Pengaruh Pelayanan Informasi Swamedikasi Online Berbasis Whatsapp Bot terhadap Pengetahuan Masyarakat

Majalah Farmasetika, 8 (3) 2023, 235-249

https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i3.43683

Artikel Penelitian

Esti Ambar Widyaningrum*, Moza Fellya Fadrian, Wika Admaja

Fakultas Farmasi IIK Bhakta, Kediri, Jawa Timur, Indonesia

*E-mail: esti.ambar@iik.ac.id

(Submit 18/12/2022, Revisi 03/01/2023, Diterima 04/02/2023, Terbit 21/03/2023)

Abstrak

Latar belakang: Revolusi industri 4.0 pada era digital saat ini mendorong untuk berkembangnya Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) dimana salah satu bidang yang terus berkembang dan mengadopsi TIK adalah e-health. Di bidang kefarmasian, e-health dikembangkan lagi menjadi e-pharmacy yang digunakan sebagai sarana pelayanan informasi obat (PIO) yang diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi terkait obat. Inovasi pelayanan informasi swamedikasi online sangat diperlukan untuk memudahkan pencarian informasi sehingga diharapkan pengetahuan masyarakat dapat meningkat dalam melakukan swamedikasi yang rasional. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh layanan swamedikasi online berbasis WhatsApp Bot terhadap tingkat pengetahuan masyarakat. Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi-experiment: one-group pretest-posttest design yang dilanjutkan dengan metode survei analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dan didapatkan 113 responden yang berasal dari warga Kelurahan Talun, Kabupaten Blitar. Hasil: Profil karakteristik responden: jenis kelamin terbanyak perempuan (71,7%), rentang usia 17-25 tahun (60,2%), pendidikan akhir SMA (62,8%), pekerjaan pelajar/mahasiswa (38,1%), dan penghasilan 0 (44,2%). Menu layanan swamedikasi online berbasis WhatsApp Bot terbanyak diakses: definisi swamedikasi (18,7%) dan penyakit khususnya acne vulgaris (17,7%). Tingkat pengetahuan responden sebelum mendapatkan intervensi layanan informasi swamedikasi online kategori baik 67,3%, cukup baik 26,5%, kurang baik 4,4%, dan tidak baik 1,8% dan meningkat menjadi 100% kategori baik setelah intervensi. Pengaruh pelayanan informasi swamedikasi online berbasis WhatsApp Bot terhadap tingkat pengetahuan responden diuji dengan Wilcoxon Signed Rank Test dengan p-value ≤ 0.05. Kesimpulan: Terdapat pengaruh pelayanan informasi online berbasis WhatsApp Bot terhadap tingkat pengetahuan swamedikasi masyarakat.

Kata Kunci: Informasi, Swamedikasi, WhatsApp Bot, Tingkat Pengetahuan 

Teks Lengkap:

PDF

Pendahuluan

Revolusi industri 4.0 pada era digital saat ini mendorong untuk berkembangnya Teknologi, Informasi, dan Komunikasi atau biasa kita kenal dengan istilah TIK, salah satu bidang yang terus berkembang dan mengadopsi TIK adalah e-health. Penerapan TIK pada e-health secara global digunakan untuk memperoleh maupun menyebarkan informasi kesehatan tanpa terhalang jarak, juga dapat digunakan untuk mempromosikan, mendukung dan memperkuat seluruh rangkaian perawatan kesehatan. Di dalam bidang kefarmasian e-health dikembangkan lagi menjadi e-pharmacy yang digunakan sebagai sarana pelayanan informasi obat (PIO) yang diharapkan dapat memudahkan pasien ataupun masyarakat dalam mengakses informasi terkait obat (1)(2).

Jaminan kesehatan secara nasional yang telah berlaku saat ini merupakan salah satu upaya untuk memberikan rasa aman kepada pasien agar senantiasa mendapatkan pelayanan maksimal seperti pada pelayanan yang bersifat promotif, prefentif, kuratif dan rehabilitatif dengan biaya yang terjangkau. Biaya kesehatan di Indonesia yang tergolong mahal sebagian diantaranya telah dapat diatasi dengan adanya jaminan kesehatan seperti BPJS, tetapi dengan adanya BPJS ini juga muncul sebuah permasalahan dimana terjadi deficit (kekurangan) anggaran BPJS untuk menutupi klaim (tuntutan) dari pihak rumah sakit. Hal tersebut disebabkan karena adanya tuntutan dari masyarakat mengenai kebutuhan atas peningkatan pelayanan kesehatan, namun dalam kenyataannya, peningkatan kenaikan iuran tarif yang dilakukan oleh pemerintah tidak diimbangi dengan peningkatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Oleh karena itu, terdapat pembatasan pelayanan kesehatan sebagai akibat dari adanya defisit tersebut (3).

Salah satu upaya kesehatan yang sering dilakukan oleh masyarakat dan dapat membantu meningkatkan keterjangkauan pengobatan adalah dengan cara melakukan pengobatan mandiri yang dikenal dengan istilah swamedikasi. Berdasarkan data BPS, hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) tahun 2014 menunjukkan bahwa 66% orang yang sakit di Indonesia melakukan swamedikasi sebagai salah satu usaha pertama untuk menanggulangi penyakitnya. Berdasarkan data dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebensar 35,2% rumah tangga menyimpan obat untuk swamedikasi(4). 

Beberapa alasan masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi atau pengobatan sendiri karena penyakit dianggap ringan (46%), harga obat lebih murah (16%) dan obat mudah ditemukan (9%) (5)(6). Swamedikasi harus dilaksanakan sesuai dengan penyakit yang diderita pasien dan pelaksanaannya harus memenuhi kriteria obat yang rasional. Berdasarkan hasil penelitian Harahap et al, 2017 penggunaan obat swamedikasi sebanyak 59,4% rasional dan 40,6% tidak rasional (7)(8). Masyarakat yang melakukan swamedikasi secara tidak tepat dapat menyebabkan risiko berbahaya. Untuk mengatasi risiko tersebut, maka masyarakat perlu mengenali gangguan-gangguan yang dirasakan, selalu mentaati dan membaca dengan teliti aturan pakai atau peringatan yang berada dalam kemasan obat, serta mempunyai keterampilan

dalam mencari informasi obat secara tepat dengan memanfaatkan sumber-sumber  informasi yang telah tersedia di masyarakat (8). Berdasarkan penelitian Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa faktor sosiodemografi (usia, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, dan sumber informasi) dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang (9). 

Salah satu langkah preventif dan promotif yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pengobatan yang tidak rasional ialah melaksanakan penyuluhan kesehatan terkait swamedikasi kepada masyarakat (10). Selama pandemic Covid 19, kegiatan pembelajaran dan edukasi yang banyak memanfaatkan teknologi informasi serta banyak aplikasi yang digunakan, salah satunya adalah aplikasi whatsapp messenger (11). Untuk memudahkan pencarian terkait informasi seputar swamedikasi, maka peneliti memanfaatkan dan melakukan pengembangan dari fitur aplikasi WhatsApp yaitu berupa WhatsApp Bot. WhatsApp Bot merupakan sebuah program yang dirancang khusus untuk menanggapi pesan secara otomatis. Pengguna hanya perlu mengetik kata kunci yang sudah ditetapkan kemudian pesan yang berisikan informasi seputar swamedikasi dan obat akan muncul secara otomatis sesuai isi dari kata kunci yang dicari.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pelayanan swamedikasi online berbasis WhatsApp Bot terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat di Kelurahan Talun, Kabupaten Blitar. Peneliti berharap dapat memberikan gambaran dan informasi melalui media online untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi terpercaya terkait swamedikasi online. Masyarakat bisa memanfaatkan aplikasi layanan informasi ini dengan memilih menu yang disajikan dan selanjutnya jika menginginkan konsultasi lebih lanjut akan terhubung dengan no whatsapp apoteker.

Metode

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif statistik analitik dengan desain penelitian Quasi-experiment : One-Group Pretest-Posttest Design. Dalam penelitian ini digunakan penelitian survei yang bersifat analitik dengan menggunakan desain cross-sectional. Rancangan penelitian ini bertujuan untuk mengukur hubungan antara faktor sumber informasi melalui whatsapp bot terhadap pengetahuan swamedikasi yang rasional pada masyarakat Kelurahan Talun, Kabupaten Blitar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2022. 

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Talun, Kabupaten Blitar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Populasi sebanyak 6884 jiwa. Kriteria inklusi : Masyarakat asli bukan pendatang di Kelurahan Talun, Kabupaten Blitar, masyarakat yang memiliki hp sendiri dan menggunakan aplikasi whatsapp, bisa membaca dan menulis, berusia 17-65 tahun serta bersedia menandatangani informed consent. Adapun kriteria eksklusi adalah: masyarakat yang berprofesi sebagai nakes seperti dokter, perawat, apoteker atau TTK serta tidak dapat menyelesaikan pengisian kuesioner.

Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling (dengan menetapkan kriteria-kriteria tertentu pada sampel agar tujuan tercapai) dan didapatkan sebanyak

113 responden. Instrument penelitian berupa whatsapp bot sebagai media penyedia layanan informasi swamedikasi dan kuesioner yang nantinya berisi daftar pernyataan untuk mengukur pengetahuan. Kuesioner diperoleh dengan pengembangan sendiri melalui kerangka konsep mengenai pengetahuan swamedikasi dan Dagusibu serta telah terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan hasil uji terpenuhi valid dan reliabel.   

Whatsapp bot dibuat dengan menggunakan media auto-responden whatsapp yang akan berisi informasi terkait materi swamedikasi. Informasi yang terdapat dalam menu whatsapp bot terdiri atas : pengertian swamedikasi, waktu untuk melakukan swamedikasi, golongan obat yang dapat digunakan untuk swamedikasi, cara melakukan swamedikasi yang aman, cara mendapatkan obat, cara penggunaan obat yang tepat, cara penyimpanan yang tepat, cara mengenali obat yang sudah kedaluwarsa dengan tepat beserta cara membuangnya, waktu untuk berhenti melakukan swamedikasi, jenis suplemen yang digunakan untuk swamedikasi, penyakit yang dapat diobati dengan swamedikasi, dan penutup yang berisi nomer konsultasi apabila ada yang tidak dipahami terkait obat atau swamedikasi. Sumber data whatsapp bot diperoleh dari berbagai referensi mengenai pedoman swamedikasi yang tepat. Responden bisa memilih menu yang disajikan dalam aplikasi tersebut dan apabila menghendaki konsultasi lebih mendalam dapat terhubung dengan no whatsapp apoteker.

Pengolahan data : editing, coding, data entry, dan cleaning. Pada kuesioner pengetahuan kriteria penilaian dibagi menjadi 4 yakni kategori Baik (76% – 100%), cukup baik (56% – 75%), kurang baik (40% – 55%), dan tidak baik (< 40%) (10).  Untuk melihat ada tidaknya pengaruh intervensi digunakan uji beda Wilcoxon Signed Rank Test. Uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan signifikan antar variable dan digunakan untuk mengukur jenis data non parametrik berpasangan. Penelitian ini telah mendapat persetujuan kelayakan etik dari komite etik di IIK Bhakti Wiyata dengan nomor 12/FF/EP/II/2022.

Hasil

Data karakteristik responden secara lengkap disajikan pada tabel 1. 

Tabel 1. Karakteristik Responden

Selanjutnya dilakukan intervensi dengan mengenalkan sumber informasi tentang swamedikasi berupa whatsapp bot dan didapatkan hasil pre test dan post test sebagai berikut:

Tabel 2. Data Pre-Test dan Post-Test Pengetahuan Responde

Dari data pengetahuan masyarakat baik pretest maupun posttest, selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut. Berdasarkan hasil uji normalitas data, tingkat pengetahuan responden selanjutnya dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan Wilcoxon.

Tabel 3 Hasil Analisis Data Tingkat Pengetahuan Responden

Pembahasan

Dari data tentang jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah persentase responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 71,7% (81 orang) lebih banyak daripada responden laki-laki 28,3% (32 orang). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa persentase terbanyak responden yang melakukan swamedikasi adalah perempuan (60,6%) (11). Pada umumnya perempuan lebih rentan terhadap penyakit dan menginginkan untuk mendapatkan bantuan kesehatan apabila mengalami masalah kesehatan dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, perempuan juga memiliki peran penting sebagai penentu keputusan yang bersifat domestik dan reproduktif, salah satunya keputusan tentang pelayanan Kesehatan dimana keputusan tersebut tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk keluarganya. Menurut Rahmayanti dan Tri (2017) pada umumnya perempuan lebih rentan terhadap penyakit dan menginginkan untuk mendapatkan bantuan kesehatan apabila mengalami masalah kesehatan dibandingkan dengan laki-laki (12). Selain itu menurut Lestari dan Wayan (2018), perempuan juga memiliki peran penting sebagai penentu keputusan yang bersifat domestik dan reproduktif, salah satunya keputusan tentang pelayanan kesehatan, keputusan tersebut tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk keluarganya (13). 

Data karakteristik responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa jumlah persentase terbanyak terdapat pada kelompok rentang usia 17-25 tahun. Hal ini kurang sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa rentang terbanyak masyarakat yang melakukan swamediaksi adalah usia 26-45 tahun sebesar 52,0%, untuk usia remaja 12-25 tahun sebesar 24,4% dan lansia usia 46-60 tahun sebsar 23,6% (11). Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Seseorang dengan usia matang pada umumnya cenderung lebih rasional sehingga pengobatan yang dilakukan lebih mendekati aturan-aturan medis. Semakin cukup usia, tingkat kemampuan dan kematangan seseorang akan lebih baik dalam berpikir dan menerima informasi. 

Data karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir menunjukkan bahwa jumlah persentase terbanyak terdapat pada kelompok pendidikan terakhir SMA. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa responden terbanyak adalah tamat SMA/SMK sebanyak 34.6% (11). Menurut Ling Li (2020), faktor sosiodemografi salah satunya tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kebiasaan hidup sehat seseorang. Tingkat pendidikan mampu mempengaruhi pola pikir seseorang dalam berperilaku hidup sehat. Hal tersebut berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang diterimanya (14). Tingkat Pendidikan juga mempengaruhi penggunaan obat maupun perilaku swamedikasi oleh masyarakat (15)(16).

Data karakteristik responden berdasarkan pekerjaan menunjukkan bahwa jumlah persentase terbanyak terdapat pada kelompok pekerjaan pelajar/mahasiswa. Hal ini tidak sejalan penelitian yang menyebutkan responden terbanyak adalah yang memiliki pekerjaan wiraswasta sebesar 26,2% (17). Banyaknya pelajar/mahasiswa dikarenakan surat edaran Kementerian dan Kebudayaan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 yang 

menyatakan kegiatan belajar dialihkan menjadi metode pembelajaran jarak jauh

dari rumah dengan menggunakan sistem daring (dalam jaringan).

Data karakteristik responden berdasarkan pendapatan menunjukkan bahwa jumlah persentase terbanyak terdapat pada kelompok pendapatan Rp. 0,00 yang termasuk di dalamnya merupakan kategori pelajar/mahasiswa yang masih bersekolah dan dari kategori lainnya yang merupakan ibu rumah tangga dan tidak bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa responden terbanyak adalah kategori pendapatan rendah (51,8%) (17). Menurut Tjiptoherijanto dalam Inayah (2020) orang yang memiliki pendapatan tinggi cenderung akan menghabiskan uangnya untuk membeli barang dan jasa untuk memaksimalkan kepuasannya. Sedangkan seseorang yang pendapatannya rendah mempunyai keterbatasan dalam memenuhi pelayanan kesehatan, karena tingginya biaya pelayanan kesehatan (18).

