Majalah Farmasetika, 8 (2) 2023, 123-132
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i2.41779
Artikel Penelitian
Syifa Amanda1*, Yuni Elsa Hadisaputri2
1Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor 45363
2Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor 45363
*E-mail: Syifa18010@mail.unpad.ac.id
(Submit 29/11/2022, Revisi 01/12/2022, Diterima 14/12/2022, Terbit 01/01/2023)
Abstrak
Keberhasilan kegiatan logistik di seluruh PBF ditunjang oleh ketersediaan sumber daya manusia atau SDM. Ketersediaan SDM memiliki peranan penting mengingat kekurangan SDM akan memicu stres kerja, sementara kelebihan SDM akan memicu potensi kerugian perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah SDM yang diperlukan oleh salah satu PBF Kota Bandung berdasarkan beban kerjanya. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pengumpulan data primer melalui wawancara. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Workload Indicator Staff Need (WISN). Rasio WISN dihitung melalui perbandingan antara ketersediaan tenaga di lapangan dengan kebutuhan tenaga berdasarkan perhitungan teoritis. Hasil rasio WISN menunjukkan nilai <1 untuk seluruh kegiatan logistik di salah satu PBF Kota Bandung sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga yang ada kurang untuk memenuhi beban kerja di fasilitas distribusi tersebut. Penambahan tenaga farmasi, pemberian apresiasi dan tambahan insentif dapat dijadikan opsi untuk optimalisasi kegiatan logistik di salah satu PBF Kota Bandung tersebut.
Kata kunci: Beban kerja, PBF, SDM, WISN
Teks Lengkap:
Pendahuluan
Dalam rangka menjamin keamanan, khasiat, dan/atau mutu obat yang beredar, BPOM RI menerapkan pedoman teknis cara distribusi obat yang baik sebagaimana tertuang dalam PerBPOM Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PerBPOM Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (1). Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbentuk badan hukum berupa perseroan terbatas (PT) atau koperasi yang memiliki izin untuk mengadakan, menyimpan, serta menyalurkan obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan (2). Baik PBF pusat maupun cabang, harus memiliki penanggung jawab seorang apoteker (3). Adapun kegiatan operasional PBF meliputi penerimaan, penyimpanan, pemisahan obat dan/atau bahan obat, pemusnahan obat dan/atau bahan obat, penerimaan pesanan, pengemasan, serta pengiriman (1). Pelaksanaan kegiatan logistik harus terkoordinir guna menjamin efektivitas waktu dan efisiensi biaya (4,5).
Keberhasilan kegiatan logistik di PBF ditunjang oleh ketersediaan sumber daya manusia atau SDM (4). Selain didasarkan atas regulasi yang berlaku, pemenuhan SDM pun perlu direncanakan agar tenaga tersebut tidak terbebani tanggung jawab yang belebih sehingga risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat dapat diminimalisasi (1,6). Kelebihan tenaga dapat menjadi beban dan penghambat pertumbuhan perusahaan (7). Oleh karena itu, peneliti akan melakukan analisis kebutuhan tenaga farmasi di salah satu PBF Kota Bandung menggunakan metode Workload Indicator Staff Need (WISN). Metode ini merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan tenaga kerja di masa kini maupun mendatang berdasarkan besar beban kerja tenaga pada setiap kegiatan logistik (8,9).
Selaras dengan Kepmenkes Nomor 81/MENKES/I/2004, anjuran penggunaan metode WISN adalah karena kemudahan pengoperasian dan penerapan secara teknis serta bersifat komprehensif dan realistis (10). PBF sebagai perusahaan distribusi memiliki tujuan untuk menyediakan produk kesehatan serta penyaluran secara efektif dan efisien. Kondisi manajemen tenaga di salah satu PBF Kota Bandung belum dilakukan sehingga perlu dilakukan analisis mendalam terkait kebutuhan tenaga yang didasarkan atas beban kerjanya masing-masing. Dengan mengetahui jumlah tenaga yang tepat di salah satu PBF Kota Bandung, diharapkan kegiatan logistik lebih optimal dan mampu mendukung kemajuan PBF tersebut terkait pengelolaan tenaga (11).
Selaras dengan Kepmenkes Nomor 81/MENKES/I/2004, anjuran penggunaan metode WISN adalah karena kemudahan pengoperasian dan penerapan secara teknis serta bersifat komprehensif dan realistis (10). PBF sebagai perusahaan distribusi memiliki tujuan untuk menyediakan produk kesehatan serta penyaluran secara efektif dan efisien. Kondisi manajemen tenaga di salah satu PBF Kota Bandung belum dilakukan sehingga perlu dilakukan analisis mendalam terkait kebutuhan tenaga yang didasarkan atas beban kerjanya masing-masing. Dengan mengetahui jumlah tenaga yang tepat di salah satu PBF Kota Bandung, diharapkan kegiatan logistik lebih optimal dan mampu mendukung kemajuan PBF tersebut terkait pengelolaan tenaga (11).
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian observasional untuk mengevaluasi kebutuhan tenaga farmasi di salah satu PBF Kota Bandung, di mana data diperoleh melalui wawancara terhadap Apoteker Penanggung Jawab (APJ) Farma, Penanggung Jawab Alat Kesehatan, Supervisor Logistik, dan Kepala Gudang. Penelitian ini dilakukan selama praktik kerja profesi apoteker pada bulan November 2022. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Workload Indicator Staff Need (WISN). Perhitungan tenaga dengan metode WISN tediri dari lima langkah (4,12), yaitu:
- Memilih kategori SDM berdasarkan kegiatan pokok dan tanggung jawabnya
Tabel 1 Hasil Perhitungan Kebutuhan Tenaga Farmasi Kegiatan Logistik Obat Reguler di Salah Satu PBF Kota Bandung dengan Metode WISN Tahun 2022
Dari Tabel 1 diketahui kegiatan logistik obat reguler berjumlah 33 kegiatan dengan total kebutuhan tenaga sebanyak 21 orang. Saat ini tenaga yang ada di kegiatan logistik obat reguler berjumlah 9 orang sehingga didapatkan rasio WISN tenaga farmasi di salah satu PBF Kota Bandung tahun 2022 sebesar 0,423 sebagaimana tertera pada Tabel 4.
Tabel 2 Hasil Perhitungan Kebutuhan Tenaga Farmasi Kegiatan Logistik Obat PPO di Salah Satu PBF Kota Bandung dengan Metode WISN Tahun 2022
Dari Tabel 2 diketahui kegiatan logistik obat PPO berjumlah 33 kegiatan dengan total kebutuhan tenaga sebanyak 14 orang. Saat ini tenaga yang ada di kegiatan logistik obat reguler berjumlah 9 orang sehingga didapatkan rasio WISN tenaga farmasi di salah satu PBF Kota Bandung tahun 2022 sebesar 0,635 sebagaimana tertera pada Tabel 4.
Tabel 3 Hasil Perhitungan Kebutuhan Tenaga Farmasi Kegiatan Logistik Alat Kesehatan di Salah Satu PBF Kota Bandung dengan Metode WISN Tahun 2022
Dari Tabel 3 diketahui kegiatan logistik alat kesehatan berjumlah 34 kegiatan dengan total kebutuhan tenaga sebanyak 14 orang. Saat ini tenaga yang ada di kegiatan logistik obat reguler berjumlah 9 orang sehingga didapatkan rasio WISN tenaga farmasi di salah satu PBF Kota Bandung tahun 2022 sebesar 0,631 sebagaimana tertera pada Tabel 4.
Tabel 4 Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Rasio WISN
Bedasarkan metode WISN, jika rasio WISN adalah 1, maka tenaga yang dihitung seimbang atau jumlahnya cukup untuk memenuhi beban kerja di fasilitas distribusi tersebut. Sebaliknya, jika rasio WISN <1, maka jumlah tenaga berada di bawah tekanan beban kerja. Namun, jika rasio >1, maka tenaga berlebih untuk mengatasi beban kerja (15). Hasil rasio WISN menunjukkan nilai <1 untuk seluruh kegiatan logistik di salah satu PBF Kota Bandung sehingga dapat dirangkum bahwa jumlah tenaga kurang untuk memenuhi beban kerja di fasilitas distribusi tersebut (16). Beberapa penelitian di Indonesia yang sama-sama menggunakan metode WISN menunjukkan bahwa tenaga yang ada saat ini tidak memenuhi beban kerja sesuai dengan standar profesi yang telah ditetapkan (14,17,18). Kurangnya jumlah tenaga yang dibutuhkan menyebabkan kondisi beban kerja yang tinggi sehingga dapat menurunkan produktivitas yang akan memicu stres kerja (19). Stres kerja pada tenaga dapat mempengaruhi penilaian dan kualitas kegiatan logistik distribusi. Untuk mengatasi kekurangan dan ketidaksetaraan tersebut, maka dapat dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan tenaga sehingga beban kerja berkurang (20). Selain itu, pemberian apresiasi dan tambahan insentif dapat menjadi pertimbangan manjemen PBF, mengingat beban kerja yang semakin meningkat (21,22).
Perhitungan WISN sebaiknya diperbarui setiap 2 atau 3 tahun sekali dengan mempertimbangkan efektivitas biaya. Komponen kegiatan logistik harus ditinjau setiap 5 atau 6 tahun untuk memastikan bahwa standar operasi saat ini up-to-date dan perubahan dibuat secara berkala. Jika dalam struktur organisasi terjadi pergantian tenaga atau penambahan tugas baru, maka WISN harus dihitung ulang (23).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan tenaga farmasi di salah satu PBF Kota Bandung dengan metode WISN, kebutuhan tenaga farmasi sebanyak 21 orang untuk kegiatan logistik obat reguler serta 14 orang untuk masing-masing kegiatan logistik obat PPO dan alat kesehatan. Namun, tenaga yang tersedia sebanyak 9 orang untuk masing-masing kegiatan logistik. Atas dasar tersebut, peneliti menyarankan perlu adanya penambahan tenaga farmasi, pemberian apresiasi dan tambahan insentif untuk optimalisasi kegiatan logistik di salah satu PBF Kota Bandung.
Daftar Pustaka
[1] BPOM RI. PerBPOMNomor 6 Tahun 2020 tentangPerubahanatasPerBPOMNomor 9 Tahun 2019 tentangPedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM RI; 2020.
[2] Kemenkes RI. Pemenkes Nomor 26 Tahun 2018 tentangPelayananPerizinanBerusahaTerintegrasisecaraElektronik Sektor Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI; 2018.
[3] Anthonius APP, Yustina SH. Implementasi Cara Distribusi Obat yang Baik pada Pedagang Besar Farmasi di Yogyakarta. Jurnal Farmasi Indonesia. 2012;6(1):48-54.
[4] Noor AS, Muhammad M, Thotowi D. Analisis Kebutuhan Tenaga di Instalasi Farmasi RS Universitas Muhammadiyah Malang Tahun 2016. JMMR. 2017;6(2):82-89.
[5] Beswick S, Hill PD, Anderson MA. Comoarison of Nurse Workload Approaches. Journal of Nursing Management. 2010;18(5):592-8
[6] MacPhee M, Ellis J, McCutheon AS. Nurse Staffing and Patient Safety. Canadian Nurse. 2006; 102(8).
[7] Ahmad A. Masalah Ketenagakerjaan dan Pengangguran di Indonesia. Jurnal Ilmiah Cano Ekonomos. 2017;6(2):83-92
[8] Elsye MR, Novita KS. Perhitungan Ketenagaan dengan Metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN) di RS PKU Muhammadiyah Temanggung. Jurnal BERDIKARI. 2016;4(2):112-123.
[9] Septianingtyas RA, Efri TA, Dony SHP. Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Menggunakan Metode WISN di Rumah Sakit PHC Surabaya. J-REMI. 2020;1(3):155-164.
[10] Eska DP, Widodo JP. Workload Indicators of Staffing Need sebagai Metode Perhitungan Jumlah Kebutuhan Tenaga Kesehatan di Puskesmas. Jurnal AdministrasiKeheatan Indonesia. 2015;3(1):89-98.
[11] Elvi N, Nani Y, Ramadhan T, Sartiah Y, Asnia Z, Suhadi. Analysis of The Need for Health Workers Using Workload Indicator Staffing Need (WISN) Method in Inpatient Services in Regional General Hospital of Buton Utara Regency in 2021. International Journal of Research – GRANTHAALAYAH. 2021;9(7):155-163.
[12] Danoe S. Penghitungan Kebutuhan Tenaga Keperawatan Berdasarkan WISN di RS Gotong Royong. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 2019;12(2):71-81.
[13] Muh. Ryman N, Andi OS. Analysis of The Optimal Number of Staff Needed Using Workload Indicator of Staffing Needed (Wisn) Method In Laboratory Unit of Public Hospital Anutapura Palu. Public Health of Indonesia. 2015;1(1):1-8.
[14] Susanto, N. A., M. Mansurm dan T. Djauhari. Analisis Kebutuhan Tenaga di Instalasi Farmasi RS Universitas Muhammadiyah Malang Tahun 2016. JMMR (Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit). 2016;6(2):82-89.
[15] Fotini G, Maria S, Panagiotis P, Yiannis P, Xenofon C, Kyriakos S. The Implementation Process of The Workload Indicators Staffing Need (WISN) Method by WHO in Determining Midwifery Staff Requirements in Greek Hospitals. European Journal of Midwifery. 2019;3(1):1-13.
[16] Pamela AM, Riitta-Liisa K-A, Norbert F. Applying The Workload Indicators of Staffing Need (WISN) Method in Namibia: Challenges and Implications for Human Resources for Health Policy. Human Resources for Health. 2013;11(64):1-11..
[17] Yulaika N, Dzykryanka SM. Perencanaan Tenaga Teknis Kefarmasian Berdasarkan Analisis Beban Kerja Menggunakan Metode WISN di RSIA KM. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. 2018;6(1):46–52.
[18] Ronggonundarmo B, Jati SP, Agushybana F. Analisis Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Beban Kerja Sebagai Dasar Perencanaan SDM di Instalasi Farmasi RS. X Semarang. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia. 2019;7(3):205–211..
[19] Rajan, D. Negative impacts of Eavy Workload: A Comparative Study Among Sanitary Workers. Sociology International Journal. 2018;2
[20] Taufique J, Samiun NBKT, Md Nuruzzaman, SA, Valeria de OC, Tomas Z. Assessment of Staffing Needs for Physicians and Nurses at Upazila Health Complexes in Bangladesh Using WHO Workload Indicators of Staffing Need (WISN) Method. BMJ. 2020;10:1-10.
[21] Boyle T, Bishop A, Morrison B, Murphy A, Barker J, Ashcroft D, et al. Pharmacist Work Stress and Learning From Quality Related Events. Research in Social and Administrative Pharmacy. 2015;2.
[22] Putranto M, Mita S, Tan S, Milka RS. Using the Workload Indicators of Staffing Need (WISN) Method for Predicting Pharmacists Human Resources in Hospitals. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan. 2021;6(3):537-542.
[23] Farzaneh D, Mohammad RM, Mohammad HY. An Investigation on Workload Indicator of Staffing Need: A Scoping Review. Journal of Education and Healtch Promotion. 2019;8:1-7.
cara mengutip artike ini
https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/43183/0