Majalah Farmasetika, 9 (4) 2024, 327-338
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i4.54494
Artikel Penelitian
Rani Fitrilia Yusar1*, Norisca Aliza Putriana2, Rio Bahtiar3
1Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jawa Barat, Indonesia
2Departemen Farmasetika dan Teknologi Farmasi Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jawa Barat, Indonesia
3PT. Enseval Putera Megatrading Tbk Cabang Bandung 1, Jawa Barat, Indonesia
*E-mail : rani19004@mail.unpad.ac.id
(Submit 23/07/2024, Revisi 30/07/2024, Diterima 05/08/2024, Terbit 13/08/2024)
Abstrak
Obat adalah produk farmasi yang terdiri dari zat aktif dan zat tambahan yang harus memenuhi aspek efikasi, kualitas, dan keamanan. Penting bagi Pedagang Besar Farmasi (PBF) sebagai fasilitas distribusi obat dan/atau bahan obat untuk menjaga kestabilan produk yang dapat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Salah satu upaya untuk menjaga kestabilan obat adalah dengan melakukan pemetaan suhu, yang bertujuan untuk mengidentifikasi rentang suhu, serta menentukan letak titik kritis yang kemudian menjadi dasar penempatan sensor suhu. Penelitian ini menganalisis rentang sebaran suhu di gudang penyimpanan PBF X di Kota Bandung untuk menentukan titik kritis penyimpanan dan penempatan data logger untuk pemantauan rutin. Pemetaan suhu dilakukan selama 7 hari pada 17 lokasi uji untuk ambient room dan 2 lokasi uji untuk cool room. Hasil pemetaan suhu di gudang penyimpanan PBF X di Kota Bandung memenuhi persyaratan suhu ambient room (<30℃) dan cool room (15-25℃), yaitu diperoleh suhu rata-rata maksimal dan minimal secara berturut-turut 27,3℃±0,551 (lokasi 3) dan 25,1℃±0,581 (lokasi 9) untuk ambient room, serta 21,12℃±0,717 (lokasi 20) dan 20,08℃±0,740 untuk cool room. Ditetapkan titik kritis di ambient room adalah lokasi 3 dan 9, dengan suhu tertinggi 28,7℃ (lokasi 3) dan terendah 23,7℃ (lokasi 9). Sedangkan di cool room, titik kritis adalah lokasi 19 dan 20, dengan suhu tertinggi 25,1℃ (lokasi 20) dan terendah 19,1℃ (lokasi 19). Lokasi-lokasi ini ditetapkan sebagai tempat penempatan data logger untuk pemantauan rutin.
Kata kunci: CDOB, Pedagang Besar Farmasi, Pemetaan Suhu, Titik Kritis
Teks Lengkap:
Pendahuluan
Obat merupakan produk farmasi yang terdiri dari satu atau lebih zat aktif dan zat tambahan yang harus memenuhi aspek efikasi, kualitas, dan keamanan [1]. Seluruh aspek tersebut dapat dipenuhi dengan cara memperhatikan kestabilan obat yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan obat diantaranya adalah faktor lingkungan, seperti cahaya, suhu, dan kelembaban. Obat yang disimpan tidak sesuai dengan persyaratannya dapat menyebabkan efek negatif terhadap penggunanya [2,3].
Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan aspek utama dalam penjaminan mutu sediaan farmasi dengan menjamin mutu sepanjang alur distribusi mulai dari masuk warehouse hingga ke konsumen. Sehingga PBF harus memastikan obat tersalurkan dengan baik antara PBF dengan fasilitas kefarmasian [4]. Ketika pandemi COVID-19, sebagian besar negara menjalankan sistem lockdown untuk melakukan mitigasi penyebaran virus, sehingga proses distribusi sediaan farmasi terhambat. PBF harus memastikan kualitas dan standar higienis sediaan farmasi dengan fasilitas pengatur suhu lingkungan untuk produksi, penyimpanan, dan distribusi [5]. Sebuah PBF wajib memiliki sertifikat CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) yang menjadi bukti bahwa PBF tersebut telah memenuhi persyaratan CDOB dalam mendistribusikan obat dan/atau bahan obat. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) merupakan pedoman yang digunakan dalam mengatur pendistribusian/penyaluran obat dan/atau bahan obat dengan tujuan untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat tetap sama saat penyaluran sehingga mutunya tetap memenuhi persyaratan dan tujuan penggunaannya [6].
Penyimpanan merupakan salah satu aspek kritis yang perlu diperhatikan dalam menjaga mutu suatu produk obat. PBF harus memastikan bahwa produk disimpan di dalam bangunan dan area yang memenuhi standar, sehingga tidak mengurangi mutu produk yang disimpan [7]. Kondisi penyimpanan yang tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan akan mempengaruhi stabilitas obat yang berdampak pada penurunan mutu obat dan efektivitas terapi bagi pasien. Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi penyimpanan yaitu suhu [8,9]. Suhu merupakan faktor yang penting dalam penyimpanan obat atau bahan farmasi agar tidak terjadi degradasi obat yang berdampak pada kualitas dan keamanan obat [10]. Produk farmasi harus disimpan pada suhu yang sesuai untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya degradasi obat yang akan mempengaruhi kualitas dan keamanan obat [11,12]. Selain itu, personel juga memegang peran penting dalam mempertahankan kualitas produk di gudang, maka dari itu personel yang bekerja di fasilitas penyimpanan obat harus memahami pentingnya menjaga kondisi penyimpanan yang baik [13].
Beberapa penelitian tentang implementasi CDOB di sejumlah PBF menemukan bahwa masih terdapat beberapa PBF yang masih lalai dalam menyimpan obat sesuai suhu yang tertera pada label kemasan dan jarang melakukan pemetaan suhu [14–16]. Untuk menjamin mutu produk selama penyimpanan tidak berubah dikarenakan adanya fluktuasi suhu, PBF perlu melakukan pemetaan suhu atau temperature mapping. Pemetaan suhu merupakan kegiatan pemantauan terhadap fluktuasi atau perubahan suhu yang terjadi pada ruang penyimpanan bahan farmasi yang dilakukan satu tahun sekali. Pemetaan suhu menjadi upaya yang penting untuk mengetahui variasi atau perubahan suhu pada ruang penyimpanan, maka titik kritis mudah untuk ditentukan [17]. Selain itu, dari pemetaan suhu dapat diamati aliran udara yang merupakan penyebab utama perubahan suhu dalam ruang penyimpanan [18]. Pemetaan suhu dapat dilakukan untuk semua jenis ruang penyimpangan, termasuk cool room, cold room, dan ambient room. Spesifikasi suhu area penyimpanan yang umum diterapkan di PBF untuk ambient room adalah <30℃, cool room 15-25℃, chiller room 2-8℃, dan freezer -15℃ sampai dengan -25℃ [19].
Hasil dari pemetaan suhu yaitu informasi terkait perbedaan suhu penyimpanan dan mengetahui suhu tertinggi maupun suhu terendah dalam ruang penyimpanan. Titik suhu tertinggi dapat dijadikan titik kritis yang harus dipantau secara terus menerus dikarenakan peningkatan suhu melebihi titik kritis akan mempengaruhi produk yang sensitif terhadap suhu. Selain itu, titik suhu tertinggi digunakan sebagai acuan untuk meletakkan alat pengukur suhu [20]. Suhu yang tertera dapat disesuaikan dengan kondisi penyimpanan yang sebenarnya dengan alat yaitu temperature recorder. Alat tersebut harus dikalibrasi dalam jangka waktu tertentu oleh pihak ketiga yang bekerjasama dan terpercaya. Kalibrasi alat temperature recorder dilakukan agar suhu di ruang penyimpanan yang ditunjukkan pada alat tersebut akurat dan tetap stabil. Kemudian, pemantauan suhu secara terus menerus dapat dilakukan dengan data logger yang dapat merekam data secara real time. Data logger dapat secara otomatis memantau suhu dan aliran udara selama 24 jam [21].
Penyimpangan yang banyak ditemukan adalah penyimpangan kondisi suhu penyimpanan gudang yang menyebabkan obat disimpan pada suhu yang tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh produsen obat. Suhu penyimpanan yang tidak sesuai dapat menyebabkan perubahan pada stabilitas, mutu, serta efek terapeutik sediaan, sehingga dapat menimbulkan efek berbahaya pada kesehatan pasien [9,22]. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis rentang sebaran suhu di gudang penyimpanan pada PBF X di Kota Bandung untuk menentukan titik kritis penyimpanan yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam penempatan data logger saat pemantauan rutin. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasional secara onsite ke lokasi.
Metode
Alat
Peralatan yang digunakan dalam pemetaan suhu penyimpanan produk di ambient room (<30°C) dan cool room (15-25°C) adalah Thermometer Data Logger Testo 174-T (Jerman) dengan spesifikasi sebagai berikut [23]. Gambar dari alat Thermometer Data Logger Testo 174-T (Jerman) dapat dilihat pada Gambar 1.
Nama Alat : Thermometer Data Logger
Merk : Testo
Type : 174-T
Range : (-)30 ~ (+)70 °C
Accuracy : +/- 0.5 °C
Memory : 10.000 – 25.000 data
Gambar 1. Thermometer Data Logger Testo 174-T
Prosedur Rinci
Tahapan dalam pemetaan suhu meliputi pemilihan Electronic Data Logging Monitors (EDLMs), kemudian dilakukan penunjukan tim untuk melaksanakan kegiatan pemetaan suhu gudang. Selanjutnya perlu dilakukan survey ke tempat dilakukannya pemetaan suhu untuk menentukan titik uji yang akan diletakkan data logger. Titik-titik peletakkan data logger dapat dilihat pada (Gambar 2). Titik hijau merepresentasikan bahwa data logger diletakkan pada tingkat atas yaitu ±0,15 meter dari lokasi penyimpanan yang paling tinggi sedangkan titik merah merepresentasikan bahwa data logger diletakkan pada tingkat bawah yaitu ±0,15 meter dari lantai.
Gambar 2. Titik-titik peletakkan data logger di gudang penyimpanan PBF X
Sebelum melakukan pemetaan, pastikan bahwa seluruh data logger dan peralatan yang dibutuhkan sudah terkalibrasi dan dilakukan pengaturan sesuai dengan keinginan. Khusus untuk data logger nomor 1, diletakkan di bagian luar dari gudang dan dalam interpretasi titik kritis penyimpanan tidak digunakan karena hanya untuk melihat pengaruh suhu lingkungan sekitar. Proses perekaman data dilakukan selama tujuh hari, dimana data suhu direkam setiap 30 menit. Setelah proses perekaman suhu selesai, data diambil dari data logger dan di-extract ke dalam format Microsoft Excel untuk selanjutnya ditentukan titik kritis penyimpanan di gudang. Identitas, status kalibrasi, dan titik penempatan setiap data logger dapat dilihat dalam (Tabel 1).
Penempatan data logger tergantung pada tinggi ruangan. Jika tinggi ruangan <3,6 meter maka dilakukan penempatan pada tingkat yang tinggi dan rendah. Sedangkan, jika panjang ruangan >3,6 meter maka dilakukan penempatan pada tiga tempat grid lokasi. Data logger pada tingkat yang tinggi ditempatkan kurang lebih 0,15 meter dari tempat penyimpanan yang paling tinggi. Kemudian, untuk tingkat yang rendah ditempatkan kurang lebih 0,15 meter dari lantai. Jarak antara data logger satu dengan yang lainnya harus diperhitungkan yaitu 5-10 meter. Data logger sebanyak satu buah juga ditempatkan di luar tempat penyimpanan untuk memantau suhu lingkungan dan mengetahui pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu dalam ruangan [24].
Tabel 1. Data Penyebaran Data Logger
Titik | No. Alat | No. Seri | Tanggal Kalibrasi | Tanggal Rekalibrasi |
1 | AMBIENT 01 | 36813733 | 2024-01-04 | 2025-01-04 |
2 | AMBIENT 02 | |||
3 | AMBIENT 03 | |||
4 | AMBIENT 04 | |||
5 | AMBIENT 05 | |||
6 | AMBIENT 06 | |||
7 | AMBIENT 07 | |||
8 | AMBIENT 08 | |||
9 | AMBIENT 09 | |||
10 | AMBIENT 10 | |||
11 | AMBIENT 11 | |||
12 | AMBIENT 12 | |||
13 | AMBIENT 13 | |||
14 | AMBIENT 14 | |||
15 | AMBIENT 15 | |||
16 | AMBIENT 16 | |||
17 | AMBIENT 17 | |||
18 | AMBIENT 18 | |||
19 | COOL 01 | |||
20 | COOL 02 |
Hasil
Berikut adalah hasil pemetaan suhu yang dilakukan di ambient room, dengan 1 data logger digunakan untuk memonitor suhu di lingkungan luar, dan 17 data logger ditempatkan di dalam ambient room. Hasil perekaman dapat dilihat di (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil Pemetaan Suhu Ambient Room PBF X
Lokasi | Suhu Minimal (oC) | Suhu Maksimal (oC) | Suhu Rata-rata (oC) ± SD |
1 | 25,1 | 31,5 | 28,3 ± 1,403 |
2 | 25,6 | 28,4 | 27,0 ± 0,591 |
3 | 26,0 | 28,7 | 27,3 ± 0,551 |
4 | 26,0 | 28,6 | 27,3 ± 0,544 |
5 | 26,0 | 28,6 | 27,3 ± 0,545 |
6 | 25,6 | 28,3 | 26,9 ± 0,561 |
7 | 26,1 | 28,4 | 27,2 ± 0,486 |
8 | 26,2 | 28,3 | 27,2 ± 0,442 |
9 | 23,7 | 26,5 | 25,1 ± 0,581 |
10 | 25,3 | 28,5 | 26,9 ± 0,674 |
11 | 25,5 | 28,3 | 26,9 ± 0,598 |
12 | 25,1 | 27,4 | 26,2 ± 0,478 |
13 | 25,3 | 27,9 | 26,6 ± 0,538 |
14 | 25,9 | 27,5 | 26,7 ± 0,422 |
15 | 25,2 | 28,6 | 26,9 ± 0,725 |
16 | 25,4 | 27,3 | 26,2 ± 0,399 |
17 | 25,2 | 28,6 | 26,9 ± 0,759 |
18 | 25,1 | 28,0 | 26,8 ± 0,651 |
Catatan: Data lokasi 1 hanya untuk mengukur suhu lingkungan luar
Berikut adalah hasil dari pemetaan suhu di cool room PBF X, dengan digunakan 2 data logger untuk menentukan titik kritis penyimpanan. Hasil perekaman dapat dilihat dalam (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil Pemetaan Suhu Cool Room PBF X
Lokasi | Suhu Minimal (°C) | Suhu Maksimal (oC) | Suhu Rata-rata (oC) |
19 | 19,1 | 23,4 | 20,08 ± 0,740 |
20 | 20,1 | 25,1 | 21,12 ± 0,717 |
Pembahasan
Penelitian yang dilakukan berupa pemantauan suhu yang dilakukan di PBF X Kota Bandung. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa produk disimpan dengan benar sesuai dengan rentang suhu yang ditentukan, perlu dilakukan studi pemetaan suhu atau temperature mapping agar diketahui bagaimana penyebaran suhu di wilayah yang diteliti. Hasil dari pemetaan suhu berupa titik dengan suhu terendah dan suhu tertinggi kemudian akan digunakan sebagai lokasi penempatan data logger di gudang penyimpanan [25]. Proses pemetaan suhu di PBF X Kota Bandung dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu titik-titik uji yang akan diletakkan thermometer data logger. Jumlah titik yang diambil yaitu sebanyak 18 titik untuk ambient room dan 2 titik untuk cool room. Penentuan beberapa titik uji bertujuan untuk mengetahui perubahan suhu pada masing-masing sudut agar pengukuran suhu menjadi lebih akurat dibandingkan hanya mengukur pada satu titik [26]
Data logger merupakan perangkat elektronik yang secara otomatis mencatat, memindai, dan mengambil data dengan kecepatan tinggi dan efisiensi lebih besar selama pengujian atau pengukuran, pada ruangan di mana pun di pabrik dalam jangka waktu tertentu. Jenis informasi yang direkam dapat ditentukan oleh pengguna contohnya adalah suhu ruangan. Data yang didapatkan kemudian diolah pada komputer [27]. Sebelum dilakukan pemantauan suhu, data logger perlu dikalibrasi terlebih dahulu. Tujuan kalibrasi data logger yaitu untuk mengetahui perbedaan hasil dari pembacaan pada alat dengan nilai standar, sehingga didapatkan data yang akurat [28]. Setelah itu, dilakukan pengaturan waktu pengukuran suhu terlebih dahulu melalui sistem. Pengaturan data logger ditetapkan akan merekam suhu ruangan dengan interval waktu 30 menit. Semakin singkat interval waktu pengukuran suhu, data yang didapatkan akan semakin banyak dan semakin akurat. Pengaturan data logger dimaksudkan agar data dapat direkam secara otomatis pada tanggal dan waktu yang telah ditetapkan, sehingga tidak perlu dilakukan secara manual. Apabila pengaturan sudah benar, data logger ditempatkan sesuai ketentuan pada rak-rak penyimpanan dengan tambahan perekat. Hal tersebut untuk mencegah alat terjatuh dari rak penyimpanan. Pemetaan suhu berlangsung selama 168 jam atau tujuh hari.
Hasil pemetaan suhu diperoleh data berupa suhu ruang penyimpanan selama tujuh hari pada 19 lokasi uji di dalam gudang yang telah ditetapkan sebelumnya. Data tersebut selanjutnya diolah untuk mengidentifikasi suhu minimum, suhu maksimum, dan suhu rata-rata yang tercatat oleh alat data logger. Suhu minimum merupakan suhu terendah yang tercatat di area pemetaan selama periode uji, sedangkan suhu maksimum merupakan suhu tertinggi yang tercatat di area pemetaan pada periode yang sama. Suhu minimum dan suhu maksimum kemudian dibandingkan dengan rentang suhu yang terdapat dalam persyaratan gudang. Tujuan dilakukannya penentuan titik suhu minimum dan maksimum untuk menentukan di mana sensor suhu akan diletakkan. Pengukuran suhu rata-rata dilakukan untuk mendeteksi pola fluktuatif suhu pada gudang penyimpanan secara repetitif [29]. Persyaratan suhu gudang penyimpanan ambient room adalah <30℃ dan suhu gudang penyimpanan cool room adalah 15-25℃ [19]. Didapatkan bahwa suhu minimum dan suhu maksimum yang terekam di ambient room secara berturut-turut adalah 23,7℃ (lokasi 9) dan 28,7℃ (lokasi 3). Sementara itu, suhu minimum dan maksimum yang terekam di cool room berturut-turut adalah 19,1℃ (lokasi 19) dan 25,1℃ (lokasi 20). Terdapat penyimpangan saat pengukuran suhu cool room pada lokasi nomor 20 dengan suhu mencapai 25,1℃. Penyimpangan suhu yang tercatat pada awal penempatan data logger dalam ruangan dapat dijustifikasi karena data logger sedang melakukan penyesuaian terhadap kondisi suhu ruangan yang baru, serta data logger masih mendeteksi suhu personel yang melakukan pemetaan suhu ruang. Suhu personel sangat mempengaruhi suhu yang terekam, terlebih di saat awal perekaman suhu, karena terjadi mobilisasi personel dan buka/tutup pintu gudang yang mempengaruhi suhu penyimpanan . Titik maksimum dan minimum dari hasil pemetaan suhu pada kedua jenis ruang penyimpanan dijadikan sebagai titik kritis dan dasar untuk menentukan penempatan alat pengukur suhu, karena titik tersebut dianggap paling peka terhadap kenaikan dan penurunan suhu apabila alat pengukur suhu tidak bekerja dan menyebabkan perubahan suhu yang dapat melewati batas maksimum dan minimum yang dipersyaratkan [26]. Selain itu, titik dengan suhu tertinggi dan terendah dapat mencerminkan suhu penyimpanan yang paling ekstrim di ambient room dan cool room. Dimana dengan memantau suhu pada titik tersebut dapat dipastikan bahwa seluruh area penyimpanan memenuhi persyaratan suhu yang ditetapkan [20,30].
Berdasarkan hasil pemetaan suhu dari berbagai titik penempatan data logger ditunjukkan bahwa terdapat fluktuasi suhu yang bervariasi baik di ambient room ataupun cool room PBF X. Fluktuasi suhu yang bervariasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pemetaan suhu diantaranya yaitu lokasi rak penyimpanan dan lemari pendingin, durasi pembukaan pintu atau ventilasi udara yang terlalu lama, kalibrasi alat, pengaruh lingkungan seperti suhu dan kelembaban, serta pemeliharaan alat yang digunakan [31]. Pada ambient room, suhu rata-rata maksimal yang terekam adalah 27,3℃±0,551 pada lokasi nomor 3 dan suhu rata-rata minimal yang terekam adalah 25,1℃±0,581 pada lokasi nomor 9. Selama pemetaan suhu ambient room, tidak terdapat penyimpangan suhu dimana seluruh titik yang diamati menunjukkan hasil di bawah 30℃. Pada cool room, data hasil pengukuran diperoleh suhu rata-rata maksimal yaitu 21,12℃ ± 0,717 pada lokasi 20 dan suhu rata-rata minimal yang terekam yaitu 20,08℃ ± 0,740 pada lokasi nomor 19. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat penyimpangan pada lokasi 20 dengan suhu mencapai 25,1℃, fluktuasi suhu masih berada dalam rentang yang dipersyaratkan yaitu 15-25℃ [19]. Saran yang dapat direkomendasikan adalah melakukan pengoptimalisasian kinerja alat pendingin ruangan agar tidak terjadi penyimpangan suhu penyimpanan dan peningkatan pengetahuan personel akan pentingnya menjaga suhu ruang penyimpanan untuk mempertahankan kualitas produk.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemetaan suhu, ambient room dan cool room di gudang penyimpanan PBF X di Kota Bandung telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan, yaitu suhu ambient room <30℃, dengan hasil suhu rata-rata maksimal 27,3℃±0,551 (lokasi 3) dan minimal 25,1℃±0,581 (lokasi 9), serta suhu cool room berada di rentang 15-25℃ dengan hasil suhu rata-rata maksimal 21,12℃±0,717 (lokasi 20) dan minimal 20,08℃±0,740 (lokasi 19). Ditetapkan titik kritis di ambient room adalah lokasi 3 dan 9, dengan suhu tertinggi 28,7℃ (lokasi 3) dan terendah 23,7℃ (lokasi 9). Sedangkan di cool room, ditetapkan titik kritis adalah lokasi 19 dan 20, dengan suhu tertinggi 25,1℃ (lokasi 20) dan terendah 19,1℃ (lokasi 19). Lokasi-lokasi ini ditetapkan sebagai tempat penempatan data logger untuk pemantauan rutin.
Daftar Pustaka
1. WHO. WHO Technical Report Series No. 981. Annex 2: WHO guidelines on quality risk management. Geneva: WHO Press; 2013.
2. Sykes C. Time- and Temperature-Controlled Transport: Supply Chain Challenges and Solutions. P&T. 2018;43(3):154–7.
3. WHO. Temperature-sensitive health products in the Expanded Programme on Immunization cold chain. Geneva: WHO Press; 2020.
4. Mudin N. Penjaminan Mutu dalam Pendistribusian Sediaan Farmasi. Farmasetika. 2018 May 15;3(1):1.
5.Kumar N, Tyagi M, Sachdeva A, Kazancoglu Y, Ram M. Impact analysis of COVID-19 outbreak on cold supply chains of perishable products using a SWARA based MULTIMOORA approach. Operations Management Research. 2022 Dec 1;15(3–4):1290–314.
6. BPOM RI. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM RI; 2020.
7. Mustaqimah M, Saputri R, Hakim AR. Narrative Review: Implementasi Distribusi Obat yang Baik di Pedagang Besar Farmasi. Jurnal Surya Medika. 2021;6(2):119–24.
8. Hidayat MAP, Alfian SD. Pemetaan Suhu Ruang Karantina Cold Chain Product (CCP) pada Salah Satu Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Kota Bandung. Farmaka. 2023;22(1):29–37.
9. Tabašević I, Milanović DD, Spasojevic Brkić V, Misita M. Temperature Mapping in Pharmaceutical Warehouse-Framework for Pharmacy 4.0. In: X Int Conf Ind Eng Environ. 2020. p. 171–5. Available from: https://www.researchgate.net/publication/346025002.
10. Baruffaldi G, Accorsi R, Santi D, Manzini R, Pilati F. The storage of perishable products: A decision-support tool to manage temperature-sensitive products warehouses. Sustainable Food Supply Chains: Planning, Design, and Control through Interdisciplinary Methodologies. 2019 Jan 1;131–43.
11. BPOM RI. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2018 Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: BPOM RI; 2018.
12. Kumar N, Jha A. Temperature excursion management: A novel approach of quality system in pharmaceutical industry. Vol. 25, Saudi Pharmaceutical Journal. Elsevier B.V.; 2017. p. 176–83.
13. Khuluza F, Chiumia FK, Nyirongo HM, Kateka C, Hosea RA, Mkwate W. Temperature variations in pharmaceutical storage facilities and knowledge, attitudes, and practices of personnel on proper storage conditions for medicines in southern Malawi. Front Public Health. 2023 [cited 2024 Jul 16];11:1–10. Available from: /pmc/articles/PMC10556513/
14. Yusuf B, Avanti C. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan Implementasinya oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Kota Banjarmasin-Banjarbaru Tahun 2019. Jurnal Pharmascience. 2020;07(02):58–74. Available from: https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/pharmascience
15. Hidayat T, Dharma WST. Evaluation of Pharmaceutical and Health Institution Distribution Distribution Systems In Pharmacy (PBF) Traders In The Province of DKI Jakarta 2018. Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal. 2020;5(1):58–68.
16. Agustyani V, Utami W, Sumaryono W, Athiyah U, Rahem A. Evaluasi Penerapan CDOB sebagai Sistem Penjaminan Mutu pada Sejumlah PBF di Surabaya. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2017;15(1):70–6.
17. Saputri FSD, Sopyan I. Evaluasi Kondisi Bangunan dan Peralatan di Salah Satu Gudang Penyimpanan Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Kota Bandung. Farmaka. 2022;20(1):14–20.
18. Rahmawaty A. Evaluasi Sistem Penyimpanan Alat Kesehatan di Salah Satu Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Kota Bandung. Vol. 6, Pharmacy Medical Journal. 2023.
19. Agatha A, Sopyan I. Evaluasi Sistem Penyimpanan Obat di Salah Satu Gudang Pedagang Besar Farmasi (PBF) Di Kota Bandung. Farmaka. 2021;19(4):26-32.
20. Putri ME, Sopyan I. Pemetaan Suhu Gudang Penyimpanan pada Salah Satu Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Kota Bandung. Farmaka. 2023;21(2):124–130.
21. Karlida I, Musfiroh I. Review: Suhu Penyimpanan Bahan Baku dan Produk Farmasi di Gudang Industri Farmasi. Farmaka. 2017;15(4):58–66.
22. Mvandal SP, Haji M. Challenges During Temperature Mapping Process in Pharmaceutical Products Warehouses in Tanzania. Res Sq. 2023;1–12. Available from: https://doi.org/10.21203/rs.3.rs-2748162/v1
23. Testo. Testo-174t Data Sheet. In Manual Data Sheet Testo-174t [Internet]. 2018. Available from: www.testo.com
24. Yoon Y. Cold Chain Management in Pharmaceutical Industry: Logistics Perspective. J Distrib Sci. 2014;12(5):33–40.
25. WHO. Temperature Mapping of Storage Areas. Geneva: WHO Press; 2015.
26. Fadhilah FN, Gozali D. Mapping Suhu Gudang Narkotika Pada Salah Satu Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Kota Bandung. Farmaka. 2022;20(3):20–6
27. Okwudibe CD, Akinloye BO. Design And Simulation Of Temperature Data Logger. American Journal of Engineering Research (AJER). 2017;6(12):14–9.
28. WHO. Checking the accuracy of temperature control and monitoring devices. Geneva: WHO Press; 2015. 6–17 p.
29. Pramashela FS, Pratiwi R. Analisis Pemetaan Suhu Area Penyimpanan Cold Room di Salah Satu Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kota Bandung. Neraca Manajemen, Ekonomi. 2024;4(7):75–83.
30. Pamungkas P, Musfiroh I. Pemetaan Suhu Chiller Penyimpanan Produk Rantai Dingin Pada Salah Satu PBF (Pedagang Besar Farmasi) di Jakarta. Majalah Farmasetika. 2023 May 31;8(4):373–85.
31. Pyatigorskaya NV, Beregovykh VV, Belyaev VV, Greibo SV, Pyatigorskiy AM. Rationale for the Necessity of Temperature Mapping of Storage Areas for Pharmaceutical Products. 2018;10(3):662–4.
cara mengutip artikel
https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/54725/23068