Dari profil karakteristik tersebut kita dapat melanjutkan membahas tentang pilihan jawaban masyarakat terkait 13 pernyataan yang diajukan sebelum (pre test) dan sesudah (post test) diberikan sosialiasi. Pernyataan pertama dan kedua membahas tentang pengertian dari swamedikasi dan suplemen, jawaban dari pernyataan ini adalah “Benar”. Mengetahui pengertian swamedikasi dan suplemen merupakan salah satu dasar seseorang untuk melakukan kegiatan swamedikasi / pengobatan mandiri. Dari pernyataan pertama terdapat 40% responden yang menjawab “Benar”, 7% rmenjawab “Salah”, dan 53% menjawab “Tidak Tahu”. Untuk pernyataan kedua 84% responden menjawab “Benar”, 5,3% menjawab “Salah”, dan 10.6% menjawab “Tidak tahu”. Setelah dilakukan sosialisasi tentang layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot, masyarakat 100% dapat menjawab pernyataan pertama dan 99,1% pernyataan kedua dengan tepat, hal tersebut dapat diartikan bahwa responden sudah bisa memahami pngertian dari swamedikasi dan suplemen. 

Pernyataan ketiga membahas tentang waktu yang tepat untuk melakukan swamedikasi, jawaban dari pernyataan ini adalah “Benar”. Mengetahui waktu yang tepat dalam melakukan swamedikasi adalah sebuah langkah preventif (pencegahan) agar tubuh dapat kembali pada kondisi normal. Dari pernyataan ketiga, responden yang menjawab “Benar” sebanyak 52,2% dan menjawab “Salah” sebanyak 5,3%, dan 42,5% menjawab “Tidak Tahu”. Setelah dilakukan sosialisasi tentang layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot, masyarakat 100% dapat menjawab pernyataan dengan tepat, hal tersebut dapat diartikan bahwa responden sudah bisa memahami waktu yang tepat untuk melakukan swamedikasi. Swamedikasi dapat dilakukan pada waktu terjadi keluhan dan kondisi penyakit yang ringan / umum yang sering dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, diare, serta keluhan pada penyakit kulit (3).

Pernyataan keempat membahas tentang penggologan obat untuk swamedikasi, jawaban dari pernyataan ini adalah “Benar”. Mengetahui penggolongan obat yang tepat dalam melakukan swamedikasi adalah sebuah langkah preventif (pencegahan) agar kita tidak salah dalam memilih obat. Dari pernyataan keempat terdapat 42,5% responden yang menjawab “Benar”, 9,7% rmenjawab “Salah”, dan 47,8% menjawab “Tidak Tahu”. Setelah dilakukan sosialisasi tentang layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot, masyarakat 99,1% dapat menjawab pernyataan dengan tepat, hal tersebut dapat diartikan bahwa responden sudah bisa memahami tentang penggolongan obat yang tepat sebelum melakukan swamedikasi. Menurut Depkes RI

(2007) kriteria golongan obat yang digunakan untuk swamedikasi meliputi: golongan obat bebas, bebas terbatas, dan Obat Wajib Apotek (OWA). Keterbatasan pengetahuan tentang obat dapat menyebabkan rentannya masyarakat terhadap informasi komersial obat, sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian informasi yang benar (20).

Pernyataan kelima membahas tentang cara untuk melakukan swamedikasi yang baik dan benar, jawaban dari pernyataan ini adalah “Benar”. Mengetahui cara yang tepat dalam melakukan swamedikasi adalah sebuah langkah preventif (pencegahan) agar kita tidak salah dalam memahami kondisi kesehatan. Dari pernyataan kelima terdapat 89,3% responden yang menjawab “Benar”, 2,7% menjawab “Salah”, dan 8% menjawab “Tidak Tahu”. Setelah dilakukan sosialisasi tentang layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot, masyarakat 100% dapat menjawab pernyataan dengan tepat, hal tersebut dapat diartikan bahwa responden sudah bisa memahami cara yang tepat untuk melakukan swamedikasi. 

Pernyataan keenam membahas tentang cara mendapatkan obat yang baik dan benar, jawaban dari pernyataan ini adalah “Benar”. Mengetahui cara mendapatkan obat yang baik dan benar (ditempat yang tepat) adalah sebuah langkah preventif (pencegahan) agar kita tidak salah dalam membeli obat. Dari pernyataan keenam terdapat 81,4% responden yang menjawab “Benar”, 2,7% rmenjawab “Salah”, dan 15.9% menjawab “Tidak Tahu”. Setelah dilakukan sosialisasi tentang layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot, masyarakat 100% dapat menjawab pernyataan dengan tepat, hal tersebut dapat diartikan bahwa responden sudah bisa memahami cara mendapatkan obat ditempat yang tepat. Apotek merupakan tempat terbaik untuk membeli obat, baik obat keras, obat bebas, vitamin/suplemen . Menurut Menkes RI pasal 4 (2002) disetiap toko obat berizin wajib mempekerjakan seorang asisten Apoteker sebagai penanggungjawab teknis Farmasi.

Pernyataan ketujuh membahas tentang cara penggunaan obat sesuai etiket, jawaban dari pernyataan ini adalah “Benar”. Mengetahui cara pengunaan obat sesuai etiket adalah sebuah hal penting, agar obat yang kita konsumsi sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Dari pernyataan keenam terdapat 67,2% responden yang menjawab “Benar”, 10,6% rmenjawab “Salah”, dan 22,1% menjawab “Tidak Tahu”. Setelah dilakukan sosialisasi tentang layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot, masyarakat 100% dapat menjawab pernyataan dengan tepat, hal tersebut dapat diartikan bahwa responden sudah bisa penggunaan obat yang sesuai dengan etiket. Penggunaan obat yang tepat dan juga rasional harus memenuhi beberapa kriteria, salah satunya tepat dosis dan tepat interval waktu pemberian (tertera pada etiket). Dampak penggunaan obat yang tidak rasional mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas, serta meningkatkan risiko terjadi efek samping (21).

Pernyataan kedelapan membahas tentang cara penyimpanan obat yang baik dan benar, jawaban dari pernyataan ini adalah “Benar”. Mengetahui cara penyimpanan obat yang tepat dapat mencegah risiko terjadinya kerusakan stabilitas obat yang dapat mengurangi efek terapi. Dari pernyataan kedelapan terdapat 38,9% responden yang menjawab “Benar”, 38% rmenjawab “Salah”, dan 23,1% menjawab “Tidak Tahu”. Setelah dilakukan sosialisasi tentang layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot, masyarakat 99,1% dapat menjawab pernyataan dengan tepat, hal

tersebut dapat diartikan bahwa responden sudah bisa menyimpan obat secara benar. Menurut Depkes RI (2007), cara penyimpanan obat yang tepat diantaranya: jauhkan dari jangkauan anak – anak, simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat, simpan obat ditempat yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung atau ikuti aturan yang tertera pada kemasan, jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena suhu yang tidak stabil dalam mobil dapat merusak sediaan obat, dan jangan simpan obat yang telah kadaluwarsa. 

Penelitian yang dilakukan di wilayah Tigray, Ethipia Utara menyebutkan bahwa sebagian besar obat yang disimpan di rumah tidak diberi label yang sesuai atau disimpan di tempat yang aman. Ditemukan juga bahwa ada hubungan antara tempat tinggal (pedesaan versus perkotaan) dan keberadaan profesional kesehatan di rumah tangga dengan penyimpanan obat di rumah. Oleh karena itu, perlu dilakukan edukasi maupun pemberian informasi mengenai penyimpanan obat sisa (22).

Pernyataan kesembilan dan kesepuluh membahas tentang cara pembuangan obat yang baik dan benar, jawaban dari pernyataan ini adalah “Benar”. Mengetahui cara pembuangan obat yang tepat dapat mencegah risiko pencemaran lingkungan akibat salah dalam membuang obat. Dari pernyataan kesembilan terdapat 78,8% responden yang menjawab “Benar”, 5,3% menjawab “Salah”, dan 15,9% menjawab “Tidak Tahu”. Dari pernyataan kesepuluh terdapat 43,4% responden yang menjawab “Benar”, 14,1% rmenjawab “Salah”, dan 42,5% menjawab “Tidak Tahu”. Setelah dilakukan sosialisasi tentang layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot, masyarakat 100% dapat menjawab pernyataan kesembilan dan 98,2% pernyataan kesepuluh dengan tepat, hal tersebut dapat diartikan bahwa responden sudah bisa memahami cara membuang obat yang baik dan benar. Dalam literatur dijelaskan bahwa cara membuang obat yang tepat sesuai dengan dapatkan, Gunakan, simpan dan Buang (DAGUSIBU) sebagai berikut: hilangkan semua label dari wadah obat, untuk kapsul, tablet atau bentuk padat lainnya, hancurkan dahulu dan campur obat tersebut dengan tanah, atau bahan kotor lainnya, masukkan plastik dan buang ke tempat sampah, untuk cairan selain antibiotik, buang isinya pada kloset, dan untuk antibiotik buang isi bersama wadah dengan menghilangkan label ke tempat sampah, pada intinya obat harus dimusnahkan dan tidak tersisa. 

Pernyataan kesebelas membahas tentang jenis penyakit yang dapat diobati dengan swamedikasi, jawaban dari pernyataan ini adalah “Benar”. Mengetahui penyakit apa saja yang dapat diatasi dengan swamedikasi dapat mencegah risiko salah penanganan saat sakit. Dari pernyataan kesebelas terdapat 93% responden yang menjawab “Benar”, 2,7% menjawab “Salah”, dan 5.3% menjawab “Tidak Tahu”. Setelah dilakukan sosialisasi tentang layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot, masyarakat 100% dapat menjawab pernyataan dengan tepat, hal tersebut dapat diartikan bahwa responden sudah bisa memahami penyakit apa saja yang dapat diatas dengan swamedikasi. Swamedikasi dilakukan guna mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang dialami seseorang, seperti pusing, nyeri, jerawat, maag, batuk, influenza, diare, cacingan serta penyakit kulit dan penyakit ringan lainnya (23).

Pernyataan kedua belas dan ketiga belas membahas tentang waktu menghentikan swamedikasi, jawaban dari pernyataan ini adalah “Benar”. Mengetahui waktu menghentikan swamedikasi merupakan hal penting, karena apabila tidak kunjung membaik, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dari pernyataan kedua belas

terdapat 90,3% responden yang menjawab “Benar”, 2,7% menjawab “Salah”, dan 7% menjawab “Tidak Tahu”. Dari pernyataan ketiga belas terdapat 59,4% responden yang menjawab “Benar”, 7% rmenjawab “Salah”, dan 33,6% menjawab “Tidak Tahu”. Setelah dilakukan sosialisasi tentang layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot, masyarakat 100% dapat menjawab pernyataan kedua belas dan 97,3% pernyataan ketiga belas dengan tepat, hal tersebut dapat diartikan bahwa responden sudah bisa memahami waktu mengehentikan swamdeikasi yang baik dan benar. Menurut Blenkinsopp (2005) dalam bukunya yang berjudul Symptoms in The Pharmacy dikatakan bahwa suatu kegiatan swamedikasi harus dihentikan apabila muncul tanda dan gejala berbahaya diantaranya seperti: dahak disertai darah, muntah, air seni atau feses bercampur darah, penurunan berat badan tanpa sebab, timbul reaksi alergi (ruam pada kulit), sembelit, sesak napas, kejang, nyeri dada, kulit dan bibir kebiruan, dan hilang keseimbangan (24).

Berdasarkan hasil penelitian yang menggambarkan jumlah persentase terbesar dari menu yang sering dilihat atau diakses oleh masyarakat, menu tersebut terdapat pada pilihan menu nomor 1 tentang pengertian dari swamedikasi dan nomer 11 tentang jenis penyakit yang dapat diatasi dengan swamedikasi, dengan sub-bab 11.8 yang membahas swamedikasi dari penyakit jerawat. Hal tersebut juga berkaitan dengan data karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis pekerjaan, dimana disebutkan persentase terbanyak ada pada kelompok usia 17-25 dan jenis pekerjaan pelajar/mahasiswa. Hal ini sejalan dengan penelitian Ramadani (2022) dimana disebutkan bahwa masa remaja biasanya dilalui dengan aktivitas yang tinggi, menyukai kegiatan di luar bersama teman-teman, dan seringkali lupa membersihkan wajah yang telah terpapar banyak debu dan kotoran (25). Perubahan hormonal yang terjadi pada saat usia remaja disertai dengan adanya bakteri Propioni bacterium acnes menyebabkan masalah jerawat paling sering terjadi pada remaja. Prevalensi jerawat pada masa remaja cukup tinggi, yaitu berkisar antara 47% – 90%. Prevalensi jerawat vulgaris di Indonesia terjadi sekitar 85% – 100%. Jerawat vulgaris merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada remaja. Prevalensi tertinggi pada wanita usia 14-17 tahun, berkisar 83-85%, dan pada pria usia 16-19 tahun dengan berkisar 95-100%. Dan diperoleh 4,71% dari kasus jerawat vulgaris disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon (26). Oleh karena itu, banyak remaja Kelurahan Talun, Kabupaten Blitar yang mengakses informasi swamedikasi terkait penyakit jerawat. 

Berdasarkan Tabel 3 yaitu tentang hasil uji statistik SPSS wilcoxon signed rank test, diketahui nilai asymp.sig (2-tailed) atau p-value = 0,000. Karena p-value = 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara sebelum dan sesudah diberikan sosialisasi, sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh layanan  informasi  swamedikasi  online  berbasis whatsapp bot  terhadap peningkatan pengetahuan swamedikasi masyarakat Kelurahan Talun, Kabupaten Blitar. Dari tabel V.4 juga dapat menjelaskan terdapat 3 orang responden yang mengalami penurunan tingkat pengetahuan ditandai dengan nilai negative rank = 3, terdapat 108 orang responden yang mengalami peningkatan tingkat pengetahuan ditandai dengan nilai positive rank = 108, dan terdapat 8 orang responden yang tingkat pengetahuan tetap tanpa ada perubahan, ditandai dengan nilai ties = 8.

Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Linda bahwa ada pengaruh antara sumber informasi dengan tingkat pengetahuan masyarakat terkait penggunaan obat (27). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa sumber informasi dalam hal ini adalah iklan juga mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat (28)(29). Pengaruh sumber informasi dari layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait swamedikasi yang pada akhirnya juga dapat mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih baik dalam melakukan pengobatan mandiri (swamedikasi). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Notoatmodjo (2018), dikatakan bahwa sumber informasi merupakan salah satu variabel yang berhubungan erat dengan pengetahuan, sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi peranan dalam menyampaikan sumber informasi dan dapat mempengaruhi kemampuan. Semakin banyak informasi yang diterima seseorang maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas. 

Pemberian layanan informasi swamedikasi yang dilakukan dengan tepat dan benar juga dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku swamedikasi di masyarakat yaitu kerasionalan penggunaan obat, antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, tidak adanya efek samping, tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi obat, dan tidak adanya polifarmasi (11). Sumber informasi obat juga mempengaruhi pengetahuan serta pemilihan pengobatan pada masyarakat (30). Seperti dalam penelitian ini, dengan membuat aplikasi berbentuk aplikasi mobile, orang-orang atau masyarakat akan lebih mudah mencari atau belajar rmengakses mengenai berbagai infomasi obat-obatan tanpa sendiri (31). penelitian yang dilakukan pada penelitian ini fokus pada pengembangan aplikasi e-Health untuk kesehatan yang menggunakaan prototyping model yang berbasis mobile android. Proses pengembangannya menggunakan teknologi cross-platform development yang berbasis cordova.

Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman mengenai swamedikasi menyimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi masih perlu ditingkatkan. Tenaga kesehatan, terutama apoteker, harus lebih pro-aktif memberikan informasi kepada masyarakat terkait obat-obat yang digunakan oleh masyarakat (32). Beberapa penelitian mengenai manfaat gadget menyebutkan harapan bahwa masyarakat atau pengguna dimanapun dapat dengan mudah mengetahui tentang pengenalan obat-obatan dan penyakit, tanpa kesulitan dengan menggunakan smartphone atau gadget lainnya yang berbasis mobile (31)(32)(33)(34). Swamedikasi jika dilakukan secara tepat merupakan solusi yang mudah, cepat, murah dan aman (35).

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu pertama penggunaan aplikasi whatsapp bot memerlukan pembaruan ± setiap sebulan sekali dikarenakan aplikasi whatsapp bot yang digunakan adalah aplikasi non prabayar (masa trial), sehingga perlu dilakukan pengecekan berkala dan untuk memudahkan penggunaan lebih disarankan menggunakan aplikasi prabayar (berlangganan). Kedua, link penghubung pada whatsapp bot juga perlu dilakukan pembaruan ± setiap tiga bulan sekali dikarenakan setelah tiga bulan link sudah kadaluwarsa dan tidak terhubung dengan situs yang dikehendaki, untuk itu lebih disarankan menggunakan situs link yang prabayar. Ketiga, masyarakat yang kurang kooperatif dalam sosialisasi penggunaan layanan informasi

whatsapp bot secara online dikarenakan frekuensi masyarakat dalam penggunaan whatsapp tidak maksimal dan peneliti kesulitan dalam memberikan sosialisasi secara online, sehingga peneliti mengganti metode sosialisasi dari online menjadri door to door supaya masyarakat lebih merasa nyaman dalam menyampaikan pendapat ataupun bertanya apabila terdapat kendala saat mengaplikasikan whatsapp bot. Keempat, Keterbatasan tampilan whatsapp bot mendapatkan masukkan dari masyarakat untuk mengganti kata petunjuk “klik” menjadi “ketik”.

Kesimpulan

Terdapat pengaruh layanan informasi swamedikasi online berbasis whatsapp bot terhadap peningkatan pengetahuan swamedikasi masyarakat Kelurahan Talun, Kabupaten Blitar, ditandai dengan nilai P value (0.000) ≤ 0,05. Sumber informasi online ini masih sangat memungkinkan untuk terus dikembangkan sehingga bisa memberikan kemanfaatan yang jauh lebih banyak.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih disampaikan kepada Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan dukungan untuk penelitian ini. Artikel ini telah dipaparkan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia tahun 2022.

Daftar Pustaka

1. Haryanto, Riyani N, Napitupulu JT, Manurian W. Pemodelan E-Health Pada Klinik Untuk Proses Konsultasi Dokter dan Penjualan Obat. Sinergi. 2019;3(2):121–30. 

2. Rohayati. Aplikasi e-Health Berbasis Teknologi Smartphone dalam Monitoring Klien di Komunitas: Studi Literatur. 2020;11(April):120–4. 

3. Pratiwi Y, Rahmawaty A, Islamiyati R. Peranan Apoteker Dalam Pemberian Swamedikasi Pada Pasien Bpjs. J Pengabdi Kesehat. 2020;3(1):65–72. 

4. Rarasati DH. Dampak Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan Terhadap Pelayanan Kesehatan di Kota Malang. Polit Muda. 2017;6(1):34–40. 

5. Kartajaya, H., Taufik., Mussry, J., Setiawan, I., Asmara, B., Winasis NT. Self Medication. Who Benefit And Who Is At Loss, Mark plus insight. In 2011. 

6. Kementerian Kesehatan RI. RISET KESEHATAN DASAR 2013. 

7. Wahyudi, Akbar, D.O., Wati, H., Azizah SN. Pengaruh Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Swamedikasi Nyeri Di Kecamatan Banjarmasin Selatan. Syntax Lit J Ilm Indones. 2021;6(4):6. 

8. Harahap NA, Khairunnisa K, Tanuwijaya J. Patient knowledge and rationality of self-medication in three pharmacies of Panyabungan City, Indonesia. J Sains Farm Klin. 2017;3(2):186. 

9. Anis F. Hubungan Faktor Sosiodemografi Terhadap Pengetahuan Swamedikasi dan Penggunaan Obat Common Cold di Desa Wukirsari Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Yogyakarta SKRIPSI. 2017. 

10. Syafitri IN, Hidayati IR, Pristianty L. Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Penggunaan Obat Parasetamol Rasional dalam Swamedikasi. J Farm Dan Ilmu Kefarmasian Indones. 2018;4(1):19. 

11. Wulandari AS, Ahmad NFS. Hubungan Faktor Sosiodemografi terhadap Tingkat Pengetahuan Swamedikasi di Beberapa Apotek Wilayah Purworejo. INPHARNMED J (Indonesian Pharm Nat Med Journal). 2021;4(1):33. 

12. Rahmayanti SN, Ariguntar & T. Karakteristik Responden dalam Penggunaan Jaminan Kesehatan Pada Era BPJS di Puskesmas Cisoka Kabupaten Tangerang Januari-Agustus 2015. J Medicoeticolegal dan Manaj Rumah Sakit 1018196/jmmr2016. 2017;6(1):61–5. 

13. Lestari NPSE, Sudirman IW. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Kontribusi Pengambilan Keputusan Di Rumah Tangga (Kasus Pns Perempuan Yang Menikah Di Kabupaten Tabanan). E-Jurnal Ekon dan Bisnis Univ Udayana. 2018;4:1023. 

14. Li L, He J, Ouyang F, Qiu D, Li Y, Luo D, et al. Sociodemographic Disparity in Health-Related Behaviours and Dietary Habits among Public Workers in China: A Cross-Sectional Study. BMJ Open. 2021;11(8):1–9. 

15. Dawood OT, Hassali MA, Saleem F. Factors affecting knowledge and practice of medicine use among the general public in the State of Penang, Malaysia. J Pharm Heal Serv Res. 2017;8(1):51–7. 

16. Sulistyaningrum IH, Santoso A, Fathnin FH, Fatmawati DM. Analisis Prevalensi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Swamedikasi Sebelum dan Selama Pandemi COVID-19: Studi pada Mahasiswa Kesehatan di Jawa Tengah. J Farm Indones [Internet]. 2022;19(1):10–20. Available from: http://journals.ums.ac.id/index.php/pharmacon

17. Mandala MS, Inandha LV, Hanifah IR. Hubungan Tingkat Pendapatan dan Pendidikan dengan Perilaku Masyarakat Melakukan Swamedikasi Gastritis di Kelurahan Nunleu Kota Kupang. J Sains dan Kesehat. 2022;4(1):62–70. 

18. Inayah AN. Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas Depok I [Internet]. Vol. 8. 2020. Available from: https://doi.org/10.1016/j.jnc.2020.125798%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.smr.2020.02.002%0Ahttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/810049%0Ahttp://doi.wiley.com/10.1002/anie.197505391%0Ahttp://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780857090409500205%0Ahttp:

19. BPOM RI. Peraturan Badan pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 tentang Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan. Peratur BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2019 jilid 1. 2019;2. 

20. Jabbar A, Nurjannah N, Ifayah M. Studi Pelakasanaan Pelayanan Swamedikasi Beberapa Apotek Kota Kendari. War Farm. 2017;6(1):28–36. 

21. Aswad PA, Kharisma Y, Andriane Y, Respati T, Nurhayati E. Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi oleh Ibu-Ibu di Kelurahan Tamansari Kota Bandung. J Integr Kesehat Sains. 2019;1(2):107–13. 

22. Wondimu A, Molla F, Demeke B, Eticha T, Assen A, Abrha S, et al. Household storage of medicines and associated factors in Tigray Region, Northern Ethiopia. PLoS One. 2015;10(8):1–9. 

23. Rusli, Tahir M, Restu. Karateristik Masyarakat Yang Melakukan Swamedikasi Di Beberapa Toko Obat Di Kota Makassar. J Kesehat. 2017;1(1):1–4. 

24. Blenkinsopp A, Paxton P, Paxton P. Symptoms in the Pharmacy. 

25. Ramadani SR, Rumi A, Parumpu FA. Tingkat Pengetahuan Swamedikasi Jerawat Pada Mahasiswa Farmasi Fmipa Universitas Tadulako. PREPOTIF  J Kesehat Masy. 2022;6(1):478–85. 

26. Sibero HT, , I Wayan Ardana Putra DIA. Tatalaksana Terkini Acne Vulgaris. JK Unila. 2019;3(2):313–20. 

27. Asnasari L. Hubungan Pengetahuan Tentang Swamedikasi Dengan Pola Penggunaan Obat Pada Masyarakat Dusun Kenaran, Sumberharjo, Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Skripsi Fak Farm Univ SANATA DHARMA YOGYAKARTA. 2017;1–54. 

28. Febriyani F, Fitria Candradewi S, Hidayati A. Pengaruh Iklan Obat Diare di Televisi Terhadap Keputusan dan Ketepatan Swamedikasi. J Syifa Sci Clin Res. 2022;4(1):128–40. 

29. Cahyani R, Hashary AR, Mustari M. Pengaruh Iklan Obat Terhadap Tindakan Swamedikasi Obat Batuk Pada Masyarakat di Puskesmas Turikale Kabupaten Maros. J Farm FKIK UIN Alauddin Makassar [Internet]. 2021;9(1):7–15. Available from: http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jurnal_farmasi/article/view/18872

30. Restiyono A. Analisis Faktor yang Berpengaruh dalam Swamedikasi Antibiotik pada Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Kajen Kebupaten Pekalongan. J Promosi Kesehat Indones. 2016;11(1):14. 

31. Muzakir A. Prototyping Aplikasi E-Health sebagai Bagian Pengenalan Obat-Obatan Dengan Teknologi Cross-Platform. 2018;03(01):61–6. Available from: http://ejournal.poltektegal.ac.id/index.php/informatika/article/view/653

32. Medisa D, Suryanegara FDA, Natalia DA, Handayani PF, Kusuma DPI, Nugraheni DA. Public knowledge of self-medication in Ngaglik subdistrict of Sleman regency. J Kedokt dan Kesehat Indones. 2020;11(3):250–6. 

33. Timbowo D. Manfaat Penggunaan Smartphone Sebagai Media Komunikasi (Studi pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulangi). e-journal “Acta Diurna.” 2016;V(2):1–13. 

34. Holzinger A, Treitler P, Slany W. Making apps useable on multiple different mobile platforms: On interoperability for business application development on smartphones. Lect Notes Comput Sci (including Subser Lect Notes Artif Intell Lect Notes Bioinformatics). 2012;7465 LNCS:176–89. 

35. Sitindon LA. Perilaku Swamedikasi Pendahuluan. J Ilm Kesehat Sandi Husada. 2020;9(2):787–91. 

cara mengutip artikel ini

https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/43683/0

About Majalah Farmasetika

Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) di situs ini adalah Majalah Farmasetika Edisi Jurnal Ilmiah yang merupakan jurnal farmasi di Indonesia SINTA 3 berbentuk artikel penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan komunikasi penelitian singkat di bidang farmasetika. Edisi jurnal ilmiah ini dibuat untuk kepentingan informasi, edukasi dan penelitian kefarmasian.

Check Also

Narrative Review: Herbal Nanospray Sebagai Anti-Aging

Majalah Farmasetika, 8 (3) 2023, 289-304 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i3.38841 Artikel Review Mulyawati Widya Pratiwi, Triyadi Hendra Wijaya, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *