Formulasi dan Evaluasi Sampo Ekstrak Labu Kuning (Cucurbita maxima D.)

Majalah Farmasetika, 8 (2) 2023, 164-174

https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i2.41779

Artikel Penelitian

Agitya Resti Erwiyani*, Riska Aninda Putri, Istianatus Sunnah , Anasthasia Pujiastuti

Prodi Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas Ngudi Waluyo, Indonesia

*E-mail: agityaresti@gmail.com

(Submit 18/12/2022, Revisi 20/12/2022, Diterima 23/12/2022, Terbit 01/01/2023)

Abstrak

Saat ini penggunaan sampo herbal telah disukai di masyarakat karena kepercayaan konsumen bahwa sampo herbal mengandung bahan alam yang lebih aman dan minimal efek samping. Labu kuning merupakan tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan dalam bentuk sampo herbal. Labu kuning berdasarkan berbagai penelitian telah dibuktikan memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antijamur, dan antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat formula sampo herbal labu kuning. Ekstrak labu kuning diformulasi dalam F1, F2, dan F3 dengan konsentrasi berturut – turut sebesar 1%, 2%, dan 3%. Karakteristik fisik sampo dilakukan evaluasi pada parameter organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, tinggi dan stabilitas busa serta dilakukan pengamatan stabilitas pada penyimpanan suhu kamar (28±2°C) selama 14 hari dan cycling test selama 6 siklus. Hasil penelitian formula sampo herbal F1, F2 dan F3 memiliki warna kuning hingga kuning kecoklatan, homogen, memenuhi syarat fisik sediaan shampo pada parameter uji pH, viskositas, tinggi dan stabilitas busa. Formula F1 dan F2 pada penyimpanan suhu kamar (28±2°C) selama 14 hari dan cycling test selama 6 siklus tidak menunjukkan adanya perubahan organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, dan stabilitas busa sedangkan formula F3 tidak memenuhi sifat fisik pada parameter stabilitas busa. Tinggi busa pada uji cycling test semua formula mengalami perubahan signifikan tetapi masih memenuhi persyaratan tinggi sediaan sampo. Kesimpulan sampo ekstrak daging labu kuning memenuhi persyaratan sifat fisik pada formula F1 dan F2

Kata kunci: Labu kuning, formulasi, sampo herbal, karakteristik

Teks Lengkap:

PDF

Pendahuluan

Sampo merupakan salah satu sediaan kosmetik perawatan tubuh yang digunakan sehari – hari untuk membersihkan kotoran rambut dan ketombe (1,2). Sampo dapat membersihkan kotoran rambut yang berasal dari akumulasi sebum, kulit kepala yang terkelupas, dan residu yang berasal dari produk perawatan rambut (3). Secara umum sampo mengandung surfaktan/detergen, bahan aktif, dan bahan tambahan lain, seperti antioksidan, buffer, pendispersi, pewarna, pengharum, dan pengawet berfungsi untuk memberikan manfaat lain dari sampo, seperti melembabkan rambut, melumasi rambut, untuk mengobati permasalahan rambut dan lainnya (1,4).

Saat ini penggunaan sampo herbal telah popular di masyarakat karena kepercayaan konsumen bahwa sampo herbal mengandung bahan alam yang lebih aman dan minimal efek samping (1,5). Sampo herbal merupakan sediaan kosmetik menggunakan bahan aktif tanaman dan digunakan untuk membersihkan rambut seperti sampo pada umumnya (3,5). Saat ini sampo sintetik masih menjadi pilihan bagi masyarakat secara luas, salah satu kandungan sampo, yaitu Sodium Lauril Sulfat (SLS) merupakan surfaktan anionik yang dapat membersihkan sampo dengan sangat baik dan menghasilkan busa stabil namun berpotensi memberikan muatan negatif pada rambut sehingga menjadikan rambut kusut bahkan rusak. Penggunaan sampo sintetik secara rutin apabila digunakan terus menerus dapat menyebabkan rambut menjadi kering, mudah rapuh, mengiritasi mata, dan kulit kepala serta merusak batang rambut (3,6,7). Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerusakan rambut adalah menggunakan surfaktan sekunder atau penggunaan bahan alam yang berpotensi mendukung aktivitas surfaktan (4).

Labu kuning merupakan tanaman yang banyak dikembangkan dalam bidang kosmetik. Labu kuning berdasarkan berbagai penelitian telah dibuktikan memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, dan antiinflamasi (8,9). Daging labu kuning mengandung metabolit sekunder seperti karotenoid, flavonoid, fenolik, tannin, saponin, dan terpenoid (10,11). Ekstrak etanol labu kuning memiliki aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) sebesar 0,065 µmol TE/g dan ABTS (2,2’ –zinobis (3-ethylbenzoathiazoline-6-sulfonat acid) sebesar 0,074 µmol TE/g. Aktivitas antibakteri bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan diameter zona hambat sebesar 12 mm dan MIC sebesar 0,75mg/L. Labu kuning juga memiliki efek sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli dan Candida albicans (12,13). Aktivitas antibakteri labu kuning didukung oleh kandungan formula lainnya, seperti tea tree oil dan bahan pengawet. Tea tree oil memiliki aktivitas sebagai antijamur dan antibakteri pada beberapa bakteri seperti Bacillus cereus, Bacillus substilis, Escherichia coli, Pseudomonas putida dan Staphylococcus aureus (14). Perlu adanya penelitian yang memanfaatkan daging buah labu yang diformulasi dalam bentuk sediaan sampo herbal. Aktivitas yang dilaporkan menunjukkan potensi yang baik dalam pengembangan labu kuning dalam bentuk sediaan sampo. Sediaan sampo yang dibuat dilakukan uji karakteristik sediaan untuk melihat stabilitas sediaan ketika disimpa

Metode

Alat Alat yang digunakan antara lain alat gelas (Iwaki), waterbath (DHH-8), Rotary Evaporator  (RE-2000E), Viskometer (Brookfield viscometer DV2T), climatic chamber (Memmert), pH meter (Ohaus), neraca analitik (Ohaus), blender (Phillips), oven (Binder), lemari pendingin (Sharp).

Bahan

Bahan yang digunakan antara lain labu kuning (Desa Getasan Kabupaten Semarang), etanol 70% (Bratachem), akuades, sodium lauryl ether sulphate (SLES), gliserin, tea tree oil, cocamidopropylbetane (CPBA), methyl paraben, natrium benzoate, ethylene glicol monosterate (EGMS), cocomidemonoethanalamine (cocamono DEA).

Prosedur Rinci

1. Ekstraksi Daging Buah Labu Kuning

Daging labu kuning dipilih yang masih segar dan sudah matang, dipisahkan bagian daging buah dengan bagian kulit dan biji buah. Daging labu kuning dicuci bersih, lalu dipotong kecil dan tipis, dikeringkan lalu dilanjutkan dengan pengeringan oven suhu 50°C. Simplisia kering dihaluskan menggunakan blender lalu diayak menggunakan ayakan No. 40. Serbuk simplisia dilakukan maserasi menggunakan pelarut etanol 70% selama selama 3 hari sambil sesekali dilakukan pengadukan. Maserat pertama dilakukan remaserasi selama 2 hari. Maserat pertama dan kedua dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 70oC (15).

2. Formula Sampo Herbal Labu Kuning

Pembuatan sampo ekstrak daging labu kuning dilakukan dengan melarutkan SLES ke dalam akuades panas hingga larut sempurna dalam beaker gelas. Tambahkan gliserin dan CPBA ke dalam beaker gelas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen. Ekstrak daging labu kuning ditambahkan ke dalam beaker gelas lalu diaduk homogen. Tambahkan pengawet metil paraben dan natrium benzoat, dilakukan pengadukan hingga homogen. Selanjutnya tambahkan tea tree oil sebanyak 0,5 ml, dan lalu diaduk hingga homogen (16).

Tabel 1 Formula Sampo Herbal Labu Kuning (16)

3. Evaluasi sifat fisik Sampo Herbal Labu Kuning

      a.  Pemeriksaan organoleptis

Sampo herbal ekstrak daging labu dilakukan pengamatan secara visual meliputi bentuk, warna, dan bau (7,17).

      b.  Uji pH

Sampo herbal labu kuning dilakukan pengukuran pH pada suhu ruang menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi (7,18). Formula sampo memiliki pH yang memenuhi persyaratan berada pada rentang pH antara 5 – 9 (19).

      c. Uji Viskositas

Uji viskositas sampo herbal labu kuning dilakukan menggunakan Viskometer Brookfield. Sebanyak 200 mL sampo dimasukkan ke dalam beaker gelas, kemudian pasang spindle dan diturunkan hingga tanda batas. Viskositas sampo diukur dengan kecepatan spindle 20 rpm (17,18).

      d. Pengukuran Tinggi Busa

Sampo herbal diambil masing – masing 0,1 ml dari setiap formula lalu ditambahkan akuades hingga 10 mL. Larutan sampo ditempatkan ke dalam gelas ukur selanjutnya dibolak balik gelas ukur tersebut selama 20 detik. Ketinggian busa yang terbentuk diamati dan diukur (3,16). Tinggi sampo memenuhi syarat apabila berada pada rentang 1,3 – 22 mm (18,19).

      e.  Uji Stabilitas Busa

Uji stabilitas busa menggunakan cylinder shake. Sebanyak 50 mL sampo masing-masing formula dimasukkan ke dalam gelas ukur 250 mL, dilakukan pengocokan kuat sebanyak 10 kali. Pengamatan dilakukan dengan mengukur volume busa setelah 1 menit. Volume busa dicatat pada menit ke 1 hingga menit ke 4 (3,20). Stabilitas busa yang baik apabila sampo mampu membentuk busa berkisar 60 – 70% (21).

Semua parameter uji dilakukan pengamatan setelah sediaan disimpan pada suhu kamar (28±2°C) dan perlakuan cycling test selama 6 siklus (22).

4.  Analisis Data

Hasil penelitian dilakukan analisa statistic menggunakan SPSS. Analisis statistik dilakukan menggunakan One Way Anova.

Hasil

Hasil Ekstraksi

Serbuk simplisia daging labu kuning sebanyak 500 g dilakukan ekstraksi menggunakan metode maserasi dan remaserasi selama 5 hari dengan pelarut etanol 70% diperoleh ekstrak kental sebanyak 78,8 g. Perhitungan rendemen dilakukan untuk melihat persentase berat yang tersisa dari proses ekstraksi sebesar 15,76%. Ekstrak daging labu kuning menunjukkan organoleptis berwarna coklat pekat berbau manis.

  Tabel 2 Rendemen Ekstrak Daging Buah Labu Kuning 

Pembuatan Sampo Herbal Labu Kuning

Karakteristik sampo herbal labu kuning dilakukan pada parameter organoleptis, pH, viskositas, pengukuran tinggi busa, dan uji stabilitas busa. Parameter organoleptis formulasi sampo herbal ekstrak labu kuning dilakukan pengamatan bentuk, warna dan bau sediaan. Parameter karakteristik sampo herbal labu kuning dilakukan pengamatan pada penyimpanan selama 14 hari pada suhu kamar (28±2 °C) dan cycling test yang hasilnya tersaji pada tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik Sampo Herbal Labu Kuning pada Suhu Kamar (28±2 °C) dan cycling test

Keterangan  : H = homogen

Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak adanya perubahan pada organoleptis, nilai pH, viskositas, dan stabilitas busa secara signifikan. Peningkatan konsentrasi ekstrak labu kuning menyebabkan tinggi busa mengalami peningkatan secara signifikan. Uji stabilitas penyimpanan selama 14 hari dilakukan pengamatan untuk melihat pengaruh penyimpanan selama penyimpanan suhu kamar tersaji pada Gambar 2. Uji stabilitas cycling test selama 6 siklus dilakukan dan hasilnya tersaji pada Gambar 3

Gambar 1 Organoleptis sampo herbal labu kuning
Gambar 2 Karakteristik nilai pH, viskositas, tinggi busa, dan stabilitas busa sampo herbal labu kuning pada penyimpanan selama 14 hari
           Gambar 3 Karakteristik nilai pH, viskositas, tinggi busa dan stabilitas busa      
        sampo  herbal labu kuning sebelum dan sesudah cycling test

Pembahasan

Sampo herbal labu kuning dilakukan formulasi menggunakan ekstrak daging labu kuning dengan variasi konsentrasi 1%, 2%, dan 3%. Ekstrak labu kuning dilakukan ekstraksi menggunakan metode maserasi pelarut etanol 70% didapatkan rendemen sebesar 15,76%. Ekstrak daging labu kuning memiliki organoletis berwarna coklat pekat dan berbau manis (15,23).  Rendemen yang dihasilkan menunjukkan efektivitas etanol 70% dalam menyari metabolit sekunder ekstrak labu kuning. Etanol 70% merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga dapat menarik senyawa metabolit aktif lebih banyak dibandingkan pelarut organik lainnya. Etanol 70% dapat menarik glikosida yang bersifat polar dalam ekstrak labu kuning (24). Ekstraksi labu kuning menggunakan pelarut etanol 70% dapat menarik metabolit sekunder seperti flavonoid, triterpeoid, monoterpenoid dan seskuiterpen (25).

Formulasi sampo herbal ekstrak labu kuning dilakukan evaluasi organoleptis menunjukkan adanya warna kuning sampai kuning kecoklatan. Warna sampo herbal labu kuning dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Formula F1 menunjukkan warna kuning yang paling terang sedangkan formula F3 menunjukkan warna sampo dengan intensitas yang paling gelap. Formula F3 menunjukkan warna paling gelap karena ekstrak yang ditambahkan semakin besar. Ekstrak labu kuning memiliki warna kuning kecoklatan sehingga semakin besar konsentrasi ekstrak akan menghasilkan warna kuning kecoklatan. Penyimpanan selama 14 hari dan perlakuan cycling test tidak menunjukkan adanya perubahan warna sediaan sampo herbal yang dihasilkan. Ketiga sampo herbal labu kuning menunjukkan konsistensi kental dan berbau khas tea tree oil. Penambahan tea tree oil dalam formula diharapkan dapat meningkatkan efek ekstrak labu kuning karena memiliki aktivitas sebagai antijamur terhadap Malassezia furfur sehingga berpotensi memiliki aktivitas sampo anti ketombe (18,26).

Uji homogenitas sampo dilakukan untuk melihat homogenitas kandungan dalam sampo. Semua formula menunjukkan sampo yang homogen dan semua bahan dalam bentuk terlarut termasuk ekstrak labu kuning. Pada penyimpanan selama 14 hari dan dan perlakuan cycling test menunjukkan tidak adanya perubahan pada sampo herbal labu kuning (22).

Uji pH sampo digunakan untuk mengetahui derajat keasaman sampo herbal labu kuning yang dibuat (22). Formulasi sampo herbal labu kuning memiliki pH basa berkisar antara 8,61 sampai 8,85. Formula sampo memiliki pH yang memenuhi persyaratan berada pada rentang pH antara 5 – 9 (27). Nilai pH dipengaruhi oleh agen pembusa yaitu SLES (19). Nilai pH pada semua formula menunjukkan hasil yang tidak berbeda bermakna karena konsentrasi SLES pada semua formula sama. Menurut teoritis SLES memiliki pH berkisar antara 7,5 – 8,55 sehingga sediaan sampo yang dihasilkan memiliki pH mendekati pH SLES (21).  Formula F3 menunjukkan pH sampo paling kecil dibandingkan formula lainnya, hal ini disebabkan karena konsentrasi ekstrak yang ditambahkan semakin besar. Ekstrak labu kuning memiliki pH 4 – 5 yang bersifat  asam sehingga semakin tinggi konsentrasi ekstrak pada formula menghasilkan pH sampo semakin rendah (15,28). Penyimpanan selama 14 hari dan perlakuan cycling test menyebabkan penurunan pH. Namun penurunan pH berdasarkan analisis statistik menunjukkan hasil berbeda tidak signifikan (p > 0,05) dan nilai pH masih berada pada rentang sediaan sampo yang memenuhi syarat sehingga dapat dinyatakan pH sampo stabil.

Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan sampo yang dibuat (17). Viskositas sampo pada formula F3 lebih tinggi dibandingkan formula F1 dan F2. Variasi konsentrasi ekstrak labu kuning mempengaruhi viskositas sampo herbal. Semakin besar konsentrasi ekstrak menghasilkan viskositas sampo meningkat, hal ini disebabkan kandungan ekstrak pada formula F3 lebih banyak dibandingkan formula lain serta penambahan akuades paling sedikit diantara formula lain. Hal lain disebabkan konsistensi ekstrak yang berbentuk kental sehingga semakin banyak jumlah ekstrak yang ditambahkan menyebabkan sediaan lebih kental dan viskositas sampo lebih besar (15). Penyimpanan selama 14 hari dan perlakuan cycling test menyebabkan perubahan nilai viskositas hal ini dipengaruhi oleh parameter suhu yang tidak dikendalikan pada pengujian. Perubahan viskositas berdasarkan analisis statistik menunjukkan hasil berbeda tidak signifikan (p > 0,05)

Tinggi dan stabilitas busa merupakan parameter yang penting pada sediaan sampo karena konsumen memilih sampo karena efek pembusa yang dihasilkan (2,29). Uji tinggi busa digunakan untuk melihat kemampuan surfaktan dalam membentuk busa. Menurut literatur tinggi sampo berada pada rentang 1,3 – 22 mm (18,19). Tinggi busa dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak yang ditambahkan dalam formula. Semakin besar konsentrasi ekstrak menghasilkan tinggi busa yang lebih tinggi hal ini disebabkan karena ekstrak labu kuning mengandung saponin yang bersifat seperti sabun sehingga dapat membentuk busa (17,30). Stabilitas busa bertujuan untuk melihat stabilitas busa yang dibuat. Stabilitas busa dipengaruhi oleh SLES sebagai surfaktan dan penstabil busa. Busa yang banyak dan stabil akan memberikan efek psikologi bagi konsumen. Busa berfungsi sebagai agen redeposisi kotoran yang akan mencegah kotoran mengendap kembali sehingga tidak menempel pada rambut. Stabilitas busa yang baik apabila sampo mampu membentuk busa berkisar 60 – 70% (21). Formula sampo F1 dan F2 memenuhi stabilitas busa sampo sedangkan F3 memiliki stabilitas lebih dari 70%. Penyimpanan selama 14 hari tidak menunjukkana adanya perubahan signifikan pada tinggi busa sedangkan perlakuan cycling test menyebabkan perubahan pada tinggi busa secara signifikan (p < 0,05), hal ini dipengaruhi oleh pengaruh suhu yang ekstrim pada pengujian menyebabkan sampo mengalami koalesensi dan penapisan lapisan film (22). Stabilitas busa menunjukkan tidak ada perbedaan secara sigifikan (p > 0,05) setelah disimpan selama 14 hari dan perlakuan cycling test.

Kesimpulan

Ekstrak daging labu kuning diformulasi dalam bentuk sediaan sampo herbal dengan konsentrasi ekstrak berturut – turut sebesar 1%, 2% dan 3%. Sampo herbal labu kuning memenuhi karakteristik fisik pada parameter organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, dan stabilitas busa pada penyimpanan selama 14 hari pada suhu kamar dan uji cycling test. Uji tinggi busa menunjukkan terdapat perubahan secara signifikan pada penyimpanan yang dipengaruhi oleh metode uji yang dilakukan.

Daftar Pustaka

[1] Al Badi K, Khan SA. Formulation, evaluation and comparison of the herbal shampoo with the commercial shampoos. J Basic Appl Sci. 2014;3(4):301–5

[2] Vijayalakshmi A, Sangeetha S, Ranjith N. Formulation and evaluation of herbal shampoo. Asian J Pharm Clin Res. 2018;11(Special Issue 4):121–4

[3] Arora R, Singh RK, Meenakshi B. Formulation and Evaluation of Herbal Shampoo by Extract of Some Plants. Pharm Chem J. 2019;6(4):74–80.

[4] Pravitasari AD, Gozali D, Hendriani R, Mustarichie R. Review: Formulasi Dan Evaluasi Sampo Berbagai Herbal Penyubur Rambut. Maj Farmasetika. 2021;6(2):152

[5] Gubitosa J, Rizzi V, Fini P, Cosma P. Hair Care Cosmetics: From Traditional Shampoo to Solid Clay and Herbal Shampoo, A Review. Cosmetics. 2019;6(1):1–16.

[6] Chandran S, Vipin K V, Augusthy AR, Lindumol K V, Shirwaikar A. Development and evaluation of antidandruff shampoo based on natural sources . J Pharm Phyther. 2013;4(October):10–4.

[7] Al Badi K, Khan SA. Formulation, evaluation and comparison of the herbal shampoo with the commercial shampoos. J Basic Appl Sci. 2014;3(4):1–5

[8] Amin MZ, Rity TI, Uddin MR, Rahman MM, Uddin MJ. A comparative assessment of anti-inflammatory, anti-oxidant and anti-bacterial activities of hybrid and indigenous varieties of pumpkin (Cucurbita maxima Linn.) seed oil. Biocatal Agric Biotechnol [Internet]. 2020;28(August):101767. Available from: https://doi.org/10.1016/j.bcab.2020.101767

[9] Kim MY, Kim EJ, Kim YN, Choi C, Lee BH. Comparison of the chemical compositions and nutritive values of various pumpkin (Cucurbitaceae) species and parts. Nutr Res Pract. 2012;6(1):21–7.

[10] Muchirah PN, Rebecca W, Shadrack M, Leila A, Hastings O, Anselimo M. Characterization and anti-oxidant activity of Cucurbita maxima Duchesne pulp and seed extracts. J Phytopharm. 2018;7(2):134–40.

[11] Hosen M, Rafii MY, Mazlan N, Jusoh M, Oladosu Y, Chowdhury MFN, et al. Review pumpkin (Cucurbita spp.): A crop to mitigate food and nutritional challenges. Horticulturae. 2021;7(10).

[12] Kamarudin EZ, Ahmed QU, Helaluddin ABM, Sirajudin ZNM, Chowdhury AJK. Studies on bactericidal efficacy of pumpkin (Cucurbita moschata Duchesne) peel. J Coast Life Med. 2014;2(2):146–53.

[13] Mokhtar M, Bouamar S, Di Lorenzo A, Temporini C, Daglia M, Riazi A. The influence of ripeness on the phenolic content, antioxidant and antimicrobial activities of pumpkins (Cucurbita moschata duchesne). Molecules. 2021;26(12).

[14] Yasin M, Younis A, Javed T, Akram A, Ahsan M, Shabbir R, et al. River tea tree oil: Composition, antimicrobial and antioxidant activities, and potential applications in agriculture. Plants. 2021;10(10).

[15] Erwiyani AR, Sonia Cahyani A, Mursyidah L, Sunnah I, Pujistuti A. Formulasi dan Evaluasi Krim Tabir Surya Ekstrak Daging Labu Kuning (Cucurbita maxima). Maj Farmasetika. 2021;6(5):386. 

[16] Utane R, Deo S, Itankar P. Preparation of Herbal Shampoo (HS) by Green Method and Their Characterization. IJRSSIS. 2017;5(March):254–8

[17] Maharataranti N, I.Y. Astuti. BA. Formulasi shampo antiketombe ekstrak etanol seledri (Apium graveolens L) dan aktivitasnya terhadap jamur Pityrosporum ovale. J Pharm. 2012;9(2):128–38.

[18] Pamudji JS, Wibowo MS, Angelia. Formulasi Sampo Anti Ketombe yang Mengandung Tea Tree Oil dan Pengujian Aktivitas Sediaan Terhadap Malassezia furfur. Acta Pharm Indones. 2014;39(1 & 2):7–14.

[19] Lestari DA, Juliantoni Y, Hasina R. Optimasi formula sampo ekstrak daun pacar air (Impatiens balsamina L.) dengan kombinasi natrium lauril sulfat dan cocamide DEA. Sasambo J Pharm. 2021;2(1):23–31.

[20] Sravanthi K, Kavitha N, Sowmya K, Naazneen S, Vaishnavi U, Anil C. A Review on Formulation and Evaluation of Herbal Anti-Dandruff Shampoo. Int J Pharm Res Appl. 2021;6(3):1300–11.

[21] Puspitaningrum R, Fajriati I. Pengaruh Komposisi Sodium Lauryl Eter Sulfat Dalam Deterjen Kaolin Terhadap Mikroorganisme Pada Air Liur Anjing. Anal Anal Environ Chem. 2022;7(1):21

[22] Jusnita N, Syah RA. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Shampo Dari Ekstrak Etanol Daun Pare (Momordica charantia Linn.). Indones Nat Res Pharm J. 2017;2(1):24–39

[23] Erwiyani AR, Rizky Wulandini RP, Zakinah TD, Sunnah I. Formulasi dan Evaluasi Bedak Tabur Daging Labu Kuning (Cucurbita maxima D.). Maj Farmasetika. 2022;7(4):314

[24] Hasanah N, Novian DR. Analisis Ekstrak Etanol Buah Labu Kuning (Cucurbita Moschata D.). Parapemikir  J Ilm Farm. 2020;9(1):54–9

[25] Nofianti T, Hidayati ND, Nurviana V, Ruswanto, Rani Yunda L. Ethanol Extract Activity of Yellow Pumpkin Flesh (Cucurbita Moschata Duch) on the Cataract Formation. In: Advances in Health Sciences Research. 2020. p. 118–23.

[26] Leong C, Schmid B, Buttafuoco A, Glatz M, Bosshard PP. In vitro efficacy of antifungal agents alone and in shampoo formulation against dandruff-associated Malassezia spp. and Staphylococcus spp. Int J Cosmet Sci. 2019;41(3):221–7.

[27] Syaputri FN, Tandjung AI, Faradiba F. Formulasi Shampo Cair Transparan Sari Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia S.). J Ilm As-Syifaa. 2017;9(1):17–26

[28] Gliemmo MF, Latorre ME, Gerschenson LN, Campos CA. Color stability of pumpkin (Cucurbita moschata, Duchesne ex Poiret) puree during storage at room temperature: Effect of pH, potassium sorbate, ascorbic acid and packaging material. LWT – Food Sci Technol. 2009;42(1):196–201

[29] Sharma RM, Shah K, Patel J. Evaluation of Prepared Herbal Shampoo Formulations and to Compare Formulated Shampoo With Marketed Shampoos. Int J Pharm Pharm Sci. 2011;3(4):402–5.

[30] Indriyanti E, Purwaningsih Y, Wigati D. Skrining Fitokimia dan Standarisasi   (Indriyanti dkk.). Cendekia Eksakta. 2017;3(2):20–5.

cara mengutip artike ini

https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/43686/0

About Majalah Farmasetika

Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) di situs ini adalah Majalah Farmasetika Edisi Jurnal Ilmiah yang merupakan jurnal farmasi di Indonesia SINTA 3 berbentuk artikel penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan komunikasi penelitian singkat di bidang farmasetika. Edisi jurnal ilmiah ini dibuat untuk kepentingan informasi, edukasi dan penelitian kefarmasian.

Check Also

Narrative Review: Herbal Nanospray Sebagai Anti-Aging

Majalah Farmasetika, 8 (3) 2023, 289-304 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i3.38841 Artikel Review Mulyawati Widya Pratiwi, Triyadi Hendra Wijaya, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *