Formulasi dan Evaluasi Krim Ekstrak Jamur Sawit (Volvariella sp) sebagai Tabir Surya dengan Variasi Konsentrasi Basis Lemak Tengkawang dan Lemak Cokelat

Majalah Farmasetika, 10 (1) 2025, 69-89

https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v10i1.60520

Artikel Penelitian

Chrisbaningrum Prehatin1,*, Maria Elvina Tresia Butar-Butar1, Sister Sianturi2, Andrian Fernandes2

1Program Studi Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dirgahayu, Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia 75122
2Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Tropis, Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia 75123

*E-mail : chrisbaningrum.201199@gmail.com

(Submit 03/01/2025, Revisi 05/01/2025, Diterima 06/01/2025, Terbit 07/01/2025)

Abstrak

Jamur sawit merupakan bahan alam yang mengandung senyawa antioksidan sangat kuat, yaitu 19,14 bpj, sehingga memiliki potensi sebagai tabir surya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas ekstrak jamur sawit sebagai tabir surya dengan menentukan nilai SPF yang diformulasikan menjadi sediaan krim dengan variasi konsentrasi lemak tengkawang dan lemak cokelat. Metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menentukan nilai SPF krim ekstrak jamur sawit. Diuji nilai SPF 7 formula dan diperoleh 3 formula terbaik, yaitu F1 (1,9305), F5 (1,6487), dan F7 (1,7906) untuk selanjutnya dilakukan evaluasi mutu fisik. Pada uji pH, F1, F5, dan F7 memenuhi persyaratan pH kulit, yaitu 4,5-6,5, dasil statistik pH diperoleh p>0,05 menunjukan tidak terdapat perbedaan pada variasi konsentrasi terhadap nilai pH. Pada uji viskositas F1, F5, dan F7 memenuhi persyaratan sediaan krim, yaitu 2.000-50.000 cPs. Pada uji daya sebar F1, F5, dan F7 tidak memenuhi persyaratan sediaan krim, yaitu 5-7 cm. Pada uji daya lekat tidak memenuhi persyaratan waktu daya lekat krim, yaitu <4 detik. Hasil viskositas diperoleh adanya perbedaan pada F1, F5, dan F7 dengan nilai p<0,05. Nilai signifikansi tersebut dapat diartikan adanya pengaruh variasi konsentrasi basis terhadap nilai viskositas.


Kata kunci: Jamur sawit, Tabir surya, Lemak tengkawang, Lemak cokelat, Krim

Teks Lengkap:

PDF

Pendahuluan


Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang berguna untuk melindungi tubuh dari debu, kotoran, cuaca, dan sinar matahari. Paparan sinar matahari yang mengandung sinar ultraviolet (UV) memberikan efek positif maupun negatif bagi kulit, efek tersebut berdasarkan pada panjang dan frekuensi paparan, intensitas sinar matahari, dan sensitivitas individu yang terpapar (1). Sinar UV terdiri dari sinar UV-A (320-400 nm), sinar UV-B (290-320 nm), dan sinar UV-C (200-290 nm). Dampak buruk jangka panjang dari sinar UV-A dan UV-B dapat menyebabkan kerusakan serat kolagen pada lapisan epidermis, menurunkan elastivitas, keriput, kanker melanoma, hiperpigmentasi, imunosupresi, eritema (kemerahan), dan photoaging (2). Radiasi sinar UV yang paling banyak berpengaruh terhadap kesehatan kulit adalah radiasi sinar UV-B, dimana radiasi sinar UV-B memiliki efek yang paling kuat dalam menyebabkan terjadinya penyakit kulit dibanding sinar UV-A. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengatasi pengaruh buruk sinar matahari, salah satunya dengan menggunakan tabir surya.

Tabir surya dapat digunakan sebagai agen fotoprotektif dengan mekanisme menyerap, memantulkan, serta menyebarkan (scatter) sinar matahari (3). Tingkat efektif tabir surya didasarkan pada pengukuran nilai SPF (Sun Protection Factor) (4). Semakin tinggi nilai SPF maka semakin besar tingkat perlindungannya (5). Tabir surya dibagi menjadi 2 golongan, yaitu tabir surya kimia dan fisik. Tabir surya kimia melindungi kulit dengan cara menyerap sinar matahari dan mengubahnya menjadi energi panas. Tabir surya fisik atau dikenal dengan nama sunblock bekerja melindungi kulit dengan cara memantulkan sinar matahari (6). Saat ini produk tabir surya didominasi oleh bahan kimia sintetik yang dapat menimbulkan efek samping dan bahkan ditemukan masuk ke dalam aliran darah (7).

Umumnya produk komersial yang beredar di pasaran menggunakan bahan sintetik, seperti asam aminobenzoid, oxybenzone, cinnamate, dan titanium dioksida dapat menyebabkan reaksi adverse effects (8). Penggunaan senyawa sintetik yang berlebihan seringkali berdampak buruk bagi kulit, seperti terhambatnya sintetis vitamin D dan akumulasi bahan tersebut juga dapat menimbulkan risiko kanker kulit (9). Hal-hal tersebut menjadikan pentingnya pengembangan bahan alami yang memiliki aktivitas sebagai senyawa tabir surya sebagai alternatif yang lebih aman dari efek samping bahan kimia. Senyawa tabir surya merupakan zat yang mengandung bahan pelindung kulit terhadap sinar matahari sehingga radiasi sinar UV tidak dapat menembus kulit (10). Tabir surya yang diformulasikan dengan bahan alami lebih toleran terhadap kulit manusia.

Salah satu kandidat bahan alam yang memiliki aktivitas antioksidan adalah jamur sawit. Jamur sawit (Volvariella sp) mengandung senyawa flavonoid, tanin, dan fenol. Flavonoid merupakan salah satu bioaktif yang berkontribusi dalam aktivitas antioksidan (11). Tanin merupakan senyawa yang diketahui dapat menangkal efek stres oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas. Senyawa fenol sebagai metabolit sekunder dalam tumbuhan yang berpotensi sebagai antioksidan. Hal ini disebabkan oleh keberadaan gugus hidroksil dalam senyawa fenol dapat berfungsi menyumbangkan atom hidrogen ketika bereaksi dengan senyawa radikal melalui mekanisme transfer elektron sehingga proses oksidasi dihambat (12). Antioksidan jamur sawit yang diekstrak menggunakan etanol dalam IC50 sangat kuat, yaitu 19,14 bpj. Dikatakan sangat kuat karena sampel memiliki nilai antioksidan <50 bpj sehingga memiliki potensi sebagai bahan tabir surya (11).

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk menguji nilai Sun Protection Factor (SPF) ekstrak jamur sawit yang diformulasikan dalam sediaan krim dengan variasi konsentrasi lemak tengkawang dan lemak cokelat. Sediaan krim ekstrak jamur sawit diuji nilai SPF dan akan dievaluasi mutu fisik, meliputi uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH, uji viskositas, uji daya lekat, uji daya sebar, dan uji stabilitas.


Metode


Alat


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lemari pendingin (LG GV 212), oven (Memmert UN55), spektrofotometri uv-vis (Bel Photonics UV-M51®), waterbath, mikroskop, viscometer brookfield (BYK-Gardner 7565), pH meter (AZ® 86555, AZ Instrument Corp), alat uji daya lekat, alat uji daya sebar, centrifuge, timbangan analitik (Fujitsu®), hot plate (DLab®), blender (Philips), toples kaca, alat-alat gelas laboratorium (Pyrex®)


Bahan


Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah jamur sawit (Volvariella sp), etanol 96% (teknis), lemak tengkawang, lemak cokelat, olive oil, trietanolamin (TEA), lipomulse luxe, disodium EDTA (Ethylene diamine tetra-acetic acid), isopropil miristat, gliserin, dimethylol-5-5-dimethyllhydantoin (DMDM hydantoin), 2,2-diphenyl-1–picrylhydrazyl (DPPH), etanol p.a 96%, aquadest, alumunium foil, dan kertas saring.


Prosedur Rinci

Pengumpulan Bahan Baku


Jamur sawit diperoleh di Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara. Pengambilan sampel didasarkan dengan kriteria yang baik. Kriteria yang baik, yaitu jamur sawit yang masih segar dan muda, berwarna kecokelatan dengan batang yang berwarna putih, bentuk utuh, tidak rusak ataupun busuk, dan memiliki bentuk mekar seperti payung. Lemak tengkawang diperoleh dari Balai Besar Penelitian Ekosistem Dipterocarpa, Badan Penelitian,Pengembangan dan Inovasi, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kota Samarinda di Jl. KH. A. Wahab Syahrani No. 68, Samarinda, Kalimantan Timur.

Pembuatan Simplisia Jamur Sawit


Jamur sawit disortir untuk memisahkan dari kotoran serta bahan tidak terpakai yang menempel pada jamur sawit. Sampel dicuci bersih menggunakan air mengalir, lalu dipotong-potong kecil dan ditutup kain hitam lalu diangin-anginkan ditempat teduh terhindar dari sinar matahari secara langsung. Setelah kering, dilakukan sortasi kering pada sampel guna memisahkan dari kotoran lain selama proses pengeringan. Sampel diblender untuk memudahkan proses ekstraksi senyawa yang terkandung di dalam serbuk jamur sawit tersebut.


Pembuatan Ekstrak Jamur Sawit


Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi. Ditimbang serbuk jamur sawit sebanyak 200 g kemudian direndam dengan 2 L etanol 96% dalam toples kaca. Perendaman simplisia dilakukan selama 3×24 jam dan disimpan dalam tempat gelap dengan suhu ruang (20-25 °C) (13). Diaduk sesekali guna kontak antara sampel dengan pelarut agar dapat mempercepat waktu larutan penyari dalam mengekstraksi sampel. Setelah 3×24 jam, larutan disaring hingga diperoleh residu dari simplisia jamur sawit. Residu yang diperoleh kemudian dilakukan remaserasi menggunakan etanol 96% sebanyak 2 L agar kandungan senyawa yang masih tertinggal pada saat maserasi pertama dapat  tertarik sempurna. Remaserasi dilakukan selama 1×24 jam, setelah itu dilakukan penyaringan untuk mendapatkan maserat ke 2. Hasil maserasi pertama dan hasil remaserasi kemudian dipekatkan menggunakan waterbath pada suhu 60 °C hingga diperoleh ekstrak kental (14,15).


Formulasi Krim Ekstrak Jamur Sawit


Rancangan formula krim ekstrak jamur sawit dapat dilihat pada Tabel 1 dengan variasi konsentrasi lemak tengkawang dan lemak cokelat.


Tabel 1.
Formula Krim Ekstrak Jamur Sawit

Keterangan:

F1 : Lemak Tengkawang 1%; Lemak Cokelat 0%

F2 : Lemak Tengkawang 0%; Lemak Cokelat 1%

F3 : Lemak Tengkawang 0,5%; Lemak Cokelat 0,5%

F4 : Lemak Tengkawang 0,75%; Lemak Cokelat 0,25%

F5 : Lemak Tengkawang 0,25%; Lemak Cokelat 0,75%

F6 : Lemak Tengkawang 1%; Lemak Cokelat 1%

F7 : Lemak Tengkawang 0%; Lemak Cokelat 0%


Dileburkan fase minyak yang terdiri dari lemak tengkawang, lemak cokelat, lipomulse luxe, olive oil, dan isopropil miristat menggunakan hot plate pada suhu 70-75 °C. Fase air terdiri dari TEA, sebagian gliserin, disodium EDTA, DMDM hydantoin, dan aquadest menggunakan hot plate pada suhu 70-75 °C. Dicampurkan fase minyak dan fase air, diaduk hingga homogen dan terbentuk massa krim. Dimasukkan ekstrak jamur sawit yang telah dilarutkan dengan gliserin dan dihomogenisasi hingga homogen (16).

Uji Nilai SPF Krim Ekstrak Jamur Sawit


Nilai SPF ditentukan dengan mengukur absorbansi larutan pada masing-masing formula menggunakan Spektrofotometri UV-Vis tiap 5 nm pada rentang panjang gelombang 290-320 nm. Sediaan ditimbang 0,25 g, lalu dilarutkan dengan etanol p.a 96%. Hasil absorbansi yang diperoleh kemudian dicatat dan dihitung menggunakan persamaan Mansur (17). Dipilih 3 formulasi dengan nilai SPF terbaik untuk dilakukan uji mutu fisik krim.


Evaluasi Mutu Fisik Krim Ekstrak Jamur Sawit

     a.   Pengamatan organoleptis

Sampel diamati secara visual, meliputi warna, bentuk, dan bau selama 28 hari (18).

b.  Uji homogenitas

Sampel sebanyak 1 g dioleskan secara merata dan tipis pada kaca objek dan   diamati menggunakan mikroskop. Sampel harus terlihat homogen yang ditandai   dengan tidak adanya butiran kasar (18).

c.  Uji viskositas

Sampel sebanyak 50 g diuji menggunakan viscometer Brookfield spindle nomor   3 dengan kecepatan 3 rpm. Persyaratan krim yang baik adalah 2.000-50.000 cPs   (19).

d.  Uji pH

Dikalibrasi pH meter menggunakan larutan dapar pH 4, pH 7, dan pH 10. Sampel   sebanyak 1 g dilarutkan dalam 10 mL aquadest. Diukur tingkat keasaman   sampel pada suhu 25 °C. Persyaratan pH yang baik adalah 4,5-6,5 (20).

e.  Uji daya sebar

Sampel sebanyak 0,5 g diletakkan di atas kaca berskala, kemudian ditimpa   dengan kaca berskala lainnya. Diberikan bebas yang berbeda mulai dari 50 g,   100 g, 150 g, dan 200 g. Diberi rentang waktu 1-2 menit, kemudian diukur daya   sebar sampel dengan penggaris. Daya sebar krim yang baik adalah rentang 5-7   cm (18,21).

f.  Uji daya lekat

Sampel sebanyak 0,5 g dilettka diantara 2 objek gelas, kemudian diberi beban 1   kg selama 5 menit. Kedua objek gelas tersebut dipisahkan dengan menarik kaca   objek gelas yang di atas dengan beban 80 g, sedangkan objek gelas bagian   bawah ditahan dengan beban lainnya. Dicatat lama waktu yang diperlukan untuk   kedua objek gelas tersebut terpisah (18,22).

g.  Uji cycling test

Stabilitas sampel diuji dengan menggunakan metode cycling test sebanyak 6   siklus. Sampel disimpan selama 24 jam pada suhu 4 °C, kemudian dipindahkan   pada suhu 40 °C selama 24 jam, proses ini terhitung 1 siklus (23). Kondisi fisik   sampel dibandingkan sebelum dan setelah diuji (24).

h.  Uji setrifugasi

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam sentrifugator, kemudian diuji dengan   kecepatan 4.000 rpm selama 30 menit. Sampel yang stabil tidak terpisah   pemisahan fase (25).

Teknik Analisis Data


Data hasil evaluasi organoleptis, homegenitas, stabilitas penyimpanan, cycling test, sentrifugasi, daya sebar, dan daya lekat dilakukan dengan analisis deskriptif. Hasil pengukuran viskositas dan pH dianalisis menggunakan IBM SPSS Versi 26.0. Pertama dilakukan uji normalitas, lalu uji dilanjutkan dengan uji homogenitasnya menggunakan Levene’s test. Data penelitian dapat dikatakan terdistribusi normal dan homogen dengan syarat, nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p>0,05). Pengujian dilanjutkan dengan analisis One Way Anova dengan taraf kepercayaan 95%, apabila terjadi perbedaan pada uji One Way Anova analisis dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significantly Different). Data hasil One Way Anova dan LSD dikatakan berbeda apabila didapatkan hasil nilai signifikansi <0,05 (p<0,05).


Hasil


asil uji SPF Krim Ekstrak Jamur Sawit


Nilai SPF merupakan indikator tentang efektivitas suatu produk yang bersifat UV protector (26). Tujuan dari tabir surya sendiri, yaitu mencegah kulit terbakar dan kerusakan kulit yang disebabkan radiasi sinar UV (27). Efektivitas tabir surya dilakukan dengan menentukan nilai SPF secara in vitro menggunakan Spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 290-320 nm dan interval 5 nm. Hasil absorbansinya dicatat, kemudian dihitung menggunakan persamaan Mansur (28). Hasil uji nilai SPF krim ekstrak jamur sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Nilai SPF Krim Jamur Sawit

Keterangan:

F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

F2 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 1%

F3 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,5%; lemak cokelat 0,5%

F4 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,75%; lemak cokelat 0,25%

F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

F6 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 1%

F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%

Hasil Evaluasi Krim Ekstrak Jamur Sawit

 
 
Evaluasi fisik krim jamur sawit dilakukan menggunakan formulasi dari pengujian nilai SPF krim. Dipilih 3 formula terbaik dari hasil pengujian dengan nilai SPF, yaitu F1 (1,9305), F5 (1,6487), dan F7 (1,7906). Dilakukan evaluasi mutu fisik sediaan krim ekstrak jamur sawit.

Hasil Pengamatan Organoleptis

Uji organoleptis dilakukan untuk mengamati perubahan-perubahan bentuk, bau, dan warna dari sediaan krim ekstrak jamur sawit secara visual (29,30). Hasil pengamatan organoleptis sediaan krim ekstrak jamur sawit dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Organoleptis Krim Ekstrak Jamur Sawit

Keterangan:

F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%

Hasil Uji Homogenitas


Uji homogenitas digunakan untuk mengamati ada atau tidaknya partikel kasar yang terdapat dalam sediaan dengan tujuan apakah sediaan sudah tercampur homoge. Hasil pengamatan homogenitas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Krim Ekstrak Jamur Sawit

Keterangan:

(+) : Homogen

(-) : Tidak homogen

F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%


Hasil Uji Viskositas

Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan dari krim yang diharapkan agar mudah dioleskan. Viskositas krim yang baik ditunjukkan dengan krim yang memiliki konsentrasi yang tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental (29). Dalam penelitian ini dilakukan pengujian pada krim F1, F5, dan F7 yang memiliki variasi konsentrasi pada basis lemak. Pengujian dilakukan menggunakan viskometer Brookfield spindel nomor 3 dengan kecepatan 3 rpm, dan dilakukan 3 kali pengulangan. Hasil uji viskositas dapat dilihat pada Gambar 1.


Gambar 1.
Hasil Uji Viskositas Krim Ekstrak Jamur Sawit

Keterangan:

F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%

Hasil Uji pH


Pengujian pH dilakukan untuk menilai tingkat keamanan suatu produk dan mengetahui nilai pH sediaan agar tidak menyebabkan kulit kering bersisik dan iritasi (30). Hasil uji pH dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil Uji pH Krim Ekstrak Jamur Sawit

Keterangan:

F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%

Hasil Uji Daya Sebar


Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan penyebaran krim pada saat dioleskan kekulit. Pengujian dilakukan menggunakan alat uji daya sebar dengan beban 50 g, 100 g, 150 g, dan 200 g yang diletakan secara bergantian dan ditunggu selama 1-2 menit pada masing-masing beban untuk mengetahui hasil diameter daya sebar sediaan. Hasil uji daya sebar dapat dilihat pada Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6.

Gambar 3. Hasil Uji Daya Sebar Beban 50 g Krim Ekstrak Jamur Sawit


Keterangan:

F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%

Gambar 4. Hasil Uji Daya Sebar Beban 100 g Krim Ekstrak Jamur Sawit

Keterangan:

F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%

Gambar 5. Hasil Uji Daya Sebar Beban 150 g Krim Ekstrak Jamur Sawit


Keterangan:

F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%

Gambar 6. Hasil Uji Daya Sebar Beban 200 g Krim Ekstrak Jamur Sawit

Keterangan:

F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%

Hasil Uji Daya Lekat

Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui lama waktu krim melekat pada kulit (31). Pengujian dilakukan menggunakan alat uji daya lekat dengan beban 500 g yang diletakkan di atas alat uji selama 5 menit, lalu beban diangkat dan dilepaskan kaitan beban pada alat untuk mengetahui waktu daya lekat sediaan. Hasil uji daya lekat dapat dilihat Gambar 7.

Gambar 7. Hasil Uji Daya Lekat Krim Ekstrak Jamur Sawit

Keterangan:

F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%


Hasil Uji Cycling Test

Cycling test bertujuan untuk mengetahui stabilitas krim selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan setelah 6 siklus (32). Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Cycling Test Krim Ekstrak Jamur Sawit

Keterangan:

(+) : Terjadi pemisahan fase

(-) : Tidak terjadi pemisahan fase

F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%

Hasil Uji Sentrifugasi


Uji sentrifugasi bertujuan untuk mengetahui stabilitas krim menggunakan kecepatan tinggi menggunakan alat sentrifugator dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Hasil uji sentrifugasi dapat dilihat pada Tabel 6.


Tabel 6.
Hasil Uji Sentrifugasi Krim Ekstrak Jamur Sawit


Keterangan:

(+) : Terjadi pemisahan fase

 (-) : Tidak terjadi pemisahan fase

 F1 : Konsentrasi lemak tengkawang 1%; lemak cokelat 0%

 F5 : Konsentrasi lemak tengkawang 0,25%; lemak cokelat 0,75%

 F7 : Konsentrasi lemak tengkawang 0%; lemak cokelat 0%

Pembahasan

Ekstraksi jamur sawit dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi dingin yang paling sederhana, karena mudah dilakukan, sederhana, dan cepat. Keuntungan utama dari metode maserasi ini adalah tidak dilakukan pemanasan sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya penguraian zat aktif dan senyawa tidak tahan pemanasan yang terkandung di dalam sampel akibat pengaruh suhu (33). Pada penelitian ini maserasi jamur sawit dilakukan selama 3 hari (3×24 jam) dan remaserasi selama 1 hari (1×24 jam), disimpan dalam ruangan gelap dengan suhu ruang (20-25°C) (13). Dilakukan remaserasi agar senyawa kimia di dalam sampel dapat terekstrak secara menyeluruh (34). Pada proses maserasi dan remaserasi dilakukan sesekali pengadukan pada 6 jam awal. Berat simplisia basah 7 kg, setelah dikeringkan menghasilkan berat simplisia dalam bentuk serbuk, yaitu 655 g. Kemudian dilakukan maserasi dan remaserasi serbuk simplisia jamur sawit menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 6,96 L. Etanol 96% memiliki polaritas 5,2 sehingga digunakan karena dapat merusak membran sel sampel sehingga lebih mudah berpenetrasi ke dalam sel sampel daripada pelarut etanol dengan konsentrasi yang lebih rendah. Etanol 96% digunakan untuk mengekstrak senyawa, seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, fenol, steroid, dan terpenoid (35). Etanol 96% juga digunakan karena memiliki absorbansi yang baik, tidak toksik, dan dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan kapang pada sampel (35). Penguapan ekstrak etanol jamur sawit dilakukan di atas penangas air atau waterbath dengan suhu 60 °C. Dilakukan penguapan pada ekstrak untuk menghilangkan kandungan pelarut yang digunakan.

Food and Drug Administration (FDA) mengharuskan semua tabir surya mengandung SPF. SPF merupakan ukuran kemampuan tabir surya untuk mencegah kerusakan kulit. Kisaran SPF dimulai dari 1-4 masuk dalam kategori proteksi minimal, 4-6 masuk dalam kategori sedang, 6-8 masuk dalam kategori proteksi ekstra, 8-15 masuk dalam kategori proteksi maksimal, dan >15 masuk dalam kategori proteksi ultra. Dianjurkan menggunakan SPF paling rendah 15 (36).  Tabir surya dengan SPF menyatakan lamanya kulit seseorang berada di bawah sinar matahari tanpa mengalami luka bakar, sedangkan angka SPF menyatakan berapa kali daya tahan alami kulit seseorang dilipat gandakan sehingga aman di bawah matahari tanpa terkena luka bakar. Penentuan nilai SPF dilakukan secara in vitro menggunakan Spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 290-320 nm dan interval 5 nm. Data absorbansi yang diperoleh dari pengukuran diolah menggunakan persamaan rumus Mansur (1986). Hasil pengujian SPF ekstrak jamur sawit pada Tabel 2 diperoleh nilai SPF sebesar 37,4806 dengan kategori proteksi ultra. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak jamur sawit maka semakin tinggi nilai SPF. Hal ini disebabkan karena adanya senyawa fenolik total seperti flavonoid yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (18). Makin tinggi nilai SPF maka sampel memiliki kemampuan yang lebih baik melindungi kulit dari paparan sinar UV (37,38).

Pada penelitian ini dibuat 7 formulasi krim ekstrak jamur sawit dengan variasi basis lemak tengkawang dan lemak cokelat yang berbeda. Sediaan tabir surya dibuat dalam bentuk krim karena memiliki beberapa keuntungan diantaranya, yaitu mudah menyebar merata, penetrasi yang cepat, mudah digunakan, praktis, mudah dibersihkan atau dicuci, dan tidak lengket saat digunakan (39). Pada proses pembuatan sediaan krim ini menerapkan prinsip pencampuran beberapa bahan yang disertai dengan pemanasan dan pengadukan. Pembuatan krim dilakukan dengan cara memisahkan fase minyak (lemak tengkawang, lemak cokelat, lipomulse luxe, olive oil, dan isopropil miristat) dan fase air (TEA, gliserin, disodium EDTA, DMDM hydantoin, dan aquadest).

Formulasi krim dibuat menggunakan lemak tengkawang dan lemak cokelat sebagai basis krim untuk meningkatkan kepadatan pada sediaan. Lemak tengkawang dan lemak cokelat juga memiliki aktivitas antioksidan yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas (40). Olive oil berfungsi sebagai oleaginous vehicle (agen pembawa zat aktif dengan sifat berminyak). TEA (triethanolamine) berfungsi sebagai emulsifier dan pengatur pH supaya sediaan mencapai pH yang sesuai dengan karakteristik pH kulit (4,5-6,5) (41).

Lipomulse luxe merupakan sediaan dengan komponen cetearyl alcohol, glyceryl stearate, PEG-40 stearate, dan ceteareth-20 yang digunakan sebagai penstabil emulsi, mengandung fase minyak 40% atau lebih tinggi. Direkomendasikan untuk penggunaan lipomulse luxe sebagai emulgator adalah 3-6%. Disodium EDTA berfungsi sebagai pelekat atau chelating agent dan konsentrasi yang digunakan, yaitu 0,005 dan 0,1% (42). Isopropil miristat bersifat lipofilik dan memiliki viskositas rendah yang digunakan sebagai sebagai bahan peningkat penetrasi karena merupakan salah satu enhancer yang dapat dengan cepat menyebar dalam sediaan dan meningkatkan absorbsi perkutan obat (44). Konsentrasi isopropil miristat yang dapat digunakan dalam sediaan topikal sebagai enhancer, yaitu 1-10% (42,44). Gliserin digunakan sebagai humektan yang membantu kelembaban kulit dan digunakan untuk melarutkan ekstrak agar homogen saat dicampurkan pada sediaan krim. Mekanisme kerja dari humektan sendiri adalah membentuk lapisan yang bersifat higroskopis sehingga dapat menarik air dari udara jika dioleskan pada kulit sehingga kulit lebih terhidrasi karena kadar air pada subcutan meningkat (45).  Konsentrasi gliserin yang digunakan sebagai humektan adalah sebesar 10-20% (42). DMDM hidantoin digunakan sebagai pengawet untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme dalam produk kosmetik atau produk perawatan kulit. Konsentrasi yang digunakan untuk sediaan kosmetik >0,074% dan maksimal penggunaan menurut Cosmetic directive of the Europe 0,6% dan 0,2%.

Selanjutnya, dilakukan penentuan nilai SPF masing-masing formula yang dimana krim mengandung 250 mg ekstrak jamur sawit. Krim dilarutkan menggunakan etanol p.a 96% dalam 25 mL dan dihomogenisasi. Spektrofotometri UV-Vis dikalibrasi menggunakan etanol p.a 96% dan diukur pada Panjang gelombang 290-320 nm yang mengacu pada persamaan Mansur. Berdasarkan Tabel 2. Dari 7 formula memiliki nilai SPF dengan kategori proteksi minimal yang nilainya tidak lebih dari 2. Dipilih 3 formula dengan nilai SPF terbaik, yaitu F1 (1,9305), F5 (1,6487), dan F7 (1,7906).

Berdasarkan Tabel 3. F1, F5, dan F7 krim memiliki bentuk sediaan semi padat, bau khas, dan warna cokelat pucat hingga kekuningan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka menghasilkan bau khas jamur sawit yang semakin kuat dan warna yang dihasilkan akan semakin cokelat. Hasil pengamatan yang dilakukan selama 28 hari menunjukka sediaan krim F1, F5, dan F7 tidak mengalami perubahan bentuk, warna, dan bau.

Berdasarkan Tabel 4. F1, F5, dan F7 menunjukkan krim homogen karena tidak terdapat butiran kasar. Hal ini menandakan bahwa krim telah tercampur dengan baik dan sesuai dengan persyaratan uji homogentitas krim. Karakteristik tersebut akan memungkinkan krim mudah terpenetrasi ke dalam permukaan kulit.

Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan viscometer Brookfield, kecepatan 3 rpm, dan splindle nomor 3 dengan faktor koreksi 400. Berdasarkan Gambar 1. F1, F5, dan F7 memiliki nilai viskositas meningkat. Nilai viskositas tertinggi dilikiki oleh F1 dengan basis lemak tengkawang 1% dan lemak cokelat 0%, sedangkan nilai viskositas terendah dimiliki oleh F7 yang tidak menggunakan basis lemak. Berdasarkan Gambar 1. F1, F5, dan F7 memenuhi range parameter viskositas krim. Perbedaan nilai viskositas dipengaruhi oleh konsentrasi lemak yang digunakan pada masing-masing formula. Hasniar dkk. (2015) menyatakan bahwa viskositas krim dipengaruhi oleh konsentrasi basis yang berperan dalam pembentukan konsistensi krim (46). Nilai viskositas dianalisis dengan uji statistik untuk mengetahui perbedaan viskositas masing-masing formula. Berdasarkan hasil statistic menunjukkan viskositas terdistribusi normal dengan nilai signifikansi >0,05 dan uji homogenitas menunjukkan hasil signifikansi >0,05 dimana data tersebut homogen. Disimpulkan bahwa data terdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu, dilanjutkan uji Oneway Anova dengan hasil signifikansi 0,000<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna dari nilai viskositas krim pada F1, F5, dan F7.  Pengujian LSD diperoleh signifikansi >0,05 ditemukan pada semua formula. Hal ini menujukkan perbedaan variasi konsentrasi basis pada semua formula berpengaruh pada viskositas krim ekstrak jamur sawit. Nilai viskositas berpengaruh terhadap nilai daya sebar dan daya lekat, semakin besar nilai viskositas, maka semakin kecil nilai daya sebar dan semakin besar nilai daya lekat.

Berdasarkan Gambar 2. F1, F5, dan F7 mengalami peningkatan pH selama proses penyimpanan dan memenuhi syarat pH kulit, yaitu 4,5-6,5. Peningkatan nilai pH disebabkan oleh adanya degradasi atau ionisasi dari satu atau lebih komponen sediaan (47). pH di bawah 4,5 atau terlalu asam dapat menyebabkan timbulnya iritasi pada kulit, sedangkan pH di atas 6,5 atau terlalu basa dapat menyebabkan kulit menjadi kering bersisik (29). Hasil statistik menunjukkan pengujian normalitas terdistribusi normal, dimana nilai signifikansi >0,05 dan pengujian homogenitas menunjukkan hasil homogen dimana nilai signifikansi >0,05. Pengujian Oneway Anova diperoleh hasil yang signifikan pada ketiga formula dengan nilai signifikansi 0,447>0,05. Pengujian Poshoc Test diperoleh hasil perbedaan rata-rata dari kelompok data F5 terhadap F6 dengan mean 0,10 (sig 0,524>0,05), perbedaan rata rata dari kelompok data F5 terhadap F7 dengan mean 0,20 (sig 0,214>0,05). Perbedaan rata-rata dari kelompok data F6 terhadap F5 dengan mean -0,10 (sig 0,524>0,05), perbedaan rata rata dari kelompok data F6 terhadap F7 dengan mean 0,10 (sig 0,524>0,05). Perbedaan rata-rata dari kelompok data F7 terhadap F5 dengan mean -0,20 (sig 0,214>0,05), perbedaan rata rata dari kelompok data F7 terhadap F6 dengan mean 0,10 (sig 0,524>0,05). Hasil data yang diperoleh menunjukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada konsentrasi basis terhadap nilai pH.

Berdasarkan hasil uji daya sebar F1, F5, dan F7 tidak memenuhi kriteria persyaratan daya sebar yang baik. Adanya pengaruh beban akan mempengaruhi peningkatan daya sebar dan lama waktu penyimpanan dapat mempengaruhi daya sebar akan menurun. Daya sebar dan viskositas saling berhubungan, semakin besar viskositas, maka diameter daya sebar sediaan akan semakin kecil. Semakin tinggi daya sebar maka penetrasi obat ke dalam kulit semakin cepat karena kontak antar kulit dengan obat menjadi luas (48).

Pengujian daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan penyebaran sediaan krim pada permukaan kulit saat pemakaian (49). Kemampuan penyebaran basis yang baik akan memberikan kemudahan pengaplikasian pada permukaan kulit, selain itu penyebaran bahan aktif pada kulit lebih merata dan penetrasi ke dalam kulit berlangsung cepat sehingga efek yang ditimbulkan menjadi lebih optimal (50). Persyaratan daya sebar untuk sediaan topikal, yaitu sekitar 5-7 cm (51). Hasil uji daya sebar dapat dilihat pada Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6. Berdasarkan hasil uji daya sebar dari sediaan krim F1, F5, dan F7 tidak memenuhi kriteria persyaratan daya sebar yang baik. Adanya pengaruh beban akan mempengaruhi peningkatan daya sebar dan lama waktu penyimpanan dapat mempengaruhi daya sebar akan menurun. Daya sebar dan viskositas saling berhubungan, semakin besar viskositas maka diameter daya sebar sediaan akan semakin kecil. Semakin tinggi daya sebar maka penetrasi obat ke dalam kulit semakin cepat karena kontak antar kulit dengan obat menjadi luas (48).

Daya lekat yang baik memungkinkan krim tidak mudah lepas dan semakin lama melekat pada kulit, sehingga dapat menghasilkan efek yang diinginkan (50). Daya lekat merupakan salah satu karakteristik yang bertanggung jawab terhadap keefektifan sediaan dalam memberikan efek farmakologis. Semakin lama daya lekat suatu sediaan pada tempat aplikasi, maka efek farmakologisnya yang dihasilkan akan semakin besar. Pada saat pemberian beban pelepasan, terjadi pelepasan antara kedua plat, maka waktu tersebut merupakan lama waktu kontak krim dengan kulit hingga efek terapi yang diinginkan dapat tercapai. Persyaratan daya lekat yang baik untuk sediaan topikal adalah lebih dari 4 detik (52,53). Hasil uji daya lekat sediaan krim dapat dilihat pada Gambar 7. F1, F5, dan F7 yang dilakukan selama 4 minggu menunjukkan hasil kurang baik karena tidak sesuai dengan persyaratan waktu daya lekat sediaan krim.

Uji cycling test dilakukan untuk melihat kestabilan krim yang meliputi pemisahan fase, bentuk, warna, dan bau sediaan setelah mendapatkan perlakuan disimpan pada suhu 40°C selama 24 jam lalu dimasukan ke dalam suhu 4°C selama 24 jam (1 siklus), perlakuan diulangi sebanyak 6 siklus (23). Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak terjadi adanya pemisahan fase, perubahan bentuk, warna, dan bau pada sediaan. Krim yang dihasilkan dapat dinyatakan memiliki stabilitas yang baik (54). Uji sentrifugasi dilakukan untuk melihat ketahanan dan kestabilan sediaan krim yang berhubungan dengan shelf life sediaan yang sama besarnya dengan pengaruh gravitasi terhadap penyimpanan krim selama 1 tahun (51). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan krim setelah pengocokan dengan kecepatan tinggi menggunakan alat sentrifugasi. Sentrifugasi merupakan proses pemisahan partikel padat dari cairan dengan menggunakan prinsip gravitasi dan sentrifugal. Densitas partikel padat harus lebih besar dari densitas cairan agar partikel padat dapat dipisahkan dari partikel cairnya (56). Krim dimasukan ke tabung eppendorf dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 menit (25). Hasil pengujian sentrifugasi menunjukkan bahwa krim F1 terlihat stabil karena tidak mengalami fase pemisahan, hal ini dikarenakan F1 memiliki kekentalan yang cukup tinggi. Viskositas yang tinggi akan membuat laju sedimentasi sediaan semakin lambat sehingga pembentukan creaming tidak akan terjadi. Creaming merupakan terbentuknya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada emulsi. Hal itu dipengaruhi oleh gaya gravitasi partikel yang memiliki kerapatan tinggi akan membentuk suatu lapisan pada bagian bawah sediaan (pelet) dan partikel yang memiliki kerapatan rendah akan terdorong ke permukaan (supernatan) (56,57).

Kesimpulan


Nilai SPF sediaan krim ekstrak jamur sawit pada F1 (1,9305), F2 (1,5996), F3 (1,5618), F4 (1,4251), F5 (1,6487), F6 (1,3808), dan F7 (1,7906) termasuk ke dalam kategori proteksi minimal. Formula sediaan krim dengan nilai SPF terbaik yang dilakukan evaluasi karakteristik fisik, yaitu F1, F5, dan F7 memiliki mutu fisik, meliputi organoleptis, homogenitas, stabilitas penyimpanan, cycling test, pH, dan viskositas yang memenuhi persyaratan parameter sediaan krim yang baik.

Daftar Pustaka

1.Veronica E, Chrismayanti NKS, & Dampati PS. Potential Extract of Poinsettia   (Euphorbia pulcherrima) as a sunscreen against UV exposure. Journal of   Medicine and Health. 2021; 3(1), 83–92. 

2.Susanti E, & Lestari S. Uji Aktivitas Tabir Surya Ekstrak Etanol Tumbuhan   Sembung Rambat (Mikania micrantha Kunth) Secara In Vitro. Jurnal Penelitian   Farmasi Indonesia. 2019;7(2).

3.Indarto, Taufik I, Farida M, & Imelda P. Efektivitas Kombinasi Ekstrak Kayu Manis   (Cinnamomum burmanii) dan Mikroalga (Haematococus pluvialis) sebagai Krim   Tabir Surya: Formulasi, Uji In Vitro, dan In Vivo. Jurnal Kefarmasian Indonesia.   2022;12(1), 11-24.

4.Baran R, & Maibach HA.  Textbook of Cosmetic Dermatology (5th ed.). CRC   Press. Boca Raton, FL; 2017.

5.Baki G, & Alexander KS. Introduction to Cosmetic Formulation and Technology.   New Jersey: John Wiley & Sons. Hoboken; 2015.

6.Rosyidi VA, Deni W, Ameliana L. Optimasi Titanium Dioksida dan Asam Glikolat   Dalam Krim Tabir Surya Kombinasi Benzofenon-3 dan Oktil Metoksisinamat.   Pharmacy: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia).   2018; 15(1): 6-71.

7.Rodrigues LR, & Jose J. Exploring the Photo Protective Potential of Solid Lipid   Nanoparticle-Based Sunscreen Cream Containing Aloe Vera. Environmental   Science and Pollution Research. 2020;27(17): 20876-20888.

8.Heurung AR, Raju SI, Warshaw EM. Adverse Reaction to Sunscreen Agents:   Epidemiology, Responsible Irritants, and Allergens, Clinical Characteristics, and   Manageent. Dermatitis. 2014; 25(6), 289-326.

9.Bhalke, Rasika D, Mahendra AG, Pallavi BG, dan Priyanka G. Ethnobotanical   Assessment of Indigenous Knowledge of Plants Used as Sunscreen: A   Comprehensive Review. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry.   2015;10(2): 1460-1464.

10.Risna RP, Senadi B, dan Hadisoebroto G. Penetapan Kadar Nilai SPF (Sun   Protection Factor) Dengan Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis Pada Krim   Pencerah Wajah Yang Mengandung Tabir Surya Yang Beredar Di Kota Bandung.   Prosiding Seminar Nasional Kimia. Indonesia: UNJANI-HKI; 2016.

11.Fadly D, Dhayan R, Harsanti BR, Putri DM, & Saputri NE. Fitokimia, Flavonoid,   dan Aktivitas Antioksidan Jamur Sawit (Volvariella sp). Jurnal Ilmiah Kesehatan   (JIKA). 2021;3(3), 159-165.

12.Rafi M, Widyastuti N, Suradikusumah E, dan Darusman LK. Aktivitas   Antioksidan, Kadar Fenol dan Flavonoid Total dari Enam Tumbuhan Obat   Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia. 2012; 8(3): 159-165.

13.Ningrum MP. Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Maserasi Terhadap Aktivitas   Antioksidan Ekstrak Metanol Rumput Laut Merah (Eucheuma cottoni). Skripsi.   Malang: Unversitas Brawijaya Malang; 2017.

14.Rizki M, Nurlely F, & Ma’shumah. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun   Cempedak (Artocarpus integer), Nangka (Artocarpus heterophyllus), dan Tarap   (Artocarpus odoratissimus) Asal Kalimantan Selatan. Journal of Current   Pharmaceutical Sciences. 2021; 4(2), 367-372.
15.  Putri AM. Perbandingan Aktivitas Antioksidan Terhadap Biji Bunga Matahari   (Halianthus annuss L.) Dengan Tumbuhan Lainnya. Journal Research and   Education Chemistry. 2020; 2(2): 85-91.

16.  Cartika H, Elisya Y, Hasbi F, dan Nida K. Uji Aktivitas Anti-Aging Krim Tabir Surya   Kombinasi Ekstrak Tongkol Jagung (Zea mays L.) dan Ekstrak Biji Kopi Robusta   (Coffea canephora Pierre Ex. A. Froehner). Jurnal Ilmiah Ibnu Sina. 2022; 7(1):   184-193.

17.  Puspitasari AD, Mulangsari DAK, & Herlina H. Formulasi Krim Tabir Surya   Ekstrak Etanol Daun Kersen (Muntinga calabura L.) Untuk Kesehatan Kulit.   Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018; 28(4), 263-270.

18.  Amini A, Hamdin CD, Muliasari H, dan Subaidah WA. Efektivitas Formula Krim   Tabir Surya Berbahan Aktif Ekstrak Etanol Biji Wali (Brucea javanica L. Merr).   Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2020; 10(1), 50-58.

19.  Thomas NA, Tungadi R, Papeo DRP, Makkulawu A, dan Manopo YS. Pengaruh   Variasi Konsentrasi Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)   Terhadap Stabilitas Fisik Sediaan Krim. Indonesian Journal of Phamaceutical   Education. 2022; 2(2), 143-152.

20.  Noviardi H, Devi R, & Muhammad F. Formulasi Sediaan Krim Tabir Surya Dari   Ekstrak Etanol Buah Bisbul (Diospyros blancoi). Jurnal Ilmu Kefarmasian   Indonesia. 2019; 17(2), 262-271.

21.  Pratasik MCM, Yamlean PVY, dan Wiyono WI. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik   Sediaan Krim Ekstrak Etanol Daun Sesewanua (Cloredendron squamatum   Vahl.). Pharmacon. 2019; 8(2), 261.

22.  Adi W, & Zulkarnain AK. Uji SPF in Vitro Dan Sifat Fisik Beberapa Produk Tabir   Surya Yang Beredar Di Pasaran. Majalah Farmasetik. 2015; 11 (1) 1745(965),   275-283.

23.  Syaiful SD. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Etanol Daun Kemangi   (Ocimum sanctum L.) Sebagai Sediaan Hand Sanitizer. Universitas              Islam Negeri   Alauddin, Makassar: 2016.

24.  Ginting MDR, Iskandar F, Iriany, & Bani O. Ekstraksi Minyak Atsiri Bunga Melati:   Pengaruh Rasio Massa Bunga Melati Dengan Volume Pelarut N-Heksana,   Waktu Ekstraksi, dan Temperatur Ekstraksi. Jurnal Teknik Kimia. USU 2019;   8(1), 42-47.

25.  Semenzato A, Costantini  A, Meloni M, Marameldi G, Meneghin M, dan Barrato   G. Formulating O/W Emulsions with Plant-Based Actives: A Stability Challenge   for an Effective Product. Cosmetics. 2018; 5(4), 59.

26.  Rahmawati R, Muflihunna AA, & Amalia M. Analisis Aktivitas Perlindungan Sinar   UV Sari Buah Sirsak (Annona muricate L.) Berdasarkan Nilai Sun Protection   Factor (SPF) Secara Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Fotofarmaka Indonesia.   2018; 5(2), 284-288.

27.  Lolo WA, Sudewi S, & Edy HJ. Penentuan Nilai Sun Protecting Factor (SPF)   Herba Krokot (Portulacaolaracea L.). Journal of Pharmaceutical Science and   Clinical Research. 2017; 2, 01-05.

28.  Suhaenah A, Tahir A, & Nasra.  Penentuan Nilai SPF (Sun Pointer Factor)   Ekstrak Etanol Jamur Kancing (Agaricus bisporus) Secara In Vitro Dengan   Metode Spektrofotometri UV-Vis. As-Syifaa Jurnal Farmasi. 2019; 11(01): 82-87.

29.  Saryanti D, Setiawan I, & Safitri RA. Optimasi Formula Sediaan Krim M/A Dari   Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.). Jurnal Riset Kefarmasian   Indonesia. 2019; 1(3), 225-237.

30.  Safitri NA, Oktavia EP, & Valentina Y. Optimasi Formula Sediaan Krim Ekstrak   Stroberi (Freagaria x ananassa) Sebagai Krim Anti Penuaan, Majalah Kesehatan   FKUB. 2014; 1(4), 235-246.

31.  Saryanti D, Setiawan I, & Safitri RA. Optimasi Formula Sediaan Krim M/A Dari   Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.). Jurnal Riset Kefarmasian   Indonesia. 2019; 1(3), 225-237.

32.  Lumentut N, Edi HJ, & Rumondor EM. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan   Krim Ekstrak Etanol Kulit Buah Pisang Goroho (Musa acuminafe L.) Konsentrasi   12,5% Sebagai Tabir Surya. Jurnal MIPA. 2020; 9(2), 42-46.

33.  Rosmala D, Effionora A, Yunita KA. Uji Stabilitas Fisik Formula Krim yang   Mengandung Ekstrak Kacang Kedelai (Glycine max). Pharm Sci Res. 2014; (1)   3, 194-208.

34.  Sa’adah H, Nurhasnawati H. Perbandingan Pelarut Etanol dan Air Pada   Pembuatan Ekstrak Umbi Bawang Tiwai (Eleutherine Americana Merr)   Menggunakan Metode Maserasi. Jurnal Ilmiah Manuntung. 2015; 1(2): 149-153.

35.  Damanis, F. V. M., Wewengkang, D. S., dan Antasionasti, I. 2020. Uji Aktivitas   Antioksidan Ekstrak Etanol Ascidian Herdmania Momus Dengan Metode DPPH   (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil). Pharmacon, 9(3): 464-469.

36.  Wendersteyt, N. V., Wewengkang, D. S., dan Abdullah, S. S. 2021. Uji Aktivitas   Antimikroba Dari Ekstrak Dan Fraksi Ascidian (Herdmania momus) Dari Perairan   Pulau Bangka Likupang Terhadap Pertumbuhan Mikroba Staphylococcus aureus,   Salmonella typhimurium, Dan Candida albicand. Pharmacon, 10(1): 706-712.

37.  Prasiddha IJ, Laeliocattleya RA, & Estiasih T. The Potency of Bioactive   Compunds from Corn Silk (Zea mays L.) For The Use as a Natural Sunscreen: A   Review. Jurnal Pangan Dan Agroindustri. 2016; 4(1), 40-45.

38.  Kiki MY & Amaliah S. Sunscreen Activity Testing of Robusta Coffe (Coffea   cenephora ex froehner) Leave Extract and Fractions. Indonesian Journal of   Pharmaceutical and Technology. 2019; 1(1): 24-29.

39.  Widyastuti W, Fratama RI, Seprialdi A. Pengujian Aktivitas Antioksidan dan Tabir   Surya Ekstrak Etanol Kulit Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis   (FAC Weber) Britton & Rose). Sci J Farm dan Kesehatan. 2015; 1(1): 1-7.

40.  Antara IPS, Megawati F, & Dewi NLKAA. Trend Pemilihan Sediaan Kosmetik   Herbal Pada Kulit Wajah. Jurnal Integrasi Obat Tradisional. 2022; 2(1): 43-50.

41.  Maharani R, Fernandes A, & Pujiarti R. Comparison of Tengkawang Fat   Processing and It’s Effect on Tengkawang Fat Quality from Sahan and Nanga   Yen Villages, West Kalimantan, Indonesia. AIP Publishing. 2016; 1744(1): 1-5.

42.  Wiyono AA & Mustofani D. Efektivitas Gel Ekstrak Kasar Bromelin Kulit Nanas   (Ananus comosus L. Merr) Hasil Optimasi Formula Pada Tikus Yang Dibuat Luka   Memar. Jurnal Ilmiah As-Syifaa. 2019; 11(2), 112-123.

43.  Rowe RC, Sheskey PJ, & Quinn ME. Hanbook of Pharmaceutical Excipients (6   ed.). Pharmaceutical Press: 2016.

44.  Hanna PN, Edy HJ, Siampa JP. Formulasi Sediaan Perona Pipi Ekstrak Etanol   Ubi Jalar Ungi (Ipomoea batata L.) Dalam Bentuk Stick. Pharmacon. 2021; 10:   743-747.

45.  Chen Y, Quan P, Liu X, Wang M., Fang, L. Novel Chemical Permeation   Enhancers for Transdermal Drug Delivery. Asian J Pharm Sci. 2014; 9(2): 51-64.

46.  Butarbutar MET & Chaerunissa AY. Peran Pelembab Dalam Mengatasi Kondisi   Kulit Kering. Majalah Farmasetika. 2021; 6(1): 56-59.

47.  Hasniar H, Yusriadi YY, & Khumaidi A. Formulasi Krim Antioksidan Ekstrak Daun   Kapas (Gossypium sp.). Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of   Pharmacy) (e-journal). 2015; 1(11), 9-15.

48.  Erwiyani AR, Destiani D, & Kabelen SA. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap   Sediaan Fisik Krim Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) dan   Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn). Indonesian Journal of Pharmacy and Natural   Product. 2018; 1(1): 23-29.

49.  Genatrika E, Nurkhikmah I, Hapsari I. Formulasi Sediaan Krim Minyak Jintan   Hitam (Nigella sativa L.) Sebagai Antijerawat Terhadap Bakteri Propionibacterium   acnes. Pharmacy. 2016; 13: 192-201.

50.  Arisanty AA & Anita A. Uji Mutu Fisik Sediaan Krim Ekstrak Etanol Buah   Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Dengan Variasi Konsentrasi Na. Lauril   Sulfat. Media Farmasi. 2018; 14(1), 22.

51.  Swastika A, Mufrod, Puwanto. Aktivitas Antioksidan Krim Ekstrak Sari Tomat   (Solanum lycopersium L.). Trad Med Journal. 2013; 18(3): 132-140.

52.  Arbie S, Sugihartini N, & Wahyuningsih I. Formulasi Krim M/A Dengan Variasi   Konsentrasi Ekstrak Buah Pepaya (Carica papaya L.) Menggunakan Emulgator   Asam Stearat dan Trietanolamin. Media Farmasi. 2020; 16(1): 97-104.

53.  Rachmalia N, Mukhlishah I, Sugihartini N, & Yuwono T. Daya Iritasi dan Sifak   Fisik Sediaan Salep Minyak Atsiri Bunga Cengkih (Syzygium aromaticum) Pada   Basis Hidrokarbon. Majalah Farmaseutik. 2016; 12: 372-376.

54.  Mukhlishah NR, Izzatul, Sugihartini N, & Yuwono T. Daya iritasi dan Sifat Fisik   Sediaan Salep Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum) Pada Basis   Hidrokarbon. Majalah Farmaseutik. 2016; 12(1), 372-376.

55.  Mansauda KLR, Jayanto I, & Tunggal RI. Stabilitas Fisik Krim Ekstrak Biji Alpukat   (Persea Americana Mill.) Dengan Variasi Emulgator Asam Stearat dan   Trietanolamin. Jurnal MIPA. 2022; 11(1): 17-22.

56.  Istianah N, Wardana AK, & Sriherfyna FH. Teknologi Biopress. Malang:   Universitas Brawijaya Press. 2018.

57.  Pujiastuti A & Kristiani M. Formulasi dan Uji Stabilitas Mekanik Hand and Body   Lotion Sari Buah Tomat (Licopersicon esculentum Mill.). Sebagai Antioksidan.   Jurnal Farmasi Indonesia. 2019; 16(1), 42-45.

58.  Naufal A, Kusdiyantini E, & Raharjo B. Identifikasi Jenis Pigmen dan Uji Potensi   Antioksidan Ekstrak Pigmen Bakteri Serratia marcecens Hasil Isolasi Dari   Sedimen Sumber Air Panas Gedong Songo. Bioma. 2017; 19(2): 95-103.


cara mengutip artikel

https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/60520/0

About Majalah Farmasetika

Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) di situs ini adalah Majalah Farmasetika Edisi Jurnal Ilmiah yang merupakan jurnal farmasi di Indonesia SINTA 3 berbentuk artikel penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan komunikasi penelitian singkat di bidang farmasetika. Edisi jurnal ilmiah ini dibuat untuk kepentingan informasi, edukasi dan penelitian kefarmasian.

Check Also

Formulasi dan Karakterisasi Nanopartikel Kitosan Mengandung Ekstrak Daun Salam (Syzygiumpolyanthum)

Majalah Farmasetika, 10 (1) 2025, 57-68 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v10i1.50267Artikel PenelitianEvi Nurul Hidayati 1*, Joko Santoso 1, Bahriyatul …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *