Kajian Literatur : Peranan Berbagai Jenis Polimer Sebagai Gelling Agent Terhadap Sifat Fisik Sediaan Gel

Majalah Farmasetika, 7 (4) 2022, 270-287 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i4.38841

Artikel Review

Download PDF

Faula Rohmatul Tri Agustiani, Landyyun RahmawanSjahid*, Fith Khaira Nursal

Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi dan Sains, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, DKI Jakarta, Indonesia

*Email:  landdyun@uhamka.ac.id

(Submit 29/04/2022, Revisi 03/05/2022, Diterima 18/05/2022, Terbit 29/05/2022)

Abstrak

Gel merupakan sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel membutuhkan basis yang bersifat polimer yaitu polimer alami, semi sintetik dan sintetik. Penambahan gelling agent dapat mempengaruhi sifat fisik sediaan gel, sehingga membutuhkan uji sifat fisik untuk mendapatkan sediaan yang baik. Tujuan penelitian ini untuk mengulas dan melihat jumlah penggunaan gelling agent polimer yang berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan topikal gel yang baik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Narrative Review. Berdasarkan hasil kajian literatur dan pembahasan ulasan artikel yang telah dibuat bahwa pada gelling agent yang lazim digunakan dan memiliki sifat fisik yang baik untuk sediaan topikal gel yaitu pada sintetik carbomer, polimer semi sintetik HPMC, Na.CMC dan HEC, dan pada polimer alami gelati, gellan gum, Na.Alginat dan xanthan gum. Kesimpulan penelitian ini bahwa bahwa jenis polimer alami merupakan gelling agent yang paling banyak digunakan untuk sediaan topikal gel. Berbagai jenis polimer tersebut diantaranya yang paling populer adalah gelatin, gellan gum, natrium alginat dan xanthan gum. Semua jenis polimer alami yang dipilih memberikan sifat fisik gel yang baik dan memenuhi persyaratan farmasetika.

Kata Kunci

Kajian Literatur, Gelling Agent, Polimer, Sifat Fisik, Gel

Pendahuluan

Gel merupakan sediaan yang mengandung banyak air dan memiliki penghantaran obat yang lebih baik jika dibandingkan dengan salep. Keuntungan sediaan gel adalah mudah merata jika dioleskan pada kulit, memberi sensasi dingin, memiliki penyerapan yang baik, tidak menimbulkan bekas, dan mudah digunakan [1]. Sediaan gel membutuhkan basis agar mendapatkan sediaan yang memiliki stabilitas dan kompatibilitas yang tinggi, toksisitas yang rendah, serta mampu meningkatkan waktu kontak dengan kulit [2]. Gelling agent merupakan komponen polimer yang mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan gabungan dari beberapa molekul dan lilitan dari polimer yang akan memberikan sifat kental pada gel. Ada beberapa jenis-jenis polimer yang biasa

Basis gel dapat mempengaruhi sifat fisik gel, dimana peningkatan jumlah gelling agent dalam suatu formula gel akan meningkatkan kekuatan dari jaringan struktur gel sehingga terjadi kenaikan viskositas sehingga apabila penggunaan gelling agent terlalu besar dapat menyebabkan gel sulit diaplikasikan pada kulit [4]. Uji sifat fisik dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan gel yang dibuat mengalami perubahan sifat fisik pada sediaan gel meliputi uji organoleptis, pH, homogenitas, daya sebar, daya lekat dan viskositas. Penggunaan gelling agent yang dominan dalam sediaan gel menjadi salah satu alasan perlunya kajian literatur tentang efektifitas berbagai jenis polimer dalam sediaan gel, sehingga peneliti tertarik ingin melakukan kajian literatur gelling agent polimer dengan melihat jumlah penggunaanya serta sifat fisik yang baik untuk sediaan topikal gel.

Tujuan dari artikel review ini untuk mengulas dan melihat jumlah penggunaan gelling agent polimer yang berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan topikal gel yang baik. Maka tinjauan ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis gelling agent polimer

Metode

Metode pada penulisan artikel review ini dilakukan dengan mencari artikel-artikel penelitian yang telah dipublikasi secara Nasional dan Internasional. Pustaka yang digunakan kemudian dilakukan skrining jurnal dengan kriteria inklusi pada batasan publikasi selama 10 tahun terakhir dengan rentang tahun 2011-2021. Kriteria inklusi yaitu berfokus pada jenis gelling agent polimer terhadap sifat fisik sediaan gel. Kriteria eksklusi yaitu adanya kombinasi gelling agent. Pencarian jurnal yang diakses dari beberapa situs berupa Google Scholar, Pubmed, Science Direct, Garuda Ristek, dan crossref. Pencarian yang dilakukan dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan kata kunci “Gelatin”, “Pektin”, “Gellan Gum”, “Natrium Alginat”, “Xanthan Gum”, “Karagen”, “Methylcellulose”, “Hydroxyethyl cellulose”, “Hydroxypropyl cellulose”, “Sodium Carboxymethyl cellulose”, “Hydroxypropyl methyl cellulose”, “Carbomer”, dan “Polyvinyl alcohol”. Artikel gelling agent yang dikaji berdasarkan evaluasi sifat fisik sediaan gel yaitu uji organoleptic, homogenitas, pH, daya sebar, daya lekat dan viskositas.

Hasil dan Pembahasan

Tabel 1. Ringkasan Gelling Agent Polimer

Pembahasan

Gel merupakan sediaan semi padat transparan dari satu atau lebih bahan aktif dalam basa hidrofilik atau hidrofobik yang sesuai. Gel dibuat dengan prosedur khusus yang diperlukan oleh agen pembentuk gel, humektan dan pengawet [46]. Gel dapat digunakan untuk obat yang pemberiannya secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh [47]. Eksipien adalah komponen terbesar dari setiap formulasi farmasi. Salah satu nya yaitu gelling agent (pembentuk gel) adalah bahan tambahan yang digunakan untuk mengentalkan dan menstabilkan berbagai macam sediaan obat dan sediaan kosmetik [4]. Pembuatan gel dalam gelling agent dapat mempengaruhi sediaan suatu polimer yang memiliki karakteristik berbeda, sehingga diperlukan pertimbangan khusus dalam pemilihannya [22]. Adapun jenis-jenis basis polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel farmasetik yaitu polimer alami, polimer semi sintetik dan polimer sintetik.

Basis polimer alami

Polimer ini ditemukan secara alami dan dapat disintesis oleh makhluk hidup. Polimer alami ditemukan pada protein dan polisakarida. Misalnya pada protein seperti gelatin dan polisakarida seperti pektin, gellan gum, natrium alginat, xanthan gum dan karagenan. Gelatin adalah istilah umum untuk campuran fraksi protein murni yang diperoleh dengan hidrolisis asam parsial (gelatin tipe A) pH 3,8-5,5 atau hidrolisis alkali parsial pH 5-7,5 (gelatin tipe B) kolagen hewan yang diperoleh dari tulang sapi dan babi, kulit sapi (kulit), kulit babi, dan kulit ikan. Gelatin juga merupakan campuran dari kedua jenis tersebut [4]. Gelatin Menurut [50]  gelatin yang digunakan sebagai gelling agent kisaran 9-11%. Gelatin memiliki banyak fungsi diantaranya digunakan sebagai bahan pengemulsi, penstabil, zat pengental, zat pengikat, pembentuk film. Gelatin mempunyai bentuk kepingan atau potongan, atau serbuk kasar sampai halus, kuning lemah atau coklat terang dan mempunyai warna yang bervariasi tergantung ukuran partikel [47] .

Pektin adalah polisakarida kompleks yang terutama terdiri dari residu asam D-galakturonat yang diesterifikasi dalam rantai a-(1-4). Pektin merupakan turunan karbohidrat koloidal yang diekstrak dari jaringan tanaman yang memiliki kemampuan dalam pembentukan gel dengan adanya gula dan asam atau pada kondisi yang sesuai [4]. Konsentrasi pektin yang digunakan sebagai gelling agent 5-15%. Pektin memiliki bentuk serbuk kasar dan halus, berwarna putih kekuningan, tidak memiliki bau dan mempunya rasa seperti musilago [47] . Pektin memiliki pH 6-7,2% [49].

Gellan gum adalah polisakarida fermentasi yang dihasilkan oleh mikroorganisme Sphingomonas elodea. Gellan gum dianggap sebagai agen pembentuk gel yang “universal”. Gellan digunakan sebagai sistem pembentuk gel in situ, terutama untuk persiapan mata dan untuk pengiriman obat oral. Konsentrasi gellan gum yang digunakan sebagai gelling agent kisaran 0,2-11% [50].

Natrium alginat terdiri dari natrium klorida dari asam alginat, yang merupakan campuran asam hialuronat yang terdiri dari residu asam D-mannuronat dan asam L-guluronat. Natrium alginat digunakan dalam berbagai formulasi farmasi oral dan topikal untuk digunakan sebagai zat pengental dan pensuspensi dalam berbagai pasta, krim, dan gel. Konsentrasi natrium alginat yang digunakan sebagai gelling agent kisaran 3-6% [49]. Natrium alginate memiliki bentuk seperti serbuk berserat putih hingga putih kekuningan, tidak berbau  dan tidak memiliki rasa dan juga memiliki pH yang stabil pada rentang sempit yaitu 4-7 [47] .

Xanthan gum banyak digunakan dalam sediaan formulasi farmasi oral dan topikal, kosmetik dan makanan yang digunakan sebagai zat pensuspensi dan penstabil. Hal ini juga digunakan sebagai zat pengental dan pengemulsi.[49].  Gellan digunakan sebagai sistem pembentuk gel in situ, terutama untuk persiapan mata dan untuk pengiriman obat oral. Konsentrasi xanthan gum yang digunakan sebagai pengental yaitu 0,5-2%. Xanthan gum memiliki bentuk seperti krim, berwarna putih, tidak memiliki bau [4]. Xanthan gum memiliki pH stabil pada 6- 8 netral cenderung basa [49].

Karagenan adalah hidrokoloid laut sulfat yang diperoleh dengan ekstraksi dari rumput laut kelas Rhodophyceae. Karagenan adalah rumput laut merah yang tumbuh subur di sepanjang pantai Atlantik Amerika Utara, Eropa dan pantai Pasifik barat Korea dan Jepang.[3]. Karagenan digunakan dalam berbagai bentuk sediaan non parenteral, termasuk suspensi (basah dan dapat dilarutkan), emulsi, gel, krim, lotion, tetes mata, supositoria, tablet, dan kapsul. Penggunaan karagenan digunakan sebagai gelling agent yaitu konsentrasi 0,6-1%. Karagenan ketika diekstraksi dari rumput laut memiliki warna kuning kecoklatan sampai putih, memiliki bentuk bubuk yang kasar hingga halus, tidak memiliki bau dan tidak memiliki rasa [49].

Basis polimer semi sintetik

Jenis polimer ini adalah sebagian besar dibentuk dari polimer alami dengan modifikasi kimia, seperti turunan selulosa yaitu Metil selulosa adalah selulosa tersubstitusi rantai panjang di mana sekitar 27-32% gugus hidroksilnya berbentuk metil eter. Metil selulosa memiliki nilai viskositas yang tinggi saat digunakan untuk mengentalkan produk yang diaplikasikan secara topikal seperti krim dan gel. Konsentrasi metil selulosa 1-5% digunakan sebagai gelling agent [49]. Metilselulosa memiliki bentuk serbuk berserat atau granul, berwarna putih [47] .

Hydroxyethyl cellulose (HEC) adalah nonionik, polimer larut dalam air yang banyak digunakan dalam formulasi farmasi. Ini terutama digunakan sebagai bahan pengental dalam formulasi mata dan topikal. Konsentrasi HEC yang digunakan dalam formulasi tergantung pada pelarut dan berat molekul kadarnya. HEC memiliki bentuk serbuk berwarna putih, putih kekuningan, dan putih keabu-abuan, tidak memiliki bau dan rasa [49].

Hydroxypropyl cellulose (HPC) banyak digunakan dalam formulasi farmasi oral dan topikal. Hidroksipropil selulosa juga digunakan dalam proses mikroenkapsulasi dan sebagai bahan pengental. Dalam formulasi topikal, hidroksipropil selulosa digunakan dalam patch transdermal dan tetes mata. HPC juga digunakan dalam kosmetik dan produk makanan sebagai pengemulsi dan penstabil [49], konsentrasi untuk penggunaan gelling agent 15-35% lalu memiliki bentuk seperti serbuk berwarna putih hingga agak kekuningan, tidak berbau dan tidak memiliki rasa [4].

Sodium Carboxymethyl cellulose (Na.CMC) banyak digunakan dalam formulasi farmasi oral dan topikal, terutama karena dapat meningkatkan sifat viskositasnya. Konsentrasi Na.CMC untuk penggunaan gelling agent 3-6%. Na.CMC juga digunakan dalam kosmetik, perlengkapan mandi, prostetik bedah, dan inkontinensia, kebersihan pribadi, dan produk makanan [49]. Na.CMC memiliki bentuk seperti serbuk atau granul, berwarna putih sampai krem dan hidroskopik [47].

Hydroxypropyl methyl cellulose (HPMC) digunakan sebagai zat pensuspensi dan pengental dalam formulasi topikal. Dibandingkan dengan metilselulosa, HPMC menghasilkan larutan berair yang lebih jernih, dengan lebih sedikit serat yang tidak larut, dan karena itu lebih disukai dalam formulasi untuk penggunaan mata. KOnsentrasi HPMC untuk penggunaan gelling agent yaitu 5-15%. HPMC digunakan sebagai pengemulsi, zat pensuspensi, dan zat penstabil dalam gel dan salep topikal [49]. HPMC memiliki bentuk seperti bubuk atau granul, berwarna putih sampai krem, dan tidak memiliki bau dan rasa [4].

Basis polimer sintetik

Polimer yang dibuat dalam kondisi in-vitro disebut polimer sintetik. Ini juga dikenal sebagai polimer buatan manusia, yaitu Carbomer adalah polimer sintetik dengan berat molekul tinggi dari asam akrilat yang berikatan silang dengan alil sukrosa atau alil eter pentaeritritol. Carbomer pada formulasi farmasi sediaan cair atau semi padat dapat meningkatkan viskositas. Formulasi tersebut yaitu krim, gel, lotion, salep dan sediaan mata. Konsentrasi carbomer sebagai gelling agent yaitu 0,5-2% [49]. Carbomer memiliki sifat yang asam sehingga dalam penggunaannya diperlukan bahan tambahan lain seperti TEA yang berfungsi sebagai pengatur pH agar pH nya mendekati pH kulit. Carbomer memiliki bentuk seperti bubuk hidroskopik yang halus, berwarna putih, memiliki bau yang khas, dan memiliki rasa yang asam [4].

Polyvinyl Alcohol (PVA) banyak digunakan dalam formulasi farmasi dan oftalmik topikal. PVA digunakan sebagai penambahan kekentalan untuk formulasi kental juga digunakan sebagai zat penstabil untuk emulsi. Konsentrasi PVA digunakan sebagai gelling agent 0,25-3%. PVA memiliki bentuk seperti bubuk granul, berwarna putih hingga krem [4].

Gambar 2. Jumlah Artikel Gelling Agent Jenis Polimer (n = 41)

Evaluasi sifat fisik gel

Uji Organoleptik

Berdasarkan hasil telaah dari sumber data beberapa jurnal mengenai evaluasi sifat fisik sediaan gel didapatkan hasil evaluasi fisik sediaan gel pada 13 gelling agent dengan cara pengamatan langsung bentuk, bau dan warna.[47]. Diketahui bahwa sediaan gel dengan berbagai macam gelling agent, konsentrasi dan zat aktif menghasilkan perubahan fisik yang berbeda. Hasil artikel yang didapatkan memiliki warna yang jernih sampai berwarna, karena adanya pengaruh zat aktif yang digunakan dan memiliki konsistensi agak kental sampai kental. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh mekanisme pembentukan gel, dimana adanya penggabungan dan pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk jala tiga dimensi bersambung, lalu menangkap atau mengimobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam tergantung pada jenis gelling agentnya [51].

Mekanisme secara garis besar, dimana gelling agent polimer mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Kemampuan pembentukan gel terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6 anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat akan mempengaruhi proses pembentukan gel [52]. Adapun warna gel yang dihasilkan tidak transparan karena disebabkan oleh zat aktif yang menggunakan ekstrak sehingga warna gel tidak transparan.

Uji Homogenitas

Berdasarkan data penelitian yang didapatkan jenis gelling agent yaitu gelatin, pektin, Na.Alginat, xanthan gum, karagenan, Na.CMC, metil selulosa, HEC, HPC dan carbomer, tidak terlihat adanya perbedaan dan tidak adanya partikel-partikel dalam sediaan gel dari uji homogenitas. Hal ini menunjukkan bahwa bahan-bahan yang digunakan dalam gel dapat terlarut dan bercampur sempurna secara homogen [54]. Sediaan yang homogen ditunjukan tidak adanya butiran kasar pada sediaan, terdapat warna yang sama dan terdistribusi merata saat penggunaan pada kulit [54]. Gel bersifat homogen karena partikel penyusun sediaan gel terdistribusi secara merata dan memiliki ukuran partikel yang seragam. Uji homogenitas gel menunjukkan apakah bahan aktif terdistribusi secara merata. Oleh karena itu, proses pelepasan zat aktif dari gelling agent gel dapat menembus membran dengan baik dan efek farmakologisnya yang diberikan maksimal [55].

Uji pH

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu aspek dalam mengevaluasi stabilitas. Uji pH bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan yang dihasilkan dapat diterima pH kulit atau tidak, karena hal ini berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan sediaan ketika akan digunakan. Pengujian pH diuji dengan menggunakan pH digital [57]. Gel memiliki pH kulit yaitu 4,5-7, jika sediaan terlalu asam berpotensi mengiritasi kulit dan apabila terlalu basa akan menyebabkan kulit kering [58]; [55]. Berdasarkan hasil yang didapatkan dan untuk gelling agent polimer alami didapatkan memiliki hasil yang berbeda-beda didapatkan rentang pH 2,83-7,56. Dapat dilihat bahwa sebagian formulasi yang didapatkan pH asam, normal dan normal. Adapun hasil pH mengalami peningkatan dan penurunan disebabkan karena adanya faktor lingkungan seperti suhu dan lamanya penyimpanan dapat mempengaruhi penurunan pH karena sediaan mengalami hidrolisis contohnya penambahan TEA dimana TEA sebagai basa lemah menghasilkan ion sehingga menjadi asam [58].

Faktor lain, dimana gelling agent yang digunakan memiliki pH asam atau basa contohnya gelatin. Gelatin memiliki jenis tipe yaitu tipe A (larutan rendemen bersifat asam) dan B (larutan rendemen bersifat basa) [49] sehingga ketika penambahan bahan aktif maupun bahan lain harus memiliki pH yang sesuai sehingga bahan tersebut aman.

digunakan untuk sediaan gel. Adapun faktor lain juga ketika menggunakan gelling agent yang bersifat asam contohnya Carbomer maka harus menambahkan agen penetral untuk membentuk gel yang sempurna. Agen penetral yang digunakan dalam formulasi gel adalah trietanolamin (TEA) yang memiliki pH 10,5 [56]; [59].

Uji daya sebar

Pengujian daya sebar gel menunjukkan kemampuan sediaan menyebar pada lokasi pemakaian apabila dioleskan pada kulit daya sebar yang baik antara 5-7 cm [60]. Semakin besar konsentrasi gelling agent yang digunakan, maka semakin rendah nilai dispersi dari setiap formulas dan semakin meningkatnya tahanan gel untuk mengalir dan menyebar.

Berdasarkan uji daya sebar yang didapatkan, sebagian besar daya sebar yang baik untuk sediaan gel didapatkan kisaran 5-7 cm, sehingga pengguna akan merasa nyaman ketika penggunaannya. Hasil yang ditemukan dimana masing-masing jenis gelling agent polimer memiliki menghasilkan daya sebar yang rendah dan tinggi. 9 agent yang memiliki daya sebar yang baik untuk sediaan gel yaitu gelatin 10%, karagenan 1%, Na.CMC 3%, HEC 2%, metil selulosa 4%, HPMC 8% dan carbomer 0,5-2%. Setiap gelling agent memiliki sifat yang berbeda-beda sehingga dapat mempengaruhi nilai dari daya sebarnya, adapun sediaan gel yang memiliki daya sebar yang rendah (sulit menyebar) atau daya sebar terlalu tinggi (terlalu menyebar) akan mengurangi tingkat kenyamanan pengguna, hal tersebut bisa terjadi karena tingginya konsentrasi zat aktif yang digunakan maka semakin rendah konsentrasi gelling agent maka semakin rendah daya sebarnya [61]. Penurunan daya sebar dapat terjadi karena kekentalan atau viskositas pada sediaan gel yang semakin meningkat selama waktu penyimpanan. Peningkatan viskositas selama waktu penyimpanan dapat disebabkan karena terjadi pengembangan polimer pada sediaan gel sehingga kerapatan ikatan antar polimer juga semakin meningkat selama masa penyimpanan yang menyebabkan sediaan gel menjadi lebih kental [56].

Uji daya lekat

Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh gel untuk melekat pada kulit. Semakin lama gel melekat pada kulit maka semakin banyak zat aktif yang berdifusi ke dalam kulit, sehingga makin efektif penggunaannya [63], sehingga memungkinkan absorbsi obat yang lebih tinggi oleh kulit, sebaiknya jika ikatan antara gel dengan kulit kurang optimal maka obat akan mudah terhapus dari kulit [64]. Penentuan daya lekat berupa waktu yang diperlukan sampai kedua kaca objek terlepas. Syarat daya lekat yaitu lebih dari 1 detik [65].

Hasil uji daya lekat yang didapatkan pada gelling agent gelatin, Na.Alginat, Na.CMC, Metil selulosa, HEC, HPMC dan carbomer memiliki daya lekat  ≥1, dimana hasil tersebut formulasi gel dengan jenis gelling agent polimer yang berbeda memiliki waktu lekat cukup lama untuk sediaan topikal gel. Gelling agent carbomer diperoleh waktu lekat pada konsentrasi. 0,5% memiliki waktu lekat 1,09-2,2 detik dan konsentrasi 2% memiliki waktu lekat 21 detik, hasil ini menunjukkan jika penggunaan gelling agent dan konsentrasi gelling agent berpengaruh pada daya lekat yang dihasilkan. Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka akan meningkatkan waktu lekat sediaan gel [22]. Kemampuan daya lekat gel akan mempengaruhi efek terapi. Semakin lama kemampuan gel melekat pada kulit dan semakin banyak zat aktif yang diabsorbsi oleh kulit , maka gel dapat memberikan efek terapi yang lebih lama dan penggunaanya akan semakin efektif [66]; [67].

Viskositas

Menurut SNI 16-4399-1996, nilai standar viskositas untuk sediaan gel adalah 6000-50000 cP atau 6-50 Pa.S [68]. Viskositas suatu sediaan sangat berpengaruh pada luas penyebarannya, dimana semakin rendah viskositas suatu sediaan maka sangat berpengaruh pada luas penyebarannya, dan semakin rendah viskositas suatu sediaan maka daya sebar akan semakin besar [63].

Hasil uji viskositas yang didapatkan memiliki nilai viskositas yang berbeda, pada gelling agent Na.CMC konsentrasi 5% dan bahan aktif bahan alam menghasilkan viskositas yang rendah dan daya sebar yang tinggi, sehingga hasil tersebut tidak baik digunakan untuk sediaan gel. Adapun daya sebar yang tinggi disebabkan karena adanya peningkatan konsentrasi gelling agent. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya sebar gel adalah jumlah dan kekuatan matriks gel. Semakin banyak dan kuat matriks gel maka daya sebar akan berkurang. Dalam sistem gel bertanggung jawab terhadap pembentukan matriks gel adalah gelling agent. Dengan demikian konsentrasi gelling agent memperkuat matriks gel [69].

Gelling agent HPMC dapat dilihat bahwa konsentrasi HPMC 8% menghasilkan viskositas yang rendah dan konsentrasi HPMC 5% menghasilkan viskositas yang baik. Sehingga konsentrasi gelling agent dapat mempengaruhi viskositas, semakin tinggi konsentrasi gelling agent yang digunakan maka semakin rendah viskositas yang dihasilkan. Pengaruh viskositas rendah terjadi karena adanya interaksi pada gelling agent yang digunakan dengan bahan tambahan lainnya yaitu HPMC dengan propilen glikol dimana mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam penurunan viskositas gel. Semakin besar penggunaan propilen glikol dan HPMC yang digunakan kecil maka dapat menyebabkan penurunan nilai viskositas gel. Propilen glikol merupakan humektan yang dapat menarik air, sehingga dapat menyebabkan penurunan viskositas. Penambahan gelling agent dengan bahan tambahan lainnya harus disesuaikan agar mendapatkan viskositas yang baik.[54].

Dilihat dari hasil review yang didapat bahwa terdapat bahan aktif yang digunakan berbeda-beda, sifat fisik yang digunakan tidak menimbulkan efektifitas sifat fisik pada gel, sehingga bahan aktif alami maupun sintetik tidak mempengaruhi sifat fisiknya. Formulasi sediaan topikal gel pada penelitian ini diambil dari 41 artikel terdiri dari beberapa jenis gelling agent polimer dengan melihat sifat fisik yang didapatkan. Perlakuan uji sifat fisik gel perlu dilakukan untuk mengetahui jenis gelling agent polimer yang banyak digunakan yang memiliki sifat fisik yang baik dilihat hasil uji evaluasi fisik gel dengan meliputi organoleptik, pH, homogenitas, daya sebar, daya lekat dan viskositas.

Dari hasil artikel yang sudah didapatkan dan dikaji, bahwa gelling agent polimer sintetik yang lazim digunakan yaitu carbomer dan PVA. Carbomer adalah gelling agent yang paling banyak digunakan dan memiliki viskositas, daya sebar, homogenitas, pH dan daya lekat yang baik untuk sediaan gel. Carbomer memiliki keuntungan yaitu memiliki sifat hidrofil sehingga lebih mudah terdispersi dalam air meski konsentrasi yang digunakan kecil, dengan konsentrasi kecil tersebut carbomer sudah memiliki viskositas yang cukup bagi basis [4]. Carbomer baik digunakan untuk formulasi sediaan gel yang mengandung air dan alkohol contohnya hand sanitizer. Selain itu pada gelling agent semi sintetik yang lazim digunakan yaitu Methylcellulose, Hydroxyethyl cellulose, Hydroxypropyl cellulose,Na.CMC dan HPMC. Namun, gelling agent semi sintetik ini yang memiliki sifat fisik yang baik untuk sediaan gel yaitu HPMC, Na.CMC dan HEC. Lalu, gelling agent polimer alami dapat dilihat yang paling banyak digunakan berdasarkan jenisnya yaitu gelatin, gellan gum, Na.alginat, xanthan gum,. Dimana gelling agent polimer alami ini yang lazim digunakan dan memiliki sifat fisik gel yang baik untuk sediaan topikal gel.

Gelling agent polimer alami memiliki keuntungan yaitu memiliki kelarutan yang baik dalam air, memiliki biokompatibilitas yang tinggi [70] dan polimer alami juga dapat terurai secara hayati, tidak berbahaya secara toksikologi dengan, harga bahan yang murah dan jumlah yang relatif banyak dibandingkan dengan polimer yang lain dan juga sintetik, polimer sintetik memiliki kekurangan dapat terjadi pencemaran lingkungan akibat limbah yang dihasilkan bahan sintetik. Namun ada kekurangan yang dimiliki oleh polimer alami karena adanya banyaknya sumber daya alam yang perbaharui sehingga perlu adanya bahan polimer alami yang dibudidayakan atau dipanen secara berkelanjutan, maka dapat menimbulkan bahan baku yang konstan [3].

Kesimpulan

Berdasarkan kajian literatur yang telah dilakukan dari 41 artikel, dapat disimpulkan bahwa jenis polimer alami merupakan gelling agent yang paling banyak digunakan untuk sediaan topikal gel. Berbagai jenis polimer tersebut diantaranya yang paling populer adalah gelatin, gellan gum, natrium alginat dan xanthan gum. Semua jenis polimer alami yang dipilih memberikan sifat fisik gel yang baik dan memenuhi persyaratan farmasetika.

Daftar Pustaka

  1. H. Afifah dan S. Nurwaini, “Uji Aktivitas Antijamur Gel Serbuk Lidah Buaya (Aloe vera L.) Berbasis Carbopol 934 Terhadap Candida albicans dan Trichophyton mentagrophytes,” Pharmacon J. Farm. Indones., vol. 15, no. 2, hal. 42–51, 2019.
  2. D. P. Astuti, P. Husni, dan K. Hartono, “Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Antiseptik Tangan Minyak Atsiri Bunga Lavender (Lavandula angustifolia Miller),” Farmaka, vol. 15, no. 1, hal. 176–184, 2017.
  3. I. J. Ogaji, E. I. Nep, dan J. D. Audu-Peter, “Advances in Natural Polymers as Pharmaceutical Excipients,” Pharm. Anal. Acta, vol. 03, no. 01, hal. 1–16, 2012.
  4. R. . Rowe, S. P.J., dan M. Quinn, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, 6 ed., vol. E.28. Washington DC: Washington DC, 2009.
  5. R. Setiawati dan A. Sukmawati, “Karakterisasi Fisik dan Aktivitas Antioksidan Masker Wajah Gel Peel Off yang Mengandung Sari Buah Naga (Hylocerus polyrhizus),” Pharmacon J. Farm. Indones., vol. 15, no. 2, hal. 65–74, 2019.
  6. A. Rauf, N. Hamzah, dan Uliyanti, “Ekstraksi dan Pembuatan Gelatin dari Kulit dan Tulang Rawan Sapi dalam Penggunaannya sebagai Bahan Dasar Pembuat Gel (Gelling Agent),” J. Farm. UIN Alauddin Makassar, vol. 8, no. 2, hal. 29–38, 2017.
  7. E. Akpabio, G. Essien, T. Uwah, dan C. Jackson, “Effect of Various Preservatives on Pectin Base of Ofloxacin Vaginal Gel,” J. Adv. Med. Pharm. Sci., vol. 2, no. 2, hal. 43–51, 2015.
  8. J. Sun dan Z. Zhou, “A Novel Ocular Delivery of Brinzolamide Based on Gellan gum: In Vitro and In Vivo Evaluation,” Drug Des. Devel. Ther., vol. Volume 12, hal. 383–389, 2018.
  9. A. Malik, R. Khar, A. Ali, A. Bhatnagar, G. Mittal, dan H. Gupta, “Physiologically Active Hydrogel (In Situ Gel) of Sparfloxacin and its Evaluation for Ocular Retention using Gamma Scintigraphy,” J. Pharm. Bioallied Sci., vol. 7, no. 3, hal. 195–200, 2015.
  10. M. Tomczykowa et al., “Novel Gel Formulations as Topical Carriers for the Essential Oil of Bidens tripartita for the Treatment of Candidiasis,” Molecules, vol. 23, no. 10, hal. 1–10, 2018.
  11. P. Karade, “Formulation and Evaluation of Celecoxib Gel,” J. Drug Deliv. Ther., vol. 2, no. 3, hal. 527–534, 2012.
  12. F. U. Aly dan F. H. Mansour, “Novel Pharmaceutical Gels Containing Glyccerihizic Acid Ammonium Salt for Chronic Wounds,” Br. J. Pharm. Res., vol. 4, no. 5, hal. 654–668, 2014.
  13. R. J. Laxmi, R. Karthikeyan, P. S. Babu, dan R. V. V. N. Babu, “Formulation and Evaluation of Antipsoriatic Gel using Natural Excipients,” J. Acute Dis., vol. 2, no. 2, hal. 115–121, 2013.
  14. M. O. Ilomuanya, Z. A. Seriki, U. N. Ubani-Ukoma, B. A. Oseni, dan B. O. Silva, “Silver Sulphadiazine- xanthan gum- hyaluronic Acid Composite Hydrogel for Wound Healing: Formulation Development and in vivo Evaluation,” Niger. J. Pharm. Res., vol. 16, no. 1, hal. 21–29, 2020.
  15. A. Budhiraja dan G. Dhingra, “Development and Characterization of a Novelantiacne Niosomal Gel of Rosmarinic Acid,” Drug Deliv., vol. 22, no. 6, hal. 723–730, 2015.
  16. Y. Nailufa, Y. Ainun Najih, dan D. Nurlita Rakhma, “Pengaruh Jenis Karagenan terhadap Karakteristik Fisik Gel Anti Jerawat,” J. Heal. Sains, vol. 2, no. 8, hal. 1118–1124, 2021.
  17. A. E. Wiyono, H. Herlina, dan R. M. Setyawati, “Desain Mutu Intrinsik Dalam Pembuatan Sediaan Handsanitizer Herbal Berbasis Ekstrak Daun Tembakau Kasturi (Nicotiana tabacum L.),” Agroindustrial Technol. J., vol. 5, no. 1, hal. 54–65, 2021.
  18. R. Ilmy Fahlevi, A. M.Ramadhan, dan F. Aryati, “Uji Stabilitas Kombinasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera (L.) Webb) dan Madu dengan Menggunakan 2 Basis Na-CMC Berbeda,” Proceeding Mulawarman Pharm. Conf., no. April 2021, hal. 135–138, 2019.
  19. D. Mateus et al., “Improved Morphine-Loaded Hydrogels for Wound-Related Pain Relief,” Pharmaceutics, vol. 11, no. 2, hal. 1–16, 2019.
  20. E. Rahma Wulandar, I. Hpasari, dan D. Hartanti, “Daya Repelan Gel Minyak Atsiri Bunga Kenanga ( Cananga dorata ( Lmk ) Hook.F & Thoms ) dalam Basis Cmc Na, terhadap Nyamuk Aedes aegypti,” vol. 08, no. 01, hal. 102–115, 2011.
  21. Y. Khristantyo, I. Yuni Astuti, dan Suprarman, “Profil Sifat Fisik Gel Antioksidan Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris L) dengan Basis CMC Na,” PHARMACY, vol. 08, no. 01, hal. 125–139, 2011.
  22. D. Forestryana, M. Surur Fahmi, dan A. Novyra Putri, “Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Gelling Agent pada Karakteristik Formula Gel Antiseptik Ekstrak Etanol 70% Kulit Buah Pisang Ambon,” Lumbung Farm. J. Ilmu Kefarmasian, vol. 1, no. 2, hal. 45–51, 2020.
  23. Sanjana A, M. Ahmed Gulzar, dan J. Gowda BH, “Preparation and Evaluation of In-Situ Gels Containing Hydrocortisone for the Treatment of Aphthous Ulcer,” J. Oral Biol. Craniofacial Res., vol. 11, no. 2, hal. 269–276, 2021.
  24. M. Elmowafy et al., “Polymeric Nanoparticles Based Topical Gel of Poorly Soluble Drug Formulation, Ex-Vivo and In Vivo Evaluation,” Beni-Suef Univ. J. Basic Appl. Sci., vol. 6, no. 2, hal. 184–191, 2017.
  25. H. Warnida, “Formulasi Gel Pati Bengkuang (Pachyrhizus Erosus (L.) Urb.) dengan Gelling Agent Metilselulosa,” J. Ilm. Manuntung, vol. 1, no. 2, hal. 121–126, 2017.
  26. lestin, dan S. Julisna, “Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanol 96% Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc. Var. Rubrum) dengan Hidroksietil Selulosa sebagai Gelling Agent,” J. Ris. Kefarmasian Indones., vol. 1, no. 2, hal. 131–139, 2019.
  27. N. B. Anggraini, B. Elya, dan I. Iskandarsyah, “Antielastase Activity of Macassar Kernels (Rhus javanica) Stem Extract and Skin Elasticity Evaluation of Its Topical Gel Formulation,” Adv. Pharmacol. Pharm. Sci., vol. 2021, hal. 1–11, 2021.
  28. M. G. B. Dantas et al., “Development and Evaluation of Stability of a Gel Formulation Containing the Monoterpene Borneol,” Sci. World J., vol. 2016, hal. 1–4, 2016.
  29. M. Rasheedy, M. El-Mahdy, D. Fathallah, dan E. Ibrahim, “Formulation and Evaluation of Ondansetron Transdermal Gels,” Bull. Pharm. Sci. Assiut, vol. 40, no. 1, hal. 57–70, 2017.
  30. T. A. Sujono, U. N. W. Hidayah, dan T. N. S. Sulaiman, “Efek Gel Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica L. Urban) dengan Gelling Agent Hidroksipropil Methylcellulose terhadap Penyembuhan Luka Bakar pada Kulit Punggung Kelinci,” Biomedika, vol. 6, no. 2, hal. 9–17, 2014.
  31. V. Prasanth, D. G. T. Parambi, dan S. Ranjan, “Formulation and Evaluation of In Situ Ocular Gel of Levofloxacin,” J. Drug Deliv. Ther., vol. 7, no. 5, hal. 68–73, 2017.
  32. N. Yuniarsih, F. Akbar, I. Lenterani, dan Farhamzah, “Formulasi dan Evaluasi Sifat Fisik Facial Wash Gel Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Dengan Gelling Agent Carbopol,” Pharma Xplore  J. Ilm. Farm., vol. 5, no. 2, hal. 57–67, 2020.
  33. S. H. Kusumawati, A. H., Hutami, “Pengaruh Variasi Gelling Agent Karbomer 934 Ekstrak Etanol Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC) Terhadap Sifat Fisik Gel dan Aktivitas Antibakteri Staphylococcus aureus,” Pharma Xplore  J. Ilm. Farm., vol. 4, no. 1, hal. 248–259, 2019.
  34. A. P. Thomas, R. Dubey, dan P. Jain, “Formulation and Evaluation of Ethosomal Gel of Tazarotene for Topical Delivery,” vol. 13, no. 1, hal. 37–45, 2019.
  35. M. Ubaid et al., “Formulation and In Vitro Evaluation of Carbopol 934-Based Modified Clotrimazole Gel for Topical Application,” An. Acad. Bras. Cienc., vol. 88, no. 4, hal. 2303–2317, 2016.
  36. P. Iraqui, T. Chakraborty, M. K. Das, dan R. N. . Yadav, “Herbal Antimicrobial Gel with Leaf Extract of Cassia alata L.,” J. Drug Deliv. Ther., vol. 9, no. 3, hal. 82–94, 2019.
  37. B. Poojar et al., “Formulation of Antioxidant Gel from Black Mulberry Fruit Extract (Morus nigra L.),” Asian J. Pharm. Clin. Res., vol. 7, no. 10, hal. 1–5, 2017.
  38. H. P. Afianti dan M. Murrukmihadi, “Pengaruh Variasi Konsentrasi Gelling Agent Carbopol 940 Terhadap Sifat Fisik Sediaan Gel Hand Sanitizer Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.),” Pharma Xplore  J. Ilm. Farm., vol. 4, no. 1, hal. 268–277, 2019.
  39. N. Rai, T. P. Shukla, K. R. Loksh, dan S. Karole, “Synthesized Silver Nanoparticle Loaded Gel of Curcuma Caesia for Effective Treatment of Acne,” J. Drug Deliv. Ther., vol. 10, no. 6-s, hal. 75–82, 2020.
  40. R. R. Euriko, S. I. Gama, dan L. Rijai, “Optimasi Basis untuk Hand Sanitizer Gel,” Proceeding Mulawarman Pharm. Conf., vol. 12, no. 1, hal. 38–40, 2020.
  41. R. Velita, N. Fitriani, dan F. Prasetya, “Optimasi Basis Gel dan Evaluasi Sediaan Gel Anti Jerawat Ekstrak Daun Sirih Hitam (Piper betle L. Var Nigra),” Proceeding Mulawarman Pharm. Conf., no. April 2021, hal. 135–138, 2019.
  42. R. Agustin, N. Sari, dan E. Zaini, “Pelepasan Ibuprofen dari Gel Karbomer 940 Kokristal Ibuprofen-Nikotinamida,” J. Sains Farm. Klin., vol. 1, no. 1, hal. 79–88, 2015.
  43. B. Biswal, N. Karna, J. Nayak, dan V. Joshi, “Formulation and Evaluation of Microemulsion Based Topical Hydrogel Containing Lornoxicam,” J. Appl. Pharm. Sci., vol. 4, no. 12, hal. 077–084, 2014.
  44. V. R. Fonseca, P. Jivaji Bhide, dan M. Purushottam Joshi, “Formulation, Development and Evaluation of Etoricoxib Nanosize Microemulsion Based Gel for Topical Drug Delivery,” Indian J. Pharm. Educ. Res., vol. 53, no. 4s, hal. s571–s579, 2019.
  45. V. Yadav, P. Jadhav, S. Dombe, A. Bodhe, dan P. Salunkhe, “Formulation and Evaluation of Microsponge Gel for Topical Delivery of Antifungal Drug,” Int. J. Appl. Pharm., vol. 9, no. 4, hal. 30–37, 2017.
  46. T. Garg, S. Singh, dan A. K. Goyal, “Stimuli-Sensitive Hydrogels: An Excellent Carrier for Drug and Cell Delivery,” Crit. Rev. Ther. Drug Carrier Syst., vol. 30, no. 5, hal. 369–409, 2013.
  47. Depkes RI, Farmakope Indonesia edisi VI. 2020.
  48. R. I. Tranggono dan F. Latifah, “Buku Panduan Ilmu pengetahuan Kosmetik,” Buku pegangan ilmu pengetahuan kosmetik. PT. Gramedia Pustaka Utama, hal. 1–223, 2007.
  49. J. P. Sheskey, G. W., dan G. . Cable, Handbook of Pharmaceutical Excipients 8th by Sheskey, Paul J Cook, Walter G Cable, Colin G, 8 ed. Washington DC: Pharmaceutical Press, 2017.
  50. A. Imeson, Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents. United Kingdom: Wiley-Blackwell, 2009.
  51. H. Herawati, “Potensi Hidrokoloid Sebagai Bahan Tambahan Pada Produk Pangan Dan Nonpangan Bermutu,” J. Penelit. dan Pengemb. Pertan., vol. 37, no. 1, hal. 17–25, 2018.
  52. M. Glicksman, Food Hydrocolloids Volume III, vol. III. London New York: CRS Press, 2019.
  53. E. Sri Kuncari dan D. Praptiwi, “Evaluasi, Uji Stabilitas Fisik dan Sineresis Sediaan Gel yang Mengandung Minoksidil, Apigenin dan Perasan Herba Seledri (Apium Graveolens L.),” Bul. Penelit. Kesehat, vol. 42, no. 4, hal. 213–222, 2014.
  54. N. A. Sayuti, “Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.),” J. Kefarmasian Indones., vol. 5, no. 2, hal. 74–82, 2015.
  55. C. M. Muntu, E. Wahjuningsih, dan S. A. Salim, “Effect Of Carbomer 940 Concentration To Physics And pH Characteristics Of Aloe Vera Soothing Gel,” Int. Conf. Pharm. Nanotechnology/Nanomedicine, hal. 9–14, 2017.
  56. S. M. Ali dan G. Yosipovitch, “Skin pH: From Basic Science to Basic Skin Care,” Acta Derm. Venereol., vol. 93, no. 3, hal. 261–267, 2013.
  57. D. Ratnasari dan R. N. Puspitasari, “Optimasi Formula Sediaan Krim Anti-Aging Dari Ekstrak Terong Ungu (Solanum melongena L.) Dan Tomat (Solanum lycopersicum L.),” J. Ris. Kesehat., vol. 7, no. 2, hal. 66–71, 2018.
  58. D. Pertiwi, R. Desnita, dan S. Luliana, “Pengaruh pH Terhadap Stabilitas Alpha Arbutin dalam Gel Niosom,” Maj. Farm., vol. 16, no. 1, hal. 91–100, 2020.
  59. A. Verma, S. Singh, R. Kaur, dan U. K. Jain, “Formulation and Evaluation of Clobetasol Propionate Gel,” Asian J. Pharm. Clin. Res., vol. 6, no. SUPPL.5, hal. 15–18, 2013.
  60. T. Mappa, H. J. Edy, dan N. Kojong, “Formulasi Gel Ekstrak Daun Sasaladahan (Peperomia Pellucida (L.) H.B.K) Dan Uji Efektivitasnya Terhadap Luka Bakar Pada Kelinci (Oryctolagus Cuniculus),” Pharmacon, vol. 2, no. 2, hal. 49–56, 2013.
  61. I. D. K. Irianto, P. Purwanto, dan M. T. Mardan, “Aktivitas Antibakteri dan Uji Sifat Fisik Sediaan Gel Dekokta Sirih Hijau (Piper betle L.) Sebagai Alternatif Pengobatan Mastitis Sapi,” Maj. Farm., vol. 16, no. 2, hal. 202–210, 2020.
  62. A. Martin, S. J, dan C. A, Farmasi Fisik Edisi 3 Jilid II. 1993.
  63. A. M. Numberi, R. Dewipratiwi, dan E. Gunawan, “Uji Stabilitas Fisik Sediaan Masker Gel dari Ekstrak Alga Merah (Poryphyra sp),” Maj. Farmasetika, vol. 5, no. 1, hal. 1–17, 2020.
  64. K. Yati, M. Jufri, M. Gozan, dan L. P. Dwita, “Pengaruh Variasi Konsentrasi Hidroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC) terhadap Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Tembakau (Nicotiana tabaccum L.) dan Aktivitasnya terhadap Streptococcus mutans,” Pharm. Sci. Res., vol. 5, no. 3, hal. 133–141, 2018.
  65. A. L. Yusuf, E. Nurawaliah, dan N. Harun, “Uji Efektivitas Gel Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L.) sebagai Antijamur Malassezia furfur,” Kartika  J. Ilm. Farm., vol. 5, no. 2, hal. 62–67, 2017.R. Voight, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Ed. 5. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995.
  66. loyald V Ansel C. Howard, Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems, 9 ed. Lippincott Williams & Wilkins, Wolter Kluwer: Lippincott Williams & Wilkins, Wolter Kluwer, 2014.
  67. U. W. Hidayanti, J. Fadraersada, dan A. Ibrahim, “Formulasi dan Optimasi Basis Gel Carbopol 940 dengan Berbagai Variasi Konsentrasi,” Proceeding Mulawarman Pharm. Conf., hal. 68–75, 2015.
  68. S. Rohmani dan M. A. A. Kuncoro, “Uji Stabilitas dan Aktivitas Gel andsanitizer Ekstrak Daun Kemangi,” JPSCR  J. Pharm. Sci. Clin. Res., vol. 4, no. 1, hal. 16–28, 2019.
  69. R. Kartika, A. Gadri, dan G. C. E. Darma, “Formulasi Basis Sediaan Pembalut Luka Hidrogel Dengan Teknik Beku Leleh Menggunakan Polimer Kappa Karagenan,” Pros. Farm., vol. 0, no. 0, hal. 643–648, 2015.

Cara mengutip artikel ini

About Majalah Farmasetika

Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) di situs ini adalah Majalah Farmasetika Edisi Jurnal Ilmiah yang merupakan jurnal farmasi di Indonesia SINTA 3 berbentuk artikel penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan komunikasi penelitian singkat di bidang farmasetika. Edisi jurnal ilmiah ini dibuat untuk kepentingan informasi, edukasi dan penelitian kefarmasian.

Check Also

Analisis Kapabilitas Proses Produksi Sediaan Larutan Tetes Oral Menggunakan  Program Statistik Minitab

Majalah Farmasetika, 7 (4) 2022, 325-406 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i5.39510Artikel PenelitianDownload PDFNurhayati*1, Aliya NurHasanah,21Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *