Majalah Farmasetika, 7 (3) 2022, 241-254 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i.38443
Artikel Penelitian
Download PDF
Leny1*, Tetty Noverita1, Adelina Simatupang1, Benni Iskandar2.3
1Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan, Institut Kesehatan Helvetia, Medan, Indonesia
2School of Pharmacy, Taipei Medical University, Taipei, Taiwan
3Fakultas Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Pekanbaru, Indonesia
*Email: Leny@Helvetia.ac.id
(Submit 24/02/2022, Revisi 08/03/2022, Diterima 15/03/2022, Terbit 06/04/2022)
Abstrak
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling mudah terserang infeksi bakteri. Tersedia banyak sabun di pasaran dengan berbagai aroma namun tidak semuanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada kulit. Beberapa sabun antibakterial menggunakan zat kimia sintetik yang akan menyebabkan resistensi bakteria. Pengembangan formulasi sabun antibakteri dengan bahan alami sangat diperlukan pada kondisi ini. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan memformulasikan fraksi n-heksan daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) dalam sabun padat pada konsentrasi 2%, 4%, dan 6%. Sediaan sabun padat kemudian diuji karakteristik fisik sediaan dan aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi n-heksan daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) dapat diformulasikan ke dalam bentuk sabun padat yang stabil menurut SNI 06-3532-2016 dan fraksi n-heksan daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) dengan konsentrasi 2% mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan daya hambat sebesar 9,91 mm, konsentrasi 4% sebesar 9,95 mm, dan konsentrasi 6% sebesar 10,6 mm, dan penelitian ini dibandingkan dengan sabun blanko/kontrol negatif dan kontrol positif (sabun asepso) yang mempunyai daya hambat sebesar 18,51 mm. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah formula sabun mandi padat dengan penambahan fraksi n-heksan sebanyak 2% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dalam kategori sedang, konsentrasi 6% mampu menghambat dalam kategori kuat namun tidak menunjukkan perbedaan daya hambat yang signifikan antar kelompok F1, F2, dan F3.
Kata Kunci
Sabun Mandi Padat, Fraksi N-Heksan, Daun Karamunting, Staphylococcus aureus
Pendahuluan
Bakteri Staphylococcus aureusmerupakan kokus Gram-positif, patogen kulit yang paling prevalen, dan merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada kulit manusia1. Staphylococcus aureus merupakan anggota floral normal pada kulit dan mukosa manusia yang menjadi penyebab infeksi. Staphylococcus aureus memiliki kemampuan untuk menyebabkan infeksi kulit yang ringan seperti folikulitis dan furunkulosis. Selain itu, dapat juga mengancam jiwa seperti sepsis2.
Sabun merupakan sediaan farmasi yang digunakan untuk menjaga kesehatan kulit. Kemampuan sabun padat sebagai pembersih tidak cukup membuatnya menarik dari segi pemasaran apabila tidak disertai manfaat yang lebih spesifik. Oleh sebab itu, dibutuhkan bahan aktif yang mampu memberikan manfaat pada sabun, selain zat pembersih juga bisa berfungsi sebagai penangkal radikal bebas dan mencegah infeksi maupun mikroba. Triclocarban merupakan zat antibakteri yang paling banyak digunakan dalam sabun mandi padat, namun menurut Food and Drug Association (FDA) jika digunakan dalam jangka panjang dapat meyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik karena susunan kimianya mirip dengan beberapa antibotik. Penggunaan antibiotik dari bahan alam dijadikan sebagai alternatif untuk menghindari efek samping yang ditimbulkan oleh triclocarban. Penggunaan bahan alam bertujuan untuk menggantikan bahan-bahan sintetik, seperti pewarna, parfum, pemutih, antibakteri, dan lain-lain3.
Karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh liar dan berlimpah di seluruh daerah tropis, termasuk Indonesia. Tumbuhan ini banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat untuk mengobati berbagai jenis penyakit, diantaranya pengobatan disentri, diare, luka dan infeksi karena bakteri. Berdasarkan skrining fitokimia, metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak daun karamunting antara lain flavonoid, saponin, tannin, glikosida, steroid dan terpenoid. Berdasarkan kandungan metabolit sekunder dari daun karamunting tersebut, dapat diketahui bahwa ekstrak daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) akan sangat baik digunakan sebagai antimikroba, terutama sebagai antibakteri4. Kandungan phloroglucinol (merupakan oligomer penyusun phlorotannin yang merupakan kelompok senyawa fenolik), flavonoid, terpenoid, anthracene glikosida, tanin pada daun kemunting menunjukkan aktivitas antibakteri yang sangat kuat secara in vitro pada bakteri dengan spektrum luas, termasuk dalam menghambat bakteri resisten antibiotik4.
Ekstrak kemunting (Rhodomyrtus tomentosa) terbukti mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih kuat dibandingkan dengan vancomycin dengan menunjukkan nilai konsentrasi hambat minimum yang 2-3x lebih rendah dan konsentrasi bunuh minimal sebesar 160-320x lebih kecil dari dosis vancomycin5.
Dengan banyaknya bahan sintetik pada sabun antibakteri yang dapat menyebabkan resistensi dan kuatnya aktivitas antibakterial fraksi n-heksan daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) yaitu dengan daya hambat kategori kuat dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus (17-20 mm)4, maka peneliti mengembangkannya ke dalam bentuk sediaan sabun antibakteri.
Metode
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah inkubator, oven, timbangan analitik (Ohaus, Indonesia), penangas air, bunsen, alat gelas (Pyrex, USA), cawan porselin (Haldenwanger, Berlin), cawan petri (Anumbra, China), object glass (Slidees, China),
pH meter (Rohs, EC), mikropipet (Nesco, Amerika), batang pengaduk, aluminium foil (Bagoes, Indonesia), kawat ose, kapas steril (Kaswalindo, Indonesia), dan jangka sorong (Nankai, Indonesia).
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun karamunting, minyak kelapa (Povco, Indonesia), minyak zaitun (Muntaz, Indonesia), NaOH, Cocamid DEA (BusaIndo, Indonesia), parfum (Raich, Indonesia), aquadest (CV Rudang Jaya), etanol 70% (CV Rudang Jaya), n-heksan (CV Rudang Jaya), NA (Nutrient Agar) (Granucult) dan biakan bakteri Staphylococcus aureus.
Prosedur Rinci
1. Prosedur pembuatan fraksi
Serbuk daun karamunting sebanyak 1 kg direndam selama 5 hari dengan 75 bagian
pelarut etanol 70% yaitu sebanyak 3750 ml. Dibiarkan sambil diaduk sesekali untuk
mencegah terjadinya kejenuhan. Dilakukan penyaringan untuk memisahkan ampas
dan filtrat hingga diperoleh maserat 1. Dilakukan remaserasi selama 2 hari dengan
merendam ampas menggunakan 25 bagian pelarut etanol 70% yaitu sebanyak 1250
ml didalam bejana kaca dan ditutup menggunakan aluminium foil dan kemudian
disaring kembali hingga diperoleh maserat 2. Dilakukan penggabungan maserat 1
dan maserat 2. Kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga
diperoleh ekstrak kental dari daun karamunting. Diambil 10 gram ekstrak daun
karamunting dan dilarutkan dalam 10 ml aquadest dan dimasukkan ke dalam corong
pisah. Ditambahkan larutan n-heksan dengan perbandingan 1:1, digojok sambil
sesekali katub corong pisah untuk mengeluarkan gas yang dihasilkan dalam proses
penggojokan. Didiamkan beberapa saat hingga terdapat dua lapisan (lapisan bawah
aquadest dan lapisan atas fraksi n-heksan). Disisihkan bagian fraksi n-heksan.
Dilakukan penambahan n-heksan hingga didapatkan lapisan fraksi n-heksan yang
jernih. Dilakukan fraksinasi n-heksan hingga ekstrak daun karamunting habis. Hasil
fraksi dipekatkan menggunakan rotary evaporator6.
2. Prosedur pembuatan sabun
Pembuatan sabun padat dilakukan dengan disiapkan bahan baku dan bahan
tambahan serta alat-alat yang diperlukan untuk membuat sabun padat. Ditimbang
bahan-bahan yang sesuai dengan formula masing-masing konsentrasi.
Dicampurkan minyak kelapa dan minyak zaitun. Dipanaskan pada suhu 60°C-70°C
menggunakan penangas air (massa 1). Dicampurkan NaOH dan aquadest, diaduk
hingga larut (massa 2). Ditambahkan massa 1 ke dalam massa 2, diaduk homogen.
Dimasukkan cocamid-DEA sambil diaduk sampai larut dan homogen. Ditambahkan
fraksi n-heksan daun karamunting secara perlahan. Dimasukkan sisa aquadest dan
parfum secukupnya, diaduk sampai homogen. Ditunggu sampai mengental dan
dituangkan hasil leburan sediaan sabun padat ke dalam cetakan sabun. Setelah
dituangkan ke dalam cetakan,
sediaan sabun selama 1-2 hari pada suhu ruang/ lemari pendingin supaya sabun
mengeras sempurna. Dikeluarkan sabun dari cetakan, kemudian dikemas7. Formula
sabun mandi padat fraksi n-heksan daun karamunting dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Formulasi sabun mandi padat fraksi n-heksan daun karamunting
3. Stabilitas cycling test
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan 2 suhu yang berbeda yaitu suhu terendah dan suhu tertinggi. Sediaan sabun mandi padat disimpan pada suhu 4°C selama 24 jam dan dilanjutkan dengan menyimpan pada suhu 40°C selama 24 jam. Pengujian dilakukan sebanyak 6 siklus (12 hari). Pengujian lainnya meliputi uji pH, uji organoleptis8,9.
a. Uji organoleptik
Uji organoleptik dilakukan dengan melihat tampilan fisik sediaan dengan cara melakukan pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau dari sediaan yang telah dibuat. Uji organoleptik dilakukan sebelum dan selama dilakukannya cycling test (pada masing-masing siklus)10,11.
b. Uji homogenitas
Dipotong sabun padat dengan bagian yang acak baik bagian pinggiran maupun bagian tengah sabun, kemudian dilihat homogenitas dari sabun padat. Sabun memenuhi syarat homogenitas bila tidak terdapat bagian yang menggumpal atau tidak tercampur, penyebaran warna yang merata serta tidak terdapat partikel- partikel kasar bagian sabun12,13.
c. Uji pH
Dikalibrasi terlebih dahulu pH meter dengan menggunakan larutan dapar standar pH netral (pH 7,01) dan larutan dapar asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dengan konsentrasi 1 %, yaitu ditimbang 1 gram sediaan kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan
tersebut. Dibiarkan hingga alat menunjukkan harga pH konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan. pH yang memenuhi kriteria pH kulit adalah dalam interval 9-1114,15. Uji pH dilakukan sebelum dan selama dilakukannya cycling test.
d. Uji stabilitas busa
Sabun sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 100 ml aquadest, kemudian dikocok selama 1 menit. Busa yang terbentuk diukur tingginya sebagai tinggi awal, kemudian diukur tinggi busa kembali setelah 5 menit (tinggi busa akhir)7,16.
e. Uji kadar air
Ditimbang berat cawan kosong dan dicatat beratnya. Selanjutnya dimasukkan 5 gram ke dalam cawan lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105°C. Setelah 2 jam, dikeluarkan dan ditimbang cawan beserta sampel tersebut. Menurut SNI 3532-2016 syarat kadar air pada sediaan sabun padat ≤15%9,17.
f. Uji iritasi
Iritasi pemakaian sabun dilakukan terhadap 12 orang panelis dengan cara membasahi tangan panelis dengan air, kemudian diaplikasikan sabun yang akan diuji. Sabun yang akan diaplikasikan ke tangan digosok-gosok selama 1 menit. Tangan dicuci, kemudian didiamkan selama 5 menit, iritasi diamati dengan melihat terjadinya perubahan pada kulit seperti kemerahan, gatal dan kasar10,18. Pengujian iritasi telah mendapatkan izin etik 2379/X/SP/2021 dari Persetujuan Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
g. Uji antibakteri
Alat disterilkan terlebih dahulu dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit untuk alat yang tidak tahan panas dan untuk alat yang tahan terhadap pemanasan disterilkan dalam oven dengan suhu 170°C selama 1-2 jam11. Media agar dibuat dengan melarutkan Nutrient Agar (NA) sebanyak 5 gram, larutkan dengan 250 ml aquadest di dalam erlenmeyer dan dihomogenkan. Kemudian ditutup erlenmeyer dengan rapat menggunakan kapas yang dilapisi kertas lalu ikat dengan tali. Disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C- 124° C setelah itu dibiarkan dingin11. Dibuat suspensi bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan jarum ose dan disuspensikan ke dalam NaCl 0,9% steril sebanyak 10 ml11. Dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan suspensi bakteri sebanyak 0,1 ml. Ditambahkan larutan Nutrient Agar (NA) sebanyak 20 ml, diaduk homogen membentuk angka delapan dan dibiarkan memadat. Dibuat lubang sumuran sebanyak 5 sumuran, kemudian masing- masing sumuran dimasukkan sampel uji dengan konsentrasi 0% (blanko), 2%, 4%, 6% beserta sabun asepso (kontrol positif). Ditimbang sebanyak 5 gram dari masing-masing konsentrasi, dan masing-masing sampel konsentrasi dilarutkan dalam 5 ml aquadest. Diambil masing-masing 0,1 ml larutan sabun dari masing-masing konsentrasi dan dimasukkan ke dalam lubang sumur pada media agar. Diikubasi pada suhu 37°C selama 1×24 jam. Setelah 24 jam, diukur diameter daerah hambat antimikroba menggunakan jangka sorong11,19,20.
Hasil
Berdasarkan hasil uji pemeriksaan organoleptik menunjukkan bahwa sediaan sabun pada F0 dengan kandungan fraksi n-heksan daun karamunting sebanyak 0% yang dihasilkan memiliki bentuk padat dengan warna putih dan aroma vanilla. Pada F1 dengan penambahan fraksi n-heksan daun karamunting sebanyak 2 % menghasilkan sabun dengan bentuk padat, warna coklat muda, serta aroma vanilla. Pada F2 dengan penambahan fraksi n-heksan daun karamunting sebanyak 4% menghasilkan sabun dengan bentuk padat, warna coklat tua, serta aroma vanilla. Pada F3 dengan penambahan fraksi n-heksan daun karamunting sebanyak 6% menghasilkan sabun dengan bentuk padat, warna coklat pekat dengan aroma vanilla. Berdasarkan pemeriksaan uji homogenitas menunjukkan bahwa sediaan sabun mandi padat tidak terdapat partikel kasar pada sabun serta mempunyai warna yang merata baik pada permukaan sabun maupun pada bagian dalam sabun, sehingga dapat dinyatakan homogen, baik pada formula F0, F1, F2, dan F3. Sabun fraksi n-heksan daun karamunting dapat dilihat pada Gambar 1.
Hasil uji stabilitas sabun mandi padat fraksi n-heksan daun karamunting
Selama penyimpanan sabun mandi padat pada masing-masing siklus tidak menunjukkan perubahan baik bentuk, warna dan aroma setelah disimpan pada suhu 4°C dan suhu 40°C selama 6 siklus. Hasil uji stabilitas sabun mandi padat fraksi daun karamunting dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil pengamatan uji stabilitas secara organoleptic
Hasil pengukuran pH sediaan sabun mandi padat
Pengujian pH pada sabun mandi padat fraksi n-heksan daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) yaitu diperoleh dengan pH yang berkisar antara 9,1-9,8. Penambahan fraksi n-heksan pada sabun menyebabkan kenaikan nilai pH pada F1, F2 dan F3. Uji pH bertujuan untuk melihat derajat keasaman pada sediaan sabun padat sehingga dapat dikatakan aman dan tidak mengiritasi kulit. Hasil pengukuran pH sediaan sabun mandi padat dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Hasil pengamatan uji stabilitas berdasarkan pH
Hasil uji kadar air sediaan sabun mandi padat
Berdasarkan hasil uji kadar air yang didapatkan jumlah kadar air dari keempat formulasi berada pada rentang 8,8% – 14,4%, dinyatakan memenuhi persyaratan kadar air pada sabun mandi padat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni (2018) pada pembuatan sabun mandi padat dari ekstrak lengkuas dan ekstrak kulit batang banyuru menunjukkan kadar air pada sabun padat semakin berkurang jika konsentrasi ekstrak ditingkatkan11. Hasil uji kadar air sediaan sabun mandi padat dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji kadar air sabun padat
Hasil uji stabilitas busa sabun mandi padat
Berdasarkan hasil uji stabilitas busa sabun padat yang didapatkan nilai busa dari F0, F1, F2, dan F3 berkisar antara 79,3% – 88,3%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan fraksi n-heksan pada formula sabun mempengaruhi stabilitas busa pada sabun padat, dimana stabilitas busa pada sabun padat menjadi menurun. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni (2018) pada pembuatan sabun mandi padat dari ekstrak lengkuas dan ekstrak kulit batang banyuru menunjukkan semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, maka semakin menurun pula tinggi busa sabun11. Hasil uji stabilitas busa sabun mandi padat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil uji stabilitas sabun padat
Hasil uji iritasi sabun mandi padat
Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap panelis menunjukkan bahwa pada F0, F1, F2, F3 tidak menyebabkan iritasi pada kulit seperti gatal, bengkak, maupun kemerahan. Dari hasil pengujian ini, dapat dikatakan sediaan sabun mandi padat aman untuk digunakan12.
Hasil uji antibakteri sabun mandi padat terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Berdasarkan hasil uji antibakteri sediaan sabun mandi padat pada F0 tidak menunjukkan adanya penghambatan aktivitas bakteri dan pada penambahan fraksi n-heksan daun karamunting pada F1, F2, dan F3 menunjukkan zona daya hambat yang berkisar antara 9,91mm -10,6 mm. Zona daya hambat untuk F1 dan F2 berada dalam kategori sedang, sedangkan F3 menunjukkan aktivitas yang kuat. Hasil uji antibakteri sabun mandi padat terhadap bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6 Hasil uji antibakteri sabun mandi padat terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Pembahasan
Pengamatan aroma pada sabun mandi padat dari fraksi n-heksan daun karamunting (Rhodomyrtustomentosa) pada siklus 0 hingga siklus ke-6 menunjukkan bentuk, warna dan aroma yang stabil tidak berbau tengik baik pada F0, F1, F2, dan F3. Hal ini disebabkan penambahan parfum vanilla pada sediaan sabun mandi serta pengemasan dan penyimpanan yang baik. Pengemasan sabun padat disimpan pada wadah tertutup baik dan terhindar dari cahaya matahari7.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni (2018) pada pembuatan sabun mandi padat dari ekstrak lengkuas dan ekstrak kulit batang banyuru penambahan ekstrak pada formula sabun padat berpengaruh terhadap bentuk, warna dan aroma sabun. Semakin tinggi konsentrasi dari ekstrak yang ditambahkan, maka semakin mempengaruhi hasil sabun padat baik dari segi bentuk, warna dan aroma11.
Uji pH pada sabun mandi padatfraksi n-heksan daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) yaitu diperoleh dengan pH yang berkisar antara 9,1-9,8. Penambahan fraksi n-heksan pada sabun menyebabkan kenaikan nilai pH pada F1, F2 dan F3. Hal ini diduga fraksi n-heksan bersifat basa, sehingga pada penambahan fraksi n-heksan daun karamunting semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah fraksi pada sabun F1, F2 dan F3. Uji pH bertujuan untuk melihat derajat keasaman pada sediaan sabun padat sehingga dapat dikatakan aman dan tidak mengiritasi kulit. Hasil uji pH menunjukkan bahwa pH seluruh formula memberi hasil yang sesuai dengan kriteria mutu sabun mandi menurut SNI yaitu pada pH yang berkisar antara 9-11. Nilai pH yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat menambah daya absorbsi kulit sehingga memungkinkan kulit iritasi9.
Dari hasil pengujian homogenitas sediaan sabun yang didapatkan hasil sediaan sabun mandi padat pada F0, F1, F2, F3 dinyatakan homogen karena tidak terdapat bagian-bagian yang menggumpal, penyebaran warna yang merata serta tidak terdapat butiran kasar pada bagian sabun. Dari hasil yang didapat pada uji homogenitas tersebut, sediaan sabun mandi padat dinyatakan memenuhi syarat.
Kadar air dapat mempengaruhi kelarutan sabun dalam air pada saat digunakan. Menurut Hembali (2005) semakin banyak air yang terkandung dalam sabun, maka sabun akan semakin mudah menyusut dan semakin cepat habis pada saat digunakan. Kadar air juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dari sabun padat8. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni (2018) pada pembuatan sabun mandi padat dari ekstrak lengkuas dan ekstrak kulit batang banyuru menunjukkan kadar air pada sabun padat semakin berkurang jika konsentrasi ekstrak ditingkatkan11. Namun hasil uji kadar air sabun mandi fraksi n-heksan daun karamunting pada F1 dan F2 mengandung kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan F3, karena semakin banyak fraksi, akan mengurangi jumlah air pada sediaan sabun. Semua sediaan memenuhi persyaratan kadar air dalam SNI 06-3532-1994 yaitu tidak melebihi 15%.
Dalam penelitian ini, sabun memenuhi persyaratan kestabilan busa karena mempunyai rentang antara 79,3-84,3%. Kriteria stabilitas busa sabun yang baik yaitu, apabila dalam waktu 5 menit diperoleh kisaran stabilitas busa antara 73% – 90%13. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan fraksi n-heksan pada formula sabun mempengaruhi stabilitas busa pada sabun padat, dimana stabilitas busa pada sabun padat menjadi menurun. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni (2018) pada pembuatan sabun mandi padat dari ekstrak lengkuas dan ekstrak kulit batang banyuru menunjukkan semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, maka semakin menurun pula tinggi busa sabun11. Hal ini disebabkan jumlah cocamide-DEA yang digunakan sama pada semua formula, sehingga saat dilakukan penambahan ekstrak pada formula sabun akan mengurangi daya kerja cocamide-DEA yang dimana berfungsi sebagai surfaktan. Penurunan stabilitas busa pada sabun juga disebabkan karena penggunaan metode fraksi, dimana saponin merupakan senyawa polar, sedangkan n-heksan merupakan pelarut non-polar. Perbedaan tingkat kepolaran pada saponin dan n-heksan menyebabkan saponin tidak tertarik pada saat fraksinasi. Sehingga senyawa saponin yang terkandung dalam daun karamunting tidak tertarik oleh pelarut n-heksan. Oleh sebab itu stabilitas daya pembusa pada sabun F1, F2 dan F3 semakin menurun karena dipengaruhi oleh penambahan fraksi n-heksan daun karamunting pada masing-masing konsentrasi.
Kandungan tertentu pada sabun akan dapat menyebabkan reaksi iritasi pada kulit seperti gatal, bengkak dan kemerahan. Oleh karena itu dilakukan uji iritasi untuk mengetahui ada atau tidaknya reaksi tersebut terhadap kulit. Menurut wasitaatmadja (2016), pengujian iritasi terhadap kulit, dilakukan dengan cara diaplikasikan pada tangan, kemudian dilihat perubahan yang terjadi berupa eritema, edema12. Iritasi pada kulit dapat disebabkan oleh pH sabun yang terlalu tinggi dan terlalu rendah. Namun dari hasil uji pH pada sabun padat menunjukan rentang pH yang aman pada kulit yaitu berkisar antara 9,19,8. Dimana pH sabun yang aman pada kulit manusia berkisar antara 9-119,15,16. Selain itu, daun karamunting yang memiliki kandungan alkaloid dapat berfungsi sebagai antibakteri yang telah mampu menghambat pertumbuhan bakteri serta mampu mengurangi terjadinya iritasi pada kulit, sehingga sabun mandi padat dengan penambahan fraksi n-heksan daun karamunting aman untuk digunakan3,8.
Pada uji stabilitas sabun juga dilakukan pengujian secara organoleptik terhadap bentuk, warna dan aroma pada masing-masing siklus. Selama penyimpanan sabun mandi padat pada masing-masing siklus tidak menunjukkan perubahan baik bentuk, warna dan aroma13,15. Hal ini disebabkan penyimpanan sabun mandi padat dalam wadah yang tertutup baik dan terhindar dari sinar matahari. Hasil uji organoleptik menunjukkan fraksi n-heksan daun karamunting dapat diformulasikan menjadi sediaan sabun mandi padat yang stabil.
Pada penelitian ini, sabun asepso digunakan sebagai kontrol positif menghasilkan daya hambat 18,51mm dengan kategori sangat kuat dan kontrol negatif menggunakan basis sabun padat tanpa fraksi n-heksan daun karamunting tidak menunjukkan adanya zona daya hambat (0mm). Pada F1 konsentrasi 2% dihasilkan daya hambat sebesar 9,91 mm dan F2 pada konsentrasi 4% mempunyai daya hambat sebesar 9,95 mm. Kedua formula ini dapat menghambat dalam kategori sedang, dan pada F3 konsentrasi 6% memiliki zona hambat sebesar 10,6 mm yang tergolong dalam kategori kuat. Hal ini membuktikan aktivitas alkaloid yang terkandung dalam daun karamunting yang baik digunakan sebagai antibakteri14. Menurut Brooks at al. (2007), zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri akan semakin besar ketika semakin tinggi konsentrasi yang ditambahkan. Perbedaan zona daya hambat pada setiap konsentrasi disebabkan perbedaan besar bahan aktif yang terkandung dalam konsentrasi tersebut. Semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula bahan aktif yang terkandung sehingga zona hambat yang dihasilkan semakin besar19,20. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa pada F1, F2 dan F3 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan terhadap kontrol negatif, dimana nilai signifikasi p<0,05. Namun antara masing-masing kelompok, daya hambat F1 terhadap data F2 dan F3 atau sebaliknya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, dimana nilai signifikasi p>0,05. Hal ini terjadi karena tingkat konsentrasi yang digunakan termasuk kategori rendah dan juga rentang antara konsentrasi F1, F2 dan F3 tidak jauh berbeda sehingga tidak menunjukkan tingkat perbedaan yang signifikan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa formula sabun mandi padat dengan penambahan fraksi n-heksan 2% merupakan formula terbaik karena telah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dalam konsentrasi yang kecil pada daya hambat kategori sedang.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi n-heksan daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) dapat diformulasikan kedalam bentuk sabun padat yang stabil menurut SNI 06-3532-2016, berdasarkan uji organoleptik, uji pH selama waktu penyimpanan 6 siklus dengan menggunakan metode cycling test. Fraksi n-heksan daun karamunting (Rhodomyrtus tomentosa) dengan konsentrasi 2% dapat diformulasikan menjadi sediaan sabun mandi padat yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kontrol negatif. Sabun fraksi n-heksan 6% mempunyai kategori aktivitas yang kuat sama halnya dengan kontrol positif namun masih terdapat perbedaan yang signifikan p<0,05.
Daftar Pustaka
- Glen K, Rimar K. Health behavior and health education; theory research and practice. New Jersey: A Wiley Company; 2008.
- Setyoningrum, Elisabeth NM. Optimasi formula sabun transparan dengan fase minyak virgin coconut oil dan surfaktan cocoamidopropyl betaine: Aplikasi desain faktorial. Skripsi. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta; 2010.
- Barel A, Payr M, Maibach H. Handbook of cosmetic science and technology. USA: Informa Healthcare; 2009.
- Hamid AH, Mutazah SSR, Yusoff MM. Rhodomyrtus tomentosa; A Phytocemical and Pharmacology. Asian J Pharm Clin Res. 2017; 10(1): 10-16.
- Limsuwan S, Hesseling‑Meinders A, Voravuthikunchai SP, Van Dijl JM, Kayser O. Potential antibiotic and anti‑infective effects of rhodomyrtone from Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk on Streptococcus pyogenes as revealed by proteomics. Phytomedicine. 2011; 18(11): 934‑940.
- Anggraini D, Kusuma E. Uji potensi fraksi etil asetat kulit buah apel hijau (Pyrus malus L.) terhadap penurunan kadar kolesterol secara invitro. Cendekia eksakta. 2019; 4(1):1-9.
- Hambali E, Suryani, Rival M. Membuat sabun transparan. Jakarta: Penebar Swadaya Plus; 2006.
- Indonesia SN. Standar mutu sabun mandi padat, SNI 3532-2016. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional; 2016.
- Leny, Fransiska E, Nababan H, Hafiz I, Iskandar B. Formulation and Characteristic Test of Solid Soap From Ethanol Extract of Papaya Seeds (Carica papaya L.). Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar. 2021; 16(2): 238- 244.
- Iskandar B, Tartilla R, Lukman A, Leny, Surboyo MDC. Uji Aktivitas Anti-aging Mikroemulsi Minyak Nilam (Pogostemon cablin Benth.). Majalah Farmasetika. 2022;7(1):52-64. https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i1.36464
- Wahyuni S. Formulasi dan uji ktivitas antibakteri sabun padat transparan ekstrak lengkuas (Alpinia Galanga (L.) Willd.) dan ekstrak kulit batang banyuru (Pterospermum Celebicum Miq.) terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar: Makassar; 2018.
- Leny, Iskandar B, Silalahi AA. Formulasi Dan Pengujian Stabilitas Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Etanol Kulit Nanas (Ananas Comosus L.) Dalam Menghambat Bakteri Staphylococcus epidermidis. Majalah Farmasi Dan Farmakologi. 2021; 25(3):103-108.
- Iskandar B, Dian ZP, Renovita F, Leny. Formulasi dan evaluasi gel Lidah buaya (Aloe vera Linn) sebagai pelembab kulit dengan penggunaan carbopol sebagai gelling agent. Health Sciences and Pharmacy Journal. 2021; 5(1):1-8.
- Badan Standarisasi Nasional. Sabun mandi padat. Jakarta: Badan-badan Standarisasi Nasional; 2016.
- Leny et al. Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Body scrub Labu Kuning (Curcubita moschata). Majalah Farmasetika. 2021; 6(4):375-385; doi: https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v6i4.35776.
- Iskandar B, Sidabutar SE, Leny. Formulasi dan Evaluasi Lotion Ekstrak Alpukat (Persea americana) sebagai Pelembab Kulit. Jurnal Islamic Pharmacy. 2021; 6(2):36-45.
- Leny, Hanum SF, Wati SNE, Sundari L. Formulasi dan uji aktivitas antibakteri sediaan spray mikroemulsi ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap Staphylococcus epidermidis. Health Sciences and Pharmacy Journal. 2020; 4(2): 60-65.
- Iskandar B, Lukman A, Elfitri O, Safri, Surboyo MDC. Formulation And Test Of Anti-Aging Activity Aloe Vera (Aloe vera Linn.). Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2021; 19(2): 154-165. https://doi.org/10.35814/jifi.v19i2.907
- Yuliana E. Pengaruh konsentrasi minyak sereh wangi (Cymbopogon nardus L.) dalam sabun padat jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap kualitas sabun dan aktivitas antibakteri Staphylococcus aureus. Skripsi. Universitas Jember: Jember; 2019.
- Putri, Reanza M, Diana V, Fitri K. Perbandingan uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol bunga, daun dan akar tumbuhan rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Jurnal Dunia Farmasi. 2019; 131–143.
- Murti I, Putra I, Suputri N, Wijayanti N, Yustiantara P. Optimasi konsentrasi olive oil tehadap stabilitas fisik sediaan sabun cair. Jurnal Farmasi Udayana. 2017; 6:15–17.
Cara mengutip artikel ini