Majalah Farmasetika, 10 (2) 2025, 122-132
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v10i2.59421
Artikel Penelitian
Ketut Teguh Arinata1, Wayan Sudira2*, Samsuri2. Made Merdana2, Anak Agung Gde Oka Dhararmayudha3
1Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Denpasar,
Bali, Indonesia
2Laboratorium Fisiologi, Farmakologi, dan Farmasi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia
3Departemen Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana Denpasar,
Bali, Indonesia
*E-mail : wayan.sudira@unud.ac.id
(Submit 27/11/2025, Revisi 29/11/2025, Diterima 03/19/2025, Terbit 08/04/2025)
Abstrak
Berbagai studi mengenai potensi kembang sepatu sebagai tanaman obat yang memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan rambut telah dilaporkan. Pada penelitian ini dibuat formulasi sediaan topikal yaitu salep dari simplisia daun kembang sepatu dengan bahan dasar hidrokarbon. Pengujian dilakukan untuk melihat kualitas fisik dari sediaan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi simplisia terhadap perolehan kualitas salep yang baik serta melihat potensi pembuatan salep menggunakan bahan dasar simplisia daun kembang sepatu. Simplisia daun kembang sepatu dicampur dengan bahan dasar salep hidrokarbon yaitu vaselin alba sehingga membentuk formulasi dengan konsentrasi simplisia yang bervariasi. Pengujian yang dilakukan meliputi uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar, uji daya lekat, dan cycling test. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perubahan secara organoleptik, tidak homogen, pH 6 yang sesuai dengan pH kulit, daya sebar di bawa standar menyebabkan konsistensi padat, tiga dari empat formulasi lolos standar daya lekat, dan hasil cycling test menunjukkan semua formulasi stabil pada proses penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan konsentrasi simplisia daun kembang sepatu berpengaruh terhadap kualitas salep. Namun, sediaan salep tersebut belum memenuhi standar homogenitas dan daya sebar.
Kata kunci: evaluasi sediaan, formulasi, obat tradisional, salep,
Teks Lengkap:
Pendahuluan
Jumlah penggunaan obat tradisional tetap tinggi meskipun Indonesia telah mengembangkan layanan kesehatan modern (1). Dewasa ini, ada kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi obat tradisional, karena adanya perubahan gaya hidup back to nature dan mahalnya obat-obatan modern yang membuat permintaan tanaman obat semakin tinggi di Indonesia maupun dunia (2). Namun di sisi lain, pelaku usaha industri obat tradisional masih menemui kendala dalam menciptakan produk berkualitas, berdaya saing tinggi, dan berorientasi pasar serta pengembangan tanaman obat, proses pengolahan yang efisien, dan kendala terkait peraturan dan prosedur pengujian laboratorium (3).
Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) adalah tanaman perdu yang berasal dari famili Malvaceae yang berasal dari Asia Timur (4). Tumbuhan ini banyak digunakan sebagai tanaman hias yang menjadi favorit masyarakat Indonesia dan umumnya ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Lebih dari itu, tanaman kembang sepatu juga digunakan sebagai tanaman obat (5). Daun kembang sepatu memiliki senyawa aktif seperti flavonoid, saponin, dan polifenol yang dapat mempercepat proses pertumbuhan rambut. Senyawa flavonoid diduga memiliki efek bakterisidal yang dapat menekan pertumbuhan bakteri dan meningkakan pertumbuhan rambut sehingga mencegah terjadinya kerontokan rambut (6). Senyawa saponin dapat membentuk gelembung busa yang tidak hanya membersihkan kulit, tetapi juga memiliki kemampuan sebagai anti-iritasi, sedangkan polifenol sebagai agen keratolitik yang mencegah penebalan kulit kepala dan merangsang pelepasan stratum korneum yang menyebabkan stimulasi terhadap pertumbuhan rambut (7).
Banyak penelitian mengenai penggunaan kembang sepatu sebagai tanaman obat yang berpotensi terhadap pertumbuhan rambut telah dilaporkan. Sumara (2017) membuktikan bahwa daun kembang sepatu mengandung senyawa saponin yang mempengaruhi fase proliferasi yang berguna merangsang kolagen pada tahap awal kesembuhan jaringan. Selain itu, hasil penelitian Febriani et al. (2016) menunjukkan bahwa hair tonics yang mengandung ekstrak daun kembang sepatu 2,5%, 5%, dan 10% dapat meningkatkan aktivitas pertumbuhan rambut. Penelitian Widyastuti et al. (2019) menunjukkan bahwa sediaan cream-bath yang mengandung 10%, 15%, dan 20% ekstrak daun kembang sepatu juga memiliki aktivitas peningkatan pertumbuhan rambut pada kelinci.
Salep adalah sediaan semisolid yang digunakan untuk penggunaan topikal pada kulit atau membran mukosa. Kelebihan penggunaan obat secara topikal adalah memiliki akses langsung terhadap jaringan dan memberikan efek (10). Sediaan salep memiliki pengaruh terhadap jumlah dan kecepatan zat aktif yang dapat diabsorbsi. Sifat fisik sediaan salep tergantung pada jenis basis dan formulasi (11). Penelitian Simaremare et al. (2015) menunjukkan bahwa formulasi optimal yang terbuat dari simplisa Laportea dengan konsentrasi 30% berhasil dilakukan yang dibuktikan dengan salep yang dihasilkan sesuai dengan standar salep. Sediaan salep memiliki beberapa kelebihan yaitu sebagai skin protection, stabil dalam penggunaan dan penyimpanan, mudah digunakan, mudah merata, dan proteksi iritasi dari mekanis, panas, dan kimia (10). Basis salep adalah zat pembawa dengan sifat inaktif dari sediaan topikal dengan bentuk cair atau padat yang dapat membuat zat aktif berikatan dengan kulit. Pemilihan basis yang tepat merupakan hal penting karena basis salep memiliki dampak terhadap efek terapeutik yang dihasilkan (13).
Untuk mengetahui apakah sediaan sudah memenuhi syarat atau belum, maka harus melalui uji evaluasi yang meliputi uji organoleptis untuk mengetahui kualitas salep dari bentuk warna dan bau (14). Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui kombinasi basis salep dan senyawa aktif sehingga diperoleh salep yang homogen (15). Potensi mengiritasi dapat dilihat dari uji pH (16). Uji daya sebar bertujuan untuk melihat kemampuan sediaan untuk menyebar di kulit karena perbedaan daya sebar sangat berpengaruh pada kecepatan difusi kandungan aktif melalui membran (17). Uji daya lekat bertujuan untuk melihat seberapa lama sediaan dapat melekat pada kulit (18). Cycling test dapat menunjukkan sifat proteksi dan karakteristik produk untuk memenuhi kriteria selama produksi pada batas-batas yang telah ditentukan selama periode penyimpanan dan penggunaan (19). Berdasarkan uraian di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi simplisia terhadap kualitas salep yang diperoleh serta melihat potensi pembuatan salep menggunakan bahan dasar simplisia daun kembang sepatu.
Metode
Alat
Alat yang digunakan gunting, blender, timbangan analitik digital (Excellent®), pH meter (OHAUS), saringan no.100, pot salep, mortar, sendok tanduk, gelas objek, gelas beker, batang pengaduk, kaca objek, anak timbangan, penggaris, stopwatch, oven, dan lemari es.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun kembang sepatu yang diperoleh dari Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Bali. Selain itu, basis salep yang digunakan adalah vaselin alba (PT. Mustika Dipa Lestari, Bekasi-Indonesia). Bahan lainnya yaitu aquadest.
Prosedur Rinci
Determinasi Tanaman
Determinasi daun kembang sepatu yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Kebun Raya Bali “Eka Karya” (BRIN). Hasil determinasi menunjukkan sampel yang digunakan merupakan spesies Hibiscus rosa-sinensis L.
Pembuatan Simplisia
Daun kembang sepatu dengan karakteristik muda dan segar, dikering-anginkan pada suhu ruang (25oC) selama 7-14 hari (10). Hindari dari sinar matahari langsung untuk mencegah kerusakan atau hilangnya zat kimia yang diharapkan (20). Pengeringan umumnya dilakukan untuk mengurangi kandungan air dalam sampel yang mencegah pertumbuhan bakteri dan kapang sehingga bahan akan lebih tahan dan mempermudah penyimpanan serta mempermudah tahap selanjutnya (21). Kemudian prosesing simplia kering menjadi serbuk simplisia dilakukan di Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) Tabanan. Simplisia dibuat menjadi serbuk dan disaring menggunakan saringan no. 100. Dilakukan pula penetapan kadar air, kadar abu, dan kadar sari larut air yang diperoleh hasil masing-masing 3,94%, 11,975%, dan 25,45%. Serbuk simplisia disimpan dalam kontainer yang dilapisi aluminium foil dalam lemari pendingin.
Pembuatan Sediaan Salep
Salep dibuat dengan formula kombinasi vaselin alba dan simplisia dengan konsentrasi simplisia 10%, 20%, 30%, dan 40%. Setiap bahan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formula yang telah ditetapkan. Tuangkan vaselin alba ke dalam lumping dan tambahkan simplisia daun kembang sepatu. Kemudian digerus hingga homogen.
Evaluasi Sediaan
Evaluasi sediaan yang dilakukan pada sediaan salep adalah
a.Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan penilaian yang dilakukan menggunakan indera manusia sebagai alat ukur utama untuk mengukur kualitas suatu formulasi atau produk. Penilaian dilakukan secara langsung dengan melihat bentuk, warna, dan bau dari sediaan (22). Spesifikasi yang baik adalah berbentuk setengah padat, warna sesuai dengan spesifikasi awal warna bahan, dan tidak berbau tengik (23).
b. Uji Homogenitas
Pengujian ini dilakukan dengan mengamati hasil pengolesan salep pada plat kaca. Salep yang homogen tidak menggumpal di awal hingga akhir pengolesan, serta struktur salep sama dan warnanya seragam (24).
c. Uji pH
Pengujian ini menggunakan pH meter dan selanjutnya dicelupkan ke dalam 0,5gram salep yang telah diencerkan dengan 5 ml aquadest. Nilai pH yang baik adalah sekitar 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH kulit manusia (25).
d. Uji Daya Sebar
Salep ditimbang sebanyak 0,5gram dan diletakkan di atas kaca objek berdiameter 15 cm, lalu kaca objek lainnya diletakan di atasnya dan didiamkan selama satu menit. Selanjutnya, diameter olesan salep diukur. Setelah itu, ditambahkan beban sebanyak 100g dan dibiarkan selama satu menit, kemudian diukur diameter konstannya (17).
c. Uji Daya Lekat
Persyaratan untuk daya lekat pada sediaan topikal adalah empat detik (18).
Sejumlah 0,25g salep diletakkan di atas kaca objek yang telah ditentukan luasnnya. Kaca objek yang lain diletakkan di atasnya. Kemudian, beban 1 kg ditambahkan dan dibiarkan selama 5 menit. Ketika beban sebesar 80g dilepaskan, maka kedua kaca objek akan terpisah, dan waktu jeda hingga kaca objek terpisah harus dicatat (26).
Tabel 1 Hasil Uji Orgalopetik, Homogenitas, pH, Daya Sebar, dan Daya Lekat

Keterangan: (+) tingkat kepekatan warna; (*) tidak memenuhi standar salep.
f. Cycling Test
Salep disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam, kemudian dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40oC selama 24 jam. Pengujian dilakukan dalam 6 siklus. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas fisik sediaan salep simplisia daun kembang sepatu selama 6 siklus (12 hari). Pada setiap siklus diamati perubahan fisik sediaan salep yang dinilai dari uji organoleptis kemudian dibandingkan dengan kondisi awal sediaan apakah terjadi perubahan atau tidak (27).
Pengujian terhadap uji organoleptik, homogenitas, pH, daya sebar, dan daya lekat dilakukan lima kali selama 28 hari dengan interval pengujian selama tujuh hari sekali.
Tabel 2 Hasil Cycling Test selama 6 siklus

Keterangan: (+) tingkat kepekatan warna.
Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan menyajikan hasil identifikasi dengan tabel tanpa melakukan manipulasi terhadap variabel-variabel yang diteliti.
Hasil
Hasil evaluasi salep simplisia daun kembang sepatu meliputi uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar, dan uji daya lekat disajikan pada Tabel 1 dan hasil cycling test disajikan pada Tabel 2. Hasil uji menunjukkan tidak ada perubahan secara organoleptik, tidak homogen, pH 6 yang sesuai dengan pH kulit, daya sebar di bawa standar menyebabkan konsistensi padat, tiga dari empat formulasi memiliki nilai daya lekat sesuai dengan standar daya lekat, dan hasil cycling test menunjukkan semua formulasi stabil pada proses penyimpanan.
Pembahasan
Pengujian organoleptik dilakukan untuk melihat karakteristik fisik dari sediaan salep yang meliputi tekstur, warna, dan aroma. Hasil uji organoleptik menunjukkan semua formulasi memiliki konsistensi semisolid. Warna yang dihasilkan tidak sama yang disebabkan oleh variasi konsentrasi simplisia yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi simplisia, maka warna sediaan yang dihasilkan akan semakin pekat (23). Sediaan salep memiliki aroma khas dari daun kembang sepatu. Sifat organoleptik dari keempat formula tidak berubah selama 28 hari pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa keempat formulasi dapat digolongkan sebagai sediaan yang stabil (28).
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui kombinasi basis salep dan senyawa aktif sehingga diperoleh salep yang homogen. Berdasarkan hasil uji menunjukkan bahwa keempat formulasi salep terdispersi secara merata, yang berarti zat aktif sediaan salep tersebar secara merata pada basisnya. Namun salep yang dihasilkan tidak homogen karena basis salep dan simplisia daun kembang sepatu yang digunakan tidak tercampur dengan baik yang ditandai dengan adanya gumpalan-gumpalan atau butiran-butiran kasar pada salep (29). Weking et al. (2018) berpendapat bahwa sediaan salep yang tidak homogen disebabkan karena ketidaktelitian saat pencampuran bahan yang terlihat dari uji homogenitas yang terdapat butiran kasar. Sediaan salep yang tidak homogen mengindikasikan adanya pemisahan yang ditandai dengan pemisahan yang tidak sempurna selama penyimpanan (31).
Hasil uji pH menunjukkan semua formulasi salep memiliki pH 6 yang sesuai dengan standar pH kulit manusia yaitu 4,5-6,5 (25). Semua formulasi menunjukkan stabilitas yang sama dengan tidak berubahnya nilai pH dari awal pengujian hingga akhir periode pengujian. Jika diaplikasikan pada kulit hewan, yang paling sesuai adalah kulit anjing yang memiliki pH 6-7, sedangkan hewan lainnya seperti tikus (pH 5,4-5,9), kucing (pH 6,4-6,9), kuda poni (pH 7-8), marmut (pH 5,5), kelinci (pH 6,7), dan monyet (6,4) memiliki nilai pH di atas atau di bawah pH salep yang diperoleh (32). Sediaan topikal diharapkan memiliki pH yang berada pada pH kulit normal karena jika pH terlalu basa akan mengakibatkan kulit bersisik, sedangkan jika pH terlalu asam dapat memicu terjadinya iritasi kulit (33).
Berdasarkan hasil uji daya sebar diperoleh keempat formulasi salep memiliki daya sebar yang kurang baik atau tidak memenuhi syarat (5-7 cm) (23). Hal ini dikarenakan konsistensi salep yang padat sehingga penyebarannya tidak terlalu optimal (34). Namun, semakin rendah konsentrasi simplisia dalam salep menunjukkan adanya peningkatan daya sebar salep. Semakin besar kadar zat aktif yang ditambahkan maka konsistensi sediaan salep akan semakin pekat, sehingga mempengaruhi penurunan daya sebar salep (35,36). Salep yang tidak memenuhi persyaratan nilai daya sebar akan menimbulkan rasa tidak nyaman karena akan terasa tebal pada kulit (37).
Hasil uji daya lekat menunjukkan formula B, C dan D memenuhi persyaratan waktu lekat optimum yaitu lebih dari empat detik (18). Perbedaan daya lekat yang diperoleh disebabkan oleh perbedaan konsentrasi simplisia yang ditambahkan pada masing-masing formulasi. Semakin besar konsentrasi simplisia yang ditambahkan maka konsistensi sediaan salep akan semakin pekat dan hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan daya lekat sediaan salep. Lumentut et al. (2020) berpendapat bahawa nilai uji daya lekat memiliki hubungan dengan daya sebar, di mana semakin kecil daya sebar maka semakin lama waktu yang dibutuhkan salep untuk melekat, dan sebaliknya semakin besar daya sebar salep maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan salep untuk melekat, karena adanya konsistensi dari salep yang pekat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan daya lekat antara lain konsentrasi zat yang ditambahkan, suhu, cara pengadukan, pH, ukuran partikel, dan viskositas (36). Pengujian ini penting dilakukan untuk mengetahui daya lekat sediaan pada kulit, karena basis salep harus memiliki daya lekat yang kuat untuk menjamin penyerapan zat obat yang optimal pada kulit (18).
Hasil cycling test menunjukkan bahwa dari siklus pertama hingga siklus keenam warna, tekstur, dan bau sediaan tidak mengalami perubahan. Pada tahap uji tekstur sediaan akan mengeras jika diletakkan pada suhu 4oC dan akan menjadi lunak jika diletakkan di dalam oven dengan suhu 40oC, hal ini dikarenakan sediaan yang berbahan dasar lemak akan membeku pada suhu dingin dan meleleh pada suhu panas. Berdasarkan hal tersebut, sediaan salep simplisia daun kembang sepatu memiliki nilai yang stabil selama proses penyimpanan, ditandai dengan tidak adanya perubahan yang signifikan antara hasil sebelum dan sesudah cycling test (34,38).
Pada penelitian ini masih belum diperoleh formulasi dan metode yang tepat untuk memperoleh salep yang sesuai dengan standar salep yang ada (12). Formulasi dan metode yang digunakan dalam pembuatan salep pada penelitian ini menggunakan cara yang paling sederhana dalam pembuatan salep, yang mana hal ini yang diduga sebagai faktor kegagalan pembuatan formulasi salep simplisia daun kembang sepatu. Namun demikian, keamanan salep simplisia daun kembang sepatu ini telah teruji aman digunakan secara topikal pada kulit (39) sehingga pengembangan lebih lanjut perlu dilakukan untuk memperoleh salep simplisia daun kembang sepatu yang baik dan sesuai dengan standar salep yang ada.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi konsentrasi simplisia daun kembang sepatu berpengaruh terhadap mutu sediaan salep. Semua formulasi belum memiliki kualitas yang baik dan memenuhi standar yang ada. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode dan formulasi yang digunakan untuk memperoleh salep simplisia daun kembang sepatu yang baik dan memenuhi standar salep.
Daftar Pustaka
1. Lestaridewi NK, Jamhari M, dan Isnainar. Study of Plant Utilization as Traditional Medicines at Tolai Village, Torue Subdistrict, Parigi Moutong District. E-JIP BIOL.2017;5(2): 92-108.
2. Salim Z, dan Munadi E. Info Komoditi Tanaman Obat. Edisi Ke-1. Jakarta: Badan Pengkajian dan Pengembangan Pedagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia; 2017.
3. Kementerian Perdagangan. Warta Ekspor: Obat Herbal Tradisional. Edisi September. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional; 2014.
4. Febriani A., Andiani D. Formulasi Detergen Cair yang Mengandung Ekstrak Daun Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.). Sainstech Farma. 2020;13: 107-112.
5. Iriani NA, Dwiranti A, Salamah A. Indeks Mitosis Pucuk Daun Hibiscus Rosa-Sinensis L. Variasi Single Pink Pada Beberapa Variasi Waktu. Jurnal Biologi. 2020;13: 1–8.
6. Widyastuti L, Ningsih D, Aisiyah S. Pengaruh Pemberian Sediaan Creambath Ekstrak Daun Kembang Sepatu (Hibiscus Rosa-Sinensis) pada Pertumbuhan Rambut Kelinci (New Zealand). Jurnal Farmasi. 2019;8: 15–21.
7. Yuswantina R, Yulianta OW, Fitri Z. Efek ekstrak daun talok (Muntingia calabura L.) terhadap daya tumbuh rambut kelinci jantan galur Australia. (Tesis). Semarang: Program Studi Farmasi, STIKES Ngudi Waluyo; 2013.
8. Sumara R. Penggunaan Lumatan Daun Bunga Sepatu (Hibiscus Rosa-Sinensis L) Untuk Penyembuhan Luka Insisi Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus Strain Wistar). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. 2017;2: 169-177.
9. Febriani A, Elya B, Jufri M. Uji Akvitas dan Keamanan Hair Tonic Ekstrak Daun Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis) Pada Pertumbuhan Rambut Kelinci. Jurnal Farmasi Indonesia. 2016;8: 259-270.
10. Davis SE, Tulandi SS, Datu OS, Sangande F, dan Pareta DN. Formulasi Dan Pengujian Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) Dengan Berbagai Variasi Basis Salep. Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2022;5: 66-73.
11. Fatimah Y. Pengaruh Basis Salep Terhadap Sifat Fisik Sediaan Salep Ekstrak Etanolik Bonggol Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum L.) Sebagai Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus. (Tesis). Solo: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2017.
12. Simaremare ES, Holle E, Budi IM, Yabansabra YY. Analisis Perbandingan Efektifitas Antinyeri Salep Daun Gatal Dari Simplisia Laportea Decumana Dan Laportea Sp. Pharmacy: Jurnal Farmasi Indonesia. 2015;12: 1-10.
13. Zulfa E, Prasetyo B, Murukmihadi M. Formulasi Salep Ekstrak Etanolik Daun Binahong (Anrederacordifolia (Ten.) Steenis) Dengan Variasi Basis Salep. Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik. 2015;12: 41-48.
14. Tungadi R, Pakaya MS, Ali PDA. Formulasi dan Evaluasi Fisik Sediaan Krim Senyawa Astaxanthin. Indonesian Journal of Pharmaceutical Education. 2023;3(1): 117-124.
15. Lachman L, Lieberman HA, Kanig, JL, Suyatmi S. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ke-1. Jakarta: Universitas Indonesia Press; 2012.
16. Gozali D, Abdassah M, Sarah AS, Lathiefah A. Formulasi Krim Pelembab Wajah Yang Mengandung Tabir Surya Nanopartikel Zink Oksida Salut Silikon. Farmaka. 2009;7: 37-47.
17. Astuti IY, Hartanti D, Aminiati A. Peningkatan Aktivitas Antijamur Candida albicans Salep Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper bettle Linn.) Melalui Pembentukan Kompleks Inklusi dengan β-Siklodekstrin. Majalah Obat Tradisional. 2010;15: 94-99.
18. Ulaen S, Banne Y, Suatan R. Pembuatan Salep Anti Jerawat Dari Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jurnal Ilmiah Farmasi Poltekkes Manado. 2012;3: 45-49.
19. Joshita D. Kestabilan Obat. (Tesis). Jakarta: Ilmu Kefarmasian, Departemen Farmasi FMIPA, Universitas Indonesia; 2008.
20. Rivai H, Wahyuni AH, Fadhilah H. Pembuatan Dan Karakterisasi Ekstrak Kering Simplisia Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.). Jurnal Farmasi Higea. 2013;5: 1-8.
21. Handoyo DLY, Pranoto ME. Pengaruh Variasi Suhu Pengeringan Terhadap Pembuatan Simplisia Daun Mimba (Azadirachta Indica). Jurnal Farmasi Tinctura. 2020;1: 45-54.
22. Naibaho OH, Yamlean PVY, Wiyono W. Pengaruh Basis Salep Terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) Pada Kulit Punggung Kelinci yang Dibuat Infeksi Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi. 2013;2: 27-34.
23. Sari A, dan Maulidya A. Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn). Sel Jurnal Penelitian Kesehatan. 2016;3(1): 16-23.
24. Lasut TM. Uji Stabilitas Fisik Sediaan Salep Ekstrak Etanol Daun Nangka Artocarpus heterophyllus lamk. Biofarmasetikal Tropis. 2019:2(1): 63-70.
25. Tranggono RI, & Latifah F. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Gramedia Pustaka Utama; 2014.
26. Rahmawati D, Sukmawati A, Indrayudha P. Formulasi Krim Minyak Atsiri Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana Val dan Zijp): Uji Sifat Fisik dan Daya Antijamur Terhadap Candida albicans Secara In Vitro. Majalah Obat Tradisional. 2010;15: 56-63.
27. Lintang ITP, Slamet, Pambudi DB, Wirasti. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Ekstrak Kulit Pisang Kapas (Musa Paradisiaca L.) sebagai Antioksidan dengan Metode FRAP. Naskah Publikasi Sarjana Farmasi; 2021.
28. Pertiwi RD, Andrie M, Taurina W. Uji Sifat Fisik Sediaan Salep Kombinasi Madu Kelulut (Heterotrigona itama) Dan Ekstrak Sirih Hijau (Piper betle linn). Jurnal Farmasi Kalbar. 2019;4.
29. Azzahra F, Prastiwi H, Solmaniati. Formulasi Dan Uji Sifat Fisik Sediaan Krim Dan Salep Ekstrak Etanol Daun Pare (Momordica charantia L.). Jurnal Kefarmasian Akfarindo. 2019;4: 1-7.
30. Weking N, Rame MMT, Lutsina MW. Formulasi dan Evaluasi Sediaan Salep dan Krim Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piperis Bettle Linn). CHMK Pharmaceutical Scientific Journal. 2018;1: 25-31.
31. Suherman B, & Isnaeni D. Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kaktus Pakis Giwang (Euphorbia milii Ch.Des Moulins) Kombinasi Basis Modifikasi PEG 4000 Dan PEG 400serta Aktivitas Antibakteri Terhadap Staphylococcus epidermis. Jurnal Herbal Indonesia. 2019;1: 18-32.
32. Proksch E. PH in nature, humans and skin. Journal of Dermatology. 2018;45: 1044-1052.
33. A, Mufrod, dan Purwanto. Aktivitas Antioksidan Krim Ekstrak Sari Tomat (Solanum lycopersicum L.). Traditional Medical Journal. 2013;18: 132-140.
34. Lumentut N, Edy HJ, Rumondor EM. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Krim Ekstrak Etanol Kulit Buah Pisang Goroho (Musa acuminafe L.) Konsentrasi 12.5% Sebagai Tabir Surya. Jurnal Mipa. 2020;9: 42-46.
35. Edy HJ, Marchaban, Wahyuono S, Nugroho AE. Formulasi dan Uji Sterilitas Hidrogel Herbal Ekstrak Etanol Daun Tagetes erecta L. Pharmacon. 2016;5: 9-16.
36. Widyaningrum N, Murrukmihadi M, Ekawati SK. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanolik Daun The Hijau (Camellia sinesis L.) dalam Sediaan Krim terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antibakteri. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2012;4: 147-156.
37. Parwanto MLE, Senjaya H, Edy H J. Formulasi Salep Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Tembelekan (Lantana camara L.). Pharmacon. 2013;1: 104-108.
38. Hasrawati A, Famir Y, Aztriana, Mursyid AM. Formulasi Dan Evaluasi Salep Ekstrak Daun Gulma Siam (Chromolaena Odorata L.) Dengan Variasi Basis Salep. As-Syifaa Jurnal Farmasi. 2019;11: 55-60.
39. Saputra MGAS, Sudira IW, Samsuri, Merdana IM, Dharmayudha AAGO, Sudisma IGN. Evaluation of Acute Dermal Toxicity of Hibiscus Leaves as Simplicial Ointment on Albino Rats. Jurnal Medik Veteriner. 2023;6(2): 216-229.
cara mengutip artikel
https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/59421/0