism   of uptake using chylomicron flow blocking approach. Int J Pharm.   2015;495(1):439–46.

19.  Sahu RK, Khan J. Formulation strategies to improve the bioavailability of poorly   absorbed drugs. In: Advances and Challenges in Pharmaceutical Technology.   Elsevier; 2021. p. 229–42.

20.  Ahn H, Park J-H. Liposomal delivery systems for intestinal lymphatic drug   transport. Biomater Res. 2016;20(1):36.

21.  Ahn H, Park J-H. Liposomal delivery systems for intestinal lymphatic drug   transport. Biomater Res. 2016;20(1):36.

22.  Ghasemiyeh P, Mohammadi-Samani S. Solid lipid nanoparticles and   nanostructured lipid carriers as novel drug delivery systems: applications,   advantages and disadvantages. Res Pharm Sci. 2018;13(4):288.

23.  Chaudhary S, Garg T, Murthy RSR, Rath G, Goyal AK. Recent approaches of   lipid-based delivery system for lymphatic targeting via oral route. J Drug Target.   2014;22(10):871–82.

24.  S. Chaturvedi, A. Garg, A. Verma, Nano lipid based carriers for lymphatic voyage   of anti-cancer drugs: an insight into the in-vitro, ex-vivo, in-situ and in-vivo study   models, J. Drug Deliv. Sci. Technol. 59 (2020) 101899, https://doi.org/10.1016/   j.jddst.2020.101899

25.  Yáñez JA, Wang SWJ, Knemeyer IW, Wirth MA, Alton KB. Intestinal lymphatic   transport for drug delivery. Adv Drug Deliv Rev. 2011;63(10–11):923–42.

26.  Avachat AM, Patel VG. Self nanoemulsifying drug delivery system of stabilized   ellagic acid–phospholipid complex with improved dissolution and permeability.   Saudi Pharm J. 2015;23(3):276–89.

27.  Khan AA, Mudassir J, Mohtar N, Darwis Y. Advanced drug delivery to the   lymphatic system: lipid based nanoformulations. Int J Nanomed. 2013; 8: 2733-  44.

28.  Managuli RS, Raut SY, Reddy MS, Mutalik S. Targeting the intestinal lymphatic   system: a versatile path for enhanced oral bioavailability of drugs. Expert Opin   Drug Deliv. 2018;15(8):787–804.

29.  Gosh S, Roy T. Nanoparticulate drug-delivery systems: Lymphatic uptake and its   gastrointestinal application. J. Appl. Pharm. Sci. 2014;4:123-30.

30.  Cui T, Ma Y, Yang J-Y, Liu S, Wang Z, Zhang F, et al. Protein corona-guided   tumor targeting therapy via the surface modulation of low molecular weight PEG.   Nanoscale. 2021;13(11):5883–91.

31.  Ke X, Howard GP, Tang H, Cheng B, Saung MT, Santos JL, et al. Physical and   chemical profiles of nanoparticles for lymphatic targeting. Adv Drug Deliv Rev.   2019;151–152:72–93.

32.  Liao H, Gao Y, Lian C, Zhang Y, Wang B, Yang Y, Ye J, Feng Y, Liu Y. Oral   absorption and lymphatic transport of baicalein following drug–phospholipid   complex incorporation in self-microemulsifying drug delivery systems.   International journal of Nanomedicine. 2019:7291-306.

33.  Jo K, Kim H, Khadka P, Jang T, Kim SJ, Hwang S-H, et al. Enhanced intestinal   lymphatic absorption of saquinavir through supersaturated self-microemulsifying   drug delivery systems. Asian J Pharm Sci. 2020;15(3):336–46.

34.  Yang H, Wu X, Zhou Z, Chen X, Kong M. Enhanced transdermal lymphatic   delivery of doxorubicin via hyaluronic acid based transfersomes/microneedle   complex for tumor metastasis therapy. Int J Biol Macromol. 2019;125:9–16. (naik   ke 6

35.  Kong M, Hou L, Wang J, Feng C, Liu Y, Cheng X, et al. Enhanced transdermal   lymphatic drug delivery of hyaluronic acid modified transfersomes for tumor   metastasis therapy. Chem Commun. 2015;51(8):1453–6.

36.  Chaudhary S, Garg T, Murthy RSR, Rath G, Goyal AK. Development,   optimization and evaluation of long chain nanolipid carrier for hepatic delivery of   silymarin through lymphatic transport pathway. Int J Pharm. 2015;485(1–2):108–  21.

37.  Permana AD, Tekko IA, McCrudden MTC, Anjani QK, Ramadon D, McCarthy   HO, et al. Solid lipid nanoparticle-based dissolving microneedles: A promising   intradermal lymph targeting drug delivery system with potential for enhanced   treatment of lymphatic filariasis. J Control Release. 2019;316:34–52.

38.  Kim D-D, Cho H-J, Park JW, Yoon I-S. Surface-modified solid lipid nanoparticles   for oral delivery of docetaxel: enhanced intestinal absorption and lymphatic   uptake. Int J Nanomedicine. 2014;495.

39.  Cho H-Y, Choi J-H, Oh I-J, Lee Y-B. Self-Emulsifying Drug Delivery System for   Enhancing Bioavailability and Lymphatic Delivery of Tacrolimus. J Nanosci   Nanotechnol. 2015;15(2):1831–41.

40.  Seo YG, Kim D-W, Cho KH, Yousaf AM, Kim DS, Kim JH, et al. Preparation and   pharmaceutical evaluation of new tacrolimus-loaded solid self-emulsifying drug   delivery system. Arch Pharm Res. 2015;38(2):223–8.

41.  Fukumura R, Sukhbaatar A, Mishra R, Sakamoto M, Mori S, Kodama T. Study of   the physicochemical properties of drugs suitable for administration using a   lymphatic drug delivery system. Cancer Sci. 2021;112(5):1735–45.

42.  Mishra R, Sukhbaatar A, Dorai A, Mori S, Shiga K, Kodama T. Drug formulation   augments the therapeutic response of carboplatin administered through a   lymphatic drug delivery system. Cancer Sci. 2023;114(1):259–70.

43.  Elbrink K, Van Hees S, Roelant D, Loomans T, Holm R, Kiekens F. The influence   on the oral bioavailability of solubilized and suspended drug in a lipid   nanoparticle formulation: In vitro and in vivo evaluation. Eur J Pharm Biopharm.   2022;179:1–10.

44.  Yamanouchi K, Ishimaru T, Kakuno T, Takemoto Y, Kawatsu S, Kondo K, et al.   Improvement and characterization of oral absorption behavior of clofazimine by   SNEDDS: Quantitative evaluation of extensive lymphatic transport. Eur J Pharm   Biopharm. 2023;187:141–55.

45.  Timur SS, Yöyen-Ermiş D, Esendağlı G, Yonat S, Horzum U, Esendağlı G, et al.   Efficacy of a novel LyP-1-containing self-microemulsifying drug delivery system   (SMEDDS) for active targeting to breast cancer. Eur J Pharm Biopharm. 2019   Mar;136:138–46.

46.  Cho H-Y, Choi J-H, Oh I-J, Lee Y-B. Self-Emulsifying Drug Delivery System for   Enhancing Bioavailability and Lymphatic Delivery of Tacrolimus. J Nanosci   Nanotechnol. 2015;15(2):1831–41.

47.  Gavas S, Quazi S, Karpiński TM. Nanoparticles for cancer therapy: current   progress and challenges. Nanoscale research letters. 2021 Dec 5;16(1):173.

48.  Jang Y, Ko MK, Park YE, Hong JW, Lee I-H, Chung HJ, et al. Effect of paclitaxel   content in the DHP107 oral formulation on oral bioavailability and antitumor   activity. J Drug Deliv Sci Technol. 2018;48:183–92.

49.  Man N, Wang Q, Li H, Adu-Frimpong M, Sun C, Zhang K, et al. Improved oral   bioavailability of myricitrin by liquid self-microemulsifying drug delivery systems. J   Drug Deliv Sci Technol. 2019;52:597–606.

50.  Elsayed A, Elsayed I, Abdelbary A. Nanosizing of a poorly soluble drug:   technique optimization, factorial analysis, and pharmacokinetic study in healthy   human volunteers. Int J Nanomedicine. 2014;2943.

51.  Jain A, Mishra SK, Vuddanda PR, Singh SK, Singh R, Singh S. Targeting of   diacerein loaded lipid nanoparticles to intra-articular cartilage using chondroitin   sulfate as homing carrier for treatment of osteoarthritis in rats. Nanomedicine   Nanotechnology, Biol Med. 2014;10(5):e1031–40.

52.  Pugazhendhi A, Prabakar D, Jacob JM, Karuppusamy I, Saratale RG. Synthesis   and characterization of silver nanoparticles using Gelidium amansii and its   antimicrobial property against various pathogenic bacteria. Microb Pathog.   2018;114:41–5.

53.  Joudeh N, Linke D. Nanoparticle classification, physicochemical properties,   characterization, and applications: a comprehensive review for biologists. J   Nanobiotechnology. 2022;20(1):262.

54.  Chauhan P, Tyagi BK. Herbal novel drug delivery systems and transfersomes. J

  Drug Deliv Ther. 2018;15;8(3).

55.  Alsaad AAA, Hussien AA, Gareeb MM. Solid lipid nanoparticles (SLN) as a novel   drug delivery system: A theoretical review. Syst Rev Pharm. 2020;11(5):259–73.

56.  Chime SA, Kenechukwu FC, Attama AA. Nanoemulsions — Advances in   Formulation, Characterization and Applications in Drug Delivery. In: Application of   Nanotechnology in Drug Delivery. InTech; 2014;3:77-126.

57.  Tapeinos C, Battaglini M, Ciofani G. Advances in the design of solid lipid   nanoparticles and nanostructured lipid carriers for targeting brain diseases. J   Control Release. 2017;264:306–32.

58.  Vieira D, Gamarra L. Getting into the brain: liposome-based strategies for   effective drug delivery across the blood & brain barrier. Int J Nanomedicine.   2016; 11:5381–414.

59.  Clayton KN, Salameh JW, Wereley ST, Kinzer-Ursem TL. Physical   characterization of nanoparticle size and surface modification using particle   scattering diffusometry. Biomicrofluidics. 2016;10(5):054107.

60.  Joseph E, Singhvi G. Multifunctional nanocrystals for cancer therapy: a potential   nanocarrier. In: Nanomaterials for Drug Delivery and Therapy. Elsevier; 2019:91–  116.

cara mengutip artikel ini

https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/47852/0

About Majalah Farmasetika

Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) di situs ini adalah Majalah Farmasetika Edisi Jurnal Ilmiah yang merupakan jurnal farmasi di Indonesia SINTA 3 berbentuk artikel penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan komunikasi penelitian singkat di bidang farmasetika. Edisi jurnal ilmiah ini dibuat untuk kepentingan informasi, edukasi dan penelitian kefarmasian.

Check Also

Peningkatan Disolusi dan Stabilitas Efavirenz Menggunakan Beberapa Metode Dispersi Padat

Majalah Farmasetika, 8 (5) 2023, 402-423https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i5.40510Artikel ReviewMeylani Sutoro1,3*, Yoga Windhu Wardhana1, Camellia Panatarani2.1Departemen Farmasetika dan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *