Majalah Farmasetika, 8 (4) 2023, 373-385
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i4.46676
Artikel Penelitian
Putri Pamungkas1*, Ida Musfiroh2
1Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor 45363
2Departemen Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor 45363
*E-mail: putri18016@mail.unpad.ac.id
(Submit 05/05/2023, Revisi 08/05/2023, Diterima 19/05/2023, Terbit 31/05/2023)
Abstrak
Suhu penyimpanan merupakan salah satu parameter kritis pada penyimpanan sediaan CCP (Cold Chain Product), hal ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada kestabilan obat untuk mempertahankan atau menjaga khasiat, mutu dan efikasi. Penyimpanan obat dipengaruhi oleh beberapa faktor: cahaya, suhu, dan kelembapan yang sangat mempengaruhi kestabilan dan kualitas obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penyimpanan yang dilakukan sesuai dengan persyaratan sehingga diharapkan kualitas Cold Chain Product (CCP) dapat dijaga dan mengetahui kondisi stabil pada penyimpanan dalam chiller. Metode penelitian ini meliputi pengukuran suhu di area penyimpanan dengan menggunakan thermo data logger dan interval waktu 5 menit pada dua titik yaitu di sebelah sensor suhu dan tutup chiller. Hasil penelitian menunjukkan titik tertinggi atau titik maksimum yang diperoleh mencapai 8,2℃ yang yang terjadi sekitar pukul 10.00 – 11.00 WIB. Hal ini kemungkinan terjadi akibat adanya faktor aktivitas PBF yang telah memulai untuk menyiapkan barang dengan membuka tutup chiller dengan lama mengakibatkan kenaikan suhu pada chiller. Titik terrendah yang berhasil terekam mencapai titik 2.0℃ yang dicapai pada waktu bervariasi antara pukul 22.00 hingga di pagi hari sekitar pukul 04.00-05.00 WIB sebelum PBF beroperasi. Suhu rata-rata yang didapatkan adalah 5,15℃ yang menunjukkan bahwa suhu didalam cold room benar termasuk dalam rentang suhu penyimpanan produk rantai dingin yakni 2-8℃. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan nilai suhu pada chiller 1, 2 dan 3 telah sesuai dengan persyaratan yaitu stabil pada rentang suhu 2-8 ⁰C.
Kata kunci: Pemetaan Suhu, Produk Rantai Dingin, Titik Kritis
Teks Lengkap:
Pendahuluan
Obat adalah sebuah produk biologi yang digunakan untuk diagnosa, mengobati atau mencegah suatu penyakit dan meningkatkan derajat kesehatan [1,2]. Obat memiliki peran penting untuk kesehatan manusia, oleh karena itu obat perlu memiliki kriteria safety, efficacy dan quality. Dalam menjamin kriteria obat tersebut agar mutu selalu terjaga maka prinsip CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) harus dipenuhi dari awal pembuatan, peyimpanan, distribusi dan proses penyaluran kepada konsumen [3–5].
Standar dalam pendistribusian sediaan farmasi terdapat beberapa hal yang harus di perhatikan kelayakan armada transportasi, tempat penyimpanan yang memadai sediaan farmasi pada suhu tertentu, serta pengetahuan mengenai informasi perlakukan khusus sedian farmasi [4,6,7]. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tahun 2011, Pedagang Besar Farmasi yang disingkat PBF merupakan sebuah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar [8]. Penyimpanan obat dipengaruhi oleh beberapa faktor cahaya, suhu, dan kelembapan sangan mempengaruhi kestabilan dan kualitas obat [9]. Kondisi suhu penyimpanan yang tidak sesuai spesifikasi menjadi salah satu pelanggaran yang sering ditemukan di gudang penyimpanan obat baik di Industri Farmasi ataupun di Fasilitas Distribusi Obat [9].
Kondisi suhu yang tidak sesuai dengan spesifikasi obat dapat menyebabkan perubahan dalam efek terapeutik obat dan dapat menimbulkan efek berbahaya yang tidak diinginkan dari penggunaan obat tersebut [10]. Salah satu obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus, salah satunya yaitu Produk Rantai Dingin (Cold Chain Product/CCP). Produk CCP diantaranya yaitu produk vaksin, tingtur, obat oral, obat luar, produk darah dan farmasi lainnya [11]. CCP memiliki ketentuan khusus untuk suhu, mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman [12]. Oleh karena itu penyimpanan dan transportasi pengiriman untuk CCP harus memenuhi syarat agar dapat mempertahankan kualitas mutu [13]. CCP harus disimpan di ruangan atau wadah yang dapat menjaga kestabilan suhunya seperti menggunakan cold room/chiller [14]. Persyaratan suhu untuk produk CCP yaitu 2-8°C. Jika suhu produk dibawah atau diatas rentang tersebut, maka akan merusak atau produk menjadi tidak memiliki khasiat [6]. Dengan ketentuan tersebut, cold room/chiller harus mampu menjaga suhu agar kondisi penyimpanan obat tetap berada pada rentang 2-8°C. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan validasi cold room/chiller dengan pemantauan dan penentuan titik kritis untuk suhu.
Dalam CDOB dijelaskan bahwa salah satu pemantauan suhu yang dapat dilakukan oleh fasilitas distribusi farmasi adalah pemetaan atau mapping suhu cold room/chiller [12]. Pemetaan suhu adalah kegiatan monitoring suhu pada beberapa titik ruangan. Alat pencatat suhu harus diletakkan pada titik yang terburuk dimana terjadifluktuasi suhu tinggi [15]. Titik suhu tersebut akan dipergunakan sebagai tempat peletakan sensor perekam data. Mapping suhu bertujuan untuk mengetahui keberagaman suhu dan rentang suhu gudang penyimpanan obat [16]. Kegiatan pemetaan suhu akan menghasilkan data suhu titik terendah dan tertinggi pada chiller. Titik terendah adalah titik dimana kecenderungan suhu di area tersebut lebih rendah dibandingkan dengan titik lain. Sedangkan titik tertinggi adalah titik dimana kecenderungan suhu tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan titik lain. Selain titik tertinggi dan terendah, kegiatan pemetaan suhu dapat mengetahui titik kritis, di mana terjadi fluktuasi suhu ekstrim dengan perubahan dapat mendekati batas atau rentang suhu penyimpanan ruang tersebut. Pemetaan suhu tersebut dilakukan secara rutin setiap 1 tahun sekali atau jika terdapat perubahan layout tempat penyimpanan [17].
Penelitian ini menjadi hal penting yang dilakukan untuk mengimplementasikan sistem penyimpanan yang diatur dengan jelas di CDOB. Hal tersebut juga dilakukan untuk memastikan dan menjamin bahwa mutu dan kualitas produk Cold Chain Product terjaga selama penyimpanan dalam gudang. Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi aspek penyimpanan yang dilakukan sesuai dengan persyaratan sehingga diharapkan kualitas CCP dapat dijaga dan mengetahui kondisi stabil pada penyimpanan dalam chiller.
Metode
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut : Thermo data logger Elitech RC-4, Alat perekam suhu otomatis selama pemetaan (mapping) suhu dan Chiller Frigigate/ CFR 300 TR dan Chiller SHARP/FRV 300, alat menyimpan produk Cold Chain Product.
Prosedur Pemetaan Suhu
Menentukan alat yang akan digunakan untuk pemetaan suhu (thermo data logger) yang telah terkalibrasi. Kemudian, menentukan titik yang akan dilakukan pemetaan suhu untuk chiller ditetapkan hanya 2 titik saja. Mengatur thermo data logger sesuai dengan interval waktu yang diinginkan yaitu 5 menit. Meletakkan thermo data logger di titik yang sudah ditentukan yaitu di dekat sensor suhu dan di depan tutup chiller, lalu mulai perekaman suhu dengan menekan tombol play pada thermo data logger. Pengambil data dilakukan selama 3 hari [18]. Titik peletakan alat pengukur suhu pada Chiller dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Titik Peletakan Alat Pengukur Suhu
Tabel 1. Pembagian penempatan thermo data logger pada chiller
Hasil
Berikut merupakan hasil pemetaan suhu yang dilakukan, dimana terdapat 6 data thermo logger yang disebar dalam 3 chiller. Masing-masing chiller terdapat 2 data thermo logger, dengan hasil perekaman dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pemetaan Chiller Cold Chain Product (CCP)
Grafik pengukuran suhu Chiller 1
Gambar 2. Thermo data logger E1
Gambar 3. Thermo data logger C1
Grafik pengukuran suhu Chiller 2
mbar 4. Thermo data logger A1
Gambar 5. Thermo data logger A2
Grafik pengukuran suhu Chiller 3
Gambar 6. Thermo data logger B1
Gambar 7. Thermo data logger B2
Pembahasan
Penyimpangan yang paling banyak terjadi di PBF salah satunya yaitu ketidakpatuhan terhadap ketentuan kondisi penyimpanan dengan persyaratakan suhu masing-masing sediaan farmasi. Suhu yang tidak sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan, dapat menyebabkan perubahan stabilitas produk, kualitas produk dan efek terapeutik produk yang menyebabkan efek toxic ataupun hilangnya efek terapeutik [9]. Pemeriksaan suhu secara berkala menjadi salah satu cara untuk mengontrol mutu sediaan terutama sediaan CCP (Cold Chain Product) yang kualiatasnya dipengaruhi oleh suhu penyimpanan [19]. Cold Chain Product/CCP adalah product yang harus disimpan di ruangan atau wadah yang dapat menjaga kestabilan suhunya seperti menggunakan cold room/chiller. Suhu penyimpanan dari CCP yaitu 2-8°C [20]. CCP merupakan sediaan farmasi yang sangat sensitif terhadap suhu [21]. Oleh karena itu, suhu dari produk CCP harus selalu terkontrol.
Upaya untuk mengontrol suhu penyimpanan salah satunya dengan melakukan validasi suhu menggunakan metode pemetaan atau mapping suhu [22]. Validasi suhu penyimpanan merupakan proses yang dilakukan untuk memberikan tingkat penilaian yang tinggi bahwa produk yang disimpan dalam suatu tempat penyimpanan telah memenuhi ketentuan suhu yang disyaratkan. Validasi sehu penyimpanan pun menegaskan bahwa prosedur yang dilakukan telah tepat dan berada di bawah kendali validasi yang memadai. Validasi suhu penyimpanan digunakan untuk memastikan bahwa suhu selama proses penyimpanan tidak menyimpang dari ketentuan [23,24]. Mapping suhu bertujuan untuk mengetahui fluktuasi atau perubahan suhu yang terjadi pada chiller selama penyimpanan serta untuk mengetahui bahwa suhu penyimpanan sesuai dengan suhu yang dipersyaratkan untuk penyimpanan CCP sehingga kualitas,
stabilitas dan efikasi sediaan terjamin. Pemetaan suhu ini pun bertujuan untuk mengetahui titik kritis yang digunakan sebagai dasar untuk meletakkan alat sensor suhu pada chiller. Titik kritis merupakan titik yang mempresentasikan titik yang sering terjadi fluktuasi suhu.
Kegiatan validasi dilakukan pada chiller gudang penyimpanan sediaan CCP di salah satu PBF yang berada di Jakarta. Terdapat 3 chiller yang digunakan untuk tempat penyimpanan CCP yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu 2- 8 °C seperti vaksin. Pemetaan suhu pada dilakukan untuk memastikan penyipanan telah sesuai dengan persyaratan sehingga kualitas CCP dapat dijaga, selain itu peetaan dilakukan untuk mengetahui kondisi stabil pada chiller. Pemetaan suhu dilakukan selama 3 hari dengan interval perekaman data selama 5 menit. Titik chiller penyimpanan Thermo data logger di letakkan pada 2 titik sudut chiller yaitu dekat dengan tutup chiller dan sensor suhu chiller. Pengukuran pada titik tersebut bertujuan untuk mengetahui fluktuasi suhu di masing-masing titik, terlebih lagi untuk titik yang berdekatan dengan tutup chiller yang sering dibuka tutup untuk mengambil produk CCP. Sedangkan untuk yang berdekatan dengan sensor suhu chiller bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari sensor tersebut apakah bisa mendeteksi suhu yang tidak sesuai dengan persyaratan dan memberikan alarm atau peringatan jika suhu dalam chiller melebihi atau dibawah suhu 2-8oC. Lama waktu pengujian ditetapkan berdasarkan pedomaan pemetaan suhu yang didetapkan oleh WHO (World Health Organization) untuk pemetaan chiller dapat di lakukan 3 hari atau selama 24-72 jam [25].
Dalam pelaksanaannya, peralatan utama pemetaan suhu yaitu Electronic Data Logging Monitors (EDLMs) atau sering juga disebut dengan data logger yang digunakan untuk memastikan pendistribusian suhu dalam area yang akan dipetakan [26]. EDLM yang digunakan yaitu Thermo data logger Elitech RC-4. Data logger yang digunakan telah dilakukan kalibrasi minimal 1 tahun sekali. Kalibrasi dilakukan dengan tujuan untuk menentukan nilai yang sebenarnya dari alat ukur yang dibandingkan dengan standar alat ukur baik standar nasional maupun internasional [27,28]. Variasi suhu hasil rekaman data logger akan disimpan dan dianalisis menggunakan komputer.
Hasil pengukuran data logger dapat pada 2 titik di chiller dapat dilihat pada tabel 2. Serta untuk grafik fluktuasi dari suhu pada chiller terdapat pada Gambar 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Hasil pemetaan suhu didapatkan titik maksimum dan minimum. Titik maksimum merupakan titik terpanas yang dijadikan titik kritis untuk digunakan sebagai dasar dari peletakan sensor suhu. Karena dapat disimpulkan bahwa titik tersebut merupakan titik yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu atau kenaikan suhu. Titik tertinggi atau titik maksimum yang diperoleh mencapai 8,2℃ yang yang terjadi sekitar pukul 10.00 – 11.00 WIB. Hal ini kemungkinan terjadi akibat adanya faktor aktivitas PBF yang telah memulai untuk menyiapkan barang dengan membuka tutup chiller dengan lama mengakibatkan kenaikan suhu pada chiller. Titik maksimum yang dihasilkan tersebut diluar dari persyaratan yang telah tercantum di CPOB. Walaupun seperti itu, dapat di justifikasi bahwa sediaan aman kualitas dan mutu nya dikarenakan saat buka tutup chiller membutuhkan waktu paling lama sekitar 2-3 menit saja dan langsung ditutup kembali dan suhu pada chiller pun langsung kembali menyesuaikan dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Menurut penelitian Shafaat., et al. 2013, Produk vaksin maksimal terpapar suhu di atas 8˚C paling lama 2 jam. Maka dari itu, penanganan vaksin harus dilakukan secepat dan setepat mungkin karena jika terpapar suhu diatas 8˚C lebih dari dua jam maka vaksin dapat dinyatakan sudah tidak memenuhi syarat [5]. Untuk mendeteksi produk CCP yang terpapar suhu tinggi dengan waktu yang lama salah satunya dengan menggunakan Vaccine Vial Monitors (VVM) produk vaksin. VVM digunakan untuk memperkirakan bahwa vaksin telah terpapar suhu panas yang berlebihan dan untuk menentukan keamanan vaksin ketika akan diberikan kepada pasien [29]. Potensi kerusakan yang disebabkan oleh paparan suhu tinggi dapat dideteksi melalui VVM pada vial vaksin [30]. VVM merupakan sebuah label botol khusus yang dapat memberikan indikasi visual dari paparan suhu tinggi dengan jangka waktu lama yang dapat mengubah potensi vaksin [29].
Titik terendah yang berhasil terekam mencapai titik 2℃ yang dicapai pada waktu bervariasi antara pukul 22.00 hingga di pagi hari sekitar pukul 04.00-05.00 WIB sebelum PBF beroperasi. Titik terendah yang didapatkan masih termasuk kedalam rentang suhu penyimpanan produk rantai dingin sehingga masih dalam batas aman yang tidak akan menyebabkan produk menjadi beku yang akan menurunkan mutu dari produk. Suhu dibawah 2,0℃ dapat membuat produk CCP membeku dan stabilitas produk akan terganggu. Beberapa studi menemukan bahwa terdapat beberapa kasus produk CCP rusak akibat paparan yang tidak disengaja oleh suhu beku dikarenakan pengiriman yang tidak tepat atau penyimpanan di PBF dan pusat kesehatan [31].
Suhu rata-rata yang didapatkan adalah 5,15℃ yang menunjukkan bahwa suhu didalam cold room benar termasuk dalam rentang suhu penyimpanan produk rantai dingin yakni 2-8℃. Dalam pemetaan suhu terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil perekaman misalnya yaitu kondisi beban penyimpanan yang berbeda, frekuensi akses atau durasi pembukaan pintu yang terlalu lama, kondisi pemadaman listrik, kalibrasi instrument terkait, suhu atau kelembapan ekstrem diluar, pemeliharaan alat, dan lain-lain. Selain untuk mengetahui titik minum dan maksimum dari chiller, mapping suhu juga berfungsi untuk mengetahui dan memastikan fluktuasi atau perubahan suhu chiller masing terdapat pada rentang suhu yang di persyaratkan. Karena sangat penting untuk menjaga kestabilan sediaan dan kualitas sediaan selama masa peyimpanan. Dari hasil pemetaan atau mapping suhu yang dilakukan, fluktuasi suhu pada chiller dapat dilihat pada Gambar 2 sampai Gambar 7 untuk masing-masing chiller.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemetaan suhu yang dilakukan terhadap chiller penyimpanan produk rantai dingin di salah satu PBF di Jakarta didapatkan nilai suhu pada chiller 1, 2 dan 3 telah sesuai dengan persyaratan yaitu stabil pada rentang suhu 2-8 ⁰C.
Daftar Pustaka
[1]. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015;[2]. Patrick R, Capetola T, Townsend M, Nuttman S. Health promotion and climate change: Exploring the core competencies required for action. Health Promot Int. 2012;27(4):475–85.[3]. Sigalingging OS, Musfiroh I. Analisis Kualifikasi Pemasok Obat di Salah Satu Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Kota Bandung. Maj Farmasetika. 2022;7(5):469–77.[4]. Badurina G, Majić Z, Pavlin S. Evaluation Of Air Transportation Under Controlled Room Temperature For Pharmaceuticals. Promet – Traffic&Transportation. 2011;23(2):121–30.[5]. Shafaat K, Hussain A, Kumar B, Ul Hasan R, Prabhat P, Yadav VK, et al. An overview: storage of pharmaceutical products. World J Pharm Pharm Sci. 2013;2(5):2499–515.[6]. Sykes C. Time- and temperature-controlled transport: Supply chain challenges and solutions. P&T. 2018;43(3):154–8.[7]. Kristanti MW, Ramadhania ZM. Evaluasi Kesesuaian Sistem Penyimpanan Obat, Suplemen, dan Kosmetik Eceran pada Salah Satu Gudang Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Jakarta Pusat. Maj Farmasetika. 2020;5(2):49. https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v5i2.26258[8]. Lloyd J, Cheyne J. The origins of the vaccine cold chain and a glimpse of the future. Vaccine. 2017;35(17):2115–20. https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2016.11.097[9]. Spasojević-Brkić VK, Misita M. Temperature Mapping in Pharmaceutical Warehouse-Framework for Pharmacy 4.0. X Int Conf Ind Eng Environ Prot. 2020;171–5. Available from: https://www.researchgate.net/publication/346025002[10]. Kumar N, Jha A. Temperature excursion management: A novel approach of quality system in pharmaceutical industry. Saudi Pharm J. 2017;25(2):176–83. https://doi.org/10.1016/j.jsps.2016.07.001[11]. Li G, Wang G, Ma Y, Yue L, Zhao W. Research on Cold Chain Transport of Vaccines in Major Outbreaks. IOP Conf Ser Earth Environ Sci. 2020;526(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/526/1/012189 [12]. BPOM RI. Cara distribusi obat yang baik (CDOB). BPOM RI. 2020;[13]. Public Health England. Storage, distribution and disposal of vaccines. In: The Green Book. 2013. p. 17–36.[14]. Yongjing X, Liying YU. Optimization of distribution system for pharmaceutical cold-chain logistics based on new GSP standard. J Shanghai Univ (Natural Scientist). 2017;23(5). https://doi.org/10.12066/j.issn.1007-2861.1766[15]. Fadhilah FN, Gozali D. Mapping Suhu Gudang Narkotika Pada Salah Satu Pedagang Besar Farmasi (PBF) Di Kota Bandung. Farmaka. 2018;16:213–21.[16]. Sembiring D, Wathoni N. Evaluasi Pelaksanaan Pendistribusian Cold Chain Product (CCP) oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Kota Bandung. Maj Farmasetika. 2021;6(4):300. https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v6i4.34822[17]. Wu W, Zhao F, Ma C, Huang GQ. Experimental Investigation of A Real-time Monitoring System for Cold Chain Logistics. IEEE Int Conf Autom Sci Eng. 2020;1201–6. https://doi.org/10.1109/CASE48305.2020.9216739[18]. World Health Organization. Cold room temperature mapping studies. WHO Tech Rep Ser. 2015;[19]. Wen Z, Liao H, Ren R, Bai C, Zavadskas EK, Antucheviciene J, et al. Cold chain logistics management of medicine with an integrated multi-criteria decision-making method. Int J Environ Res Public Health. 2019;16(23):1–21. https://doi.org/10.3390/ijerph16234843[20]. World Health Organization. How to monitor temperatures in the vaccine supply chain. WHO Vaccine Manag Handb. 2015;44. Available from: https://apps.who.int/iris/handle/10665/183583[21]. Kumru OS, Joshi SB, Smith DE, Middaugh CR, Prusik T, Volkin DB. Vaccine instability in the cold chain: Mechanisms, analysis and formulation strategies. Biologicals. 2014;42(5):237–59. https://doi.org/10.1016/j.biologicals.2014.05.007[22]. Masudin I, Safitri NT. Food Cold Chain in Indonesia during the Covid-19 Pandemic: A Current Situation and Mitigation. J Rekayasa Sist Ind. 2020;9(2):99–106. https://doi.org/10.26593/jrsi.v9i2.3981.99-106[23]. Jadhav VM, Gholve SB, Kadam VJ. Validation of cold chain products – An essential need for global pharmaceutical supply chain. Int J PharmTech Res. 2009;1(2):358–9.[24]. PARALI L, DURMAZ F, AYDIN O. Calibration of a Platinum Resistance Thermometer (Pt-100) and Its Measurement Uncertainty Analysis. Celal Bayar Üniversitesi Fen Bilim Derg. 2018;14(1):41–9. [25]. World Health Organization. Suplement 8: Temperature Mapping of Storage Areas. Model guidance for the storage and transport of time- and temperature-sensitive pharmaceutical products. WHO Tech Rep Ser. 2015;(961):1–28.[26]. 윤유리. Cold Chain Management in Pharmaceutical Industry: Logistics Perspective. J Distrib Sci. 2014;12(5):33–40. https://doi.org/10.15722/jds.12.5.201405.33[27]. Hidayanti F. Calibration of Digital Thermometer using Sensor and Indicator Method. Int J Manag Humanit. 2020;4(9):11–4. https://doi.org/10.35940/ijmh.i0838.054920[28]. Jacob A, M P G. Pharmaceutical Validation and Process Control. Int J ChemTech Res. 2018;11(8):80–8. https://doi.org/10.20902/ijctr.2018.110809[29]. Ross JC, Saidu Y, Nzuobontane D, Voukings MZ, Embrey SR. Application of the remaining vaccine vial monitor life calculation to field temperature monitoring data to improve visibility into cold chain equipment performance. Vaccine. 2020;38(48):7683–7. https://doi.org/10.1016/J.VACCINE.2020.09.078[30]. Kartoglu U, Milstien J. Tools and approaches to ensure quality of vaccines throughout the cold chain. Expert Rev Vaccines. 2014;13(7):843–54. https://doi.org/10.1586/14760584.2014.923761[31]. McColloster PJ. US vaccine refrigeration guidelines: Loose links in the cold chain. Hum Vaccin. 2011;7(5):574–5. https://doi.org/10.4161/hv.7.5.14489cara mengutip artikel ini
https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/46676/20065