Formulasi dan Evaluasi Bedak Tabur Daging Labu Kuning (Cucurbita maxima D.)

Majalah Farmasetika, 7 (4) 2022, 314-324 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i4.38841

Artikel Penelitian

Download PDF

Agitya Resti Erwiyani*1, Rosa Puspita Rizky Wulandini1, Tri Dewi Zakinah1, Istianatus Sunnah1

1Prodi Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo, Indonesia

*Email: agityaresti@gmail.com

(Submit 29/04/2022, Revisi 03/05/2022, Diterima 18/05/2022, Terbit 29/05/2022)

Abstrak

Labu kuning (Cucurbita maxima D.) merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat sehingga mulai banyak dikembangkan dalam olahan makanan dan kosmetik. Daging labu kuning memiliki kandungan flavonoid, polifenol, saponin, protein, karbohidrat, α-tokoferol, β-carotene yang bermanfaat bagi kesehatan dan memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat formula bedak tabur yang mengandung ekstrak daging labu kuning. Ekstrak labu kuning diformulasi dalam sediaan bedak tabur dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 7%. Evaluasi sediaan dilakukan dengan mengamati perubahan pada parameter organoleptis, homogenitas, derajat serbuk, pH dan kandungan lembab. Uji stabilitas dilakukan dengan mengamati parameter bedak tabur pada penyimpanan suhu kamar (28±2°C) selama 14 hari dan cycling test selama 6 siklus. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak daging labu kuning mengandung flavonoid total sebesar 8,8 mg/g Quercetin Equivalent (QE). Formula basis, bedak tabur F1, F2, dan F3 memiliki warna putih hingga putih kekuningan, homogen, derajat serbuk halus dan memiliki pH 6. Pada penyimpanan suhu kamar (28±2°C) selama 14 hari dan cycling test selama 6 siklus tidak menunjukkan adanya perubahan organoleptis, homogenitas, derajat halus dan pH. Kandungan lembab mengalami peningkatan tetapi masih memenuhi persyaratan kandungan lembab sediaan bedak. Kesimpulan bedak tabur ekstrak daging labu kuning memenuhi persyaratan sifat fisik pada semua parameter uji.

Kata Kunci

Labu kuning, formulasi, bedak tabur, sifat fisik, cycling test

Pendahuluan

Labu kuning (Cucurbita maxima D.) merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat sehingga mulai banyak dikembangkan dalam olahan makanan dan kosmetik (1). Daging labu kuning memiliki kandungan flavonoid, polifenol, saponin, protein, karbohidrat, α-tokoferol, β-carotene yang bermanfaat bagi kesehatan (2). Kandungan β-carotene, vitamin C, fitosterol, zeaxanthin, selenium, dan asam linoleat yang terkandung dalam daging labu kuning berperan terhadap aktivitas antioksidan pada tubuh manusia.

Karotenoid yang cukup tinggi dapat berperan sebagai antioksidan biologis, melindungi sel dan jaringan dari paparan radikal bebas dan singlet oksigen (3). Karotenoid dapat mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari, agen antiinflamasi, memperlambat proses penuaan kulit serta mencegah pertumbuhan tumor. Kandungan vitamin C dalam labu kuning juga mendukung aktivitas karotenoid melalui mekanisme perlindungan sel dari kerusakan oksidatif (4). Kandungan vitamin C dan vitamin E banyak dikembangkan dalam sediaan kosmetik.

Menurut penelitian sebelumnya labu kuning memiliki aktivitas antiinflamasi pada tikus yang mengalami edema yang diinduksi karagenan (5). Kandungan labu kuning dapat menghambat mediator inflamasi, seperti sitokin dan histamin, paparan pada kondisi inflamasi kronis dapat menurunkan produksi COX-2 serta menurunkan pelepasan mediator prostaglandin. Labu kuning juga dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap Bacillus substilis, Pseudonomas aeruginosa, Aspergullus niger, dan Candida albicans (2).

Pemanfaatan labu kuning dalam sebagai tipe kosmetik menunjukkan aktivitas tabir surya sedang pada konsentrasi ekstrak 5%. Kandungan polifenol mampur menghambat paparan sinar matahari melalui mekanisme pada ikatan rangkap terkonjugasi (6). Banyaknya manfaat dari labu kuning perlu dilakukan inovasi untuk meningkatkan pemanfaatannya. Salah satu inovasi yang dilakukan melalui pembuatan sediaan bedak tabur.

Bedak tabur merupakan bedak yang halus, lembut, homogen yang dapat menyembunyikan kekurangan pada wajah serta melembutkan kulit wajah (7,8). Bedak tabur dapat menyerap minyak dan keringat pada wajah sehingga dapat menutupi pori wajah dengan sempurna (9). Ekstrak labu kuning dibuat formulasi dalam bentuk sediaan bedak tabur untuk meningkatkan pemanfaatan di bidang kosmetik. Bedak tabur labu kuning dilakukan karakteristik fisik dan dilakukan evaluasi sediaan pada penyimpanan suhu kamar.

Metode

Alat

Alat yang digunakan, antara lain neraca analitik (Ohauss tipe PAJ1003), ayakan stainless steel No. 40, 60, dan 100, rotary evaporator (Biobase tipe RE100-Pro), kaca objek, mortar stamper, thermostatic waterbath DHH-8, blender (Philips), wadah bedak tabur, dan alat – alat gelas laboratorium (Iwaki).

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain labu kuning yang diperoleh dari Desa Getasan Kabupaten Semarang, zinc stearat (MKR Chemicals), zinc oksida (MKR Chemicals), talkum (MKR Chemicals), kalsium karbonat (MKR Chemicals), etanol 96% (Bratachem), silika gel GF 254 (Merck), asam asetat (MKR Chemicals), ammonia (Bratachem), butanol (Bratachem), aquades (Bratachem), kalium dikromat (Bratachem), pH indikator universal (Merck).

Prosedur Rinci

1.   Ekstraksi Daging Buah Labu Kuning

      Daging labu kuning diambil bagian daging buah dan dipisahkan dengan bagian kulit   
      dan biji. Daging labu kuning dikeringkan dengan cara dianginkan dan ditutup kain  
      hitam hingga diperoleh simplisia kering. Simplisia kering dihaluskan menggunakan
      blender hingga didapatkan serbuk daging labu kuning. Ekstraksi daging labu kuning
      dilakukan menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96%. Serbuk
      daging labu kuning dilakukan maserasi dengan perbandingan serbuk dan pelarut
      sebesar 1 : 10. Maserasi dilakukan selama 3 hari sambil sesekali dilakukan
      pengadukan. Remaserasi dilakukan selama 2 hari. Maserat dikumpulkan dan
      dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 70oC hingga diperoleh
      ekstrak kental (6). Ekstrak yang dibuat dilakukan perhitungan rendemen dan
      pengukuran kadar air menggunakan moisture balance.

2. Penetapan Kadar Flavonoid

      Ditimbang sebanyak 100,0 g ekstrak daging labu kuning lalu dilarutkan dalam etanol
      96% sebanyak 100,0 mL. Larutan ekstrak tersebut diambil sebanyak 1 mL,
      ditambahkan 1 mL larutan AlCl3 10%, dan 8 mL asam asetat 5%. Sampel
      didiamkan sesuai waktu operating time dan dilakukan pembacaan absorbansi
      sampel pada panjang gelombang maksimal adalah 510 nm (10,11).

3.   Formula Bedak

      Pembuatan bedak tabur ekstrak daging labu kuning dilakukan dengan mengayak   
      semua bahan–bahan padat terlebih dahulu menggunakan ayakan No. 100 mesh.
      Zink stearat, zink oksida, kalsium karbonat dan talkum yang telah lolos ayakan
      memiliki derajat serbuk yang halus. Talkum yang telah lolos ayakan dilakukan
      sterilisasi panas kering menggunakan oven pada suhu 150°C selama 1 jam. Ekstrak
      daging labu kuning ditambahkan talk dan digerus hingga berbentuk padat
      selanjutnya dilakukan pengayakan secara bertahap berturut–turut menggunakan
      ayakan 40, 60, dan 100. Ekstrak yang digunakan, yaitu ekstrak yang lolos pada
      ayakan No. 100 mesh. Semua bahan dilakukan pencampuran hingga homogen
      (7,9)..

4. Evaluasi sifat fisik bedak

     a.   Pemeriksaan organoleptis

  Bedak ekstrak daging labu kuning dilakukan pengamatan organoleptis selama 14   hari dengan parameter bentuk, warna, bau serta tidak terjadinya caking (7,9).

     b.   Pemeriksaan homogenitas

  Pengujian homogenitas dilakukan dengan melihat homogenitas warna ekstrak   dan basis bedak. Bedak dikatakan homogen apabila keseragaman warna bedak   merata pada pengamatan secara visual (9).

5.  Uji derajat halus serbuk

     Pengujian dilakukan dengan mengayak bedak tabur menggunakan ayakan No.100 
    disertai penggoyangan ayakan secara horisontal. Penggoyangan bedak   tabur
     disertai dengan pengetukan secara vertikal sampai semua bedak terayak sempurna 
     dengan waktu maksimal pengayakan 30 menit (12).

7. Uji pH 

      Sebanyak 1,0 gram bedak tabur ditambah akuades hingga volume 10 mL, dilakukan
      pengadukan dan dimasukkan pH indikator universal untuk mengukur pH (12).

8. Uji kandungan lembab

      Uji kandungan lembab bedak tabur dilakukan menggunakan moisture balance.
      Sebanyak 2,0 gram bedak tabur ditimbang dan diletakkan pada wadah alumunium   
      foil secara merata pada semua bagian permukaan alat. Suhu pemanasan dilakukan
      pada suhu 105 °C sampai massa konstan. Nilai kadar akan terbaca sebagai kadar
      air dalam sediaan bedak tabur (13).

9. Uji stabilitas cycling test

      Uji stabilitas dilakukan dengan menyimpan bedak tabur selama 24 jam pada suhu
      4°C dan 40°C. Pengujian dilakukan selama 6 siklus atau 12 hari. Pada setiap siklus
      diamati stabilitas bedak tabur meliputi parameter organoleptis, homogenitas, derajat
      halus serbuk dan pH (14,15).

10.  Analisa Data

      Data hasil penelitian dilakukan analisa data menggunakan SPSS. Analisa data    
      dilakukan menggunakan analisis statistik One Way Anova.

Hasil

Hasil Ekstraksi

Hasil ekstraksi daging labu kuning menggunakan metode maserasi diperoleh bobot ekstrak 1,16 Kg. Ekstrak daging buah labu kuning dilakukan perhitungan rendemen untuk melihat persentase berat yang tersisa dari proses ekstraksi. Ekstrak daging labu kuning dengan ekstraksi etanol 96% menggunakan metode maserasi selama 5 hari menghasilkan rendemen sebesar 48,27%. Ekstrak daging labu kuning memiliki kadar air sebesar 0,74%.

Tabel 2. Rendemen Ekstrak Daging Buah Labu Kuning

Hasil Penetapan Kadar Flavonoid

Ekstrak daging labu kuning dilakukan pengukuran flavonoid total menggunakan pembanding kuersetin dengan persamaan regresi linier y = 0,001x + 0,002 dan linieritas (r2) sebesar 0,998 sehingga diperoleh kadar 8800 µg/g Quercetin Equivalent (QE) atau 8,8 mg/g (QE).

Pembuatan Bedak Tabur Ekstrak Labu Kuning

Hasil formulasi bedak ekstrak labu kuning dilakukan pengamatan karakteristik fisik bedak berupa organoleptis, homogenitas, uji derajat halus, pH dan kandungan lembab pada penyimpanan selama 14 hari pada suhu kamar (28±2 °C) yang hasilnya tersaji pada tabel 3.

  Tabel 3. Karakteristik Fisik Bedak Labu Kuning pada Suhu Kamar

Keterangan 
SH = serbuk halus, P = putih, BM = berbau manis, PK = putih kecoklatan, H = homogen
Gambar 1. Organoleptis bedak tabur labu kuning,  Basis = bedak tabur tanpa ekstrak, F1 = bedak tabur ekstrak 3%, F5 = bedak tabur ekstrak 5%, F3 =bedak tabur ekstrak 7%
Gambar 2. Karakteristik kelembaban bedak labu kuning pada penyimpanan selama
14 hari

Uji stabilitas bedak tabur labu kuning dilakukan menggunakan cycling test selama 6 siklus. Parameter yang diamati adalah perubahan organoleptis, homogenitas, uji derajat halus, pH dan kandungan lembab. Hasil penelitian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak adanya perubahan pada organoleptis, homogenitas, derajat halus bedak dan nilai pH. Nilai persen kelembaban meningkat pada uji cycling test namun masih memenuhi persyaratan kelembaban sediaan bedak terlihat pada gambar 3 (7,13).

Tabel 4. Hasil Pengujian Stabilitas dengan Cycling Test

Gambar 3. Karakteristik kelembaban bedak labu kuning sebelum dan sesudah cycling test

Pembahasan

Ekstrak daging labu kuning dilakukan ekstraksi menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut etanol 96% mampu menghasilkan rendemen yang tinggi sebesar 48,27%, hal ini menandakan pelarut etanol 96% mampu mengekstraksi kandungan metabolit sekunder labu kuning secara maksimal. Metode maserasi dipilih untuk bahan-bahan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi pada pemanasan (16). Daging labu kuning mengandung flavonoid yang bersifat polar yang dapat diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% yang memiliki polaritas yang tinggi serta mampu menarik metabolit sekunder yag bersifat non polar hingga polar (11,17). Ekstrak berwarna coklat dan berbau manis. Menurut (6), warna ekstrak dipengarui oleh kondisi pengeringan simplisia (1). Kadar air ekstrak daging labu kuning memiliki kadar 0,74% sehingga memenuhi persyaratan kadar air ekstrak. Menurut (18), kandungan ekstrak sebagai obat tradisional tidak boleh mengandung kadar air lebih dari 10%. Kadar air yang rendah akan meningkatkan ketahanan ekstrak ketika disimpan (19).

Pengujian kandungan flavonoid total ekstrak daging buah labu kuning menunjukkan kadar sebesar 8800 µg/mg QE atau 8,80 mg/g QE. Hasil penelitian (17) ekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% menunjukkan kadar flavonoid total lebih tinggi dibandingkan pelarut etanol 70% dengan kadar flavonoid total sebesar 0,00288 mg/g QE. Kandungan flavonoid daging labu kuning dipengaruhi oleh jenis pelarut serta metode ekstraksi yang digunakan. Kandungan flavonoid akan lebih tinggi pada metode ekstraksi sokletasi menggunakan pelarut metanol dengan (20). Namun penggunaan pelarut metanol memiliki toksisitas lebih tinggi dibandingkan etanol (21). Etanol lebih tidak toksik, lebih mudah menguap dibandingkan air serta ekstrak yang dihasilkan tidak mudah ditumbuhi mikroba (17).

Bedak tabur labu kuning memiliki bentuk sediaan serbuk halus yang warna bedak dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak dalam sediaan. Bedak tabur formula basis merupakan basis bedak yang tidak ditambahkan ekstrak menghasilkan bedak tabur dengan warna putih, F1 (warna putih kecoklatan), F2 (warna putih kecoklatan) dan F3 (warna putih kecoklatan) mengandung ekstrak berturut – turut dengan konsentrasi 3%, 5% dan 7%. Bedak tabur F3 mengandung ekstrak sebanyak 7% memiliki warna coklat lebih kuat dibandingkan ekstrak dengan konsentrasi 3% dan 5%. Warna coklat disebabkan karena ekstrak daging labu kuning berwarna coklat sehingga semakin besar ekstrak yang ditambahkan intensitas warna semakin besar. Pada penyimpanan suhu kamar selama 14 hari tidak menunjukkan adanya perubahan organoleptis pada semua formula bedak.

Semua formula baik basis, F1, F2, dan F3 memenuhi persyaratan homogen. Bedak memiliki tekstur halus, tidak menggumpal dan warnanya terdistribusi merata pada semua bagian. Homogenitas merupakan parameter yang penting dalam sediaan kosmetik dimana menunjukkan ketercampuran ekstrak dengan basis bedak (12). Penyimpanan selama 14 hari tidak menunjukkan adanya perubahan homogenitas dimana bedak tabur semua formula menunjukkan warna yang merata pada semua bagian. Bedak tabur semua formula menunjukkan hasil memenuhi persyaratan organoleptis karena tidak terjadi perubahan warna, bentuk, sediaan homogen serta tidak adanya partikel kasar dan tajam (9).

Uji derajat serbuk merupakan parameter sifat fisik bedak yang dilakukan dengan mengayak semua formula dengan ayakan bertingkat yang dilakukan penggoyakan secara konstan. Uji derajat halus digunakan untuk mengetahui kehalusan serbuk dimana semakin kecil ukuran serbuk maka semakin halus bedak digunakan (7). Pengamatan dilakukan dengan menghitung bedak yang tertinggal pada ayakan No. 100 mesh, terlihat semua formula memiliki serbuk yang halus dan tidak ada yang tertinggal pada ayakan No 100 sehingga menunjukkan serbuk yang halus. Serbuk halus menujukkan kenyamanan saat digunakan, tidak menyebabkan iritasi pada kulit ketika digunakan serta dapat menutupi pori wajah dengan sempurna (9,22). Penyimpanan selama 14 hari menunjukkan tidak ada perbedaan derajat serbuk pada semua formula bedak.

Uji pH dilakukan untuk melihat pH bedak tabur labu kuning. Bedak tabur harus memiliki pH sesuai dengan pH kulit agar memberi kenyamanan bagi pengguna. Kulit memiliki pH berkisar antara 4 – 6 yang memiliki sifat cenderung asam (23). Nilai pH sediaan bedak wajah yang baik memiliki nilai pH berkisar antara 5,5 – 8 (13). Semua formula memiliki pH sebesar 6 sehingga memenuhi persyaratan pH. Sediaan kosmetik yang tidak sesuai persyaratan akan menyebabkan gangguan pada fungsi dan integritas kulit. Nilai pH kulit yang cenderung asam secara fisiologis berfungsi sebagai pelindung kulit dari paparan mikroorganisme patogen (23). Penyimpanan selama 14 hari tidak menyebabkan perubahan pH bedak tabur pada semua formula.

Uji kandungan lembab bedak tabur labu kuning untuk mengetahui kandungan lembab dalam bedak. Kandungan lembab semua formula memenuhi persyaratan karena memiliki kandungan lembab < 2% (13). Konsentrasi ekstrak mempengaruhi perbedaan kandungan lembab bedak tabur semua formula dengan signifikansi p-value < 0,05 berdasarkan analisis statistik Anova. Semakin besar konsentrasi ekstrak menunjukkan kandungan lembab semakin tinggi namun masih memenuhi nilai yang dipersyaratkan. Peningkatan kandungan lembab dipengaruhi oleh kandungan metabolit sekunder ekstrak diantaranya flavonoid yang dapat menarik lembab sehingga berfungsi sebagai pelembab kulit. Flavonoid mampu menjaga kandungan air sehingga berperan penting dalam kelembaban kulit (24). Pada penyimpanan selama 14 hari menunjukkan adanya peningkatan kandungan lembab. Faktor lain yang mempengaruhi kelembaban bedak tabur adalah kandungan zinc oksida yang dapat menyerap lembab dari lingkungan. Zinc oxida dapat meningkatkan kelembaban lingkungan berkisar antara 10 – 90% pada suhu kamar (25).

Uji stabilitas cycling test dilakukan untuk melihat stabilitas bedak tabur yang diberikan perlakuan cycling test selama 6 siklus pada semua formula. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan organoleptis, homogenitas, derajat serbuk dan pH pada semua formula sehingga menunjukkan secara fisik bedak tabur memiliki stabilitas yang baik. Berdasarkan analisis statistic paired t-test semua formula menujukkan adanya perbedaan pada kandungan lembab secara signifikan dengan p-value < 0,05. Peningkatan kandungan lembab masih memenuhi persyaratan sediaan bedak karena memiliki kandungan lembab < 2%. Kandungan lembab pada penyimpanan suhu kamar dan cycling test menunjukkan adanya peningkatan kandungan lembab hal ini dipengaruhi oleh kandungan ekstrak dan bahan penyusun formula bedak diantaranya zinc oxida.

Kesimpulan

Ekstrak daging labu kuning yang diformulasi pada sediaan bedak tabur mempengaruhi warna bedak yang intensitas warna meningkat dengan peningkatan konsentrasi. Bedak tabur labu kuning memenuhi evaluasi sifat fisik pada penyimpanan selama 14 hari suhu kamar dan uji cycling test. Kandungan lembab semua formula mengalami perubahan pada semua uji stabilitas tetapi masih memenuhi persyaratan kelembaban sediaan bedak.

Daftar Pustaka

  1. Indrianingsih AW, Rosyida VT, Apriyana W, Nur Hayati S, Nisa K, Darsih C, et al. Comparisons of Antioxidant Activities of Two Varieties of Pumpkin (Cucurbita moschata and Cucurbita maxima) Extracts. IOP Conf Ser Earth Environ Sci. 2019;251(1).
  2. Rajasree RS, Sibi PI, Francis F, William H. Phytochemicals of Cucurbitaceae Family – A Review. Int J Pharmacogn Phytochem Res. 2016;8(1):113–23.
  3. Mittal S, Dhiman AK, Sharma A, Attri S, Kathuria D. Standardization of Recipes for Preparation of Pumpkin (Cucurbita moschata) Flour and its Quality Evaluation during Storage. Int J Curr Microbiol Appl Sci. 2019;8(02):3224–35.
  4. Kim MY, Kim EJ, Kim YN, Choi C, Lee BH. Comparison of the Chemical Compositions and Nutritive Values of Various Pumpkin (Cucurbitaceae) Species and Parts. Nutr Res Pract. 2012;6(1):21–7.
  5. Govindani H, Dey A, Deb L, Rout SP, Parial SD, Jain A. Protective Role Of Methanolic and Aqueous Extracts of Cucurbita Moschata Linn. Fruits in Inflammation and Drug Induced Gastric Ulcer in Wister Rats. Int J PharmTech Res. 2012;4(4):1758–65.
  6. Erwiyani AR, Sonia Cahyani A, Mursyidah L, Sunnah I, Pujistuti A. Formulasi dan Evaluasi Krim Tabir Surya Ekstrak Daging Labu Kuning (Cucurbita maxima). Majalah Farmasetika. 2021;6(5):386.
  7. Rahim F, Wardi ES, Anggraini I. Formulasi Bedak Tabur dari Ekstrak Rimpang Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) Sebagai Antiseptik. J Ipteks Terap. 2018;12(1):1–8.
  8. Novitri G, Afriadi A. Formulasi Sediaan Bedak Kompak Pati Bengkoang (Pachyrizhus Erosus L) Sebagai Pencerah Kulit Wajah. J Dunia Farm. 2019;1(1):15–21.
  9. Warnida H, Masliyana A, Sapri S. Formulasi Ekstrak Etanol Gambir (Uncaria gambir Roxb.) dalam Bedak Anti Jerawat. J Ilm Manuntung. 2016;2(1):99–106.
  10. Asmorowati H, Lindawati NY. Penetapan Kadar Flavonoid Total Alpukat ( Persea americana Mill .) dengan Metode Spektrofotometri. Ilm Farm. 2019;15(2):51–63.
  11. Sunnah I, Erwiyani AR, Aprilliani MS, Maryanti M, Pramana GA. Aktivitas Antihiperurisemia dan Evaluasi Sifat Fisik Sediaan Sirup Ekstrak Labu Kuning ( Cucurbita maxima ). Indones J Pharm Nat Prod. 2021;4(1).
  12. Lau SHA, Herman H. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Bedak Tabur Ekstrak Etanol Daun Ciplukan (Physalis angulata L.) Sebagai Anti Fungi di Desa Tammatto Kabupaten Bulukumba. J Ilm Kesehat Sandi Husada. 2020;12(2):1117–26.
  13. Akelesh T, Kumar RS, Jothi R, Rajan V, Arulraj P, Venkatnarayanan R. Evaluation of Standards of Some Selected Cosmetic Preparations. JPRHC. 2010;2(4):302–6.
  14. Pradiningsih A, Mahida NM. Uji Formulasi Sediaan Masker Gel Peel Off Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.). Fitofarmaka. 2019;9(1):40–6.
  15. Leny L, Ginting I, N Sitohang T, Fatimah Hanum S, Hafiz I, Iskandar B. Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Body scrub Labu Kuning (Curcubita moschata). Majalah Farmasetika. 2021;6(4):375.
  16. Wijaya H, Novitasari, Jubaidah S. Perbandingan Metode Ekstraksi Terhadap Rendemen Ekstrak Daun Rambui Laut (Sonneratia caseolaris L. Engl). J Ilm Manuntung. 2018;4(1):79–83.
  17. Indriyanti E, Purwaningsih Y, Wigati D. Skrining Fitokimia dan Standarisasi. Cendekia Eksakta. 2017;3(2):20–5.
  18. Kusuma EW, Andriani D. Karakterisasi Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper Crocatum, Ruiz&Pav) Sebagai Obat Antidiabetes Menuju Obat Herbal Terstandar. J Kesehat Kusuma Husada. 2019;0017(0):71–6.
  19. Theresia R, Falah S, Safithri M, Assyar M. Toxicity Extract and Faction of Surian Toona sinensis Leaf and Bark against Shrimp Larvae Artemia salina L. Curr Biochem. 2019;3(3):128–37.
  20. Saha P, Mazumder UK, Haldar PK. In Vitro Antioxidant Activity of Cucurbita Maxima Aerial Parts. Free Radicals Antioxidants. 2011;1(1):42–8.
  21. Najari F, Baradaran I, Najari D. Methanol Poisoning And Its Treatment. Int J Med Toxicol Forensic Med. 2020;10(1).
  22. Nisa N, Tivani I, Sari MP. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Sediaan Bedak Tabur Daun Sirih (Piper betle). Parapemikir  J Ilm Farm. 2020;
  23. Ali SM, Yosipovitch G. Skin pH: From Basic Science To Basic Skin Care. Acta Derm Venereol. 2013;93(3):261–7.
  24. Kim YA, Kim DH, Park C Bin, Park TS, Park BJ. Anti-Inflammatory And Skin-Moisturizing Effects Of A Flavonoid Glycoside Extracted From The Aquatic Plant Nymphoides Indica In Human Keratinocytes. Molecules. 2018;23(9):1–13.
  25. Horzum N, Taşçioglu D, Okur S, Demir MM. Humidity Sensing Properties Of Zno-Based Fibers By Electrospinning. Talanta. 2011;85(2):1105–11.

Cara mengutip artikel ini

About Majalah Farmasetika

Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) di situs ini adalah Majalah Farmasetika Edisi Jurnal Ilmiah yang merupakan jurnal farmasi di Indonesia SINTA 3 berbentuk artikel penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan komunikasi penelitian singkat di bidang farmasetika. Edisi jurnal ilmiah ini dibuat untuk kepentingan informasi, edukasi dan penelitian kefarmasian.

Check Also

Analisis Kapabilitas Proses Produksi Sediaan Larutan Tetes Oral Menggunakan  Program Statistik Minitab

Majalah Farmasetika, 7 (4) 2022, 325-406 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i5.39510 Artikel Penelitian Download PDF Nurhayati*1, Aliya NurHasanah,2 1Program …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *