Review Pembuatan kokristal Farmasi Dengan Metode Mekanokimia

Majalah Farmasetika, 9 (1) 2024, 1-23

https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i1.48094

Artikel Review

Revi Yenti12*, Zulhadjri1, Mai Efdi1, Erizal Zaini3

1Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang 25163
2Fakultas Farmasi, Universitas Perintis Indonesia, Padang 25586
3Departemen Farmasetik, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang 25163

*E-mail: reviyenti@reviyenti@gmail.com
(Submit 10/07/2023, Revisi 11/07/2023, Diterima 12/09/2023, Terbit 13/10/2023)

Abstrak

Pengembangan bahan aktif farmasi saat ini cukup pesat, salah satunya adalah pengembangan kokristal. Kokristal dibuat dengan menggabungkan antara bahan aktif farmasi dan koformernya dengan berbagai metode misalnya pelarutan dan penggilingan. Mekanokimia adalah metode yang efektif untuk persiapan sistem kristal multikomponen. Mekanokimia dianggap sebagai alternatif pendekatan ramah lingkungan karena dilakukan dalam kondisi bebas pelarut atau dengan adanya pelarut dalam jumlah minimal. Artikel review ini dibuat dengan metode instrumen pencarian online terbitan internasional yang akan membahas definisi dan sejarah kokristal farmasi, teknik pembuatan kokristal, sejarah dan definisi mekanokimia, metode mekanokimia pada pembuatan kokristal farmasi, mekanisme metode mekanokimia, serta keuntungan dan kerugian metode mekanokimia. Oleh karena itu pada ulasan ini dijelaskan dan dibahas relevansi prosedur mekanokimia dalam pembentukan kristal multikomponen yang fokus pada kokristal farmasi. Selain itu pada akhir tinjauan ini juga dilaporkan ringkasan makalah ilmiah tentang sintesis mekanokimia kokristal farmasi.

Kata kunci: Mekanokimia, kokristal farmasi, neat grinding, liquid assisted grinding

Teks Lengkap:

PDF

Pendahuluan

Banyak bahan aktif farmasi (BAF) yang belum dikembangkan dalam formulasi karena kelarutan yang rendah di dalam air dan menyebabkan bioavailabilitas menjadi rendah. Sekitar 60-70% senyawa tersebut terkait dengan kelas Biopharmacetical Classification System (BCS) II (kelarutan rendah / permeabiltas tinggi) dan BCS IV (kelarutan rendah / permeabilitas rendah) [1].
Peneliti bidang farmasi terus berupaya meningkatkan sifat-sifat fisikokimia BAF seperti kristalinitas, kelarutan, higroskopisitas, stabilitas, ukuran partikel, aliran densitas dan rasa. Perbaikan dapat diperoleh dengan memodifikasi sediaan padat suatu BAF [2]. Berbagai pendekatan telah dikembangkan oleh para peneliti untuk meningkatkan kelarutan BAF seperti pembentukan prodrug [3], dispersi padat [4], pengurangan ukuran [5], kompleks inklusi dengan siklodekstrin [6], pembentukan garam [7], penggunaan surfaktan [8], nanopartikel [9] dan molekul kristal multikomponen [10].
Pembentukan kristal multikomponen adalah pendekatan penting lainnya yang digunakan untuk modulasi kelarutan obat dan laju disolusi [11] [12][13]. Semua obat dengan masalah kelarutan adalah kandidat untuk membentuk kristal multikomponen. Kristal multikomponen farmasi dapat dalam berbagai bentuk seperti kokristal [14][15], garam [16], komposisi eutektik padat [17], koamorf [18], dan polimorf kokristal [19].
Bentuk padat farmasi seperti kokristal/garam multikomponen, campuran eutektik, dan koamorf dapat dibuat dengan berbagai metode. Pada umumnya metode pembuatan kokristal farmasi diklasifikasikan berdasarkan metode berbasis larutan dan metode berbasis padat. Metode berbasis larutan, jumlah pelarut yang tinggi digunakan untuk melarutkan komponen kokristal. Selain itu, pilihan pelarut mempengaruhi hasil kokristalisasi, karena dapat mengubah interaksi antarmolekul antara BAF dan koformer. Sebaliknya, metode berbasis padat menawarkan potensi untuk menghilangkan kebutuhan pelarut yang digunakan dalam sintesis kokristal, dimana tidak diperlukan atau hanya memerlukan sedikit pelarut [20].
Pembuatan kokristal dalam keadaan padat bebas pelarut atau penggunaan sejumlah minimal pelarut sebagai katalis baru-baru ini telah mendapatkan perhatian. Transformasi kimia dari materi yang disebabkan oleh energi mekanik dengan grinding atau milling diistilahkan dengan mekanokimia. Mekanokimia merupakan sintesis kimia yang lebih ramah lingkungan [21].
Metode mekanokimia menarik untuk dapat digunakan dalam persiapan beragam senyawa molekul dan telah menjadi alat sintetik penting di berbagai bidang (misalnya, fisika, kimia, dan ilmu material) karena dianggap sebagai prosedur yang ramah lingkungan dilakukan dalam kondisi bebas pelarut atau dengan adanya pelarut dalam jumlah minimal (katalitik). Berdasarkan hal tersebut maka fokus utama dari review ini adalah penggunaan metode mekanokimia dalam pembuatan kokristal farmasi. Review artikel ini akan memberi pembaca definisi dan sejarah kokristal farmasi, teknik pembuatan kokristal, sejarah dan definisi mekanokimia, metode mekanokimia pada

pembuatan kokristal farmasi, ringkasan artikel yang relevan tentang pembuatan kokristal dengan metode mekanokimia, mekanisme metode mekanokimia, dan bagian akhir adalah keuntungan dan kerugian metode mekanokimia pada pembuatan kokristal.

Metode

  Penelitian ini dilakukan dengan pencarian artikel yang dikumpulkan dari Google Scholar, Pubmed, dan Scopus. Kata kunci yang digunakan untuk pencarian artikel adalah kokristal farmasi, mekanokimia, Liquid assisted grinding, neat grinding dan sifat fisikokimia BAF. Jenis artikel yang digunakan merupakan original research dalam periode waktu 2013-2023, dapat dilihat pada Gambar 1. Artikel-artikel kokristal lebih dari 10 tahun masih dipertimbangkan karena metode penelitiannya. Literatur dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi. Kriteria inklusi adalah literatur yang berisi informasi tentang metode mekanokimia dalam pembentukan kokristal farmasi. Sedangkan literatur, publikasi tidak tersedia sebagai teks lengkap, dan penelitian yang melibatkan metode selain pembuatan kristal multikomponen termasuk ke dalam kriteria ekslusi.

Gambar 1. Jumlah artikel pertahunnya

Hasil dan Pembahasan

Mekanokimia pada dekade terakhir ini sangat menarik perhatian peneliti. Reaksi kimia tidak lagi tergantung pada keberadaan sejumlah besar pelarut. Banyak penelitian yang dilakukan berfokus pada studi  tentang  reaksi yang   ramah   lingkungan   dengan

tujuan untuk melakukan kondisi tanpa pelarut atau setidaknya dengan penggunaan pelarut minimal. Reaksi seperti ini termasuk kedalam ranah green chemistry. Green chemistry  yang merupakan dispilin ilmu yang cendrung mengurangi pemanfaatan bahan berbahaya untuk lingkungan. Pada review ini akan dibahas mengenai penggunaan metode mekanokimia untuk pembuatan kokristal bahan aktif farmasi. 

