Review: Metodologi Deteksi Bahan Tidak Halal pada Kosmetik dan Makanan

Majalah Farmasetika, 10 (4) 2025, 244-266

https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v10i4.65072

Artikel Review

Muthiah Nurhaliza1, Anisa Maharani1, Ida Musfiroh2*

1Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Sumedang, Indonesia
2Departemen Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Sumedang, Indonesia

*E-mail : ida.musfiroh@unpad.ac.id

(Submit 06/07/2025, Revisi 08/07/2025, Diterima 19/07/2025, Terbit 13/08/2025)

Abstrak

Kehalalan merupakan aspek penting untuk menjamin produk obat maupun kosmetik yang digunakan di masyarakat agar aman dari bahan yang dinyatakan haram secara syariat Islam. Artikel ini memaparkan berbagai metode analisis untuk mendeteksi bahan tidak halal, khususnya turunan babi seperti daging, minyak, dan gelatin dalam berbagai macam sampel. Pendekatan yang digunakan adalah studi literatur terhadap artikel ilmiah tahun 2015 hingga 2025. Sebanyak 46 artikel yang memenuhi kriteriia inklusi dianalisis dalam artikel ini. Metode yang dikaji diantaranya metode PCR dan variannya (RT-PCR, konvensional PCR, LAMP), spektroskopi (FTIR, ATR-FTIR, H-NMR, NIR), kromatografi dan Mass Spektrometri (HPLC, LC-MS/MS, GC-MS), metode cepat dan inovatif (OENS). Hasil kajian menunjukkan bahwa metode PCR memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi DNA, metode FTIR yang dikombinasikan dengan kemometrik efektif membedakan sumber gelatin, dan metode GC-MS dapat mendeteksi lemak babi dalam sampel campuran. Metode baru seperti LAMP dengan AuNP-oligoprobe juga dapat dijadikan pilihan karena dapat mendeteksi visual tanpa perlu alat mahal. Meskipun telah banyak kemajuan secara metode, penelitian mengenai autentikasi halal pada kosmetik masih terbatas dan perlu penelitian lebih lanjut. Artikel ini memaparkan keunggulan dan keterbatasan masing-masing metode agar dapat menjadi referensi penting untuk pengembangan uji kehalalan di masa mendatang, terutama kosmetik yang masih jarang diteliti kehalalannya.

Kata kunci : Autentikasi Halal, Kosmetik, Makanan,

Teks Lengkap:

PDF

Pendahuluan


  Mengacu pada data demografis, Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk muslim hingga mencapai 229,62 juta jiwa atau sekitar 87,2% dari total populasi Indonesia yang berjumlah 269,6 juta jiwa (1). Sejalan dengan itu, Indonesia merupakan pasar konsumen Muslim yang sangat potensial. Indonesia termasuk ke dalam sepuluh negara terbesar dalam hal ekonomi Islam berdasarkan enam indikator yang di dalamnya termasuk makanan dan kosmetik halal. Namun dalam makanan halal, Indonesia tidak berada pada posisi tertinggi bahkan dalam kosmetik halal, Indonesia berada pada posisi paling bawah (2).

  Produk pangan dan kosmetik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Maraknya produksi kosmetik dengan berbagai formulasi, keunggulan hingga visualisasi yang unik menjadi perhatian tersendiri bagi umat muslim. Selain itu, hal yang sama juga terjadi pada industri makanan yang memproduksi makanan dengan berbagai inovasi. Sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal, termasuk produk kosmetik dan makanan (3). Tingginya tingkat kesadaran umat muslim terkait kehalalan produk kosmetik yang mereka gunakan dan makanan yang mereka konsumsi dapat dibuktikan pada umat muslim yang selalu mengecek label halal sebelum membeli produk. Pada penelitian terkait daya beli masyarakat disebutkan bahwa keputusan pembelian produk oleh konsumen dipengaruhi oleh label halal (4). Namun, terkhusus makanan segar yang dijual oleh pedagang secara langsung serta tidak memiliki label halal pada kemasannya masih menjadi perhatian khusus. Hal ini dapat dibuktikan pada beberapa penelitian yang dilakukan pada makanan seperti bakso, sate yang mengandung daging babi (5). Penambahan gelatin pada kosmetik juga kerap terjadi dalam industri farmasi. Hal ini dikarenakan gelatin berfungsi sebagai penstabil, pengemulsi, zat pengikat, serta pengental pada sediaan kosmetik. Gelatin juga sering digunakan pada produk pangan seperti marshmallow, yogurt, dan es krim (6). 

  Akhir-akhir ini, telah dikembangkan beberapa metode untuk mendeteksi serta mengidentifikasi kandungan pada kosmetik dan makanan. Metode ini juga dapat mendeteksi bahan tidak halal seperti daging babi, lemak babi, bahkan metabolit khas dari bahan tersebut. Autentifikasi halal dapat dilakukan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) (7). Selain itu, autentifikasi halal juga dapat dilakukan dengan metode Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) (8). Pendeteksian dilakukan dengan mengidentifikasi DNA bahan haram seperti babi dan anjing, metabolit khusus, serta berdasarkan pembacaan spektrum. 

  Artikel review ini bertujuan untuk memaparkan metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi daging, minyak, gelatin yang berasal dari babi. Berbeda dengan artikel-artikel sejenis yang hanya berfokus pada makanan, artikel ini meninjau pada kosmetik juga. Penelitian autentikasi halal pada produk kosmetik masih terbatas dan kurang dieksplorasi dalam literatur sebelumnya. Selain itu, artikel ini juga mengulas keunggulan dan keterbatasan masing-masing metode deteksi, sehingga memberikan pemahaman yang komprehensif bagi pembaca. Dengan adanya artikel review ini, diharapkan dapat digunakan untuk perkembangan metode autentikasi kehalalan di masa mendatang.


Metode

  Penelitian ini menggunakan metode studi literatur artikel ilmiah terkait autentikasi kehalalan produk kosmetik dan pangan dengan menggunakan kata kunci autentikasi, halal, kosmetik, dan makanan. 

Kriteria inklusi: 

a.Artikel ilmiah yang diterbitkan pada 10 tahun terakhir (2015-2025)

b.Artikel membahas metode yang digunakan untuk autentikasi kehalalan produk kosmetik dan makanan

c.Artikel dapat diakses

d.Metode yang digunakan merupakan metode ilmiah

Metode ilmiah adalah metode yang memenuhi karakteristik utama yaitu sistematis, berdasarkan bukti empiris, dapat direplikasi, dan memiliki dasar teori yang kuat. Selain itu, metode ilmiah harus mengikuti proses observasi, perumusan hipotesis, pengujian melalui eksperimen atau analisis, dan kesimpulan yang logis (9).

  Pencarian literatur menggunakan beberapa sumber yaitu Pubmed, Google Scholar, serta Scopus, dan DOAJ. Pada pencarian awal didapatkan 1270 artikel dari Google Scholar, 56 artikel dari Pubmed, 98 artikel dari Scopus, dan 1 artikel dari DOAJ. Sehingga didapatkan total sumber 1425 artikel yang memenuhi kriteria, lalu disaring dengan mempertimbangkan kembali judul pada artikel hingga didapat 223 artikel. Hasil pencarian ini kemudian disaring lebih lanjut dengan membaca abstrak dari masing-masing artikel hingga didapatkan 94 artikel. Selanjutnya, dilakukan skrining teks secara keseluruhan serta akses artikel hingga didapat 46 artikel. Penelusuran literatur ini, bertujuan untuk memudahkan penulis maupun pembaca dalam membuat acuan untuk penelitian baru. Flowchart metode penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Flowchart Metode Pencarian

Hasil

 
  Review ini menyoroti keunggulan dan keterbatasan metode – metode deteksi kandungan babi dan turunanya dalam makanan dan kosmetik. Sampel yang digunakan oleh peneliti pada artikel yang ditinjau yaitu produk yang telah dipasarkan dan sampel yang diformulasikan dengan penambahan babi dalam konsentrasi tertentu. Metode yang diperoleh dari hasil review ini diantaranya metode PCR dan variannya yaitu Real Time-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), conventional PCR, Loop-Mediated Isothermal Amplification (LAMP), spektroskopi yaitu Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Attenuated Total Reflectance-Fourier Transform Infrared Spectroscopy (ATR-FTIR), Proton Nuclear Magnetic Resonance (H-NMR), Near-Infrared (NIR), Metode Kromatografi dan Mass Spektrometri yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC), Liquid Chromatography Tandem Mass Spectrometry (LC-MS/MS), Gas Chromatography-Tandem Mass Spectrometry (GC-MS), Metode Cepat dan Inovatif yaitu Optimized Electronic Nose System (OENS). Hasil review ini dapat dilihat pada tabel 1-3 berikut.

Tabel 1 Metode PCR dan Turunannya.


Pembahasan


  Berdasarkan review yang dilakukan, 19 dari 46 artikel menggunakan metode PCR untuk deteksi babi maupun bahan haram lainnya. Dalam aplikasiannya, terdapat metode PCR yang dikombinasikan dengan metode lainnya seperti kemometrik dan spektrofotometer. Kemometrik memudahkan peneliti dalam menganalisis data karena dapat menghilangkan variabel yang tidak relevan sehingga didapatkan data yang lebih sederhana. PCR dipilih karena merupakan metode yang memiliki sensitivitas baik. Proses PCR diawali dengan ekstraksi DNA sampel yang akan dianalisis, dilanjutkan dengan memilih primer, penentuan nilai Ct, dan elektroforesis. Nilai Ct yang tinggi dapat dianggap sebagai positif palsu sehingga untuk mengonfirmasi apakah nilai Ct ini valid, dilakukan elektroforesis gel agarosa untuk menentukan pembentukan amplikon yang benar. Primer yang digunakan bervariasi tergantung pada tujuan analisis. Pasangan primer yaitu D-Loop 409 (untuk babi hutan) dan D-Loop 539 (untuk daging babi) (24). Selain itu, juga terdapat penelitian menggunakan primer mitokondria D-loop 443 yaitu merupakan primer yang dapat mendeteksi DNA anjing dalam daging (17). Selanjutnya pada pengujian elektroforesis, pita-pita yang muncul disesuaikan dengan ukuran pita target. Amplifikasi PCR menghasilkan amplikon 127 bp untuk DNA kerbau, ayam (227 bp), babi (398 bp), sapi (472) (23). 

  Analisis dengan RT-PCR memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Metode ini dapat mendeteksi DNA babi di produk kosmetik dengan variasi tekstur, namun hasil dapat terganggu jika sampel berwarna kuat dan isolasi DNA masih terpengaruh oleh komposisi bahan (6, 8). Metode ini juga sensitif dan akurat untuk mendeteksi DNA pada sampel makanan dengan nilai LoD dan efisiensi terbaik pada penelitian oleh Rumiyati, dkk (16). Beberapa penelitian menguji sampel mentah dan produk olahan sehingga metode diketahui cocok diujikan pada produk olahan, kecuali pada penelitian oleh Lestari, dkk (13). Selanjutnya analisis dengan metode PCR konvensional tidak jauh berbeda dari RT-PCR, namun metode ini termasuk analisis kualitatif dengan visualisasi pada pita DNA pada gel agarosa. Beberapa penelitian menggunakan primer sehingga analisis dapat lebih spesifik (19,21,22,24). Pada penelitian oleh Yantih, dkk (20) dilakukan prosedur validasi dan didapatkan nilai akurasi dan reprodusibilitas 100% hal ini menunjukkan metode yang digunakan sangat baik. Metode ini kurang efektif untuk analisis produk yang sangat terdegradasi dan sensitivitasnya lebih rendah dibanding RT-PCR (19,23).

  Metode berikutnya, duplex PCR, memiliki spesifisitas tinggi dan cocok untuk sampel campuran seperti deteksi DNA babi dan sapi dalam satu sampel, seperti bakso (25). Metode LAMP dapat mendeteksi sampel dengan warna visual, walaupun jarang digunakan metode ini cocok untuk produk gelatin yang sangat terproses (26). Metode RPA-NALFIA (Recombinase Polymerase Amplification (RPA) – Lateral Flow Assay (NALFIA)) lebih sensitif dibanding LAMP, metode ini mendeteksi hasil amplifikasi DNA dengan PCRD yaitu alat yang dapat mendeteksi DNA target, hasil divisualisasikan dalam bentuk strip. Pada penelitian berfokus kepada deteksi DNA babi pada bakso. Jika terdapat 2 strip maka hasil positif, artinya sampel yang dianalisis terdapat DNA babi di dalamnya. Sedangkan jika hanya terdapat 1 strip hasilnya negatif. Deteksi DNA target dengan metode ini memiliki kelebihan yaitu hasil yang didapat cepat, dapat dilihat dengan mata secara langsung, serta tidak butuh alat yang mahal. Namun, hasil yang didapat bersifat kualitatif yaitu ada atau tidaknya DNA target (27).

  Metode GC-MS digunakan untuk menganalisis sampel yang mudah menguap. Prinsip metode ini yaitu sampel yang berbentuk cairan diinjeksikan ke dalam kolom akan dipisahkan dan selanjutnya massa dari setiap senyawa diidentifikasi dan diukur. Identifikasi dilakukan dengan mengubah senyawa menjadi ion-ion yang kemudian menghasilkan pola fragmentasi.  Metode GC-MS memiliki kelebihan yaitu rendemen ekstrak yang didapatkan banyak, proses yang mudah, serta biaya yang murah. Metode ini diawali dengan proses esterifikasi asam lemak menjadi metil ester. Esterifikasi dapat menggunakan salah satu dari 2 katalis, yaitu katalis asam dan basa. Pada katalis basa, proses harus menghindari air karena air dapat menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak yang nantinya akan membentuk sabun jika bereaksi dengan katalis basa. Selain itu, pada katalis asam rendemen yang dihasilkan lebih banyak namun reaksi yang berjalan lebih lambat jika dibandingkan dengan katalis basa. Proses esterifikasi ini berfungsi agar sampel menjadi senyawa yang mudah menguap sehingga dapat dianalisis, serta dapat dianalisis pada suhu yang tinggi. Katalis yang dapat digunakan diantaranya BF₃ sebagai katalis yang diklasifikasikan sebagai katalis asam (30,44). Selain itu, juga dapat digunakan NaOCH₃ sebagai katalis yang merupakan katalis basa (30). Hasil yang didapatkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan karena metode yang digunakan dapat mendeteksi adanya asam lemak babi dan tikus. 

  Pada hasil dengan metode GC-MS yang dikombinasikan dengan PCA, identifikasi dapat dilakukan menggunakan rasio Saturated Fatty Acid (SFA) : Monounsaturated Fatty Acid (MUFA). Lemak babi berada pada rasio dengan nilai 0,77. Jadi semakin besar rasio yang didapatkan maka kandungan lemak jenuh dominan dan bakso mengandung lemak sapi. Artinya pada babi, lemak jenuh lebih sedikit dibandingkan lemak tak jenuh (28). Sosis yang mengandung babi memiliki lauric acid dengan konsentrasi yang tinggi yaitu asam lemak unik yang dimiliki babi. Selain itu, kandungan myristic acid yang tinggi (>20) juga menunjukkan adanya kandungan babi. Pada 3 sampel sosis komersial yang digunakan tidak ditemukan lauric acid serta persentase myristic acid yang kecil (29). Selanjutnya hasil dianalisis dengan PCA, lemak tikus dan babi dapat dikelompokkan dan dibedakan dari lemak hewan lain. Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan untuk identifikasi kandungan tikus dan babi. Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya dapat mengidentifikasi senyawa yang mudah menguap dan termostabil yaitu stabil terhadap suhu tinggi.

  Metode LC-HRMS juga memiliki sensitivitas yang tinggi karena dapat mendeteksi campuran daging babi dan sapi serta daging sapi dan anjing dengan konsentrasi terendah yaitu berkisar 0,1%. Artinya dalam 5 gram campuran daging sapi dengan daging babi atau anjing, metode ini dapat mendeteksi daging babi dan anjing pada massa 0,005 gram. Pada hasil penelitian terdapat metabolit yang meningkat seiring dengan pencampuran daging anjing maupun babi dalam daging sapi. Nilai VIP >1 digunakan sebagai penanda adanya kandungan babi maupun anjing pada sampel. Jika VIP value dari metabolit tersebut yaitu >1 (31).

Selanjutnya penelitian menggunakan metode LC-ESI-QTOF-MS/MS dan software ProteoWizard, TPP, Comet, dan ClustalW. Penelitian ini menggunakan kombinasi proteomik dan bioinformatika yang berfokus pada identifikasi peptida spesifik porcine (babi) sebagai biomarker untuk gelatin dan kolagen dari sampel murni bukan produk olahan. Melalui MSA diidentifikasi peptida spesifik porcine yang tidak ditemukan pada sapi, ayam, atau ikan. Metode ini dapat membedakan spesies secara spesifik di level peptida serta bioinformatika dapat mendukung prediksi cepat. Namun, penelitian ini tidak menguji produk olahan dan biaya instrumen yang digunakan relatif mahal (32).

  Metode Spektroskopi 1H-NMR, HPLC digunakan untuk mendeteksi adulterasi lemak babi pada mentega dalam berbagai persentase campuran dari 3% hingga 80% dengan kombinasi metode spektroskopi 1H-NMR dan HPLC. Spektrum NMR dapat menunjukkan perbedaan sinyal antara butter dan lard khususnya pada 2,63 ppm serta HPLC dapat menunjukkan perbedaan profil TAG antara butter dan lard. Kombinasi metode ini sensitif terhadap profil molekul lemak serta cepat dan akurat karena analisis NMR hanya butuh waktu 15 menit per sampel. Namun, penelitian ini belum menguji pada produk olahan serta peralatan yang digunakan relatif mahal (33).

  Metode spektroskopi nanodrop adalah spektroskopi yang digunakan untuk menganalisis sampel biologis dalam konsentrasi kecil yaitu sekitar 1-2 uL. Spektroskopi nanodrop tidak menggunakan kuvet seperti spektroskopi konvensional. Pada metode spektroskopi nanodrop, hasil isolasi DNA dikategorikan murni jika perbandingan absorbansi pada 260 nm dan 280 nm berada pada rentang 1,8-2,0. Jika didapatkan hasil kurang dari 1,8 maka terjadi kontaminasi DNA dengan protein dan polisakarida, sedangkan jika didapatkan hasil lebih dari 2,0 maka DNA terkontaminasi oleh RNA. Ketidakmurnian ini dapat disebabkan oleh ketidaktelitian dalam pemipetan atau pemindahan sampel ke tabung PCR sebelum dianalisis menggunakan spektrofotometri nanodrop. Pada penelitian yang dilakukan, didapatkan kadar tertinggi pada sampel masker wajah nomor 6 yang memiliki kemurnian 1,41 yang mana nilai tersebut masih berada pada rentang. Artinya, tingginya kadar yang didapat tidak terpengaruh oleh kontaminan (34). Hasil pengujian pada metode ini dapat mudah terganggu dengan adanya pengotor sehingga diperlukan preparasi dengan hati-hati. Selain itu, beberapa senyawa anorganik tidak menunjukkan spektrum FTIR sehingga tidak dapat digunakan sebagai metode analisis.

  Pada pengujian dengan spektrofotometer dan PCR yang diawali dengan isolasi DNA dilakukan dengan metode konvensional dan kit diperoleh konsentrasi DNA yang lebih baik menggunakan metode konvensional. Pada daging segar, didapatkan DNA yang diisolasi secara konvensional (844-861 mg/mL) lebih tinggi daripada menggunakan kit (765-790 mg/mL). Untuk sampel kosmetik, metode konvensional (545-780 mg/mL) juga menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi daripada kit (415-575 mg/mL). Selain itu, pada visualisasi fragmen DNA yang diisolasi secara konvensional terlihat lebih jelas pada gel elektroforesis. Kontrol positif memiliki fragmen yang hampir sejajar dengan ladder 400 bp, sedangkan kontrol negatif tidak menunjukkan adanya fragmen (38)   Metode lainnya yang digunakan yaitu FTIR. Metode ini menggunakan spektrum yang diperoleh pada pengujian untuk dianalisis. Sebagian besar deteksi babi dengan metode FTIR dikombinasikan dengan kemometrik agar hasil yang didapatkan lebih akurat. Metode kemometrik yang dikombinasikan dengan metode FTIR, yaitu Principal Component Analysis (PCA), Linear Discriminant Analysis (LDA), Partial Least Squares (PLS), M-SVM (Multiclass Support Vector Machine (M-SVM). FTIR juga dapat dikombinasikan dengan Fluorescence-Activated Cell Sorting (FACS) mampu mengidentifikasi panjang gelombang dominan yang khas untuk masing-masing jenis gelatin. 

  Metode FTIR diawali dengan preparasi sampel, yaitu sampel yang dipreparasi secara manual dengan mencampurkan kandungan babi maupun sampel dengan merek komersial. Selanjutnya pada sampel diekstraksi/diisolasi tergantung jenis sampel dan komponen yang akan dianalisis. Jika komponen yang akan dianalisis adalah lemak/minyak maka sampel diekstraksi, sedangkan jika yang digunakan protein seperti gelatin maka sampel diisolasi dengan berbagai metode. Pada sampel lipstik, proses ekstraksi menggunakan 3 metode yaitu saponifikasi 1, 2 dan bligh & dyer. Selanjutnya dianalisis dengan FTIR dan kemometrik. Profil spektra metode saponifikasi 1 dan 2 yang menghasilkan spektrum spesifik asam lemak, sedangkan bligh & dyer menghasilkan spektrum trigliserida yang khas. Pada ekstraksi dengan bligh & dyer didapatkan hasil pengujian dengan akurasi dan presisi yang tinggi. Metode ekstraksi ini, menggunakan campuran kloroform/metanol/air sebagai pelarut (8). Selain itu, pada sampel masker wajah proses isolasi dilakukan dengan aseton yang selanjutnya divortex, disentrifugasi, lalu supernatan diambil untuk dianalisis menggunakan FTIR (39). Hasil spektrum yang diperoleh memiliki kesamaan yang dapat menyulitkan jika hanya dianalisis secara visual sehingga dibutuhkan metode kemometrik yaitu PLS dan PCA. Pada PLS jika didapatkan nilai R^2 yang mendekati 1 dan nilai RMSEC, RMSECV, serta RMSEP yang rendah menunjukkan bahwa model sangat akurat. Pada PCA data yang diperoleh akan diplotkan ke kuadran yang sesuai sehingga dapat perbedaannya dapat dilihat dengan jelas (8,39,40,44–46) Metode kemometrik lainnya yaitu M-SVM yang dapat mengidentifikasi sampel menjadi 2 kelas yaitu murni dan campuran (41). Selain itu, juga terdapat LDA yang dapat memaksimalkan pemisahan antar kelas. Jika terdapat spektrum baru, metode LDA akan langsung mengklasifikasikannya ke kelas yang telah ditetapkan sebelumnya (42). FACS adalah teknik yang digunakan untuk memilah dan mengklasifikasikan sel berdasarkan karakteristik fluoresensinya (43). Namun, pada penelitian dengan metode FTIR masih terdapat hasil yang tidak dapat mengklasifikasikan kandungan pada gelatin karena rendahnya kadar gelatin pada sampel. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan metode yang lebih sensitif (40). 

  Metode ATR-FTIR merupakan pengujian menggunakan metode FTIR dengan metode sampling ATR. Sampel diletakkan dalam kontak erat dengan kristal. Sinar inframerah yang dihasilkan nantinya akan memasuki kristal dan mengalami pemantulan berulang kali dalam kristal. Metode ATR-FTIR ini dapat meminimalkan preparasi sampel serta non-destruktif. Pada FTIR dengan preparasi manual pada sampel padatan diperlukan pembuatan pelet terlebih dahulu. Sedangkan pada ATR-FTIR sampel dapat langsung diletakkan di atas permukaan kristal ATR (35–37).

Metode Vis-NIR merupakan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang sinar tampak dan near-infrared. Cahaya yang dihasilkan akan dipantulkan dan diserap oleh sampel. Cahaya yang dipantulkan selanjutnya akan diukur oleh detektor sehingga dan diinterpretasikan dalam bentuk spektrum. Pengukuran dilakukan dengan mengidentifikasi spektrum spesifik untuk setiap sampel. Pada metode yang membandingkan metode Vis-NIR dan NIR diperoleh nilai akurasi yang lebih tinggi menggunakan metode Vis-NIR. Perbedaan spektrum yang dihasilkan antara spektra Vis dan NIR relatif kecil, sehingga diperlukan pendekatan yaitu One Class Classification (OCC) dan Support Vector Machine (SVM) serta Partial Least Squares Discriminant Analysis (PLS-DA). OCC digunakan untuk membedakan halal dari non halal. SVM dan PLS-DA digunakan untuk membedakan antara domba, sapi, ayam, dan babi. (47)

  Metode NIR yang dikombinasikan dengan kemometrik yaitu PLS dan LDA mendapatkan hasil yang akurat. Pada spektrum diperoleh perbedaan intensitas antar bakso babi, campuran dan sapi. Selanjutnya pada kemometrik dengan PLS diperoleh nilai R^2=0,971 dan nilai RMSE terendah sebesar 5,384. LDA dapat mengklasifikasikan sampel murni (daging sapi) dan teraldeturasi (campuran) menggunakan spektrum turunan pertama. Metode ini dapat menganalisis produk olahan dan tanpa destruktif atau reagen kimia. Namun, metode ini memiliki sensitivitas rendah di bawah 10% adulterasi (48). Jika dibandingkan antara Vis-NIR dan NIR maka didapatkan hasil yang akurat dengan metode Vis-NIR. Namun, metode NIR yang dikombinasikan dengan kemometrik mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan hanya dengan metode NIR. 

  Pengujian menggunakan Spektroskopi H-NMR yang dilakukan dengan mencampurkan butter dan lemak babi dalam beberapa konsentrasi, yaitu dari 0,5% hingga 80% sebagai sampel. Selain itu, juga dilakukan kemometrik untuk membedakan spektrum butter dan lemak babi yang memiliki kemiripan yang cukup tinggi. Metode ini memiliki sensitivitas yang tinggi, diinterpretasikan dengan deteksi lemak babi pada konsentrasi terkecil yaitu 0,5%. Hasil yang diperoleh akurat, dibuktikan dengan rendahnya nilai RMSEC 0,0091% dan RMSEP 0,0090 (49). 

  Metode yang dapat digunakan selanjutnya adala Optimized Electronic Nose System (OENS), dengan kemometrik PCA, dan SVM. Metode dioptimasi melalui noise filtering dengan metode Discrete Wavelet Transform (DWT), optimasi sensor array dengan PCA, serta optimasi algoritma klasifikasi dengan SVM. Penelitian menggunakan variasi konsentrasi babi dalam daging sapi dengan 7 tingkatan dan didapatkan akurasi deteksi terbaik 98,1% menggunakan SVM. Metode ini hanya butuh 15-20 menit per sampel serta tidak perlu ekstraksi atau pelarutan sampel. Namun, metode ini belum diuji untuk produk olahan yang sudah bercampur bahan lain (50).

  Selanjutnya terdapat metode LAMP yang dikombinasikan dengan AuNP-Oligoprobe Colourimetric Assay dapat mendeteksi babi bahkan dalam konsentrasi 100 pg. Metode yang digunakan memiliki sensitivitas yang baik karena dapat mendeteksi kandungan babi dalam konsentrasi yang kecil. Selain itu, metode ini mudah dioperasikan, cepat, serta tidak perlu alat tambahan untuk visualisasi karena perubahan warna AuNP koloid dapat dilihat secara langsung dengan mata. Selain itu, terdapat Loop-mediated Isothermal Amplification (LAMP). Metode ini memiliki sensitivitas yang tinggi yaitu dapat mendeteksi babi dalam konsentrasi yang rendah yaitu 1 pg/μL. Spesifisitas dari metode ini dapat dikategorikan tinggi karena pada pengujian digunakan sampel sebanyak 14 DNA hewan yang berbeda dan tidak terjadi reaksi silang. GENIE dan MYRM merupakan penyangga/buffer yang digunakan pada penelitian agar amplifikasi DNA pada kondisi isotermal terjadi secara optimal dan efisien. GENIE memungkinkan memiliki sensitivitas yang lebih baik karena menggunakan perangkat berbasis waktu nyata dibandingkan dengan MYRM yang berdasarkan pada pengamatan dengan mata. Jika dibandingkan dengan metode LAMP yang dikombinasikan AuNP-Oligoprobe Colourimetric Assay, metode ini dengan penyangga GENIE lebih baik karena batas deteksi lebih kecil yaitu 1 pg/μL, serta pengamatan tidak berdasarkan perubahan warna yang diamati oleh mata (51).

  Selanjutnya metode Multiplex PCR sangat cocok untuk mendeteksi lebih dari satu spesies non-halal dalam satu pengujian. Penelitian menggunakan primer spesifik untuk 5 spesies. Produk PCR dicampur dengan buffer lalu DNA strip dimasukkan sehingga amplicon spesifik akan berikatan dengan area strip yang memiliki urutan komplementer terhadap tag spesifik. Hasil positif jika strip menunjukkan garis merah (T line) di posisi spesifik tiap spesies. Hanya butuh waktu 15 menit agar hasil muncul (53). Metode ini memiliki spesifisitas yang tinggi dan praktis untuk on-site detection karena sederhana dan hasilnya visual sehingga sangat cocok untuk industri halal (52). Namun, analisis dengan metode ini memerlukan peralatan khusus dan operator terlatih karen menggunakan PCR thermocycler. Alat ini digunakan untuk mengatur dan mengubah suhu secara otomatis dan berulang-ulang sesuai siklus PCR sehingga proses penggandaan DNA terjadi secara cepat dan berulang (53). 

Kesimpulan


Telah dilakukan peninjauan terhadap beberapa literatur yang membahas tentang metode yang dapat digunakan untuk deteksi babi, anjing, atau bahan haram lainnya pada sampel. Sampel yang digunakan beragam, mulai dari sampel yang dipreparasi oleh peneliti dengan berbagai konsentrasi hingga sampel olahan atau produk yang telah dipasarkan. Metode yang dapat digunakan diantaranya PCR dan variannya (RT-PCR, conventional PCR, LAMP), Spektroskopi (FTIR, ATR-FTIR, H-NMR, NIR), Metode Kromatografi dan Mass Spektrometri (HPLC, LC-MS/MS, GC-MS), Metode Cepat dan Inovatif (OENS). Metode yang digunakan memiliki sensitivitas yang baik dan mampu mendeteksi sesuai dengan tujuan dari analisis. Hal ini dibuktikan pada pengujian dengan metode NMR, spektrum NMR dapat menunjukkan perbedaan sinyal antara butter dan lard khususnya pada 2,63 ppm dalam waktu 15 menit per sampel. Selain itu, metode OENS memiliki akurasi 98,1% dengan waktu pengujian 15-20 menit per sampel. Metode yang tepat ditentukan berdasarkan jenis sampel, proses ekstraksi sampel, serta tujuan analisis. Semakin kompleks sampel maka semakin sensitif metode yang digunakan. Penelitian tentang metode deteksi pada sampel kosmetik masih terbatas, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memilih metode yang tepat sehingga hasil analisis dapat optimal.

Daftar Pustaka

1.  Humaida A, Fasicha ID, Alghifari MR, Lestari PS. Potensi Industri Halal di Indonesia sebagai Negara Berpenduduk. Aghniya J Ekon Islam. 2024;6(1):11–24.

2.  Hasibuan IH, Basri YZ, Mahfudz AA. Pengaruh Religiusitas dan Maslahah Orientasi pada Kesadaran Halal , Kepuasan Dan Loyalitas Konsumen Terhadap Label Halal. J Int Sains dan Masy. 2021;3(2):154–75.

3.  Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. UU No.33 Tahun 2014 (2014). UU No33 Tahun 2014 [Internet]. 2014;(1). Available from: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38709/uu-no-33-tahun-2014

4.  Millatina AN, Hakimi F, Budiantoro RA, Arifandi MR. The Impact of Halal Label in Halal Food Buying Decisions. J Islam Econ Laws. 2022;5(1):159–76.

5.  Maulana DF, Makhrus, Hasanah H. The Urgency of MUI Halal Fatwa about Food, Beverage, Medicine and Cosmetic Products for the Consumer Protection. Volksgeist J Ilmu Huk dan Konstitusi. 2022;5(2):199–214.

6.  Santosa H, Abyor H N, Guyana NL, Dwi Handono SF. Hidrolisa Kolagen Dalam Ceker Ayam Hasil Perendaman Dengan Asam Asetat Pada Proses Pembuatan Gelatin. Gema Teknol. 2018;20(1):32.

7.  Kim YS, Yu HK, Lee BZ, Hong KW. Effect of DNA extraction methods on the detection of porcine ingredients in halal cosmetics using real-time PCR. Appl Biol Chem [Internet]. 2018;61(5):549–55. Available from: https://doi.org/10.1007/s13765-018-0389-x

8.  Waskitho D, Lukitaningsih E, Sudjadi, Rohman A. Analysis of lard in lipstick formulation using FTIR spectroscopy and multivariate calibration: A comparison of three extraction methods. J Oleo Sci. 2016;65(10):815–24.

9.  Kumar R. Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners. Vol 4. United Kingdom: Sage Publications Limited; 2019.

10.  Arini N, Achyar A. Optimization of Deoxyribonucleic Acid (Dna) Isolation Methods From Several Types of Cosmetic Samples for Molecular-Based Halal Tests Optimasi Metode Isolasi Deoxyribonucleic Acid (Dna) Dari Beberapa Jenis Sampel Kosmetik Untuk Uji Halal Berbasis Molekuler. J Halal Prod Resarch [Internet]. 2023;6(1):1–10. Available from: https://dx.doi.org/10.192501/jhpr.vol.6-issue.1.1-10

11.  Lestari LA, Aini WN, Laksitorini MD, Erwanto Y, Hastuti AAMB, Abidin MZ, et al. Application of real-time PCR for analysis canine meat (Canis lupus familiaris) in goat’s satay for halal authentication study. Open Vet J. 2025;15(1):456–64.

12.  Rohman A, Nawwaruddin HH, Widada H, Motalib Hossain MA, Laksitorini MD, Lestari D. Development of real-time polymerase chain reaction for analysis of rat meat (Bandicota bengalensis) in beef meatballs for halal authentication. Open Vet J. 2024;14(9):2484–92.

13.  Lestari D, Wirnawati, Hamzah H, Kurniasih KSI, Hamidi D, Syofyan S, et al. The use of real-time polymerase chain reaction for detection of raw rat meat (Rattus norvegicus) with species-specific primer for halal authentication. Food Res. 2024;8(3):432–8.

14.  Othman N, Haris H, Sariyati NH, Ramli FF, Muhammad N, Mayzan MZH, et al. Molecular analysis for halal verification: screening porcine DNA in charms cosmetic skincare products. J Halal Prod Res. 2023;6(2):69–76.

15.  S Abd-Gani S, Mustafa S, N Mohd Desa M, F Khairil Mokhtar N, K Hanapi U, Zakaria Z, et al. Detection of Porcine Adulteration in Cosmetic Cream Formulation via TaqMan Probe Real-Time Polymerase Chain Reaction. Int J Eng Technol. 2019;7(4.14):112–5.

16.  Rumiyati R, Arini RL, Purwanto P, Rohman A. The employment of real-time polymerase chain reaction for analysis of canine meat in meatball products for halal authentication analysis. J Adv Vet Anim Res. 2024;11(2):247–53.

17.  Bakar, Siti ; Tulimin, Azmaniza ; Aminudin N. qPCR Analysis of DNA Extracted from Adulterated Personal Care Products Using a Modified CTAB-based DNA Extraction Method. Brazilian J Anal Chem. 2024;12(46).

18.  Wu Yinhuan, Dong Yi, Shi Yachen YH. CRISPR-Cas12-Based Rapid Authentication of Halal Food. J Agric Food Chem. 2021;69(35).

19.  Munir M, Sa’adah SM, Latifa S, Ayu N, W OR, P NM, et al. Detection of Pig Dna Fragments in Halal Unlabled Lipstick Samples Using Conventional Pcr. J Biosains. 2021;7(1):35.

20.  Yantih N. Optimisation and validation of end-point PCR for the detection of porcine DNA in anti-ageing cream products containing collagen. J Res Pharm. 2025;29(1):91–102.

21.  Ishak N, Mutalib SA. Extraction and detection of animal deoxyribonucleic acid (DNA) species on lipsticks using Polymerase Chain Reaction (PCR) assay. Int J ChemTech Res. 2018;11(06):250–4.

22.  Zabidi AR, Fauzi FN, Abd Razak FN, Rosli D, Jamil MZM, Wan Ibrahim WK, et al. Screening porcine DNA in collagen cream cosmetic products. Food Res. 2020;4:151–6.

23.  Afifa khatun M, Hossain A, Hossain MS, Kamruzzaman Munshi M, Huque R. Detection of species adulteration in meat products and Mozzarella-type cheeses using duplex PCR of mitochondrial cyt b gene: A food safety concern in Bangladesh. Food Chem Mol Sci. 2021;2(March):0–5.

24.  Rahmania H, Arini RL, Rohman A, Rumiyati R. Analysis of non-halal meat adulteration in beef meatball using real-time PCR and mitochondrial D-loop gen-specific primer. Open Vet J. 2025;15(3):1495–504.

25.  Barido FH, Desti D, Pramono A, Abdurrahman ZH, Volkandari SD, Cahyadi M. Validating duplex-PCR targeting ND2 for bovine and porcine detection in meat
  products. Food Chem Mol Sci [Internet]. 2023;7(June):100181. Available from: https://doi.org/10.1016/j.fochms.2023.100181

26.  Tasrip NA, Mohd Desa MN, Khairil Mokhtar NF, Sajali N, Mohd Hashim A, Ali ME, et al. Rapid porcine detection in gelatin-based highly processed products using loop mediated isothermal amplification. J Food Sci Technol [Internet]. 2021;58(12):4504–13. Available from: https://doi.org/10.1007/s13197-020-04932-2

27.  Yusop MHM, Bakar MFA, Kamarudin KR, Mokhtar NFK, Hossain MAM, Johan MR, et al. Rapid Detection of Porcine DNA in Meatball Using Recombinase Polymerase Amplification Couple with Lateral Flow Immunoassay for Halal Authentication. Molecules. 2022;27(23).

28.  Ahda M, Guntarti A, Kusbandari A, Melianto Y. Halal food analysis using gc-ms combined with principal component analysis (Pca) based on saturated and unsaturated fatty acid composition. Songklanakarin J Sci Technol. 2021;43(2):352–5.

29.  Guntarti A, Ahda M, Kusbandari A. Determining fatty acids and halal authentication of sausage. Food Res. 2020;4(2):495–9.

30.  Guntarti A, Gandjar IG, Jannah NM. Authentication of wistar rat fats with gas chromatography mass spectometry combined by chemometrics. Potravin Slovak J Food Sci. 2020;14(October 2019):52–7.

31.  Windarsih A, Bakar NKA, Rohman A, Yuliana ND, Dachriyanus D. Untargeted metabolomics using liquid chromatography-high resolution mass spectrometry and chemometrics for analysis of non-halal meats adulteration in beef meat. Anim Biosci. 2024;37(5):918–28.

32.  Shukor MSA, Abdullah MFF, Abidin SASZ, Yuswan MH, Ismail AM. Bioinformatics Tools Assist in The Screening of Potential Porcine-Specific Peptide Biomarkers of Gelatin and Collagen For Halal Authentication. Malaysian Appl Biol. 2024;53(3):255–66.

33.  Fadzillah NA, Rohman A, Salleh RA, Amin I, Shuhaimi M, Farahwahida MY, et al. Authentication of butter from lard adulteration using high-resolution of nuclear magnetic resonance spectroscopy and high-performance liquid chromatography. Int J Food Prop [Internet]. 2017;20(9):2147–56. Available from: https://doi.org/10.1080/10942912.2016.1233428

34.  Hikmah NN, Guntarti A, Salamah N. Concentration of isolated DNA face masks made of gelatin for halal authentication. J Halal Sci Res. 2024;5(1):1–5.

35.  Rahayu WS, Utami PI, Mahardika B. Halal Authentication of Toothpaste with FTIR Combine with Chemometrics. Indones J Chemom Pharm Anal [Internet]. 2021;2021(2):78–82. Available from: https://journal.ugm.ac.id/v3/IJCPA/article/view/1744

36.  Lestari D, Syamsul ES, Wirnawati, Syafri S, Syofyan S, Rohman A, et al. Rapid Detection of Rat Meat Adulteration in Beef Sausages Using Ftir-a T R
  Spectroscopy and Chemometrics for Halal Authentication. Int J Appl Pharm. 2024;16(Special Issue 1):82–8.

37.  Muhammad Zulhelmi Nazri , , Siti Nor Azlina Abd Rashid, Norliza Abdul Latiff, Salimah Ab Malik, Hajar Aminah A. Karim, Muhamad Shirwan Abdullah Sani, et al. the Ftir-Atr Spectroscopy and Multivariate Data Analysis (Mvda) for Halal Authentication on Animal Fatty Acids. 2nd Int Sci Technol Colloq (i-COSTECH 2024). 2024;(October):37–9.

38.  Safitri Y. Perbandingan Metode Isolasi DNA Konvensional ( Fenol-Kloroform ) dan Kit Komersil terhadap Kualitas dan Kuantitas DNA Sampel Kosmetik. Med Res Public Heal Inf J. 2024;1(1):32–40.

39.  Nina S, Rabiatul A, Any G, Hari S. Combination of Fourier Transform Infrared (FTIR) with chemometrics for halal authentication of face mask products made from gelatin. BIO Web Conf. 2025;148:1–9.

40.  Mustaqimah DN, Roswiem AP. Identification of Gelatin in Dental Materials using the Combination of Attenuated Total Reflection-Fourier Transform Infrared Spectroscopy (ATR-FTIR) and Chemometrics. Int J Halal Res. 2020;2(1):1–15.

41.  Siddiqui MA, Khir MHM, Witjaksono G, Ghumman ASM, Junaid M, Magsi SA, et al. Multivariate analysis coupled with m-svm classification for lard adulteration detection in meat mixtures of beef, lamb, and chicken using ftir spectroscopy. Foods. 2021;10(10).

42.  Kuswandi B, Putri FK, Gani AA, Ahmad M. Application of class-modelling techniques to infrared spectra for analysis of pork adulteration in beef jerkys. J Food Sci Technol. 2015;52(12):7655–68.

43.  Hassan N, Ahmad T, Zain NM, Ashaari A. A novel chemometrics method for halalauthentication of gelatin in food products. Sains Malaysiana. 2020;49(9):2083–9.

44.  Ahda M, Guntarti A, Kusbandari A, Nugroho HA. Identification of Adulterated Sausage Products by Pork using FTIR and GC-MS Combined with Chemometrics. J Chem Heal Risks. 2023;13(2):325–32.

45.  Rahayu WS, Rohman A, Martono S, Sudjadi. Application of FTIR spectroscopy and chemometrics for halal authentication of beef meatball adulterated with dog meat. Indones J Chem. 2018;18(2):376–81.

46.  Lestari LA, Rohman A, Prihandiwati E, Aini AR, Irnawati, Khasanah F. Analysis of lard, chicken fat and beef fat in ternary mixture using FTIR spectroscopy and multivariate calibration for halal authentication. Food Res. 2022;6(4):113–9.

47.  Dashti A, Müller-Maatsch J, Weesepoel Y, Parastar H, Kobarfard F, Daraei B, et al. The feasibility of two handheld spectrometers for meat speciation combined with chemometric methods and its application for halal certification. Foods. 2022;11(1).

48.  Kuswandi B, Cendekiawan KA, Kristiningrum N, Ahmad M. Pork adulteration in
  commercial meatballs determined by chemometric analysis of NIR Spectra. J Food Meas Charact. 2015;9(3):313–23.

49.  Fadzillah NA, Man YBC, Rohman A, Rosman AS, Ismail A, Mustafa S, et al. Detection of butter adulteration with lard by employing 1H-NMR spectroscopy and multivariate data analysis. J Oleo Sci. 2015;64(7):697–703.

50.  Sarno R, Triyana K, Sabilla SI, Wijaya DR, Sunaryono D, Fatichah C. Detecting Pork Adulteration in Beef for Halal Authentication Using an Optimized Electronic Nose System. IEEE Access. 2020;8:221700–11.

51.  Thangsunan P, Temisak S, Morris P, Rios-Solis L, Suree N. Combination of Loop-Mediated Isothermal Amplification and AuNP-Oligoprobe Colourimetric Assay for Pork Authentication in Processed Meat Products. Food Anal Methods. 2021;14(3):568–80.

52.  Alikord M, Keramat J, Kadivar M, Momtaz H, Eshtiaghi MN, Homayouni-Rad A. Multiplex-PCR As a Rapid and Sensitive Method for Identification of Meat Species in Halal-Meat Products. Recent Pat Food Nutr Agric. 2017;8(3).

53.  Denyingyhot A, Srinulgray T, Mahamad P, Ruangprach A, Sa-I S, Saerae T, et al. Modern on-site tool for monitoring contamination of halal meat with products from five non-halal animals using multiplex polymerase chain reaction coupled with DNA strip. Food Control [Internet]. 2022;132(August 2021):108540. Available from: https://doi.org/10.1016/j.foodcont.2021.108540

cara mengutip artikel

https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/65072/0

About Majalah Farmasetika

Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) di situs ini adalah Majalah Farmasetika Edisi Jurnal Ilmiah yang merupakan jurnal farmasi di Indonesia SINTA 3 berbentuk artikel penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan komunikasi penelitian singkat di bidang farmasetika. Edisi jurnal ilmiah ini dibuat untuk kepentingan informasi, edukasi dan penelitian kefarmasian.

Check Also

Kajian Efektivitas Penataan Obat LASA di Unit Rawat Jalan Rumah SakitSwasta Bandung

Majalah Farmasetika, 10 (4) 2025, 319-327 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v10i4.65388Artikel PenelitianSuryanto Suryanto1*, Tina Rostinawati21Program Studi Profesi Apoteker, Universitas …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *