Majalah Farmasetika, 7 (1) 2022, 73-82 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i1.35773
Artikel Penelitian
Download PDF
Lika Ginanti Febriana1, Adira Rahmawaty1, Anisa Nur Fitriani1,
Syifa Amanda1, Najla Eksakta1, Sriwidodo*,2
1Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jawa Barat, Indonesia
2Departemen Farmasetika dan Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jawa Barat, Indonesia
*E-mail: sriwidodo@unpad.ac.id
(Submit 11/11/2021, Revisi 26/11/2021, Diterima 14/12/2021, Terbit 12/2/2022)
Abstrak
Streptococcus pneumoniae pada nasofaring anak merupakan penyebab penyakit pneumokokus invasif paling banyak di masyarakat. Upaya pencegahan yang efektif melalui imunisasi seperti Hib, pneumococcus, campak, dan pertussis. Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) merupakan vaksin dengan basis polisakarida streptococcus pneumoniae yang terkonjugasi dengan protein pembawa. Penghantaran sebagian besar vaksin dengan jarum suntik melalui injeksi intramuskular ataupun subkutan dapat menimbulkan rasa sakit dan trauma pada anak. Selain itu, jarum suntik dapat menjadi media penularan HBV, HCV, dan HIV. Oleh karena itu, penghantaran injeksi tanpa jarum suntik salah satunya microneedlepatchTujuan dari penelitian ini adalah melakukan formulasi dan evaluasi microneedle patch Pneumococcal Conjugated Vaccine dari natrium karboksimetil selulosa. Metode penelitian yang dilakukan dengan cara membuat cetakan microneedle patch dan kemudian menyusun formulasi bahan aktif dan eksipien microneedle patch. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi morfologi dengan menggunakan SEM. Diperolehmicroneedle patch dengan komposisi 0,5 mL vaksin PCV-13, 350 μL PVA 8%, 2 mL Na CMC 8%, 100 μL trehalosa 10%, 100 μL albumin 10%, 250 μL DMSO dalam patch kedap air ukuran 39 mm x 39 mmx 5 mm. Hasil evaluasi SEM menunjukan microneedlememiliki panjang 706 μm, lebar 152 μm, dan bentuk kerucut dengan puncak tajam. Sediaan microneedle patch vaksin PCV-13 memenuhi persyaratan morfologi sediaan microneedle patch.
Kata Kunci
Microneedle Patch, PCV-13, Pneumonia
Pendahuluan
Pneumonia merupakan penyakit radang pada paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur1 melalui udara (batuk dan bersin), darah (selama atau setelah kelahiran), ataupun permukaan yang terkontaminasi2. Umumnya penyakit ini menyerang bayi atau balita imunitas rendah dengan gejala demam, batuk, pilek, dan sesak napas3. Berdasarkan Riset Kesehatan Daerah (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia, prevalensi pneumonia pada balita mencapai 4,5 dari 100 balita dengan angka kematian hingga 800.000 jiwa3.
Streptococcus pneumoniae pada nasofaring anak merupakan penyebab penyakit pneumokokus invasif paling banyak di masyarakat4. Upaya pencegahan yang efektif melalui imunisasi seperti Hib, pneumococcus, campak, dan pertussis2. Pneumococcal Conjugated Vaccine PCV) merupakan polisakarida streptococcus pneumoniae yang terkonjugasi dengan protein pembawa5. Di Indonesia, imunisasi PCV masuk ke dalam program demonstrasi imunisasi nasional 2024, di mana pemberian PCV13 terdiri atas dua dosis imunisasi dasar dan satu dosis penguat dalam waktu 1 bulan4 untuk anak-anak di bawah usia 2 tahun5.
Penghantaran sebagian besar vaksin dengan jarum suntik melalui injeksi intramuskular ataupun subkutan dapat menimbulkan rasa sakit dan trauma pada anak6. Selain itu, jarum suntik dapat menjadi media penularan HBV, HCV, dan HIV7. Oleh karena itu, penghantaran injeksi tanpa jarum suntik seperti jet injector dan microneedle merupakan metode yang tepat untuk menghantarkan vaksin ke dalam jaringan8. Beberapa keunggulan metode tanpa jarum suntik antara lain tidak menyakitkan, meningkatkan penerimaan, mengurangi cedera jarum suntik6, meningkatkan keselamatan kerja personel, menyederhanakan jadwal imunisasi9, dan lebih ekonomis10.
Microneedle patch merupakan plester dengan jarum berukuran mikron yang memiliki panjang 100-500 µm11. Vaksin yang dienkapsulasi polimer akan mencapai epidermis kulit yang kaya akan antigen-presenting cells ketika polimer tersebut terdegradasi/larut12. Pendekatan vaksin dengan microneedle patch dapat mengurangi biaya vaksinasi seiring dengan penurunan kebutuhan akan rekonstitusi vaksin dan tenaga medis10. Sehingga, rancangan formulasi microneedle patch pneumococcal conjugated vaccine dari polimer natrium karboksimetil selulosa karena polimer berupa eter polimer selulosa linear dan senyawa anion, biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, rentang pH adalah 6,5 – 8,0, stabil pada pH 2–10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik11. Microneedle patch diharapkan dapat mendukung persyaratan salah satunya morfologi sebagai dasar penghantaran vaksin PCV-13.
Metode
Alat
Alat yang digunakan adalah cartridge microneedling, penangas air (Thermo), sentrifugator (sigma), laminar air flow (Biobase), micropipette (Uchen), microtip (kartel), dan timbangan analitik (Ohaus)
Bahan
Bahan yang digunakan adalah silicone rubber RTV 48 (kimindo), natrium karboksimetil selulosa/Na CMC (Plant Kimia), Prevnar-13, dimethyl sulfoxide/DMSO (merck), polyvinil alcohol/PVA (CCP), albumin (sigma), trehalosa, Hansaplast Aqua Protect, dan air deionisasi
1. Pembuatan Cetakan Microneedle
Timbang silicone rubber menggunakan timbangan analitik sebanyak 8,55 gram. Kemudian tambahkan silicone rubber ke dalam wadah, lalu tambahkan katalis benzoil peroksida sebanyak 20 tetes. Aduk hingga tercampur rata. Lepaskan pendorong cartridge microneedling, lalu tuangkan campuran silicone rubber dan katalis ke dalamnya. Pastikan needle terisi baik dan tanpa gelembung udara. Lalu tunggu cetakan mold selama 45 menit atau hingga mengering. Setelah mengering, cetakan mold dilepas dari cartridge microneedling
2. Pembuatan PVA 8%
Timbang sebanyak 1,6 gram PVA, kemudian masukan 1,6 gram PVA ke dalam 20 mL air deionisasi. Aduk hingga larut diatas penangas air pada suhu sampai PVA larut. Lalu tuangkan 350 µL. PVA ke dalam cetakan silikon. Sentrifugasi selama 10 menit pada 1500 rpm. Keringkan pada suhu ruangan di udara selama 24 jam
3. Pembuatan Campuran Vaksin
Campurkan 0,5 mL vaksin, 100 µL trehalosa, 100 µL albumin, 2 mL DMSO, dan 2 mL NaCMC 8%. Masukan campuran pada PVA yang telah kering. Lalu. masukan microneedle kedalam kulkas hingga campuran dapat menyatu dengan PVA.
4. Pembuatan Microneedle Patch
Siapkan plester transparan dengan ukuran (39 mm x 39 mm) kedap air (Hansaplast Aqua Protect). Tempelkan microneedle pada bantalan plester. Lalu, masukan ke dalam kemasan. Simpan microneedle patch di dalam kulkas
5. Evaluasi Microneedle Patch
Pengujian yang dilakukan menggunakan scanning electron microscopy di Laboratorium Sentral, Universitas Padjadjaran.
Hasil
Cetakan dengan bahan yang elastis akan memudahkan pelepasan microneedle yang berukuran sangat kecil dan tidak akan merusak bentuk microneedle yang dihasilkan14. Silikon sangat ideal untuk dibuat menjadi jenis cetakan yang kokoh, namun fleksibel. Fleksibilitas dan sifat pelepasan yang tinggi menunjukkan karet silikon dapat terpisah dengan mudah dari model. Senyawa karet silikon mudah diproses, tidak memerlukan peralatan mahal dan memiliki waktu yang diperlukan dapat disesuaikan15.
Karet silikon adalah elastomer (bahan seperti karet) yang tersusun atas polimer yang mengandung silikon, karbon, hidrogen, dan oksigen. Karet silikon memiliki ikatan siloksan (Si–O) dari struktur molekul sebagai rantai utama. Ikatan siloksan memiliki kapasitas dan stabilitas yang lebih besar. Akibatnya, karet silikon memiliki ketahanan panas, konduktivitas listrik, dan stabilitas kimia yang lebih baik daripada karet organik biasa lainnya16. Molekul silikon berbentuk heliks dan gaya antar molekulnya rendah, menghasilkan elastisitas tinggi dan ketahanan yang sangat baik terhadap suhu dingin (-70°C) maupun panas (200°C) sehingga suhu tinggi saat pencampuran polimer microneedle atau suhu rendah pada saat penambahan vaksin tidak akan mempengaruhi bentuk silikon17.
Cetakan microneedle berbahan resin pun turut dibuat untuk membandingkan microneedle terbaik yang dihasilkan dari dua cetakan tersebut (resin dan karet silikon). Namun, cetakan resin yang dihasilkan bersifat sangat keras sehingga akan menyulitkan proses pelepasan saat pembuatan microneedle. Proses pengeringan cetakan resin pun cukup lama hingga memakan waktu berhari-hari. Oleh karena itu, lebih dipilih cetakan berbahan dasar karet silikon yang lebih cepat kering dan lebih mudah digunakan dibandingkan cetakan resin.
Saat pembuatan cetakan, dibutuhkan model berupa produk microneedle yang ada dipasaran dengan bahan dasar kawat baja berlapis nikel yang mencegah jarum korosif14. Dalam satu produk microneedle terdapat sekitar 24-42 jarum berukuran kecil yang tersusun rapih membentuk lingkaran. Selanjutnya, karet silikon yang basah akan mengikuti bentuk model saat memadat. Agar proses pemadatan karet silikon lebih cepat, dibutuhkan katalis yang berisi senyawa benzoil peroksida. Mekanisme kerja benzoil peroksida sebagai katalis karet silikon erat kaitannya dengan pembentukan ikatan silang dengan gugus metil yang ada di rantai silikon18. Berdasarkan waktu pemadatan optimum, rasio yang tepat antara karet silikon dan katalis yaitu 10:1, sehingga jika digunakan 10 gram silikon dibutuhkan jumlah katalis 1 mL19.
Pada prakteknya, untuk memadatkan silikon 8,55 gram (selama 45 menit, di suhu ruang) dibutuhkan sekitar 20 tetes (kurang lebih 0,9 mL) katalis. Nilai rasio ini mendekati dengan hasil penelitian Kuo et al (2018). Ukuran tetes digunakan karena jika menggunakan gelas ukur akan menyulitkan karena viskositas katalis yang besar dan lebih mudah kering, sehingga dikhawatirkan tidak akan akurat. Sebuah mesin vakum dapat digunakan untuk menghilangkan gelembung udara yang berasal dari proses pencampuran karet silikon dan katalis, karena terdapat beberapa cetakan yang bentuknya kurang sesuai saat kering. Jika menggunakan mesin vakum, cetakan karet silikon dapat dibuat tanpa cacat yang disebabkan oleh gelembung udara yang berasal dari proses pencampuran15.
Hasil Produk Microneedle Patch
Microneedle patch terdiri dari dua bagian utama yaitu microneedle berisi zat aktif dan eksipien dan plester. Microneedle di formulasikan dengan mencampurkan bahan aktif dan eksipien. Komposisi microneedle diantaranya vaksin, trehalosa, albumin, DMSO, PVA dan NaCMC 8%. Komposisi ini merupakan komposisi yang cukup baik dalam membentuk microneedle. Zat aktif dari sediaan ini adalah Pneumococcal Conjugated Vaccine-13 atau Prevnar-13. Prevnar 13 adalah suspensi untuk injeksi intramuskular yang tersedia dalam dosis tunggal awal 0,5 mL untuk injeksi. Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV13 atau Prevnar 13®) termasuk polisakarida kapsuler yang dimurnikan dari 13 serotipe. Streptococcus pneumoniae yang dikonjugasikan dalam CRM197 (varian tidak beracun dari toksin difteri)20. Setiap 0,5 mL dosis vaksin diformulasikan mengandung masing-masing sekitar 2,2 µg sakarida Streptococcus pneumoniae serotipe 1, 3, 4, 5, 6A, 7F, 9V, 14, 18C, 19A, 19F dan 23F, 4,4 µg untuk serotipe 6B, 34 µg protein pembawa CRM197, 4,25 mg natrium klorida, 100 µg polisorbat 80, 295 µg asam suksinat dan 125 µg aluminium fosfat. Vaksin ini berbentuk suspensi putih untuk injeksi dan diberikan dalam dosis tunggal21.
Vaksin yang digunakan merupakan jenis vaksin Pneumococcal Conjugated Vaccine. Vaksin ini sebagai rekomendasi vaksin utama untuk mencegah pneumonia yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae pada anak karena keamanan dan keefektifannya, juga dapat digunakan oleh balita berusia kurang dari dua tahun22. Pneumococcal Conjugated Vaccine (PCV) diberikan minimal pada anak umur 6 minggu. Interval antara dosis pertama dan kedua yaitu 4 minggu3.
Poly vinyl alcohol (PVA) adalah polimer biodegradable yang larut dalam air yang cocok untuk pembuatan microneedle. PVA dapat diaplikasikan pada pembuatan dissolving microneedle. PVA menunjukan kekuatan dan daya larut yang baik pada konsentrasi 20%23. Namun dalam formulasi didapatkan PVA yang terlalu kental sehingga sulit masuk dalam lubang cetakan ukuran mikro sehingga diformulasikan dengan konsentrasi 8%. Microneedle PVA lebih unggul daripada microneedles pelarut lainnya seperti trehalosa, rafinosa, polivinilpirolidon, karboksimetil selulosa, hidroksipropil metil selulosa, dan natrium alginat dalam aspek perforasi stratum korneum dan epidermis24. PVA akan lebih baik sebagai pembawa obat bila dikombinasikan dengan Na CMC dan trehalosa25.
Penggunaan kombinasi tersebut telah mendapat persetujuan dari FDA karena aman digunakan untuk tubuh26. Rasionalisasi dari pemilihan Na CMC karena merupakan polimer alami yang tidak beracun, murah, terbarukan, mudah didapatkan, biokompatibel, dan biodegradable. Selain itu, Na CMC adalah air-larut, yang dapat membentuk polimer yang fleksibel dan kuat27. Trehalosa menjadi bagian dari kombinasi dengan Na CMC serta PVA karena memiliki kemampuan untuk meningkatkan laju disolusi zat aktif dalam microneedle. Selain itu, trehalosa memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, konsistensi dan bioavailabilitasnya lebih tinggi dalam menghantarkan zat aktif26.
Pemilihan DMSO (Dimetil sulfoksida) sebagai enhancers didasarkan pada sifatnya yang mampu mengurangi secara sementara sifat penghalang dari stratum korneum pada kulit dan membantu penyerapan zat aktif yang akan masuk kedalam kulit. Hal ini sangat bermanfaat karena dapat mengurangi efek iritasi lokal yang sering terjadi pada penggunaan sediaan transdermal28.
Pemilihan albumin sebagai pengganti arginin dilakukan karena karakteristik albumin sebagai ikatan disulfida yang menghubungkan asam amino yang mengandung sulfur dan albumin dapat meningkatkan viskositas serta dapat larut dengan sempurna.
Selain itu, albumin cenderung mempertahankan tekanan onkotik plasma mencapai 80% yaitu 25 mmHg, membantu metabolisme dan transportasi obat-obatan, keseimbangan asam basa, serta dapat berperan sebagai dapar29.
Microneedle yang telah terbentuk selanjutnya direkatkan pada sebuah plester kedap air. Hal ini bertujuan untuk mempermudah distribusi microneedle yang telah berisi vaksin pada pasien anak-anak. Penggunaan plester kedap air didasarkan pada keuntungannya yang selain tahan terhadap air, mudah digunakan, mampu menutupi luka ringan hingga bekas operasi dengan baik, kuat, penampilannya menarik30. Selain itu, plester kedap air dapat melindungi kulit dari kotoran, bakteri, dan air yang membuat ketahanan plester berkurang, sehingga plester ini sangat ideal sebagai alas microneedle patch.
Keuntungan plester kedap air tersebut dimanfaatkan untuk diterapkan sebagai media dari microneedle vaksin PCV 13 ini. Implementasi microneedle patch ini sebagai upaya mendukung vaksinasi PCV 13 pada anak-anak membuat segala karakteristik dan penampilannya pun disesuaikan dengan anak-anak. Penampilan yang menarik dari plester kedap air yang transparan membuat anak-anak yang memakai plester tersebut merasa nyaman dan tenang.
Evaluasi Microneedle Patch
Penentuan morfologi merupakan karakteristik yang penting bagi microneedle untuk mengetahui strukturnya. Suatu metode sederhana dan cepat untuk menentukan morfologi tersebut adalah dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)31. Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscope, mikrostruktur microneedle menunjukkan panjang 706 µm dan lebar 152 µm. Jarum microneedle yang dihasilkan oleh komposisi 0,5 mL vaksin PCV-13, 350 µL PVA 20%, 2 mL Na CMC 8%, 100 µL trehalosa 10% 100 µL albumin 10%, dan 250 µL DMSO berbentuk kerucut dengan puncak yang tajam. Hal ini diharapkan bahwa microneedle dapat menembus sampai epidermis dan tidak menimbulkan rasa sakit11.
Kesimpulan
Pektin merupakan polisakarida yang berlimpah di alam dan memiliki kegunaan yang menjanjikan dalam bidang farmasi. Pektin dapat berinteraksi dengan polimer lain sehingga menghasilkan komposit pektin yang dapat digunakan sebagai matriks penghantaran obat terkontrol, dan secara khusus menargetkan usus besar karena kapasitasnya untuk menahan kondisi asam. Sistem penghantaran yang telah dikembangkan dan dilaporkan berupa film, hidrogel, sistem partikulat dan tablet. Oleh karena itu, informasi yang terangkum dalam artikel ini dapat memberikan peluang untuk studi lebih lanjut mengenai pemanfaatan komposit pektin dalam berbagai sistem penghantaran obat
Daftar Pustaka
1. Mark LM, Robert GM, Hartmut L, Thomas MF, Timothy B. Epidemiology, microbiology, and treatment considerations for bacterial pneumonia complicating influenza. International Journal of Infectious DiseasesVolume. 2012. 16(5): 321- 331,
2. UNICEF. Kenali 6 Fakta tentang Pneumonia pada Anak [diunduh 23 Juni 2021]. Tersedia dari: https://www.unicef.org/indonesia/id/stories/6-fakta-pneumonia.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pneumonia pada Anak Bisa Dicegah dan Diobati [diunduh 23 Juni 2021]. Tersedia dari: https://www.kemkes.go.id/article/view/20111500001/pneumonia-padaanak-bisa- dicegah-dan-diobati.html.
4. Prayitno, A. Penelitian Efektivitas Imunisasi PCV-13 pada Imunisasi Dasar Dua Kali dan Penguat Satu Kali Guna Mengurangi Beban Penyakit IPD Akibat Pneumonia [diunduh 23 Juni 2021]. Tersedia dari: https://fk.ui.ac.id/berita/penelitian-efektivitas-imunisasi-pcv-13-pada-imunisasi- dasar-dua-kali-dan-penguat-satu-kali-guna-mengurangi-beban-penyakit-ipd- akibat-pneumonia.html.
5. WHO. Introduction of Pneumococcal Vaccine PCV13. Geneva: World Health Organization; 2013.
6. Arlyn, P., Inayah, dan Murtiningsih. Nyeri Bayi saat Dilakukan Penyuntikan Imunisasi di Puskesmas Kota Tomohon Sulawesi Utara. Pinlitamas. 2018;1(1):290-297.
7. Dul, et al. About Pneumococcal Vaccine [diunduh 21 Januari 2021]. Tersedia dari: https://www.cdc.gov/vaccines/vpd/pneumo/hcp/about-vaccine.html.
8. Ren, T., Wang, X., Zhang, S., Yang, P. H. Vaccine and Needle-Free Vaccination Delivery System. Journal of Microbial and Biochemical Technology. 2014;6(6):359-360.
9. Teunissen, et al. 2014.
10. Adhikari, B., Chu, S. Y., Goodso, J. L., Martin., Meltzer., dan Rota, P. A. Assessing the Potential Cost-Effectiveness of Microneedle Patches in Childhood Measles Vaccination Programs: The Case for Further Research and Development. Drug R D. 2016;(16):327-333.
11. Annisa, V. Sistem Penghantaran Obat Transdermal Dissolving Microneedle (DMN) serta Potensinya Sebagai Penghantaran Vaksin. Acta Pharm Indo. 2020;8(1):36-44.
12. Shafa, A. dan Sriwidodo. Microneedle: Teknologi Baru Penghantar Vaksin COVID–19. Majalah Farmasetika. 2021;6(1):85–98.
13. Witt, N. et al. Silicone Rubber Nanocomposites Containing A Small Amount of Hybrid Fillers with Enhanced Electrical Sensitivity. Mater Des. 2013;45:548-554.
14. Shikida, M., Kitamura, S., Miyake, C. dan Bessho, K. Micromachined Pyramidal Shaped Biodegradable Microneedle. Microsyst Technol. 2014;20:2239–2245.
15. Kuo, C. dan Wu, M. Evaluation of Service Life of Silicone Rubber Molds Using Vacum Casting. Int J Adv Manuf Technol. 2017;90:3775-3781.
16. Shit, S. dan Shah, P. A Review on Silicone Rubber. Natl. Acad. Sci. Lett. 2013;36(4):1-11.
17. Kovacs, J. et al. Thermal Simulations and Measurements for Rapid Tool Inserts in Injection Molding Applications. Appl Therm Eng. 2015;85:44-51.
18. Hirahara, H. et al. Adhesion between cured silicone rubber. Polym Polym Compos. 2014;41(6):21-26.
19. Kuo, C., Chen, G. dan Huang, S., Study and Analysis of Process Parameters for Silicone Rubber Mold. Materials Science (Medžiagotyra). 2018;24(4):399-402.
20. CDC. Pneumococcal Conjugate (PCV13) VIS [diunduh 23 Juni 2021]. Tersedia dari https://www.cdc.gov/vaccines/hcp/vis/vis-statements/pcv13.html
21. Pfizer. PREVNAR 13 (PNEUMOCOCCAL 13-VALENT CONJUGATE VACCINE [DIPHTHERIA CRM197 PROTEIN]) [diunduh 23 Juni 2021]. Tersedia dari https://www.pfizer.com/products/product-detail/prevnar_13
22. Hermansyah, I., Arif, F. N., dan Zulfikar, E. Vaksin Pneumokokus Berbasis Protein (Pneumococcal Protein Vaccine: PPrV) Model Trivalent Terkonjugasi Adjuvan Aluminium dengan Administrasi Intranasal sebagai Metode Vaksinasi Terbaru untuk Pencegahan Pneumonia pada Balita. Scripta Score Scientific Medical Journal. 2019;1(1):13.
23. Mosugala NR, Devadasu VR, dan Venissety RK. Fabrication of Microneedle Molds and Polymer Based Biodegradable Microneedle Patches: A Novel Method. American Journal of Drug Delivery and Therapeutics. 2015;2(2):60-71.
24. M.G. McGrath, S. Vucen, A. Vrdoljak, A. Kelly, C. O’Mahony, A.M. Crean, A. Moore, Production of Dissolvable Microneedles Using An Atomised Spray Process: Effect of Microneedle Composition on Skin Penetration. Eur. J. Pharm. Biopharm. 2014;86:200–211.
25. Nguyen HX, Bozorg BD, Kim Y, Wieber A, Birk G, et al. Poly (vinyl alcohol) Microneedles: Fabrication, Characterization, and Application for Transdermal Drug Delivery of Doxorubicin. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 2018;129:88–103.
26. Lee, Jeong Woo, Seong-O Choi, Eric I. Felner, dan Mark R. Prausnitzcorresponding. Dissolving Microneedle Patch for Transdermal Delivery of Human Growth Hormone [diunduh 02 September 2021]. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4143249/.
27. Ali, N.H., Amin, M.C.I.M. dan Ng, S.F. Sodium Carboxymethyl Cellulose Hydrogels Containing Reduced Graphene Oxide (Rgo) As A Functional Antibiofilm Wound Dressing. Journal of Biomaterials Science. Polymer Edition. 2019;30(8):629-645.
28. Ameri, M., Miryam Kadkhodayan, Joe Nguyen, Joseph A. Bravo, Rebeca Su, Kenneth Chan, Ahmad Samiee, dan Peter E. Daddona. Human Growth Hormone Delivery with a Microneedle Transdermal System: Preclinical Formulation, Stability, Delivery and PK of Therapeutically Relevant Doses. Pharmaceutics. 2014;6(2):220–234.
29. Levitt, G. D. dan Levitt, M. D. Human Serum Albumin Homeostasis: a New Look at The Roles of Synthesis, Catabolism, Renal and Gastrointestinal Excretion, and The Clinical Value of Serum Albumin Measurements. NCBI US National Library of Medicine. 2016;9(1):229-255.
30. Kuhlmann M., Ekanayake-Bohlig S., Klensang K., Hartkopf C., Saladin S., dan Wigger-Alberti W. Local Tolerability, Wound Healing Properties and Acceptability of two Waterproof Dressings for Post Operative Care after Minor Surgery. Cochrane Database Syst Rev. 2016;12. 31. Pinem, J. A. dan R. Angela. Sintesis Dan Karakterisasi Membran Hibrid PMMA/TEOT: Pengaruh Konsentrasi Polimer. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”: Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia; 2011 Februari 22; Yogyakarta, Indonesia. Indonesia: Universitas Riau; 2011. ●
Cara mengutip artikel ini