Pengawasan Mutu Ternyata Dimulai dari Tingkat Sel

Majalah Farmasetika, 4 (1) 2019, 22-24 DOI: https://doi.org/10.24198/farmasetika.v4i1.22519

Download PDF

Fajar Ramadhitya Putera
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 

email: fajariyoo@yahoo.com

(Submit 30/5/2019, Revisi 14/7/2019, Diterima 15/7/2019)

Abstrak

Farmasi adalah dunia di mana mutu menempati posisi yang sangat penting. Mutu yang tidak sesuai persyaratan dapat berisiko merugikan kesehatan atau bahkan mengakibatkan kematian. Pengawasan mutu merupakan bagian penting yang tidak dapat terpisahkan bagi industri farmasi, baik obat, obat tradisional, kosmetika, maupun makanan. Pengawasan mutu meliputi pengetahuan tentang penanganan sediaan farmasi mulai dari bahan baku hingga pemantauan produk setelah diedarkan di masyarakat. Dalam artikel komentar ini dibahas terkait pengawasan mutu yang berawal dari tingkat sel.

Kata kunci : pengawasan mutu, industri farmasi, sel

Pendahuluan

Farmasi adalah dunia di mana mutu menempati posisi yang sangat  penting. Mutu yang tidak sesuai persyaratan dapat berisiko merugikan kesehatan atau  bahkan mengakibatkan kematian.

Pentingnya pengawasan mutu

Masih lekat dalam ingatan, insiden-insiden ketika mutu sediaan farmasi dipertanyakan.  Kasus obat anastesi yang melibatkan perusahaan farmasi besar dan rumah sakit  internasional, juga kasus vaksin palsu serta penyalahgunaan obat keras. Kita bertanya-tanya, mengapa sistem produksi dan distribusi di jalur resmi dapat  tersusupi produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu? Apakah terdapat hubungan  yang erat antara mutu dan keamanan produk? Bagaimana produsen (dan konsumen)  memaknai konsep mutu?

Persepsi konsumen yang beragam tentang konsep produk memberikan definisi yang  luas mengenai mutu. Secara umum, mutu merupakan sekumpulan karakteristik yang  melekat pada produk, suatu parameter bagi konsumen dalam menentukan  keberterimaan produk.

Sejarah perkembangan konsep mutu

Perkembangan konsep mutu menjalani lima tahap sebagai berikut. Tahap pertama  adalah era tanpa mutu, ketika mutu belum menjadi perhatian dalam pembuatan suatu  produk. Konsumen terpaksa mengonsumsi produk yang ada meski pun mutunya buruk  karena tidak ada penyedia lain.

Tahap kedua dimulai sekitar tahun 1800-an, sebelum dipasarkan, produk akhir  diinspeksi. Tahap ketiga, mutu dikendalikan secara statistik untuk mendeteksi  penyimpangan pada produk yang diproduksi. Tahap keempat berkembang pada tahun  1950-an, yakni era jaminan mutu yang meyakini bahwa upaya mencegah kerusakan  lebih baik daripada upaya memperbaiki cacat yang terjadi. Tahap kelima, dikenal sebagai  Manajemen Mutu Total, sistem manajemen strategis yang melibatkan semua  stakeholder untuk memperbaiki proses secara berkesinambungan.

Pengawasan mutu merupakan bagian penting yang tidak dapat terpisahkan bagi industri  farmasi, baik obat, obat tradisional, kosmetika, maupun makanan. Pengawasan mutu  meliputi pengetahuan tentang penanganan sediaan farmasi mulai dari bahan baku  hingga pemantauan produk setelah diedarkan di masyarakat.

Dimulai dari Sel

Pengawasan mutu jamak diimplementasikan di industri, namun siapa sangka  pengawasan mutu juga terjadi di dalam tubuh kita, yakni di tingkat sel, satuan terkecil  makhluk hidup. Para ilmuwan mengidentifikasi mekanisme pengawasan seluler yang  berperan dalam pengawasan mutu ekspresi gen.

Sel harus mencegah terjadinya ekpresi protein yang menyimpang dan berbahaya.  Terdapat dua protein asam ribonukleat yang bertindak sebagai pengendali utama untuk  memastikan kelayakan suatu ekspresi gen, demikian menurut Professor Heike Krebber  dari Universitas Göttingen, Jerman.

Protein Gbp2 and Hrb1 berperan penting dalam proses translasi atau penerjemahan  informasi genetik (DNA) ke messenger RNA (mRNA). Kesalahan yang terjadi selama  proses ini berisiko memicu pembentukan sel kanker dan penyakit neurodegeneratif.

Pada organisme seperti tumbuhan dan hewan, proses transkripsi terjadi dalam inti sel  (nukleus), sedangkan proses translasi berlangsung di cairan sel (sitoplasma). Dalam  proses ekspresi informasi genetik organisme, DNA ditranslasikan ke mRNA dalam inti sel.  mRNA ini lalu bermigrasi ke dalam cairan sel yang mengelilingi inti sel, untuk kemudian  dikonversi menjadi protein.

mRNA tak dapat meninggalkan inti sel kecuali proses ini berjalan dengan tepat dan mRNA dilepaskan oleh intron (bagian dari rangkaian gen yang  bersifat non coding). Mekanisme ini adalah satu-satunya cara untuk mengurangi  kesalahan dalam transportasi informasi genetik.

Protein Gbp2 dan Hrb1 sepertinya mengawasi proses translasi di dalam inti sel. Tidak  aktifnya dua protein ini mengarah pada akumulasi kerusakan mRNA dalam jumlah  signifikan di cairan sel. Jika penyimpangan terjadi selama translasi, misalnya jika sekuens  intron tidak dipindahkan, Gbp2 dan Hrb1 memastikan bahwa mRNA yang rusak  diputuskan. Sebaliknya, ketika translasi berjalan baik, dua protein tersebut memastikan  bahwa mRNA yang layak dipindahkan dari inti sel ke cairan sel.

Pembagian ruang pada sel eukariot menjadi inti sel dan cairan sel mengharuskan  pergerakan protein dan RNA melewati inti sel. Harus dipastikan bahwa intron yang  mengandung pre messenger RNAs ditahan di inti sel sampai proses selesai. Hanya  mRNAs yang telah diproses secara penuh yang dapat ditransportasikan ke dalam cairan  sel dan diterjemahkan di ribosom.

Kesimpulan

Mutu yang tidak sesuai persyaratan dalam sediaan farmasi dapat berisiko merugikan kesehatan atau bahkan mengakibatkan kematian. pengawasan mutu juga terjadi di dalam tubuh manusia, yakni di tingkat sel, satuan terkecil  makhluk hidup. Para ilmuwan mengidentifikasi mekanisme pengawasan seluler yang  berperan dalam pengawasan mutu ekspresi gen. Mungkin demikian cara alam mengajari manusia  bahwa rangkaian pengawasan mutu sebaiknya dimulai dari tahap yang paling kecil,  yakni di tingkat sel.

Daftar Pustaka

Hackmann, A., H. Wu, U.-M. Schneider, K. Meyer, K. Jung, and H. Krebber, Quality control of spliced mRNAs requires the shuttling SR proteins Gbp2 and Hrb1. Nature Communications, 5, 3123 (2014). DOI: 10.1038/ncomms4123

PLukong, K. E., Chang, K. W., Khandjian, E. W. & Richard, S. RNA-binding proteins in human genetic disease. Trends Genet. 24, 416–425 (2008).

Fasken, M. B. & Corbett, A. H. Mechanisms of nuclear mRNA quality control. RNA. Biol. 6, 237–241 (2009).

Muller-McNicoll, M. & Neugebauer, K. M. How cells get the message: dynamic assembly and function of mRNA-protein complexes. Nat. Rev. Genet. 14, 275–287 (2013).

About Majalah Farmasetika

Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) di situs ini adalah Majalah Farmasetika Edisi Jurnal Ilmiah yang merupakan jurnal farmasi di Indonesia SINTA 3 berbentuk artikel penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan komunikasi penelitian singkat di bidang farmasetika. Edisi jurnal ilmiah ini dibuat untuk kepentingan informasi, edukasi dan penelitian kefarmasian.

Check Also

Sulitnya Menemukan Obat Baru di Indonesia

Majalah Farmasetika, 4 (1) 2019, 16-21 DOI: https://doi.org/10.24198/farmasetika.v4i1.22517Download PDFHairunnisa HairunnisaProgram Studi Magister Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *