Evaluasi Penerapan CDOB Obat Narkotika pada salah satu PBF di Jakarta Timur

Majalah Farmasetika, 8 (4) 2023, 351-360

https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i4.46210

Artikel Pnelitian

Muhamad Fikri Satria Priandana1*, Diah Lia Aulifa2

1Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor 45363 2Departemen Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor 45363

*E-mail: muhamad18056@mail.unpad.co.id

(Submit 31/03/2023, Revisi 03/04/2023, Diterima 23/-052023, Terbit 26/05/2023)

Abstrak

Distribusi obat harus memenuhi aspek yang tercantum pada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) agar obat dapat ditangani dengan baik untuk menghindari kerusakan atau penyalahgunaan obat. Produk obat narkotika merupakan obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan hilangnya rasa nyeri serta menyebabkan kecanduan sehingga berpotensi tinggi untuk disalahgunakan diluar tujuan medis. Produk obat narkotika memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya mulai dari pengadaan, penerimaan, penyimpanan sampai penyaluran ke instalasi farmasi  dibandingkan dengan obat regular. Artikel ini akan membahas evaluasi penerapan CDOB pada produk narkotika di salah satu pedangang besar farmasi (PBF) di Jakarta Timur. Penelitian dilakukan di bulan November 2022. Penelitian ini bersifat deskriptif, evaluatif serta wawancara langsung. Hasil penelitian mengenai penerapan CDOB pada produk narkotika pada salah satu PBF di Jakarta Timur menunjukan bahwa pelaksanaan aspek CDOB telah dilaksanakan dengan sangat baik dengan nilai kesesuaian 100% dari semua poin yang diamati.

Kata kunci: CDOB, Narkotika, pedagang besar farmasi

Teks Lengkap:

PDF

Pendahuluan

Pedagang  Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam PP Nomor 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa 1) Setiap fasilitas distribusi penyaluran sediaan farmasi harus memiliki apoteker sebagai penanggung jawab, 2) Fasilitas distribusi harus memenuhi aspek dalam cara distribusi obat yang baik (CPOB) yang ditetapkan oleh pemerintah (1). PBF memiliki kewenangan untuk menyalurkan berbagai jenis obat seperti obat bebas, obat keras, produk rantai dingin, narkotika dan psikotropika. Obat merupakan kebutuhan primer bagi manusia oleh karena itu obat yang beredar harus dijamin kualitasnya agar tetap sesuai dengan spesifikasi pada saat digunakan oleh konsumen. Obat yang berkualitas baik harus memenuhi 3 parameter penting yaitu : efficacy, safety dan quality. Pemenuhan kriteria tersebut harus dimulai dari proses produksi, distribusi hingga penyaluran ke masyarakat (2).

Cara distribusi obat yang baik merupakan ketentuan yang komprehensif  yang menjadi panduan dalam distribusi obat mulai dari aspek pengadaan, penyimpanan, hingga distribusi obat ke fasilitas pelayanan kesehatan. CDOB bersisi kumpulan prosedur kerja yang terstandar yang bertujuan memastikan bahwa kualitas, keamanan dan efikasi obat tetap sesuai standar hingga waktu kadaluarsa. Pada bab 12 CDOB dijelaskan secara khusus ketentuan mengenai  aspek-aspek dalam distribusi produk narkotika dan psikotropika (3) CDOB yang mencakup berbagai aspek dapat menjadi potensi untuk efisiensi yang lebih besar dalam hal operasional, namun hal ini juga menjadi rentan terhadap munculnya titik lemah yang dapat memudahkan penyelewengan produk farmasi (4). Pada penelitian yang dilakukan oleh Agustiyani et al (2017) yang mengevaluasi penerapan CDOB sejumlah PBF di Surabaya menunjukkan  dari 41 PBF hanya 18 (43,9%) PBF yang telah memenuhi lebih dari 80%  aspek CDOB, lalu sebanyak 16 (39%) yang memenuhi 65% sampai 80% aspek CDOB, lalu sebanyak 6(14,6%) PBF yang memenuhi 50% sampai 65% aspek CDOB, dan terdapat 1(2,4%) PBF yang hanya memenuhi kurang dari 50% aspek CDOB. Selain itu  PBF yang memiliki sertifikat CDOB hanya 1(2,4 %) PBF (5).

Menurut UU Nomor 35 Tahun 2009, Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. PBF dapat menyalurkan narkotika kepada apotek, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, instalasi farmasi pemerintah dan lembaga ilmu pengetahuan(6). Obat-obatan narkotika memiliki potensi disalahgunakan untuk tujuan diluar medis sehingga dapat membahayakan konsumen. Menurut data BNN dari tahun 2009-2021 terdapat 6894 kasus penyalahgunaan narkotika (7). Bahkan pada beberapa kasus ditemukan penjualan produk obat narkotika dan psikotropika secara online (8). Oleh karena itu PBF sebagai salah satu pihak yang memiliki izin untuk melakukan pendistribusian obat narkotika harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Standar penanganan distribusi narkotika dapat mengacu pada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) bab 12 yang berisi ketentuan khusus narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi serta UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Apabila PBF memenuhi persyaratan yang terdapat pada CDOB maka PBF itu akan diberikan sertifikat CDOB yang berlaku selama 5 tahun. Sertifikasi CDOB merupakan bukti bahwa suatu PBF telah menerapkan sistem manajemen mutu obat sehingga dapat mempertahankan kualitas mutu obat dalam proses penyimpanan dan pendistribusian obat (9). Prinsip penanganan narkotika di PBF adalah harus dilakukan untuk pemenuhan aspek CDOB dan untuk mencegah penyalahgunaan dan atau kehilangan narkotika dari proses distribusi yang resmi (6). Narkotika memiliki cara penanganan khusus yang lebih ketat dibanding produk obat lainnya dikarenakan potensi penyalahgunaannya yang tinggi sehingga harus dipisahkan pada proses penyimpanannya (10).

Mengingat fakta banyaknya pelanggaran aspek CDOB oleh PBF serta potensi bahaya penyalahgunaan narkotika yang tinggi maka dilakukan penelitian terkait evaluasi penerapan CDOB pada produk narkotika pada salah satu PBF di Jakarta Timur guna memberikan gambaran nyata dalam pelaksanaan proses distribusi narkotika sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan evaluasi untuk mencarikan solusi yang lebih baik. Penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung serta wawancara dan membandingkannya dengan standar yang tertera pada CDOB yaitu pada aspek personalia, bangunin dan fasilitas, dokumentasi serta aspek operasional yang meliputi pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran.

Metode

Penelitian dilakukan di bulan November 2022 di Jakarta Timur menggunakan metode observasi dan pendekatan deskriptif evaluatif dengan mengamati kondisi yang terjadi dan membandingkan dengan standar yang terdapat pada CDOB. Adapun data diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan Apoteker Penanggung Jawab, Kepala Gudang serta personel lain yang terlibat dalam proses distribusi obat kemudian dikuantifikasi dengan persentase kesesuaian dari total poin pengamatan (11).

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengamatan kesesuaian ketentuan CDOB dalam penanganan narkotika pada PBF X dapat dilihat pada Tabel 1. :

Tabel 1. Implementasi Pelaksanaan CDOB Produk Narkotika

Keterangan : “Ya” berarti poin pengamatan sesuai standar CDOB, “Tidak” berarti poin pengamatan tidak sesuai standar CDOB.

%Kesesuaian = (Total Point Sesuai )/(Total Point) x 100%=  22/22  x100%=100%

Pada artikel ini dilakukan penelitian pada salah satu PBF di Jakarta Timur yang melakukan penyaluran berbagai produk obat diantaranya obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, produk rantai dingin, suplemen, kosmetik dan NAPZA serta alat kesehatan. PBF ini telah mendapatkan sertifikasi CDOB, CDAKB dan ISO 90001 untuk sertifikasi sistem manajemen mutu. Salah satu produk yang disalurkan adalah produk obat narkotika. Produk narkotika merupakan obat yang memerlukan perhatian khusus dibanding produk lainnya mengingat potensi penyalahgunaannya yang tinggi. Pada CDOB dibuat bab khusus yang mengatur tentang produk narkotika yaitu pada bab 12. Hal ini bertujuan untuk menjamin produk narkotika yang disalurkan tepat sasaran serta mencegah kehilangan dan penyalahgunaan narkotika yang dapat membahayakan masyarakat dari jalur distribusi resmi (6). Tidak seperti produk lainnya, produk narkotika hanya boleh dipasarkan oleh PBF yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan distribusi produk narkotika(12). Distribusi narkotika yang dilakukan PBF harus berpedoman pada Cara Distribusi Obat yang Baik yang mengatur berbagai aspek di antaranya personalia, bangunan dan peralatan, operasional, dan dokumentasi.

Aspek Personalia

 
  Pada aspek personalia, PBF ini memiliki apoteker penanggung jawab yang bertugas memastikan bahwa fasilitas distribusi telah menerapkan semua aspek CDOB dengan baik, sedangkan untuk alat kesehatan memiliki apoteker penanggung jawabnya sendiri sehingga tiap penanggung jawab dapat fokus menangani tugasnya masing-masing, hal ini sesuai dengan syarat CDOB. Apoteker yang menjadi penanggung jawab harus memiliki STRA, ijazah, surat pernyataan bekerja penuh waktu dan perjanjian kerja sama yang disahkan oleh notaris serta KTP (13). Apoteker penanggung jawab PBF juga harus memiliki kemampuan manajerial sehingga dapat menerapkan serta mengawasi pelaksanaan seluruh aspek CDOB. Pada PBF X, PBF telah mendapatkan sertifikasi CDOB yang membuktikan PBF telah berhasil menerapkan standar mutu sesuai dengan acuan CDOB. Selain apoteker, staf lain yang berkaitan dengan distribusi obat narkotik diberikan pelatihan khusus untuk menangani produk narkotika (14).

Bangunan dan fasilitas


  Dalam aspek bangunan dan fasilitas, produk narkotika memiliki spesifikasi khusus yang harus dipenuhi diantaranya tersedia tempat penyimpanan yang terkunci,

hal ini bertujuan untuk menjamin keamanan produk narkotika, dimana hanya apoteker dan personel yang didelegasikan yang dapat masuk ke ruang penyimpanan narkotika. Kunci ruangan juga hanya dipegang oleh apoteker penanggung jawab. Ruangan penyimpanan harus mempunyai pintu dari jeruji besi dengan kunci ganda, apabila terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi. PBF X telah memenuhi persyaratan mengenai bangunan dan fasilitas produk narkotika sudah dipenuhi dengan baik dimana dari enam parameter yang dipersyaratkan dapat dipenuhi seluruhnya. Sistem pengaturan tata udara juga diatur sedemikian rupa sehingga suhu ruang penyimpanan terjaga pada suhu sejuk (15). Hal ini bertujuan untuk mempertahankan kualitas obat yang dapat rusak akibat suhu penyimpanan yang tidak terkontrol. Begitu pula dengan cahaya, ruang penyimpanan terhindar dari sinar matahari langsung.


Aspek Operasional


  Aspek operasional merupakan aspek yang berkaitan segala kegiatan distribusi obat oleh PBF, mulai dari pengadaan, penerimaan, penyimpanan sampai penyaluran obat ke instalasi farmasi. Dalam proses pengadaan, kualifikasi pemasok harus dilakukan dengan memperhatikan aspek legal pemasok. Menurut CDOB, pemasok narkotika dapat berasal dari fasilitas distribusi maupun industri farmasi yang memiliki izin khusus untuk memproduksi narkotika yang diterbitkan oleh Menteri Kesehatan (12).  Selain pemasok, pelanggan atau pembeli produk narkotika juga harus dikualifikasi, pelanggan produk narkotika harus memiliki izin khusus penyalur narkotika atau menyerahkan narkotika sesuai dengan ketentuan perundangan. Dalam pengadaan dan penyaluran PBF X telah melakukan kualifikasi pemasok dan juga pelanggan dengan memperhatikan aspek legal perizinan khusus narkotika. Pemasok narkotika hanya boleh dilakukan oleh industri farmasi pemilik izin edar kepada PBF yang ditunjuk pemerintah untuk menyalurkan narkotika. Dalam kualifikasi pelanggan seperti rumah sakit dan apotek harus memiliki perizinan yang jelas. Diantaranya terdapat penanggung jawab fasilitas kesehatan yang merupakan seorang apoteker dan memiliki SIPA yang masih berlaku.  Selain itu saat tiba di fasilitas kesehatan produk narkotika harus diterima oleh apoteker. Pengadaan maupun penyaluran produk narkotika juga sudah menggunakan format khusus sesuai standar CDOB, dimana digunakan surat pesanan No. 9 untuk produk narkotika dan terpisah dengan obat jenis lainnya(16). Adapun kesesuaian surat pesanan PBF dibandingkan dengan standar CDOB dapat dilihat pada Tabel 2. :

Tabel 2. Implementasi Kesesuaian Surat Pesanan

Keterangan : “Ya” berarti poin pengamatan sesuai standar CDOB, “Tidak” berarti poin pengamatan tidak sesuai standar CDOB.

%Kesesuaian = (Total Point Sesuai )/(Total Point) x 100%=  6/6  x100%=100%

Pada proses penerimaan barang harus diperhatikan kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kadaluarsa, jumlah dan kemasan harus sama dengan data di surat pengantar maupun faktur, selain itu diperhatikan pula kontainer pengiriman seperti label dan segel. Pada PBF ini dalam proses penerimaan obat narkotika sudah memiliki Prosedur Tetap (Protap) khusus yang mengatur penerimaan dan penyimpanan obat narkotika sesuai dengan peraturan perundangan (8). Selain itu telah terdapat pula tempat khusus (karantina) untuk obat hasil penarikan kembali, kadaluarsa, rusak dan kembalian yang terpisah dari obat kembalian biasa sebelum dikembalikan ke pemasok, dimana hal tersebut sudah sesuai dengan CDOB (16). Pemisahan obat bertujuan agar mencegah ketercampuran antara barang siap edar dan barang karantina, selain itu juga bertujuan mencegah kehilangan barang. Tempat karantina produk narkotika diletakkan terpisah dengan produk obat regular (17) Pada proses penyimpanan, pada PBF X sudah tersedia protap yang mengatur cara dan alur penyimpanan. Prinsip penyimpanan pada PBF X menggunakan prinsip FIFO (First In First Out) akan tetapi tetap dilakukan pengkondisian stok agar tidak berlebih dengan memperhatikan kadaluarsa produk untuk menghindari barang rusak (18). Dalam pengendalian stok PBF X rutin melakukan stock opname produk narkotik secara berkala yaitu seminggu sekali dengan memastikan kesesuaian antara stok fisik dan jumlah stok pada komputer. Hal ini bertujuan untuk mencegah kehilangan obat dan memastikan ketertelusuran obat (19).
 

Dokumentasi


  Menurut Permenkes Nomor 3 Tahun 2015, fasilitas yang melakukan penyaluran narkotika harus membuat pencatatan dan pelaporan mengenai pemasukan dan pengeluaran produk narkotika (12). Pada aspek dokumentasi, PBF telah menerapkan sistem dokumentasi dengan baik sesuai standar. Dokumentasi penyaluran narkotika sudah disusun sesuai tanggal dan terpisah dari dokumen penyaluran obat lain sehingga memudahkan ketertelusuran. Dokumen juga disimpan selama 5 tahun, dimana syarat di CDOB adalah tidak kurang dari tiga tahun (6). Dokumen yang disimpan dipisahkan berdasarkan jenisnya obat jenis narkotika, psikotropika, prekursor dan obat-obat tertentu diletakkan di lemari khusus (6). Pelaporan penyaluran narkotika juga sudah berjalan dengan baik yaitu melakukan pelaporan setiap bulan secara online kepada BPOM melalui e-was.go.id sehingga sudah sesuai dengan syarat CDOB dimana wajib dilakukan pelaporannya sebelum tanggal 10 di tiap bulannya, adapun data yang diunggah antara lain jumlah penerimaan, data produk dan informasi penyaluran narkotika ke fasilitas kesehatan. Hal ini bertujuan untuk memastikan kesesuaian antara jumlah pengadaan obat narkotika dan penyaluran obat di PBF serta menghindari penyalahgunaan. Pada aspek dokumentasi, PBF telah menjalankan aspek CDOB dengan sangat baik yaitu memenuhi semua ceklis dari parameter yang diamati.

Dari hasil evaluasi penerapan CDOB dengan metode observasi langsung dan wawancara kepada APJ dan personil lain yang terlibat untuk produk narkotika didapatkan bahwa PBF X telah memenuhi semua aspek yang dipersyaratkan pada CDOB yaitu personalia, bangunan dan peralatan, operasional dan dokumentasi dengan persentase kesesuaian 100% dengan acuan pada standar CDOB.

KESIMPULAN

Hasil evaluasi berdasarkan observasi pada penanganan produk narkotika di salah satu PBF di Jakarta Timur telah memenuhi persyaratan CDOB pada aspek persnonalia, bangunan dan peralatan, operasional dan dokumentasi dengan memenuhi 22 parameter dari 22 poin pengamatan dengan nilai persentase kesesuaian 100%. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa PBF telah melaksanakan dengan sangat baik ketentuan yang dipersyaratkan pada CDOB untuk produk narkotika.

Daftar Pustaka

1.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
  Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2009.;

2.  Hartini IS, Marchaban. Evaluasi Pelaksanaan Cara Distribusi Obat Yang Baik   (CDOB) Pada Apotek Di Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman Yogyakarta. Maj   Farm. 2014;12(1):394–8.

3.  Mustaqimah M, Saputri R, Hakim AR. Narrative Review: Implementasi Distribusi   Obat yang Baik di Pedagang Besar Farmasi. J Surya Med. 2021 Feb   15;6(2):119–24.

4.  Cvetanovski F, Kocev N, Tonic-Ribarska J, Trajkovic-Jolevska S. Good   Distribution Practice in preserving the integrity and safety of the supply chain of   pharmaceuticals. Maced Pharm Bull. 2020 Oct 29;66(03):193–4.

5.  Agustyani V. Evaluasi Penerapan Cdob Sebagai Sistem Penjaminan Mutu Pada   Sejumlah PBF. 2015;

6.  PerBPOM No 6 Tahun 2020. Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat   Dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi   Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan; 2020.

7.  Badan Narkotika Nasional. Statistics of Narcotics Case Uncovered [Internet].   2019 [cited 2023 Mar 30]. Available from:   https://puslitdatin.bnn.go.id/portfolio/data-statistik-kasus-narkoba/

8.  Putri YB. Gambaran Distribusi Obat Golongan Narkotika dan Psikotropika   melalui Aplikasi Belanja Online [Doctoral]. Poltekkes Tanjungkarang; 2021.

9.  Wijaya M, Chan A. Evaluasi Pelaksanaan Cara Distribusi Obat di PBF Rajawali   Nusindo. J Dunia Farm. 2018;2(3):148–59.

10.  Octavia DR. Evaluasi Penyimpanan Obat Di Instalasi Farmasi Rsi Nashrul   Ummah Lamongan Berdasarkan Standar Nasional Akreditasi RS. Surya J Media   Komun Ilmu Kesehat. 2019;11(01):27–33.

11.  Yuliawati Y, Dinda F. Gambaran Penyimpanan Obat Narkotika Dan Psikotropika   di Apotek X Kota Jambi. Indones J Pharma Sci. 2021;3(2):56–62.

12.  Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015   Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika,   Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik   Indonesia; 2020.

13.  Menteri Kesehatan RI. Permenkes No. 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan   Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko   Sektor Kesehatan.

14.  Wati TS. Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) di PBF PT.   Nareco Lestari Jambi. J Dunia Farm. 2022 Sep 5;6(3):108–17.

15.  Agatha, Sopyan I. Evaluasi Sistem Penyimpanan Obat Di Salah Satu Gudang   Pedagang Besar Farmasi (PBF) Di Kota Bandung. Farmaka. 19(4):26–32.

16.  Tamara RG. Cara Apoteker Menjalankan Bisnis Pedagang Besar Farmasi (PBF).   Maj Farmasetika. 2019 May 24;3(2):23–5.

17.  Putra Nugraha AD, Hendra K, Gelgel Wirasuta IMA. The Implementation Study   of Storing and Reporting of Narcotics and Psychotropics at Pharmacies in   Denpasar City, Bali Province. J Pharm Sci Appl. 2021 Jun 1;3(1):13.

18.  Fizziah Ummah N, Siyamto Y. Efisiensi Dan Efektivitas Dengan Menggunakan   Metode FIFO Dan FEFO Pada Obat Generik Tahun 2020-2021. J Ilm Keuang   Akunt Bisnis. 2022 Feb 28;1(1):39–50.

19.  Yusuf B, Avanti C. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan Implementasinya   oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Kota Banjarmasin-Banjarbaru Tahun   2019. J Pharmascience. 2020 Oct 31;7(2):58.

cara mengutip artikel ini

https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/46210/0

About Majalah Farmasetika

Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) di situs ini adalah Majalah Farmasetika Edisi Jurnal Ilmiah yang merupakan jurnal farmasi di Indonesia SINTA 3 berbentuk artikel penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan komunikasi penelitian singkat di bidang farmasetika. Edisi jurnal ilmiah ini dibuat untuk kepentingan informasi, edukasi dan penelitian kefarmasian.

Check Also

Pemetaan Suhu Chiller Penyimpanan Produk Rantai Dingin Pada Salah Satu PBF (Pedagang Besar Farmasi) di Jakarta

Majalah Farmasetika, 8 (4) 2023, 373-385 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i4.46676 Artikel Penelitian Putri Pamungkas1*, Ida Musfiroh2 1Program Studi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *