Majalah Farmasetika, 9 (2) 2024, 193-204
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i2.51095
Artikel Review
Sani Ega Priani*, Clarisa Ananda Putri, Gita Cahya Eka Darma, Kiki Mulkiya, Livia Syafnir
Program Studi Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Islam Bandung, Jawa Barat, Indonesia
*E-mail: egapriani@gmail.com
(Submit 16/11/2023, Revisi 28/11/2023, Diterima 02/01/2023, Terbit 09/01/2023)
Abstrak
Teh hijau diketahui mengandung senyawa polifenol, yang sangat mendukung aktivitas antioksidannya. Aktivitas tersebut membuat ekstrak teh hijau bisa dimanfaatkan secara oral ataupun topikal. Pada penggunaan topikal, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan penetrasi perkutan, salah satunya dengan pengembangan sediaan nanoemulsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sediaan nanoemulsi antioksidan mengandung ekstrak teh hijau dengan minyak calendula sebagai fase minyak dengan karakteristik yang baik. Teh hijau diekstraksi dengan metode refluks menggunakan etanol 96% sebagai pelarut. Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak dilakukan dengan metode peredaman DPPH. Ekstrak selanjutnya dikembangkan menjadi sediaan nanoemulsi dengan menggunakan surfaktan tween 80 dan kosurfaktan PEG400. Hasil penelitian menunjukkan, ekstrak etanol teh hijau memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50 2,14 ± 0,01 ppm. Ekstrak etanol berhasil dikembangkan menjadi sediaan nanoemulsi dengan menggunakan minyak calendula sebagai fase minyak, pada perbandingan minyak dan Smix (campuran surfaktan dan kosurfaktan) 1:12 dan perbandingan surfaktan dan kosurfaktan 2:1. Sediaan nanoemulsi teh hijau memiliki karakteristik fisik yang baik, ditandai dengan penampilan yang transparan, ukuran globul 15,97 ± 0,49 nm dan nilai indeks polidipersitas 0,29 ± 0,01. Sediaan nanoemulsi juga stabil merujuk pada pengujian heating cooling, sentrifugasi, dan freeze thaw. Telah berhasil dikembangkan sediaan nanoemulsi mengandung minyak calendula dan ekstrak teh hijau dengan karakteristik dan stabilitas fisik yang baik.
Kata kunci: Teh hijau, antioksidan, nanoemulsi, minyak calendula
Teks Lengkap:
Pendahuluan
Kulit merupakan pembatas tubuh manusia dan lingkungannya, sehingga rentan terkena pengaruh dari eksternal. Berbagai macam faktor lingkungan seperti sinar ultraviolet (UV), cahaya tampak, polusi lingkungan, termasuk ozon dan partikel, dapat meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS) di kulit. Selain dari faktor eksogen, ROS juga dapat diproduksi di jaringan internal sebagai produk samping metabolisme oksidatif di mitokondria (1,2) Tingginya jumlah ROS pada jaringan kulit dapat memicu terjadinya kondisi stress oksidatif. Kondisi stress oksidatif didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya produksi ROS dan oksidan lainnya, yang melebihi kapasitas dari antioksidan (1,3). Hal ini dapat memicu terjadinya penuaan kulit akibat kerusakan DNA, respon inflamasi, serta pembentukan matriks metalloproteinase (MMPs) yang mendegradasi kolagen dan elastin pada lapisan kulit. Pada kondisi stress oksidatif di mana antioksidan internal tidak mampu meredam efek dari peningkatan produksi ROS, maka pemberian antioksidan eksternal menjadi diperlukan (4,5).
Salah satu tumbuhan yang memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat adalah teh hijau (Camellia sinensis Linn.). Teh hijau memiliki kandungan polifenol yang tinggi, dengan polifenol utama adalah katekin yang jumlahnya bisa mencapai 67%. Katekin berfungsi sebagai antioksidan dengan menangkap radikal bebas yang terbentuk sehingga dapat mengurangi terjadinya kerusakan sel dan proses penuaan menjadi lambat (6). Katekin utama dalam teh hijau adalah epigallocatechin-gallate (EGCG) (7). Merujuk hasil penelitian sebelumnya diketahui ekstrak teh hijau memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 6,435 ppm (8).
Pada penelitian ini, ekstrak teh hijau dikembangkan menjadi sediaan nanoemulsi. Nanoemulsi merupakan bentuk sediaan yang terdiri dari fase minyak dan fase air yang distabilkan oleh kombinasi surfaktan dan kosurfaktan dengan ukuran globul <100 nm (9). Keuntungan dari nanoemulsi, yaitu memiliki stabilitas fisik yang baik, memiliki ukuran globul yang kecil sehingga luas permukaan lebih besar, dan memiliki kemampuan penetrasi yang lebih baik. Nanoemulsi banyak dikembangkan untuk penghantaran senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan dengan tujuan meningkatkan efektifitas karena penetrasi kulitnya yang baik (10)
Sebagai fase minyak pada penelitian ini digunakan minyak calendula. Minyak calendula adalah minyak yang diekstraksi dari bunga marigold. Minyak ini diketahui memiliki banyak khasiat ketika digunakan secara topikal pada kulit seperti aktivitas antioksidan dan antiinflamasi (11,12). Minyak calendula juga diketahui mengandung senyawa asam linoleat yang dapat berfungsi sebagai emolien yang mampu meningkatkan kelembaban dan elastisitas kulit (13). Pemilihan minyak calendula sebagai fase minyak dimaksudkan untuk lebih meningkatkan aktivitas dan nilai tambah dari sediaan untuk penggunaan secara topikal.
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan sediaan nanoemulsi antioksidan mengandung ekstrak teh hijau dan minyak calendula yang memiliki karakteristik dan stabilitas fisik yang baik. Uji aktivitas terhadap ekstrak teh hijau juga dilakukan, untuk memastikan kualitas ekstrak dari sumber teh hijau yang digunakan.
Metode
Alat
Alat utama yang digunakan adalah vacuum rotary evaporation (Buchi, Switzerland), magnetic stirrer (Thermolyne S131120-33Q), sonicator bath (Bransonic CPX2800H-E), spektrofotometri UV/Vis (Shimadzu UV-1800), pH meter (Mettler Toledo, Seven CompactTM S220), sentrifuga (Centrifuge Medical Practice 800), viskometer Brookfield, particle size analyzer (Horiba sz-100).
Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu daun teh hijau (Camellia sinensis Linn.) yang diperoleh dari Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK), Gambung, Jawa Barat, minyak calendula (PT. Darjeeling Sembrani Aroma), DPPH/1,1-diphenyl-2-picryl-hydrazyl (Sigma-aldrich), etanol (Bratachem), propilenglikol (Bratachem), propilenglikol (Bratachem), polietilenglikol 400 (Bratachem).
Penyiapan ekstrak teh hijau
Teh hijau sudah diperoleh dalam keadaan kering dari PPTK, Gambung. Simplisia selanjutnya diserbukkan dan dilanjutkan dengan proses ekstraksi dengan metode refluks menggunakan pelarut etanol 96% selama 60 menit. Perbandingan antara teh hijau dengan pelarut adalah 1:10. Terhadap ekstrak cair yang dihasilkan dilakukan pemekatan dengan dengan rotary vaccum evapotaror pada suhu 50-60℃ (14). Terhadap simplisia dan ekstrak selanjutnya dilakukan penapisan fitokimia menggunakan prosedur baku (15).
Uji aktivitas antioksidan ekstrak teh hijau
Pengujian aktivitas aktioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Larutan stok DPPH disiapkan pada konsentrasi 60 ppm dalam etanol. Untuk larutan sampel ekstrak dibuat
dalam 5 titik konsentrasi, juga dalam pelarut etanol yakni 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3 ppm. Larutan ekstrak selanjutnya ditambahkan larutan DPPH dengan perbandingan 1:1, dan diaduk menggunakan vorteks. Campuran larutan ekstrak dan DPPH diinkubasi selama
30 menit pada suhu ruangan. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi sampel pada panjang gelombang maksimum DPPH (516 nm). Untuk memperoleh nilai absorbansi DPPH juga dilakukan pengukuran absorbansi larutan DPPH dengan penambahan etanol pada perbandingan 1:1 setelah inkubasi 30 menit. Nilai % inhibisi senyawa uji dihitung melalui rumus sebagai berikut.
Dari nilai % inhibisi dilakukan perhitungan nilai IC50 dengan metode regresi linier sehingga dapat diketahui konsentrasi ekstrak yang memberikan nilai inhibisi 50% [20].
Optimasi formula nanoemulsi minyak calendula
Optimasi formula nanoemulsi minyak calendula dilakukan dengan menggunakan surfaktan tween 80 dan kosurfaktan polietilenglikol 400, merujuk pada hasil penelitian sebelumnya (16). Dikembangkan beberapa formula dengan variasi perbandingan surfaktan dan kosurfaktan (1:1 dan 2:1), serta variasi konsentrasi minyak:Smix (1:10; 1:11, dan 1:12) (tabel 1). Sediaan nanoemulsi dibuat dengan mencampurkan minyak calendula sebagai fase minyak, Tween 80, dan PEG 400 menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 500 rpm pada suhu 40℃. Selanjutnya ditambahkan air sedikit demi sedikit pada suhu yang sama hingga homogen. Sediaan nanoemulsi disonikasi dengan menggunakan alat sonikator bath selama 20 menit (17). Untuk memilih formula nanoemulsi yang paling optimum dilakukan skrining awal dengan pengamatan organoleptis, pengujian % transmitan, dan uji stabilitas fisik dengan sentrifugasi. Terhadap formula nanoemulsi dengan karakteristik terbaik bedasarkan ketiga evaluasi tersebut, dilakukan penetapan ukuran globul dan indeks polidispersitas.
Tabel 1. Optimasi formula nanoemulsi minyak calendula
Formulasi nanoemulsi mengandung ekstrak teh hijau dan minyak calendula
Setelah diperoleh formula terbaik nanoemulsi minyak calendula, dilakukan pengembangan sediaan dengan penambahan ekstrak teh hijau. Konsentrasi ekstrak teh hijau yang ditambahkan merujuk pada nilai IC50 ekstrak. Sediaan nanoemulsi ekstrak teh hijau, dibuat dengan metode yang sama dengan poin 2.5. Untuk penambahan ekstrak, dilakukan dengan mencampurkan ekstrak ke dalam campuran fase minyak, surfaktan, dan kosurfaktan.(18)
Evaluasi sediaan
Evaluasi sediaan yang dilakukan terhadap sediaan nanoemulsi adalah sebagai berikut:
a. Uji organoleptis
Pengujian dilakukan dengan mengamati kejernihan, warna, dan bau dari sediaan
b. Uji pH
Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pHmeter terhadap sediaan tanpa pengenceran (19)
c. Uji viskositas dan reologi
Uji viskositas dilakukan dengan viskometer digital Brookfield DV-1 pada 100 rpm (20). Untuk menentukan sifat alir/reologi dilakukan pengukuran viskositas pada berbagai nilai rpm yakni 10; 20; 50; 100; 50, 20, 10 rpm.
d. Uji % transmitan
Uji % transmitan sediaan nanoemulsi dilakukan dengan melakukan pengukuran transmitan pada panjang gelombang 650 nm menggunakan spektrofotometer UV−Vis. Aquadest digunakan sebagai blanko pada saat pengujian (21)
e. Penepatan ukuran globul dan indeks polidispersitas (PDI)
Pengujian dilakukan dengan menggunakan particle size analyzer (PSA) terhadap sampel sediaan nanoemulsi
f. Uji stabilitas
Uji stabilitas sediaan dilakukan dengan tiga tahapan yakni heating cooling, sentrifugasi, dan freeze thaw. Uji heating cooling dilakukan dengan menyimpan sediaan pada dua suhu berbeda yaitu 4˚C dan 40 ˚C selama tidak kurang dari 48 jam (tiga siklus). Uji sentrifugasi dilakukan pada kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Uji freeze thaw dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu -21˚C dan 25˚C masing-masing selama tidak kurang dari 48 jam (tiga siklus). Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap kejernihan, pemisahan fase, dan pengendapan terhadap sediaan nanoemulsi. (22)
Hasil
Bahan aktif yang digunakan pada penelitian ini adalah teh hijau (Camellia sinensis Linn.). Teh hijau yang diketahui kaya akan senyawa polifenol diekstraksi dengan menggunakan etanol 96% dengan menggunakan metode refluks. Proses ekstraksi
menghasilkan ekstrak dengan randemen 37,87 %. Terhadap ekstrak dan simplisia yang dihasilkan selanjutnya, dilakukan dan hasilnya menunjukkan simplisia dan ekstrak positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan polifenolat.
Ekstrak teh hijau selanjutnya dilakukan penetapan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Hasil pengujian menunjukkan ekstrak memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat (<50 ppm) dengan nilai IC50 2,14 ± 0,01 ppm (Gambar 1). Sebagai pembanding pada pengujian ini digunakan Vitamin C dan diperoleh nilai IC50 1,93 ± 0,01 ppm.
Gambar 1. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak teh hijau
Ekstrak selanjutnya dikembangkan menjadi sediaan nanoemulsi. Sebelumnya dilakukan optimasi formula nanoemulsi dengan minyak calendula sebagai fasa minyak dengan divariasikan konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan merujuk pada tabel 1. Hasil optimasi ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil optimasi formula nanoemulsi minyak calendula
Keterangan: % transmitan dinyatakan dalam rataan±SD (triplo)
Formula nanoemulsi minyak calendula F6 memiliki hasil evaluasi terbaik merujuk pada tampilan fisik, nilai % transmitan, dan stabilitas pada uji sentrifugasi. Hasil pengujian lanjutan terhadap sediaan nanoemulsi F6 juga menunjukkan hasil yang baik. Sediaan memiliki ukuran globul 16,10 ±0,17 nm, dan nilai PDI 0,17 ±0,01 (gambar 2).
Gambar 2. Hasi uji ukuran globul sediaan nanoemulsi (F6)
Tahap selanjutnya adalah pembuatan sediaan nanoemulsi ekstrak teh hijau. Sediaan dikembangkan dari formula nanoemulsi minyak calendula F6, yang kemudian dilakukan penambahan ekstrak sebesar 0,05%, (tabel 3). Hasil evaluasi terhadap sediaan nanoemulsi teh hijau ditampilkan pada tabel 4.
Tabel 3. Formula nanoemulsi ekstrak teh hijau
Tabel 4. Hasil evaluasi nanoemulsi ekstrak teh hijau
Keterangan: data kuantitatif dinyatakan dalam rataan±SD (triplo)
Pembahasan
Teh hijau sudah sejak lama diketahui mengandung berbagai senyawa aktif yang didominasi oleh golongan senyawa polifenol. Polifenol utama dalam teh adalah katekin. Katekin merupakan senyawa flavonoid dengan struktur dasar α-fenil-benzopyran, yang jumlahnya sekitar 18% sampai 36% dari berat kering daun teh. Jenis katekin dalam daun teh dengan jumlah yang terbanyak adalah (−)-epigallocationchin-3-gallate (EGCG), (−)-epicatechin-3-gallate (ECG), (−)-epigallocationchin (EGC), dan (−)-epicatechin (EC) (23). Pada penelitian ini teh hijau diekstraksi dengan metode refluks menggunakan etanol 96% sebagai pelarut. Cara panas memiliki efektivitas ekstraksi yang lebih baik, dan diketahui senyawa dalam teh hijau tahan terhadap pemanasan. Pemilihan etanol 96% sebagai pelarut pengekstrak merujuk pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pelarut tersebut mampu menarik senyawa katekin, flavonoid, dan senyawa fenolik dengan lebih baik dibandingkan pada konsentrasi lain (20, 40, dan 60%) (14,24). Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa simplisia ekstrak teh hijau mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, polifenolat. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan kandungan yang sama pada ekstrak daun teh. Metabolit sekunder tersebut yang selanjutnya berkontribusi terhadap berbagai aktivitas dari teh hijau, termasuk aktivitas antioksidan (25).
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa ekstrak teh hijau memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50 2,14 ± 0,01 ppm. Penelitian sebelumnya yang juga menggunakan pelarut pengekstraksi yang sama dengan metode maserasi, menunjukkan ekstrak etanol teh hijau memiliki nilai IC50 5,51 ppm (26). Perbedaan metode ekstraksi dapat menjadi penyebab perbedaan nilai IC50 yang diperoleh. Kandungan polifenol daun teh yang diketahui berkontribusi signifikan pada aktivitas tersebut. Kandungan polifenol dalam daun teh diketahui memiliki aktivitas antioksidan dengan mekanisme peningkatan aktivitas enzim antioksidan, penghambatan peroksidasi lipid, pembersihan radikal bebas yang bersinergi dengan nutrisi lain, dan reduksi oksidasi melalui kelasi ion logam (23).
Esktrak teh hijau selanjutnya dikembangkan menjadi sediaan nanoemulsi. Merujuk dari penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, digunakan Tween 80 dan PEG 400 sebagai surfaktan dan kosurfaktan, karena memiliki ketercampuran yang baik dengan minyak calendula sebagai fase minyak (16) . Surfaktan dan kosurfaktan diperlukan dalam formulasi nanoemulsi. Surfaktan akan bekerja membentuk lapisan pada permukaan globul fase dalam, sehingga menstabilkan sistem emulsi, dengan mencegah penggabungan globul. Dalam formulasi sediaan nanoemulsi umumnya diperlukan surfaktan dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan makroemulsi, terkait dengan pengecilan ukuran globul dan peningkatan luas area antarmuka yang harus distabilkan surfaktan (27). Tween 80 yang merupakan surfaktan non ionik dengan tingkat iritasi yang rendah, sehingga lebih aman ketika digunakan dalam konsentrasi relatif tinggi. Selain itu, tween 80 masuk kategori surfaktan hidrofil
dengan nilai HLB 15, sehingga sesuai untuk sistem emulsi m/a. Pada sistem nanoemulsi, surfaktan perlu dikombinasikan dengan kosurfaktan untuk membentuk
lapisan antarmuka yang rapat dan fleksibel, sehingga akan mampu menurunkan nilai tegangan permukaan dan menstabilkan sistem dispersi yang terbentuk (28). Merujuk hasil optimasi pada tabel 3, diketahui bahwa formula nanoemulsi F6 merupakan formula dengan hasil karakteristik terbaik dengan penampilan jernih dan nilai % transmitan paling ~100%. Nilai % transmitan menggambarkan tingkat transparansi dari sediaan, yang dapat menjadi salah satu indikator pembentukan nanoglobul. Untuk memastikan hal tersebut dilakukan penetapan ukuran globul dan PDI untuk formula F6 dan hasilnya menunjukkan rata-rata ukuran globul 16,1 ±0,17 nm, dan nilai PDI 0,17 ±0,01. Nilai ukuran globul sesuai dengan persyaratan sediaan nanoemulsi yakni<100 nm. Nilai PDI juga memenuhi persyaratan karena dibawah<0,5 yang menunjukkan homogenitas sistem dispersi (29).
Tahap selanjutnya adalah mengembangkan sediaan nanoemulsi mengandung ekstrak teh hijau. Ekstrak teh hijau ditambahkan pada konsentrasi 0,05%, yang artinya ditingkatkan ±250x dari nilai IC50 ekstrak. Peningkatan konsentrasi ekstrak dalam sediaan dari nilai IC50 nya, umum dilakukan untuk mengoptimalkan aktivitas antioksidannya, dengan rasio peningkatan yang bervariasi (30). Formula akhir dari nanoemulsi ekstrak teh hijau ditampilkan pada tabel 3. Ke dalam formula ditambahkan asam askorbat sebagai antioksidan larut air untuk menjaga stabilitas ekstrak teh hijau terhadap proses oksidasi. Fenoksietanol juga ditambahkan ke dalam sediaan sebagai pengawet. Hasil evaluasi terhadap sediaan menunjukkan sediaan memenuhi persyaratan fisik yang baik. Sediaan memiliki penampilan yang jernih yang merupakan karakteristik khas sediaan nanoemulsi dengan nilai pH pada rentang nilai pH kulit 4-6 (31). Sediaan memiliki viskositas yang rendah yang sesuai dengan karakteristik khas dari sediaan nanoemulsi, sehingga memberikan keuntungan dengan mempermudah penetrasi zat (18). Sediaan memenuhi persyaratan ukuran globul dan juga nilai PDI (29). Rendahnya ukuran globul dari sediaan nanoemulsi akan memberikan keuntungan karena mampu meningkatkan penetrasi zat aktif ke dalam kulit. Dari hasil uji stabilitas diketahui bahwa sediaan nanoemulsi juga stabil baik secara mekanis dengan uji sentrifugasi, ataupun secara termodinamik dari uji heating cooling dan freeze thaw yang ditandai dengan tidak adanya pemisahan fase dan pengendapan setelah dilakukan seluruh siklus pengujian.
Kesimpulan
Ekstrak etanol daun teh hijau berhasil dikembangkan menjadi sediaan nanoemulsi dengan menggunakan minyak calendula sebagai fase minyak. Ekstrak etanol teh hijau memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50 2,14 ± 0,01 ppm. Sediaan nanoemulsi memiliki penampilan yang transparan, ukuran globul 15,97 ± 0,49 nm dan PDI 0,29± 0,01. Sediaan nanoemulsi juga stabil merujuk pada hasil pengujian heating cooling, sentrifugasi, dan freeze thaw.
Daftar Pustaka
1. Nakai K, Tsuruta D. What are reactive oxygen species, free radicals, and oxidative stress in skin diseases? Vol. 22, International Journal of Molecular Sciences. 2021.
2. Chen J, Liu Y, Zhao Z, Qiu J. Oxidative stress in the skin: Impact and related protection. Vol. 43, International Journal of Cosmetic Science. 2021.
3. Rinnerthaler M, Bischof J, Streubel MK, Trost A, Richter K. Oxidative stress in aging human skin. Biomolecules. 2015.
4. Pisoschi AM, Pop A, Iordache F, Stanca L, Predoi G, Serban AI. Oxidative stress mitigation by antioxidants – An overview on their chemistry and influences on health status. Vol. 209, European Journal of Medicinal Chemistry. 2021.
5. Manisha N, Wahidul H, Whidul M, Rich H. Oxidative stress and antioxidants: An overview. IJARR. 2017;2(9).
6. Granja A, Frias I, Neves AR, Pinheiro M, Reis S. Therapeutic Potential of Epigallocatechin Gallate Nanodelivery Systems. Vol. 2017, BioMed Research International. Hindawi Limited; 2017.
7. Mokra D, Joskova M, Mokry J. Therapeutic Effects of Green Tea Polyphenol (‒)- Epigallocatechin-3-Gallate (EGCG) in Relation to Molecular Pathways Controlling Inflammation, Oxidative Stress, and Apoptosis. Vol. 24, International Journal of Molecular Sciences. 2023.
8. Nazliniwaty ., Hanum TI, Laila L. Antioxidant Activity Test of Green Tea (Camellia sinensis L. Kuntze) Ethanolic Extract using DPPH Method. In Scitepress; 2020. p. 752–4.
9. Fulekar MH. Nanotechnology: Importance and Applications. New Delhi: I.K International Publishing House Pvt.Ltd; 2012. 1–296 p.
10. Jaiswal M, Dudhe R, Sharma PK. Nanoemulsion: an advanced mode of drug delivery system. Vol. 5, 3 Biotech. Springer Verlag; 2015. p. 123–7.
11. Kamble S, Shinde S, Mali S, Jadhav A. A Review on Preparation of Calendula Oil. Sumer J Med Healthc. 2023;(61).
12. Kodiyan J, Amber KT. A review of the use of topical calendula in the prevention and treatment of radiotherapy-induced skin reactions. Vol. 4, Antioxidants. 2015.
13. Bezbradica D, Milić-aškrabić J, Petrović SD, Šiler-marinković S. An investigation of influence of solvent on the degradation kinetics of carotenoids in oil extracts of Calendula officinalis. Journal of the Serbian Chemical Society. 2015;70(1):115– 24.
14. Maslov O, Kolisnyk S, Komisarenko M, Golik M. Study of total antioxidant activity of green tea leaves (Camellia sinensis L.). Herba Polonica. 2022;68(1).
15. Farnsworth NR. Biological and phytochemical screening of plants. Vol. 55, Journal of Pharmaceutical Sciences. 1966.
16. Putri CAP, Sani Ega Priani, Gita Cahya Eka Darma. Formulasi Nanoemulsi Mengandung Minyak Calendula (Calendula officinalis). Bandung Conference Series: Pharmacy. 2023;
17. Shahavi MH, Hosseini M, Jahanshahi M, Meyer RL, Darzi GN. Evaluation of critical parameters for preparation of stable clove oil nanoemulsion. Arabian Journal of Chemistry. 2019 Dec 1;12(8):3225–30.
18. Priani SE, Halim AF, Fitrianingsih SP, Syafnir L. Uji Aktivitas Inhibitor Tirosinase Ekstrak Kulit Buah Cokelat (Theobroma cacao L.) dan Formulasinya dalam Bentuk Sediaan Nanoemulsi. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 2021;8(1).
19. Lina NWM, Sutharini MR, Wijayanti NPAD, Astuti KW, Fakultas JF, Dan M, et al. Karakteristik Nanoemulsi Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). 2017.
20. Tandel H, Patel P, Jani P, Patel P. Preparation and study of efavirenz microemulsion drug delivery system for enhancement of bioavailability. European Journal of Pharmaceutical and Medical Research .2015.
21. Hartati Yuliani S, Hartini M, Pudyastuti B, Perdana Istyastono E. Comparison Of Physical Stability Properties Of Pomegranate Seed Oil Nanoemulsion Dosage Forms With Long-Chain Triglyceride And Medium-Chain Triglyceride As The Oil Phase Perbandingan Stabilitas Fisis Sediaan Nanoemulsi Minyak Biji Delima Dengan Fase Minyak Long-Chain Triglyceride Dan Medium-Chain Triglyceride. Traditional Medicine Journal. 2016;21(2):2016.
22. Ali MS, Alam MS, Alam N, Siddiqui MR. Preparation, characterization and stability study of dutasteride loaded nanoemulsion for treatment of benign prostatic hypertrophy. Iranian Journal of Pharmaceutical Research. 2014;
23. Yan Z, Zhong Y, Duan Y, Chen Q, Li F. Antioxidant mechanism of tea polyphenols and its impact on health benefits. Vol. 6, Animal Nutrition. 2020.
24. Hakim AR, Saputri R. Narrative Review: Optimasi Etanol sebagai Pelarut Senyawa Flavonoid dan Fenolik. Jurnal Surya Medika. 2020;6(1).
25. Kc Y, Parajuli A, Khatri BB, Shiwakoti LD. Phytochemicals and Quality of Green and Black Teas from Different Clones of Tea Plant. J Food Qual. 2020;2020.
26. Chaerunisaa AY, Surachman E, Khuzaimah Z. Peel Off Gel Mask containing Green Tea Leaf Extract (Camellia sinesis L) with Antioxidant Activity. Indonesian Journal of Pharmaceutics. 2021;3(1).
27. Rai VK, Mishra N, Yadav KS, Yadav NP. Nanoemulsion as pharmaceutical carrier for dermal and transdermal drug delivery: Formulation development, stability issues, basic considerations and applications. Journal of Controlled Release. 2018.
28. Azeem A, Rizwan M, Ahmad FJ, Iqbal Z, Khar RK, Aqil M, et al. Nanoemulsion components screening and selection: A technical note. AAPS PharmSciTech. 2009;10(1).
29. Sneha K, Kumar A. Nanoemulsions: Techniques for the preparation and the recent advances in their food applications. Vol. 76, Innovative Food Science and Emerging Technologies. 2022.
30. Aryani R. Formulasi Dan Uji Stabilitas Krim Kombinasi Alfa Tokoferol Asetat Dan Etil Vitamin C Sebagai Pelembab Kulit. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan dan Farmasi. 2015;
31. Ali SM, Yosipovitch G. Skin pH: From basic science to basic skin care. Vol. 93, Acta Dermato-Venereologica. 2013.
cara mengutip artikel
https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/51095/0