Sejarah dan Definisi Mekanokimia

Theophrastus dari Eresus (315 SM), menulis buklet berjudul “On Stones” yang berisi referensi tentang reduksi cinnabar menjadi merkuri dengan menggiling dalam mortar dan stamper tembaga. Hal ini telah menunjukkan penerapan mortal dan stamper yang menyebabkan kemungkinan dimulainya reaksi kimia dengan menggiling [25]. Wilhelm Ostwald mengklasifikasikan keseluruhan kimia dalam beragam bidang yaitu termokimia, elektrokimia, fotokimia, dan lain-lain, tergantung pada energi yang masuk. Dari klasifikasi ini, perlu dicatat bahwa Wilhelm Ostwald memisahkan mekanokimia sebagai cabang kimia. Belakangan, Walther Nernst (murid Ostwald) mendukung klasifikasi ini. Namun, menurut Balaž, definisi yang diterima saat ini adalah definisi Heinicke yang menetapkan bahwa “mekanokimia adalah cabang kimia yang berkaitan dengan transformasi kimia dan fisikokimia zat dalam semua keadaan agregasi yang dihasilkan oleh efek mekanis energi” [21]

Kokristal Farmasi

Kokristal farmasi didefinisikan sebagai kristal yang terdiri dari dua atau lebih molekul netral dengan rasio stoikiometri dan berikatan bersama melalui interaksi ikatan nonkovalen misalnya ikatan hidrogen, interaksi van der Waals dan π-π di mana setidaknya salah satu komponennya adalah BAF dan lainnya adalah bahan yang dapat diterima secara farmasi [22]. Sejak awal 2000-an, disadari bahwa rekayasa kokristal mungkin suatu pendekatan potensial untuk meningkatkan sifat fisikokimia farmasi, yang dikontribusikan ke beberapa perwakilan publikasi kokristal farmasi pada tahun 2003-2004 [20].

Kokristal pertama kali ditemukan pada akhir 1800-an dan awal 1900-an. Kokristal pertama yang dilaporkan yaitu kuinhidron dipelajari oleh Friendrich Wohler pada tahun 1844. Pada saat itu belum dapat diidentifikasi sedemikian rupa karena analisis sinar-X tidak tersedia dan baru pada tahun 1958 struktur lengkapnya dan interaksi antarmolekul dipublikasikan yang terdiri dari kuinon dan hidrokuinon dengan perbandingan 1:1 [23].

Metode Pembuatan Kokristal

  Proses pembentukan kokristal tidak sepenuhnya dipahami. Tidak jelas apakah terbentuk keadaan antara (misalnya fase amorf) yang mendahului pembentukan kokristal. Berdasarkan studi pada solid-state NMR menunjukkan bahwa kokristalisasi tidak dimediasi oleh pembentukan  fase amorf [24]. Sampai mekanisme pembentukan kokristal sepenuhnya dapat dipahami, metode kokristalisasi sebagian besar akan tetap bersifat empiris.

  Metode pembuatan kokristal yang efektif digunakan saat ini dapat diklasifikasikan sebagai: (1) padat (grinding, solvent-assisted grinding, sonication) dan (2) berbasis pelarut (slurring, solvent evaporation, kristalisasi dari larutan atau kokristalisasi aktif dan antisolvent). Untuk metode berbasis pelarut, pemilihan pelarut sangat penting karena berpotensi untuk mengubah interaksi antarmolekul dan menghasilkan kokristal yang lebih baik. Metode lain mungkin juga memiliki kendala, seperti metode termal yang membutuhkan suhu tinggi untuk peleburan sehingga dapat mempengaruhi integritas senyawa yang peka terhadap panas. Metode mekanis, seperti penggilingan, membutuhkan energi dan dapat menghasilkan bahan amorf, membatasi keefektifannya jika pelarut yang sesuai tidak digunakan. Metode yang didasarkan pada pengendapan dari larutan membutuhkan kontrol yang terus menerus dan tepat tingkat kejenuhan konsentrasi komponen dan memerlukan pembuatan fase diagram, sedangkan penggunaan pelarut menjadi tidak ramah lingkungan [23].

Metode Mekanokimia pada Pembuatan Kokristal Farmasi

  Mekanokimia merupakan metode yang efektif untuk pembuatan sistem kristal multikomponen. Metode mekanokimia pada produksi kokristal farmasi menjadi menarik, terutama melalui grinding. Metode grinding untuk mendapatkan kokristal dibagi menjadi tiga teknik yaitu neat grinding, liquid assisted grinding dan Polymer assisted grinding. Metode mekanokimia untuk pembuatan kokristal farmasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Metode mekanokimia pada pembuatan kokristal farmasi

  Neat grinding juga disebut dengan dry grinding atau solid state grinding, terdiri dari pencampuran komponen kokristal secara stoikiometrik dalam keadaan padat dan menggerusnya secara manual, menggunakan mortal dan stamper, atau secara mekanis, menggunakan ball mill atau vibratory mill. Kokristals piracetam dengan asam sitrat dan asam tartrat diperoleh melalui teknik ini [26].  Grinding dan milling merupakan teknik yang berbeda, karena grinding adalah prosedur mekanokimia yang bekerja dalam mortal dan milling dilakukan dalam perangkat ball mills [27]. Ball milling digunakan ketika diperlukan  input  energy  lebih  tinggi,  waktu  yang   lebih   sistematis

diperlukan untuk reaksi dan pencampuran yang lebih baik di laboratorium. Grinding dengan mortal tergantung pada kekuatan dan intensitas yang diaplikasikan selama proses dan kadang-kadang kondisi lingkungan menjadi faktor merugikan [21].

  Liquid assisted grinding (LAG) atau  sebelumnya dikenal sebagai solvent drop grinding, kneading, atau wet cogrinding didasarkan pada penambahan sejumlah kecil pelarut yang berfungsi sebagai katalis meningkatkan kinetika pembentukan kokristal. Dengan membandingkan LAG dan neat grinding (NG) menggunakan piracetam- asam sitrat dan piracetam- asam tartrat untuk menghasilkan kokristal, dapat disimpulkan bahwa kedua sistem menghasilkan kokristal melalui kedua metode, tetapi pembentukan kokristal menggunakan LAG lebih cepat [26]. Kerugian yang sering terjadi pada pembuatan kokristal dengan menggunakan LAG ini adalah terjadinya pembentukan solvat kristal. Hal ini dapat dilihat pada studi pembentukan kokristal antara kafein dan athranilat dengan metode LAG. Pada studi ini ditemukan lima solvat kokristal yang berbeda bentuk polimorf yang berbeda [28].

  Teknik lain yang berbasis pada penggilingan untuk menghasilkan produksi kokristal adalah Polymer assisted grinding (POLAG). Teknik ini menggunakan polimer pada keadaan padat atau cair sebagai katalis. Metode ini tidak membentuk solvat, dapat mempengaruhi sifat kokristal seperti laju disolusi dan bioavailabilitas. Polimer dapat dimodifikasi, menyesuaikan keadaan fisiknya atau komposisi kimia yang mana menunjukkan fleksibilitas yang luas dari teknik ini [29]. Pada pembuatan kokristal kafein dan asam sitrat dengan penambahan polimer PEG 10000 berbagai konsentrasi, diperoleh puncak kafein pada pola serbuk difraksi sinar-x yaitu 12o ketika jumlah PEG 1% dan 5%. Penambahan PEG 10000 sebanyak 10% memberikan pola difraksi yang lebih rendah dapat dilihat pada Gambar 3, tetapi keberadaan PEG yang semakin tinggi terutama pada penambahan 60% PEG 10000 intensitas puncak khas kafein murni meningkat lagi. Penggunaan jumlah polimer yang tinggi tidak dapat membentuk kokristal karena aglomerasi sampel, kesulitan pencampuran dan pengurangan jumlah total kontak antara senyawa. Pola difraksi sinar-x kokristal kafein-asam sitrat yang dibuat dengan adanya 10% PEG dengan berat molekul berbeda (PEG 200, 300 dan 400 adalah cairan pada suhu kamar) memiliki pola difraksi yang mirip dengan kokristal kafein-asam sitrat yang dibuat menggunakan polimer padat seperti PEG 3000, PEG 6000 dan PEG 10000. Puncak difraksi difraksi sinar-x untuk kafein murni pada sudut 2θ 12o tetap ada pada semua sampel dan intensitasnya tidak berubah pada saat perubahan dari cairan menjadi polimer padat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan polimer baik cair maupun padat dan panjang rantai polimer tidak berperan pada kecepatan laju reaksi pembentukaan kokristal [30].


Gambar 3
. Pola difraksi sinar-x serbuk dari a) PEG 10000 murni, b) CA murni, c) CAFF murni, d) campuran fisik CAFF and CA dengan neat grinding 20 menit e), f), g), h), and i) Penggilingan CAFF-CA 20 menit dengan penambahan 1, 5, 10, 30, and 60 % of PEG 10000, secara berurutan j) perhitungan CAFFCA.

Dua kokristal baru dari pembentukan lamotrigin dengan koformer 4,4′-bipiridin (2:1) dan 2,2′-bipiridin (1:1,5) berhasil diperoleh dengan neat grinding dan liquid assisted grinding. Pada penambahan sedikit etanol dapat mempercepat kokristalisasi tanpa membentuk solvat. Karena percobaan awal memperlihatkan tidak ada transformasi fase lamotrigin dengan penggerusan yang menunjukkan pembentukan kristal multikomponen baru. Hal ini juga dikonfirmasi dari hasil TGA dan DSC [31].

  Pembuatan kokristal ciprofloxacin dengan  asam nikotinat dan isonikotinat (1:1) diperoleh dengan metode mekanokimia. Penggerusan dengan frekuensi 30 Hz lebih banyak berkonstribusi untuk pembentukan kokristal dibandingkan menggunakan frekuensi 15 Hz. Hal ini kemungkinan besar karena frekuensi yang lebih tinggi memberikan lebih banyak energi mekanik pada sintesis kokristal. Penambahan sedikit pelarut pada pembentukan kokristal ciprofloxacin- asam nikotinamid lebih berpengaruh dari pada pembentukan kokristal ciprofloxacin-isonikotinat. Hal ini menunjukkan bahwa dengan atau tanpa penggunaan pelarut pada sintesis kokristal sangat bergantung pada koformer yang digunakan [32].

  Sulfametoksazol dan trimethoprim telah dibuat kokristal menggunakan metode milling dengan pembanding campuran fisik dan kokristal dari kokristalisasi larutan dengan  menggunakan   methanol   sebagai   pelarutnya.  Kristal  Sulfametoksazol  dan

Metode

  Penelitian ini dilakukan dengan pencarian artikel yang dikumpulkan dari Google Scholar, Pubmed, dan Scopus. Kata kunci yang digunakan untuk pencarian artikel adalah kokristal farmasi, mekanokimia, Liquid assisted grinding, neat grinding dan sifat fisikokimia BAF. Jenis artikel yang digunakan merupakan original research dalam periode waktu 2013-2023, dapat dilihat pada Gambar 1. Artikel-artikel kokristal lebih dari 10 tahun masih dipertimbangkan karena metode penelitiannya. Literatur dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi. Kriteria inklusi adalah literatur yang berisi informasi tentang metode mekanokimia dalam pembentukan kokristal farmasi. Sedangkan literatur, publikasi tidak tersedia sebagai teks lengkap, dan penelitian yang melibatkan metode selain pembuatan kristal multikomponen termasuk ke dalam kriteria ekslusi.

pembuatan kokristal farmasi, ringkasan artikel yang relevan tentang pembuatan kokristal dengan metode mekanokimia, mekanisme metode mekanokimia, dan bagian akhir adalah keuntungan dan kerugian metode mekanokimia pada pembuatan kokristal.

trimethoprim menunjukkan  puncak endotermik pada termogram DSC karena fusi masing-masing pada 169,8 ºC dan 201ºC. Sedangkan  termogram DSC kokristal dari kokristalisasi larutan dengan metanol menunjukkan hanya satu puncak endotermik pada 178,82 ºC yang menunjukan pembentukan fase baru kokristal antara sulfametoksazol-trimetoprim. Campuran fisik menunjukkan tiga puncak endotermik pada 138 ºC, 156,94 ºC yang dikaitkan dengan peleburan campuran eutektik dan 179,62 ºC karena peleburan kokristal. Campuran sulfametoksazol dan trimetoprim yang digiling dengan durasi berbeda menginduksi pembentukan fase kokristal baru. Kokristal dengan metode milling  menginduksi pembentukan fasa kokristal baru yang ditunjukkan oleh puncak endotermik pada suhu 178,53 ºC dalam termogram DSC. Area puncak DSC dari fusi eutektik berkurang dengan perpanjangan waktu penggilingan, hal ini menunjukkan terjadinya penginduksian penggilingan dari pembentukan kokristal sulfametoksazol-trimetoprim. Durasi waktu milling juga mempengaruhi intensitas beberapa puncak interferensi, terutama pada 2θ: 16.77 dan 19.10°. Pada titik-titik ini, puncak interferensi meningkat dan meluas, yang mengindikasikan amorfisasi interaksi fase padat parsial. Pola difraksi kokristal menunjukkan beberapa puncak interferensi yang baru dan tipikal pada 2θ: 7,32; 11.5; 16.90; 19,15 dan 24°. Ini menunjukkan interaksi fisik antara sulfametoksazol dan trimetoprim dan pembentukan fase kristal baru, yang dikenal sebagai fase kokristal [33].

  Untuk skrining kokristal 1,2,4-thiadiazole (TDZ), campuran fisik dari 1,2,4-thiadiazole dan koformer dalam rasio molar 1:1 atau 2:1 diberi perlakuan mekanokimia dengan penambahan pelarut berbeda (metanol, aseton, asetonitril). Keragaman struktur koformer yang digunakan untuk kokristalisasi, liquid assisted grinding menghasilkan hanya satu fase kristal baru antara TDZ dan asam vanilat dengan rasio 1:1 (Gambar 4) [34]. Pembentukan kokristal juga tergantung pada distribusi spasial gugus fungsi donor dan aseptor  ikatan hidrogen dalam molekul koformer [35]. Untuk mengetahui terbentuknya polimorf pada kokristal 1,2,4-thiazole dan vanilik (1:1) melalui mekanokimia dengan menggunakan tujuh pelarut yang berbeda (etanol, etil asetat, isopropil alkohol, tetrahidrofuran, asetonitril, aseton, dioksan). Pola BAF dibandingkan dengan kokristal, hasil yang diperoleh menunjukkan semua  kokristalisasi mekanokimia hanya menghasilkan satu struktur [34].

Gambar 4. (a) Pola PXRD dan (b) Kurva DSC dari TDZ, asam vanilat dan kokrsital TDZ + Vanilat (1:1) yang diperoleh melalui liquid assisted grinding dengan metanol

Sintesis supramolekul kokristal asam asetil salisilat (AAS) dengan Flusitosin (5FC) dengan metode mekonokimia menggunakan mortal dan stamper (penggerusan manual), ball milling, dan dengan menggunakan teknik solvent drop grinding. Penambahan tetes pelarut dalam solvent drop grinding meningkatkan kinetika reaksi dan secara signifikan mengurangi terjadinya fase amorf. Oleh sebab itu solvent drop grinding lebih efisien dibandingkan dengan neat grinding. Dengan demikian, efisiensi solvent drop grinding dapat dinyatakan sehubungan dengan sintesis fase kokristal AAS-5FC yang homogen. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar. 5, pola difraksi yang diperoleh dari studi PXRD dari sampel neat grinding dilakukan secara manual dan pada ball mill mengungkapkan berbagai tingkat fase pembentukan kokristal, dan dalam waktu 20 menit konversi BAF menjadi kokristal tercapai. Sebelum 20 menit, asam AAS murni diamati pada 7,7o (panah hitam pada gambar 5), tetapi puncak yang menunjukkan pembentukan koristal terjadi pada 6,4˚ (lingkaran merah pada Gambar 5) dan puncak sebanding pada 15,6 ˚, 27,4 ˚, dan 29,5 ˚ yang selaras dengan puncak karakteristik difraksi yang dihitung. Setelah konversi penuh, jejak fase amorf dapat diamati pada difraktogram NG PXRD yang menampilkan pergeseran luas pada garis dasar. Studi PXRD dilakukan dengan SDG menghasilkan pola kristal yang lebih tepat bahkan setelah 5 menit penggilingan, yang masih menunjukkan sejumlah kecil AAS pada 7,7 ˚ ​​(panah hitam pada Gambar. 5) menghasilkan sampel kristal homogen setelah 20 menit, tanpa terdeteksi sejumlah fase amorf [27].


Gambar 5
. Difraktogram PXRD diperoleh setelah penggerusan manual: grinding dan solvent-drop grinding pada waktu yang berbeda

  Telah dilakukan sintesis kokristal S-ibuprofen/nicotinamid dan RS-ibuprofen/nicotinamide dengan tiga metode yang berbeda yaitu co-milling (metode 1), kristalisasi dari lelehan (metode 2) dan slow solvent evaporation (metode 3). Hasil difraksi sinar-X dan spektroskopi Raman telah menunjukkan bahwa bentuk polimorf dari kokristal yang diperoleh dengan rekristalisasi dari lelehan (Bentuk A) adalah berbeda dengan pembuatan dengan metode co-milling dan slow solvent evaporation (Bentuk B) [36].

Ringkasan makalah yang menyebutkan sintesis mekanokimia

  Pada Tabel 1. dibuatkan ringkasan penelitian yang relevan dengan metode mekanokimia pada pembuatan kokristal farmasi.

Tabel 1. Ringkasan publikasi terkait dengan pembentukan kokristal farmasi atau garam multikomponen dengan metode mekanokimia

BAF + koformer atau BAF + BAFTipe Penggilingan atau Metode Sintesis  Tipe Bentuk Multikomponen  Referensi  
Sulfamethoxazole-TrimethoprimMillingKokristal[33]
Ethenzamide + Aliphatic Dicarboxylic AcidsNGKokristal[43]
Nandrolone + salicylic acidBall millingKokristal[44]
diclofenac + pyridineGrinding/solvent evaporationKokristal, garam, kokristal gram, garam hidrat[45]
NSAID (Mefenimic acid, Ketoprofen, Diclofenac acid) + L-ProlineLAG / NGKokristal[46]
Mefenamic acid-NicotinamideMillingKokristal[47]
Naproxen + prolineLAGKokristal[48]
Febuxostat/L-Pyroglutamic AcidLAGKokristal[49]
Simvastatin +  citric acidGrinding/LAG/solvent evaporation/slurryKokristal[50]
Quercetin + malonic acidSDGKokristal[51]


Mekanisme Kokristalisasi pada Penggunaan Mekanokimia

  Mekanisme kokristal menggunakan metode mekanokimia masih belum jelas, untuk alasan ini, banyak model yang telah diusulkan. Menurut Jones dan Frišˇci´c, pembentukan kokristal tidak dapat diasumsikan sebagai suatu proses mekanisme tunggal.  Setidaknya tiga model berbeda diterima untuk menjelaskan hal ini. Masing-masing mekanisme melibatkan jenis fase peralihan yang berbeda. Yang termasuk ke dalam mekanisme kokristalisasi tersebut adalah difusi molekuler, pembentukan eutektik, dan kokristalisasi yang dimediasi oleh fase amorf. Umumnya untuk ketiga mekanisme yang berbeda harus menunjukkan peningkatan mobilitas dan atau energi yang lebih tinggi dari molekul reaktan [37].  Gambar 6. menunjukkan skema mekanisme pembentukan kokristal melalui penggilingan.

Gambar 6. Mekanisme yang diusulkan untuk pembentukan kokristal dengan penggilingan mekanokimia. Langkah A: Aktivasi mekanokimia dari permukaan reaktan; langkah B: mekanokimia pemindahan cocrystal dari permukaan; langkah C: pembentukan dan nukleasi kokristal; langkah D: proses berlanjut [37]

  Pada kondisi neat grinding yang menggunakan model difusi molekuler, kemungkinan besar hal itu akan terjadi ketika satu atau kedua komponen menunjukkan tekanan uap yang sangat besar dalam keadaan padat. Kenyataannya beberapa reaksi dapat dilanjutkan hanya dengan kontak antara reagen kimia awal, bahkan pada keadaan tidak ada aksi mekanokimia. Reaksi mekanokimia antara asam pikrat dan beberapa hidrokarbon aromatik, ditetapkan oleh Rastogi dan rekan kerjanya melalui migrasi permukaan dan difusi melalui fase uap [38].

  Pembentukan kokristal dengan p-benzokuinon juga dimediasi dengan difusi molecular untuk kokristal p-benzokuinon dengan 2,2′-bifenol atau 4,4′-bifenol. Pencampuran p-benzokuinon dengan dua senyawa kristal bifenol menghasilkan pembentukan produk kokristal lebih cepat yang berwarna dengan komponen yang disatukan melalui transfer muatan dan interaksi ikatan hidrogen. Pembentukan kokristal juga diamati saat diekspos kristal 2,2′-bifenol atau 4,4′-bifenol menjadi uap p-benzoquinone, hal ini menunjukkan bahwa pembentukan kokristal dibantu oleh difusi melalui fase gas. Tingkat pembentukan kokristal dengan pencampuran dalam keadaan padat dilaporkan jauh lebih lambat dalam kasus 4,4′-bifenol, dari pada untuk 2,2′- bifenol. Perbedaan reaktivitas antara dua fenol dijelaskan oleh jaringan ikatan hidrogen yang lebih luas dalam struktur kristal 4,4′-bifenol yang dihambat difusi permukaan molekul. Pembentukan kokristal terbatas oleh ketersediaan permukaan untuk difusi molekuler kristal reaktan. Penafsiran ini didukung oleh percobaan difusi uap, dimana pembentukan kokristal diamati hanya pada permukaan kristal reaktan bifenol yang  terkena uap p-benzoquinone. Akibatnya, peran dari penggilingan mekanokimia dalam kokristalisasi keadaan padat p-benzoquinone dengan 2,2′- atau 4,4′-biphenol dapat meningkatkan laju reaksi dengan mengekspos permukaan reaktan dan pencampuran campuran reaksi padat [39].

  Pada pembentukan kokristal padat diperantarai fase cair misalnya ketika salah satu reaktan berbentuk cair pada kondisi sekitarnya. Pembentukan eutektik pada sintesis kokristal juga suatu mekanisme yang meningkatkan secara signifikan pada pembentukan kokristal. Pembentukan kokristal pada antarmuka dua Kristal berwarna difenilalamin dan benzofenon terungkap melalui pengamatan pada mikroskop, dimana permukaan kontak dikonversi ke dalam cairan. Menggabungkan penggilingan dengan eutektik meningkatkan proses kokristalisasi melalui dua mekanisme yaitu pertama meningkatkan permukaan reaktan untuk pembentukan eutektik dan kedua meningkatkan nukleasi kokristal pada fase eutektik [37].

  Pada kasus dimana tidak ada jalur transfer massa khusus (yaitu fase cair atau gas), kokrsitalisasi dapat terjadi melalui pembentukan amorf. Ini memungkinkan pada kokristalisasi padat molekular dengan interaksi antarmolekul kuat (seperti ikatan hidrogen). Hal ini juga sudah dilaporkan bahwa penggilingan pada suhu di bawah suhu transisi gelas dari reaktan menghasilkan pembentukan fase amorf tetapi penggilingan pada suhu lebih tinggi dari suhu tersebut menyebabkan terbentuknya polimorf metastabil [40]. Hal tersebut telah dilakukan percobaan dengan menggiling karbamazepin dan sakarin di bawah suhu transisi gelas yang diharapkan menghasilkan campuran menginduksi pembentukan fase amorf. Namun sebaliknya ketika komponen digiling pada suhu yang lebih tinggi dari suhu transisi gelas yang diharapkan dari campuran, akan menyebabkan terbentuknya polimorf metastabil.  Penyimpanan bentuk amorf ini di dalam ruangan suhu perlahan-lahan cenderung untuk mengkokristal. Di bawah kondisi kelembaban relatif tinggi (75%), fase amorf ini meningkatkan mobilitas molekuler dan saling melengkapi antara komponen, yang mengarah ke pembentukan kokristal. Perantara fase amorf adalah dianggap sebagai energi tinggi dan spesies mobilitas molekul tinggi [21].

  Pada pembuatan kokristal dengan metode liquid assisted grinding, mekanisme kokristalisasi belum sepenuhnya dipahami. Dalam beberapa kasus, pelarut pada metode liquid assisted grinding memberikan media untuk memfasilitasi difusi molekular. Karena kokristal dibentuk setelah penggilingan dan liquid assisted grinding biasanya stabil secara termodinamika. Fase cair yang digunakan dalam penggilingan dapat secara signifikan berpengaruh selama kokristalisasi mekanokimia. Parameter π dan polaritas pelarut yang digunakan berperan penting dalam pembentukan cocrystal. Selain itu, kemungkinan parameter π memiliki pengaruh kuat pada mekanisme, perantara, atau hasil polimorfik yang berbeda dalam reaksi kokristalisasi [21].

  Suatu prosedur percobaan sederhana telah dilakukan oleh Hasa dan rekan kerjanya untuk menentukan jumlah cairan selama liquid assisted grinding yang dapat digunakan untuk menyelidiki keragaman bentuk polimorf dengan cepat. Dengan melakukan modifikasi jumlah cairan yang ditambahkan dimungkinkan untuk membentuk polimorf yang sebelumnya diperoleh hanya dengan cara reaksi desolvasi. Penambahan hanya 10 μL (η = 0,05) cairan memiliki pengaruh pada hasil polimorfik. Neat grinding  menghasilkan Bentuk I sedangkan LAG dengan 10 μL metanol atau etanol atau 1-propanol memberikan Bentuk II. Liquid assisted grinding dengan suatu alkohol 10 μL dengan volume molekul yang lebih besar (seperti 1- hexanol, 1-oktanol, dan 1-dodecanol) menghasilkan Bentuk III. Dalam kasus 1-butanol, percobaan dengan cairan volume rendah menghasilkan campuran Bentuk I dan III [41].

  Pada percobaan liquid assisted grinding dengan volume pelarut yang berbeda dari etanol dan 1-proponol terjadi perubahan hasil produk antara Bentuk I dan II, dapat dilihat pada Gambar 7. Bentuk II dihasilkan dari pelarut etanol dan 1-propanol dalam jumlah kecil (10 dan 20 μL), sedangkan 30 μL diperoleh campuran Bentuk I dan Bentuk II dan 40 sampai 60 μL etanol (nilai η dari 0,2 hingga 0,3) atau 40 hingga 80 μL (nilai η dari 0,2 hingga 0,4) dari 1-propanol dihasilkan Bentuk I. Menariknya, peningkatan volume cairan lebih lanjut menghasilkan lagi campuran Bentuk I dan Bentuk II (80 μL etanol dan 100 μL 1-propanol) dan Bentuk II murni dengan etanol 100 μL. Dalam kasus percobaan penggilingan dengan pelarut yang memiliki berat molekul yang lebih besar (1-dodecanol) menghasilkan polimorf berbeda (10 mg 1-dodecanol pada suhu kamar berbentuk padat) menghasilkan Bentuk III sedangkan 20 dan 30 mg menghasilkan Bentuk II. Jumlah 1-dodecanol yang lebih besar menghasilkan campuran Bentuk I dan Bentuk III [41].

  Pembentukan sistem multi komponen kafein-asam anthranilat (CAF-ANA) dengan perbandingan stoikiometri 1:1, dari 15 pelarut yang digunakan hanya empat pelarut yaitu asetonitril, nitrometana, etilen glikol, dan 1,6-hexanediol, ditemukan sangat selektif membentuk satu polimorf. Sedangkan 11 pelarut lainnya menghasilkan lebih dari satu bentuk kokristal polimorf. 3 dari 4 pelarut sangat selektif untuk membentuk Bentuk II yang bukan bentuk polimorf yang paling stabil. Dalam kasus pelarut yang memberi lebih dari satu bentuk polimorfik, meskipun setiap pelarut berperilaku berbeda, beberapa kesamaan dapat ditemukan ketika  pelarut serupa digunakan untuk tujuan LAG. Selain itu, skrining melalui modifikasi terhadap jumlah  pelarut  yang  ditambahkan

juga memungkinkan produksi mekanokimia murni Bentuk III, yang sejauh ini hanya bisa diperoleh dengan desolvasi [41].


Gambar 7. Ringkasan percobaan LAG dilakukan dengan jumlah alcohol berbeda yang memiliki berat molekul berbeda. Dalam tanda kurung cairan fraksi mol jumlah total bahan awal yang dilaporkan. Bola hijau, biru dan kuning merupakan Bentuk I, II, III masing-masing,bola merah menunjukkan campuran polimorf Bentuk I dan II atau Bentuk I dan III

  Parameter penggilingan dapat mempengaruhi laju pembentukan kokristal adalah frekuensi penggilingan, waktu penggilingan, diameter bola penggilingan dan ukuran beaker dan input energi. Selain itu, Studi variable temperature in situ telah menunjukkan bahwa laju reaksi tergantung pada suhu dan perubahan pada suhu umumnya mempengaruhi mekanisme [42].

Keuntungan dan Kerugian Metode Mekanokimia

Ada beberapa keuntungan dan kerugian dari metode mekanokimia. Keuntungan dan kerugian dari metode mekanokimia diringkas dalam table 2 berikut :

Tabel 2. Keuntungan dan kerugian metode mekanokimia [29]

Kesimpulan

Pada hasil tinjauan ini dapat diambil kesimpulan bahwa pembuatan kokristal farmasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode mekanokimia. Mekanokimia memberikan peluang dalam pendekatan ramah lingkungan karena penghilangan atau meminimalkan penggunaan pelarut. Mekanokimia memiliki keunggulan dibandingkan dengan sintesis menggunakan pelarut, seperti pembentukan selektif bentuk padat dan kemurnian yang cukup tinggi.

 
Daftar Pustaka

1.  K. Yuvaraja and J. Khanam, “Enhancement of carvedilol solubility by solid dispersion technique using cyclodextrins, water soluble polymers and hydroxyl acid,” J. Pharm. Biomed. Anal., vol. 96, pp. 10–20, 2014, doi: 10.1016/j.jpba.2014.03.019.

2.  S. L. Childs, G. P. Stahly, and A. Park, “The salt-cocrystal continuum: The influence of crystal structure on ionization state,” Mol. Pharm., vol. 4, no. 3, pp. 323–338, 2007, doi: 10.1021/mp0601345.

3.  J. B. Zawilska, J. Wojcieszak, and A. B. Olejniczak, “Prodrugs: A challenge for the drug development,” Pharmacol. Reports, vol. 65, no. 1, pp. 1–14, 2013, doi: 10.1016/S1734-1140(13)70959-9.

4.  S. J. Kim et al., “A novel composition of ticagrelor by solid dispersion technique for increasing solubility and intestinal permeability,” Int. J. Pharm., vol. 555, no. October 2018, pp. 11–18, 2019, doi: 10.1016/j.ijpharm.2018.11.038.

5.  J. Varshosaz, R. Talari, S. A. Mostafavi, and A. Nokhodchi, “Dissolution enhancement of gliclazide using in situ micronization by solvent change method,” Powder Technol., vol. 187, no. 3, pp. 222–230, 2008, doi: 10.1016/j.powtec.2008.02.018.

6.  N. Ikeda et al., “Improvement of the Solubility and Evaluation of the Physical Properties of an Inclusion Complex Formed by a New Ferulic Acid Derivative and γ-Cyclodextrin,” ACS Omega, vol. 5, no. 21, pp. 12073–12080, 2020, doi: 10.1021/acsomega.0c00277.

7.  D. P. Elder, R. Holm, and H. L. De Diego, “Use of pharmaceutical salts and cocrystals to address the issue of poor solubility,” Int. J. Pharm., vol. 453, no. 1, pp. 88–100, 2013, doi: 10.1016/j.ijpharm.2012.11.028.

8.  K. Stoyanova, Z. Vinarov, and S. Tcholakova, “Improving Ibuprofen solubility by surfactant-facilitated self-assembly into mixed micelles,” J. Drug Deliv. Sci. Technol., vol. 36, pp. 208–215, 2016, doi: 10.1016/j.jddst.2016.10.011.

9.  A. Firmansya, F. Setiawan, L. Nurdianti, and A. Yuliana, “Formulation And Characterization Of Buccal Film Nanoemulsion Apigenin As Antidiabetic,” Indones. J. Pharm. Sci. Technol., vol. 1, no. 1, p. 22, 2022, doi: 10.24198/ijpst.v1i1.42829.

10.  E. Zaini, L. Fitriani, R. Y. Sari, H. Rosaini, A. Horikawa, and H. Uekusa, “Multicomponent Crystal of Mefenamic Acid and N-Methyl-D-Glucamine: Crystal Structures and Dissolution Study,” J. Pharm. Sci., vol. 108, no. 7, pp. 2341–2348, 2019, doi: 10.1016/j.xphs.2019.02.003.

11.  M. A. E. Yousef and V. R. Vangala, “Pharmaceutical cocrystals: molecules, crystals, formulations, medicines,” Cryst. Growth Des., vol. 19, no. 12, pp. 7420–7438, 2019, doi: 10.1021/acs.cgd.8b01898.

12.  R. Thakuria, A. Delori, W. Jones, M. P. Lipert, L. Roy, and N. Rodríguez-Hornedo, “Pharmaceutical cocrystals and poorly soluble drugs,” Int. J. Pharm., vol. 453, no. 1, pp. 101–125, 2013, doi: 10.1016/j.ijpharm.2012.10.043.

13.  I. Sathisaran and S. V. Dalvi, “Engineering cocrystals of poorlywater-soluble drugs to enhance dissolution in aqueous medium,” Pharmaceutics, vol. 10, no. 3, 2018, doi: 10.3390/pharmaceutics10030108.

14.  E. Grothe, H. Meekes, E. Vlieg, J. H. Ter Horst, and R. De Gelder, “Solvates, Salts, and Cocrystals: A Proposal for a Feasible Classification System,” Cryst. Growth Des., vol. 16, no. 6, pp. 3237–3243, 2016, doi: 10.1021/acs.cgd.6b00200.

15.  N. K. Duggirala, M. L. Perry, Ö. Almarsson, and M. J. Zaworotko, “Pharmaceutical cocrystals: Along the path to improved medicines,” Chem. Commun., vol. 52, no. 4, pp. 640–655, 2016, doi: 10.1039/c5cc08216a.

16.  S. Mohamed, D. A. Tocher, M. Vickers, P. G. Karamertzanis, and S. L. Price, “Salt or cocrystal? A new series of crystal structures formed from simple pyridines and carboxylic acids,” Cryst. Growth Des., vol. 9, no. 6, pp. 2881–2889, 2009, doi: 10.1021/cg9001994.

17.  G. C. Bazzo, B. R. Pezzini, and H. K. Stulzer, “Eutectic mixtures as an approach to enhance solubility, dissolution rate and oral bioavailability of poorly water-soluble drugs,” Int. J. Pharm., vol. 588, no. May, p. 119741, 2020, doi: 10.1016/j.ijpharm.2020.119741.

18.  S. J. Dengale, H. Grohganz, T. Rades, and K. Löbmann, “Recent advances in co-amorphous drug formulations,” Adv. Drug Deliv. Rev., vol. 100, no. 2016, pp. 116–125, 2016, doi: 10.1016/j.addr.2015.12.009.

19.  F. Fischer, G. Scholz, S. Benemann, K. Rademann, and F. Emmerling, “Evaluation of the formation pathways of cocrystal polymorphs in liquid-assisted syntheses,” CrystEngComm, vol. 16, no. 35, pp. 8272–8278, 2014, doi: 10.1039/c4ce00472h.

20.  M. Guo, X. Sun, J. Chen, and T. Cai, “Pharmaceutical cocrystals: A review of preparations, physicochemical properties and applications,” Acta Pharm. Sin. B, vol. 11, no. 8, pp. 2537–2564, 2021, doi: 10.1016/j.apsb.2021.03.030.

21.  M. Solares-Briones et al., “Mechanochemistry: A green approach in the preparation of pharmaceutical cocrystals,” Pharmaceutics, vol. 13, no. 6, pp. 1–49, 2021, doi: 10.3390/pharmaceutics13060790.

22.  S. Huang, J. Xu, Y. Peng, M. Guo, and T. Cai, “Facile Tuning of the Photoluminescence and Dissolution Properties of Phloretin through Cocrystallization,” Cryst. Growth Des., vol. 19, no. 12, pp. 6837–6844, 2019, doi: 10.1021/acs.cgd.9b01111.

23.  A. Karagianni, M. Malamatari, and K. Kachrimanis, “Pharmaceutical cocrystals: New solid phase modification approaches for the formulation of APIs,” Pharmaceutics, vol. 10, no. 1, pp. 1–30, 2018, doi: 10.3390/pharmaceutics10010018.

24.  V. S. Mandala, S. J. Loewus, and M. A. Mehta, “Monitoring cocrystal formation via in situ solid-state NMR,” J. Phys. Chem. Lett., vol. 5, no. 19, pp. 3340–3344, 2014, doi: 10.1021/jz501699h.

25.  L. Takacs, “The historical development of mechanochemistry,” Chem. Soc. Rev., vol. 42, no. 18, pp. 7649–7659, 2013, doi: 10.1039/c2cs35442j.

26.  S. Rehder et al., “Investigation of the formation process of two piracetam cocrystals during grinding,” Pharmaceutics, vol. 3, no. 4, pp. 706–722, 2011, doi: 10.3390/pharmaceutics3040706.

27.  R. L. Carneiro, C. C. de Melo, B. R. de Alvarenga, B. C. Dayo Owoyemi, J. Ellena, and C. C. P. da Silva, “Mechanochemical synthesis and characterization of a novel AAs–Flucytosine drug–drug cocrystal: A versatile model system for green approaches,” J. Mol. Struct., vol. 1251, p. 132052, 2022, doi: 10.1016/j.molstruc.2021.132052.

28.  N. Madusanka, M. D. Eddleston, M. Arhangelskis, and W. Jones, “Polymorphs, hydrates and solvates of a co-crystal of caffeine with anthranilic acid,” Acta Crystallogr. Sect. B Struct. Sci. Cryst. Eng. Mater., vol. 70, no. 1, pp. 72–80, 2014, doi: 10.1107/S2052520613033167.

29.  M. Rodrigues, B. Baptista, J. A. Lopes, and M. C. Sarraguça, “Pharmaceutical cocrystallization techniques. Advances and challenges,” Int. J. Pharm., vol. 547, no. 1–2, pp. 404–420, 2018, doi: 10.1016/j.ijpharm.2018.06.024.

30.  D. Hasa, G. Schneider, D. Voinovich, and W. Jones, “Cocrystal Formation through Mechanochemistry: From Neat and Liquid-Assisted Grinding to Polymer-Assisted Grinding,” Angew. Chemie – Int. Ed., vol. 54, no. 25, pp. 7371–7375, 2015, doi: 10.1002/anie.201501638.

31.  S. Du et al., “Two novel cocrystals of lamotrigine with isomeric bipyridines and in situ monitoring of the cocrystallization,” Eur. J. Pharm. Sci., vol. 110, no. February, pp. 19–25, 2017, doi: 10.1016/j.ejps.2017.06.001.

32.  A. C. de Almeida et al., “Cocrystals of ciprofloxacin with nicotinic and isonicotinic acids: Mechanochemical synthesis, characterization, thermal and solubility study,” Thermochim. Acta, vol. 685, no. May 2019, p. 178346, 2020, doi: 10.1016/j.tca.2019.178346.

33.  E. Zaini, Y. C. Sumirtapura, A. Halim, L. Fitriani, and S. N. Soewandhi, “Formation and characterization of sulfamethoxazole-trimethoprim cocrystal by milling process,” J. Appl. Pharm. Sci., vol. 7, no. 12, pp. 169–173, 2017, doi: 10.7324/JAPS.2017.71224.

34.  A. O. Surov, T. V. Volkova, A. V. Churakov, A. N. Proshin, I. V. Terekhova, and G. L. Perlovich, “Cocrystal formation, crystal structure, solubility and permeability studies for novel 1,2,4-thiadiazole derivative as a potent neuroprotector,” Eur. J. Pharm. Sci., vol. 109, no. June, pp. 31–39, 2017, doi: 10.1016/j.ejps.2017.07.025.

35.  G. Row, “Do carboximide-carboxylic acid combinations form co-crystals? The role of hydroxyl substitution on the formation of co-crystals and eutectics,” pp. 341–351, 2015, doi: 10.1107/S2052252515002651.

36.  M. Guerain, Y. Guinet, N. T. Correia, L. Paccou, F. Danède, and A. Hédoux, “Polymorphism and stability of ibuprofen/nicotinamide cocrystal: The effect of the crystalline synthesis method,” Int. J. Pharm., vol. 584, no. May, 2020, doi: 10.1016/j.ijpharm.2020.119454.

37.  T. Friščič and W. Jones, “Recent advances in understanding the mechanism of cocrystal formation via grinding,” Cryst. Growth Des., vol. 9, no. 3, pp. 1621–1637, 2009, doi: 10.1021/cg800764n.

38.  Rastogi RP, “Acid I ?; Solid Mechanism of the Reaction Between Hydrocarroks Ani ) Picric,” J Phys Chem, vol. 67, no. 3, p. 2569, 1963.

39.  R. Kuroda, K. Higashiguchi, S. Hasebe, and Y. Imai, “Crystal to crystal transformation in the solid state,” CrystEngComm, vol. 6, no. 76, pp. 463–468, 2004, doi: 10.1039/b408971e.

40.  M. Karimi-Jafari, L. Padrela, G. M. Walker, and D. M. Croker, “Creating cocrystals: A review of pharmaceutical cocrystal preparation routes and applications,” Cryst. Growth Des., vol. 18, no. 10, pp. 6370–6387, 2018, doi: 10.1021/acs.cgd.8b00933.

41.  D. Hasa, E. Miniussi, and W. Jones, “Mechanochemical Synthesis of Multicomponent Crystals: One Liquid for One Polymorph? A Myth to Dispel,” Cryst. Growth Des., vol. 16, no. 8, pp. 4582–4588, 2016, doi: 10.1021/acs.cgd.6b00682.

42.  K. Užarević et al., “Exploring the Effect of Temperature on a Mechanochemical Reaction by in Situ Synchrotron Powder X-ray Diffraction,” Cryst. Growth Des., vol. 16, no. 4, pp. 2342–2347, 2016, doi: 10.1021/acs.cgd.6b00137.

43.  A. Kozak and E. Pindelska, “Spectroscopic analysis of the influence of various external factors on ethenzamide-glutaric acid (1:1) cocrystal formation,” Eur. J. Pharm. Sci., vol. 133, no. March, pp. 59–68, 2019, doi: 10.1016/j.ejps.2019.03.017.

44.  U. Iqbal, M. I. Choudhary, and S. Yousuf, “Synthesis of co-crystals of anti-cancer nandrolone as a potential leads towards treatment of cancer,” J. Mol. Struct., vol. 1224, no. February 2018, p. 128981, 2021, doi: 10.1016/j.molstruc.2020.128981.

45.  P. K. Goswami, V. Kumar, and A. Ramanan, “Multicomponent solids of diclofenac with pyridine based coformers,” J. Mol. Struct., vol. 1210, p. 128066, 2020, doi: 10.1016/j.molstruc.2020.128066.

46.  I. Nugrahani, D. Utami, B. Permana, and S. Ibrahim, “Development of the NSAID-L-proline amino acid zwitterionic cocrystals,” J. Appl. Pharm. Sci., vol. 8, no. 4, pp. 57–63, 2018, doi: 10.7324/JAPS.2018.8408.

47.  D. Utami, I. Nugrahani, and S. Ibrahim, “Formation and characterization of mefenamic acid-nicotinamide cocrystal during co-milling based on X-ray powder diffraction analysis,” J. Appl. Pharm. Sci., vol. 6, no. 10, pp. 075–081, 2016, doi: 10.7324/JAPS.2016.601010.

48.  M. K. C. Mannava, A. Gunnam, A. Lodagekar, N. R. Shastri, A. K. Nangia, and K. A. Solomon, “Enhanced solubility, permeability, and tabletability of nicorandil by salt and cocrystal formation,” CrystEngComm, vol. 23, no. 1, pp. 227–237, 2021, doi: 10.1039/d0ce01316a.

49.  J. H. An et al., “Structural characterization of febuxostat/L-pyroglutamic acid cocrystal using solid-state 13C-NMR and investigational study of its water solubility,” Crystals, vol. 7, no. 12, 2017, doi: 10.3390/cryst7120365.

50.  F. M. Khan, M. Ahmad, and F. Batool, “Enhancement of solubility and release profile of simvastatin by co-crystallization with citric acid,” Trop. J. Pharm. Res., vol. 18, no. 12, pp. 2465–2472, 2019, doi: 10.4314/tjpr.v18i12.1.

51.  B. Wisudyaningsih, D. Setyawan, and S. Siswodihardjo, “Co-crystallization of quercetin and isonicotinamide using,” Trop. J. Pharm. Res., vol. 18, no. 4, pp. 697–702, 2019.

52.  Y. Luo et al., “Luteolin cocrystals: Characterization, evaluation of solubility, oral bioavailability and theoretical calculation,” J. Drug Deliv. Sci. Technol., vol. 50, no. January, pp. 248–254, 2019, doi: 10.1016/j.jddst.2019.02.004.

53.  M. S. Hossain Mithu, S. A. Ross, A. P. Hurt, and D. Douroumis, “Effect of mechanochemical grinding conditions on the formation of pharmaceutical cocrystals and co-amorphous solid forms of ketoconazole – Dicarboxylic acid,” J. Drug Deliv. Sci. Technol., vol. 63, no. March, p. 102508, 2021, doi: 10.1016/j.jddst.2021.102508.

54.  G. L. Huang et al., “Simultaneously improving the physicochemical and pharmacokinetic properties of vemurafenib through cocrystallization strategy,” J. Drug Deliv. Sci. Technol., vol. 70, no. January, p. 103230, 2022, doi: 10.1016/j.jddst.2022.103230.

55.  L. Wang et al., “Drug-drug cocrystals of theophylline with quercetin,” J. Drug Deliv. Sci. Technol., vol. 70, no. January, p. 103228, 2022, doi: 10.1016/j.jddst.2022.103228.

56.  H. Liu, H. Lin, Z. Zhou, and L. Li, “Bergenin-isonicotinamide (1:1) cocrystal with enhanced solubility and investigation of its solubility behavior,” J. Drug Deliv. Sci. Technol., vol. 64, no. March, p. 102556, 2021, doi: 10.1016/j.jddst.2021.102556.

57.  S. Latif et al., “Improvement of Physico-mechanical and pharmacokinetic attributes of naproxen by cocrystallization with L-alanine,” J. Drug Deliv. Sci. Technol., vol. 61, no. August 2020, 2021, doi: 10.1016/j.jddst.2020.102236.

58.  E. Hriňová et al., “Explaining dissolution properties of rivaroxaban cocrystals,” Int. J. Pharm., vol. 622, no. May, 2022, doi: 10.1016/j.ijpharm.2022.121854.

59.  M. Xia et al., “Rucaparib cocrystal: Improved solubility and bioavailability over camsylate,” Int. J. Pharm., vol. 631, no. October 2022, p. 122461, 2023, doi: 10.1016/j.ijpharm.2022.122461.

60.  L. Wang, Y. Yan, X. Zhang, and X. Zhou, “Novel pharmaceutical cocrystal of lenalidomide with nicotinamide: Structural design, evaluation, and thermal phase transition study,” Int. J. Pharm., vol. 613, no. August 2021, p. 121394, 2022, doi: 10.1016/j.ijpharm.2021.121394.

61.  K. Wang, Y. Hao, C. Wang, X. Zhao, X. He, and C. C. Sun, “Simultaneous improvement of physical stability, dissolution, bioavailability, and antithrombus efficacy of Aspirin and Ligustrazine through cocrystallization,” Int. J. Pharm., vol. 616, no. January, p. 121541, 2022, doi: 10.1016/j.ijpharm.2022.121541.

62.  R. M. Cruz et al., “Identification and pharmaceutical characterization of a new itraconazole terephthalic acid cocrystal,” Pharmaceutics, vol. 12, no. 8, pp. 1–18, 2020, doi: 10.3390/pharmaceutics12080741.

63.  L. S. Germann, M. Arhangelskis, R. S. Stein, M. Etter, R. E. Dinnebier, and T. Friščić, “Profound effect of the milling assembly on polymorphism in mechanochemical cocrystallization,” ChemRxiv, pp. 32–36, 2020.

64.  H. L. Lin, T. K. Wu, and S. Y. Lin, “Screening and characterization of cocrystal formation of metaxalone with short-chain dicarboxylic acids induced by solvent-assisted grinding approach,” Thermochim. Acta, vol. 575, pp. 313–321, 2014, doi: 10.1016/j.tca.2013.10.029.

65.  O. Shemchuk et al., “Natural Antimicrobials Meet a Synthetic Antibiotic: Carvacrol/Thymol and Ciprofloxacin Cocrystals as a Promising Solid-State Route to Activity Enhancement,” Cryst. Growth Des., vol. 20, no. 10, pp. 6796–6803, 2020, doi: 10.1021/acs.cgd.0c00900.

66.  A. Wróblewska et al., “Application of 1-hydroxy-4,5-dimethyl-imidazole 3-oxide as coformer in formation of pharmaceutical cocrystals,” Pharmaceutics, vol. 12, no. 4, 2020, doi: 10.3390/pharmaceutics12040359.

67.  J. L. Jia et al., “Cocrystals of regorafenib with dicarboxylic acids: Synthesis, characterization and property evaluation,” CrystEngComm, vol. 23, no. 3, pp. 653–662, 2021, doi: 10.1039/d0ce01341b.

68.  A. O. Surov, N. A. Vasilev, A. P. Voronin, A. V. Churakov, F. Emmerling, and G. L. Perlovich, “Ciprofloxacin salts with benzoic acid derivatives: Structural aspects, solid-state properties and solubility performance,” CrystEngComm, vol. 22, no. 25, pp. 4238–4249, 2020, doi: 10.1039/d0ce00514b.

69.  N. Tumanova et al., “Exploring polymorphism and stoichiometric diversity in naproxen/proline cocrystals,” CrystEngComm, vol. 20, no. 45, pp. 7308–7321, 2018, doi: 10.1039/C8CE01338A.8

cara mengutip artikel ini

https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/48094/0

About Majalah Farmasetika

Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) di situs ini adalah Majalah Farmasetika Edisi Jurnal Ilmiah yang merupakan jurnal farmasi di Indonesia SINTA 3 berbentuk artikel penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan komunikasi penelitian singkat di bidang farmasetika. Edisi jurnal ilmiah ini dibuat untuk kepentingan informasi, edukasi dan penelitian kefarmasian.

Check Also

Uji Sifat Fisik Sediaan Lulur Ekstrak Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) Serta Uji EfektivitasKelembaban(Moisture) Dan Kehalusan(Evenness) Pada Kulit

Majalah Farmasetika, 9 (1) 2024, 104-124https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v9i1.49230Artikel PenelitianBenni Iskandar1,2*,Jacub Tarigan3, Leny3, Widia Hanum31School of Pharmacy, Taipei …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *