Kajian Tingkat Iritasi Surfaktan Berdasarkan Nilai Zein pada Sediaan Body Wash

Majalah Farmasetika, 8 (2) 2023, 148-163

https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i2.41779

Artikel Review

Fitrianti Darusman*, Inayah Fitri Wulandari, Mentari Lutfika Dewi

Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Islam Bandung Jalan Ranggading No.8 Bandung, Jawa Barat, Indonesia

*E-mail: efit.bien@gmail.com

(Submit 24/10/2022, Revisi 30/11/2022, Diterima 25/12/2022, Terbit 01/01/2023)

Abstrak

Body wash merupakan salah satu sediaan kosmetik pembersih yang umum digunakan untuk membersihkan tubuh yang mengandung surfaktan sebagai salah satu bahan utamanya. Surfaktan sebagai bahan utama yang digunakan dalam sediaan body wash memiliki manfaat sebagai pembasah, pembersih, dan bahan pembusa. Mekanisme surfaktan dalam membersihkan kotoran di kulit yaitu berikatan dengan stratum korneum. Penggunaan surfaktan dalam jangka panjang dapat menyebabkan pembengkakan keratin dalam korneosit, kerusakan struktural pada stratum korneum, meningkatkan Transepidermal Water Loss (TEWL) dan denaturasi protein, sehingga diperlukan sediaan pembersih yang mengandung surfaktan yang aman dan tidak mengiritasi kulit. Penulisan kajian pustaka ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan surfaktan dalam mempertahankan stabilitas busa guna membersihkan kotoran di permukaan kulit dan juga mengetahui tingkat iritasi surfaktan berdasarkan nilai zein pada formulasi sediaan body wash. Kajian pustaka ini dilakukan menggunakan metode penelitian secara komparatif dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber pustaka yang sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Hasil dari kajian pustaka menunjukkan bahwa surfaktan mengalami peningkatan stabilitas busa ketika dikombinasikan dengan polimer ataupun saponin dari ekstrak tanaman. Pengujian potensi iritasi surfaktan dengan kombinasi dari berbagai jenis surfaktan anionik, amfoterik, dan non ionik dengan penambahan beberapa zat seperti polimer, ekstrak tanaman, ekstrak dari fermentasi Bacillus, talkum ataupun penambahan alkil poliglukosida menghasilkan potensi iritasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan surfaktan tunggal.

Kata kunci: Body wash, kulit, surfaktan, tes zein

Teks Lengkap:

PDF

Pendahuluan

Pendahuluan

Kosmetik merupakan sediaan farmasi yang ditujukan untuk menunjang penampilan ataupun merawat tubuh. Kosmetik juga digunakan untuk mempercantik, beberapa jenis kosmetik juga dapat berfungsi sebagai pembersih. Sediaan pembersih berfungsi untuk membersihkan kotoran pada tubuh yang merupakan kebutuhan dasar dalam menjaga kesehatan kulit. Epidermis sebagai struktur terluar dari kulit memiliki fungsi yang penting untuk mencegah hilangnya air dan elektrolit yang berfungsi sebagai pertahanan kekebalan, perlindungan terhadap bahaya sinar UV dan perlindungan dari kerusakan oksidatif [1]. Sebagai lapisan terluar, stratum korneum memiliki peran yang penting dalam keamanan kulit terkait dengan fungsinya sebagai protektor dari zat luar yang tidak diinginkan. Lapisan ini tersusun dari sel-sel kulit mati yang akan selalu beregeneras [2]. Kulit mati yang menumpuk dapat mengakibatkan permasalahan pada kulit seperti pori-pori tersumbat ataupun kulit menjadi kusam. Sebagai pertahanan utama terhadap kotoran dari luar, banyak ditemukan berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, protozoa, dan kelompok minor lainnya yang dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti jerawat, bisul, pneumonia, meningitis dan arthritis [3]. Selain itu, adanya polusi dari lingkungan juga dapat memberikan efek negatif terhadap kulit seperti penuaan dan pigmentasi kulit, sehingga membersihkan tubuh merupakan hal yang penting dalam menjaga kesehatan kulit. Terdapat berbagai macam kosmetik pembersih kulit, salah satunya adalah body wash. Body wash merupakan sediaan pembersih yang umum digunakan untuk membersihkan kulit dengan pH sediaan sekitar 8,6. Bahan utama dalam formulasi sediaan body wash adalah air dan surfaktan yang digunakan untuk mengikat kotoran yang bersifat lipofilik dan menghasilkan busa [4,5,6]. Body wash yang baik bukan hanya efektif sebagai pembersih, namun juga tidak menyebabkan kulit kering, iritasi dan sebagainya [7].

Dalam formulasi sabun pembersih, surfaktan memiliki peranan yang penting. Surfaktan merupakan molekul ampifilik yang memiliki ekor yang panjang bersifat non polar dan kepala yang bersifat polar. Bagian kepala surfaktan disebut dengan gugus hidrofilik yang larut dalam air, dan bagian ekor disebut gugus hidrofobik yang tidak larut dalam air. Bagian ekor surfaktan akan mengikat kotoran sehingga ketika dicuci menggunakan air, kotoran dapat dengan mudah dieliminasi dari permukaan kulit [8]. Surfaktan dapat memberikan sifat membersihkan ketika terjadi pembentukan misel yang bergantung pada konsentrasi surfaktan. Proses pembentukan misel disebut dengan proses miselisasi yang terjadi ketika konsentrasi surfaktan di atas konsentrasi misel krtis (KMK) [9].

Disamping manfaatnya untuk membersihkan kotoran pada kulit, beberapa jenis surfaktan justru memiliki efek negatif pada kulit dimana surfaktan dapat berikatan dengan stratum korneum di kulit sehingga menyebabkan pembengkakan keratin dalam korneosit dan kerusakan pada stratum korneum yang dapat mendenaturasi enzim. Hal ini disebabkan karena adanya gaya tarik elektrostatik antara kelompok kepala bermuatan dari molekul surfaktan anionik dan sebaliknya gugus asam amino yang bermuatan dari protein, sehingga menyebabkan penetrasi berbagai zat (termasuk surfaktan) ke dalam struktur kulit sehingga kelembaban kulit akan hilang dan menyebabkan kulit menjadi iritasi atau dalam kasus yang parah bisa menyebabkan peradangan pada kulit [10,11,12]. Sebagai komponen utama dalam pembersihan kotoran pada kulit, surfaktan harus memberikan efek yang aman dan tidak menimbulkan iritasi. Surfaktan berinteraksi di kulit dengan cara berikatan dengan protein yang berada di kulit. Untuk mengetahui efek iritasinya di kulit, dapat dilakukan skrining uji in vitro dengan metode tes zein. Zein, yang merupakan protein yang ditemukan dalam jagung, yang diketahui dapat digunakan sebagai pembawa dalam penghantaran obat, termasuk nanopartikel, gel, sediaan film oral dan emulsi [13,14]. Zein merupakan protein jagung yang tidak dapat larut dalam air, namun dapat dilarutkan dalam air dengan menggunakan berbagai jenis surfaktan hingga terdenaturas yang akan menghasilkan massa nitrogen bebas yang berasal dari protein dalam larutan dan disajikan sebagai ukuran potensi iritan [10]. Tes zein terdiri dari penentuan nitrogen yang ada dalam larutan menggunakan metode Kjeldahl yang merupakan dasar penentuan apa yang disebut bilangan zein yang kemudian dinyatakan dalam milligram zein terlarut per milimeter larutan uji. Pada metode ini ditunjukkan semakin banyak zein yang terlarut maka semakin banyak protein yang mendenaturasi dan potensi iritasi kulit juga tinggi [15,16]. Penulisan artikel review ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang kemampuan surfaktan dalam membersihkan kotoran di permukaan kulit dan juga mengetahui tingkat iritasi surfaktan berdasarkan nilai zein pada formulasi sediaan body wash.

Metode

Metode penulisan yang digunakan adalah Systematic Literature Review (SLR), yang merupakan suatu cara untuk melakukan pengumpulan, evaluasi, mengintegrasikan dan menyajikan penemuan dari berbagai studi penelitian secara sistematis menggunakan diagram alir PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analysis). Artikel penelitian yang digunakan berasal dari jurnal yang berkaitan dengan formulasi surfaktan pada sediaan body wash yang mengandung evaluasi stabilitas busa atau mengandung uji iritasi menggunakan metode zein yang diperoleh dari pangkalan data Science Direct, PubMed, Degruyter, John Wiley & Sons dan Springer Link.

Hasil

Berikut ini adalah hasil dari kajian pustaka terkait dengan stabilitas busa dan tingkat iritasi surfaktan dari sediaan body wash.

  Tabel 1. Stabilitas Busa Surfaktan dalam Sediaan Body Wash  

Pembahasan

Body wash merupakan salah satu sediaan kosmetik pembersih yang berfungsi untuk mengangkat kotoran di permukaan kulit yang memiliki frekuensi penggunan relatif lebih sering. Body wash memiliki formula utama yang terdiri dari air dan surfaktan yang ditambahkan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran dan memberikan busa. Surfaktan merupakan molekul ampifilik yang bagian kepalanya bersifat hidrofilik memiliki sifat larut dalam air sedangkan bagian ekornya bersifat hidrofobik memiliki sifat yang tidak larut dalam air. Karena adanya gugus yang berbeda tersebut, surfaktan dapat membersihkan kotoran yang terdapat di permukaan kulit. Bagian ekor surfaktan akan berikatan dengan kotoran dan ketika dibilas dengan air bagian kepala surfaktan akan mendekati air kemudian kotoran akan ikut tereleminasi dari tubuh. Berdasarkan gugus hidrofiliknya surfaktan dikelompokkan menjadi surfaktan anionik, kationik, amfoterik dan non ionik [8]. Penggunaan surfaktan dalam produk kosmetik merupakan salah satu komponen penting. Dalam kosmetik, surfaktan digunakan sebagai pembasah, pembersih, bahan pembusa, pelarut, kondisioner, pengental, dan untuk menghasilkan emolien. Surfaktan yang digunakan pada kosmetik harus aman untuk digunakan. Surfaktan yang berbau dan berwarna pekat tidak boleh digunakan dalam formulasi karena dapat mempengaruhi hasil akhir sediaan. Selain itu, surfaktan harus memiliki daya membersihkan yang baik, detergensi, kelembutan, dan sifat reologi yang optimal [27]. Cara kerja surfaktan juga dapat mempengaruhi sifat-sifat sediaan pembersih yang dihasilkan. Pembersih bayi biasanya ringan di kulit, dan sering mengandung campuran surfaktan anionik, amfoterik dan non-ionik, sedangkan sediaan pembersih untuk dewasa biasanya lebih agresif dan mengandung terutama surfaktan anionik [28,29]

Karakteristik yang penting untuk diamati dari surfaktan dalam membersihkan yaitu kemampuan busa dalam mempertahankan parameternya (ukuran gelembung, kandungan cairan, dan volume busa) dalam keadaan konstan selama waktu tertentu.

Menurut Cornwell (2017), jumlah busa tidak mempengaruhi daya membersihkan dari sediaan pembersih. Namun, busa memiliki fungsi untuk menahan kotoran yang sudah diangkat sebelum dibilas dengan air. Kemampuan berbusa dan stabilitas busa saling berhubungan dan ketika lapisan busa stabil maka kemampuan berbusa semakin besar. Selain itu, sediaan pembersih dengan kemampuan berbusa yang tinggi memiliki efek yang minimal di stratum korneum [30,31]. Stabilitas busa dapat ditingkatkan dengan peningkatan viskositas, penambahan elektrolit atau kombinasi surfaktan dengan polimer. Misalnya, campuran surfaktan anionik dan surfaktan non ionik yang dapat mengurangi konsentrasi misel kritik (KMK) dari surfaktan anionik sehingga menghasilkan tegangan permukaan yang lebih rendah dibandingkan surfaktan tunggal [32,33]. Data yang disajikan pada tabel 1 menunjukkan surfaktan yang dikombinasikan dengan polimer guar hidroksitrimmonium klorida, polivinilpirolidon (PVP) dan hydrolysed wheat protein (HWP) mengalami peningkatan stabilitas busa jika dibandingkan dengan basis. Selain itu, penambahan saponin dari ekstrak Glycyrrhiza glabra, Solanum dulcamara, dan Viola tricolor juga menunjukkan adanya peningkatan stabilitas busa. Peningkatan stabilitas busa ini disebabkan karena adanya peningkatan viskositas dari kombinasi berbagai jenis surfaktan dengan saponin dan polimer. Penambahan saponin yang merupakan foaming agent alami dapat semakin menambah kapasitas pembusaan pada body wash, serta polimer yang merupakan makromolekul rantai panjang yang bersifat ampifilik dapat meningkatkan kekentalan sabun sehingga menghasilkan busa yang kaku dan stabil.

Mekanisme surfaktan dalam membersihkan kotoran di kulit yaitu berinteraksi dengan stratum korneum. Semakin tinggi kecenderungan surfaktan berinteraksi dengan kulit maka memiliki potensi yang tinggi juga untuk dapat mengiritasi. Penggunaan surfaktan dalam jangka panjang dapat menyebabkan pembengkakan keratin dalam korneosit, kerusakan struktural pada stratum korneum, meningkatkan Transepidermal Water Loss dan denaturasi protein [34]. Surfaktan memiliki monomer yang kecil sehingga mudah untuk berpenetrasi ke dalam kulit dan berinteraksi dengan stratum korneum. Untuk dapat mengurangi potensi iritasi dari surfaktan dapat dilakukan dengan meningkatkan ukuran misel, misalnya pada formulasi ditambahkan polimer [18], ekstrak tanaman [20], kombinasi antara surfaktan anionik dengan surfaktan nonionik, kationik, atau amfoterik [17, 35, 36], ataupun menggunakan surfaktan yang berbasis asam amino [37].

Jenis surfaktan yang umum digunakan dalam sediaan pembersih adalah surfaktan anionik. Surfaktan anionik memiliki kemampuan pembersihan yang tinggi, kemampuan berbusa yang maksimal dan biaya yang relatif murah. Namun, menurut Lips et al (2006) [34], surfaktan anionik memiliki potensi iritasi yang lebih tinggi dibandingkan surfaktan jenis lainnya. Surfaktan anionik dapat mengikat protein di stratum korneum melalui interaksi elektrostatik yang kuat, sedangkan surfaktan jenis lain berinteraksi dengan protein melalui ikatan hidrogen yang lemah sehingga memiliki potensi iritasi yang lebih rendah. Smith et al (2011) menemukan bahwa surfaktan anionik menunjukkan kemampuan melarutkan zein yang lebih kuat, sedangkan campuran surfaktan anionik-nonionik dan anionik-kationik menunjukkan kemampuan melarutkan zein yang lemah [38]. Zein merupakan protein globular dalam endosperma jagung yang memiliki struktur yang mirip dengan protein di stratum korneum. Oleh karena itu, zein merupakan protein hidrofobik sehingga surfaktan dapat mampu melarutkan zein dengan baik. Pelarutan zein dipengaruhi oleh struktur kimia, konsentrasi dan muatan surfaktan. Zein akan bermuatan positif pada pH 7, sehingga surfaktan anionik akan lebih banyak terlarut dibandingkan dengan surfaktan kationik, nonionik ataupun amfoterik [39]. Metode tes zein merupakan pengujian secara in vitro yang aman untuk dilakukan karena tidak berbahaya dibandingkan dengan pengujian secara in vivo ke kulit sukarelawan.

Data yang terdapat pada tabel 2 menunjukkan penambahan surfaktan dengan beberapa zat seperti polimer, ekstrak tanaman, ataupun kombinasi dari berbagai jenis surfaktan dapat mengurangi potensi iritasi surfaktan. Rentang nilai zein menurut Ward et al (1998), surfaktan diklasifikasikan sangat mengiritasi di atas 400 mgN/100 mL, mengiritasi sedang pada rentang 200-400 mgN/100 mL, dan tidak mengiritasi di bawah nilai 200 mgN/100 mL [40]. Penurunan tingkat iritasi ini disebabkan karena penambahan zat yang menyebabkan pembentukan misel berukuran besar. Misel yang berukuran besar tidak mampu untuk menembus lapisan epidermis yang lebih dalam sehingga efek iritasi berkurang [41]. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi (elektrostatik, dipol-dipol dan hidrofobik) yang terjadi antara polimer dan surfaktan. Ketika polimer ditambahkan ke dalam larutan surfaktan mengakibatkan ukuran monomer yang ada dalam larutan menjadi bertambah. Polimer yang ditambahkan ini akan menempel dengan surfaktan sehingga membentuk kompleks polimer-surfaktan. Akibatnya, konsentrasi mereka dalam larutan berkurang [42].

Untuk meningkatkan ukuran misel dilakukan penambahan zat, seperti polimer. Polimer guar hidroksitrimmonium klorida merupakan polimer kationik yang berasal dari dari biji Cyamopsis tetragonoloba. Polimer ini tidak memiliki efek buruk terhadap lingkungan ataupun manusia sehingga dapat ditambahkan dalam formulasi sediaan pembersih [43]. Selain itu juga dapat ditambahkan kombinasi polivinilpirolidon (PVP). PVP merupakan polimer sintetik yang umum digunakan sebagai bahan pengikat dalam formulasi sediaan tablet. Selain itu juga digunakan sebagai pensuspensi, penstabil, atau agen penambah viskositas dalam sejumlah suspensi dan larutan topikal dan oral [44]. PVP menurunkan efek iritasi dengan pembentukan kompleks polimer-misel dan penggabungan rantai polimer ke dalam strukturnya yang akan membentuk agregat yang besar sehingga tidak mampu menembus stratum korneum. Untuk menghasilkan tingkat iritasi yang lebih rendah, PVP dapat dikombinasikan dengan hydrolise wheat protein (HWP). HWP merupakan protein gandum yang terhidrolisis merupakan turunan dari asam, enzim atau metode hidrolisis lainnya. Dalam sediaan kosmetik, HWP ini biasanya digunakan sebagai zat pengkondisi kulit [45]. Kombinasi antara surfaktan amfoterik juga dapat menurunkan tingkat iritasi. Golongan surfaktan ini memiliki biotoksisitas yang rendah dan biodegrabilitas yang tinggi [46].

Selain menggunakan polimer, untuk menurunkan efek iritasi surfaktan juga dapat ditambahkan ekstrak dari tanaman. Saponin merupakan salah satu golongan zat aktif yang terdapat dalam tanaman yang dapat bersifat sebagai surfaktan alami karena memiliki struktur ampifilik, yang merupakan kombinasi dari aglikon non polar hidrofobik dan gugus glikon polar hidrofilik [47]. Bagian hidrofilik ini terdiri dari rantai gula yang larut dalam air sedangkan bagian hidrofobik dapat berupa steroid atau triterpenoid yang tidak larut dalam air. Sehingga, berdasarkan kombinasi ini saponin termasuk ke dalam jenis surfaktan nonionik. Surfaktan nonionik memiliki sifat tidak mengionisasi dalam larutan berair dan umum digunakan sebagai pembasah, pengemulsi, agen pembentuk gel, pembentuk busa dalam industri farmasi. Salah satu keuntungan dari surfaktan nonionik adalah kompatibel dengan golongan surfaktan lainnya [48].

Pada penelitian ini juga diamati penggunaan ekstrak jamur dalam sediaan pembersih. Sampel yang mengandung ekstrak jamur mengalami penurunan tingkat iritasi karena disebabkan oleh komponen dari ekstrak jamur masuk ke dalam misel surfaktan, menyebabkan peningkatan stabilitas dan ukurannya [49].  Selain itu menurunkan tingkat iritasi surfaktan, penambahan ekstrak jamur ke dalam formula body wash ini juga bertujuan untuk melembabkan kulit, mengurangi TEWL dan menjaga pH kulit. Ekstrak jamur yang digunakan juga memiliki aktivitas antioksidan yang dapat digunakan untuk melindungi keratinosit di kulit [50].

Penelitian yang dilakukan oleh Bujak dan Seweryn (2018) [17] memiliki nilai iritasi yang paling kecil. Kombinasi berbagai jenis surfaktan dari natrium lauret sulfat (surfaktan anionik), cocamidopropil betain (surfaktan amfoterik), dan coco glukosida (surfaktan non ionik) dengan konsentrasi tinggi menghasilkan nilai iritasi yang lebih kecil. Ketika penambahan alkil poliglukosida dengan konsentrasi 4% membuat ukuran misel menjadi semakin lebih besar sehingga kemampuannya untuk berpenetrasi ke lapisan epidermis semakin kecil. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Niziol-Lukaszewska et al (2020) penambahan natrium coco sulfat sebagai surfaktan anionik dengan ekstrak Moringa oleifera memiliki tingkat iritasi yang tinggi, karena misel yang terbentuk masih memiliki ukuran yang kecil. Sehingga terlihat bahwa semakin banyak komponen yang ditambahkan ke dalam formula maka akan semakin besar ukuran misel dan potensi iritasinya juga semakin berkurang.

Kesimpulan

Hasil kajian pustaka menunjukkan bahwa surfaktan mengalami peningkatan stabilitas busa ketika dikombinasikan dengan polimer ataupun saponin dari ekstrak tanaman. Pengujian potensi iritasi surfaktan dilakukan dengan metode tes zein dengan kombinasi dari berbagai jenis surfaktan anionik, amfoterik, dan non ionik dengan penambahan beberapa zat seperti polimer (polimer guar hidroksitrimonium klorida, PVP, dan HWP), ekstrak tanaman, ekstrak, penambahan talkum, penambahan alkil poliglukosida, kombinasi surfaktan amfoterik ataupun penambahan ekstrak jamur menunjukkan bahwa kombinasi dari berbagai jenis surfaktan menghasilkan potensi iritasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan surfaktan tunggal.

Daftar Pustaka

[1] Pillai, S., Cornell, M. Oresajo, C. (2010). Epidermal Barrier. Cosmetic Dermatology: Products and Procedures, 3–12

[2] Kalangi, S. J. R. (2014). Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik (Jbm), 5(3), 12–20

[3] Dimpudus, S. A., Yamlean, P. V. Y., & Yudistira, A. (2017). Formulasi Sediaan Sabun Cair Antiseptik Ekstrak Etanol Bunga Pacar Air (Impatiens balsamina L . ) dan Uji Efektivitasnya Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. 6(3), 208–215.

[4] Draelos, Z. D. (2018). The Science Behind Skin Care: Cleansers. Journal of Cosmetic Dermatology, 17(1), 8–14.

[5] Ertel, K., F. H. (2015). Personal Cleanser: Body Washes Chapter 11. Cosmetic Dermatology: Products and Procedures, 88..

[6] Ngan, T. T. K., Hien, T. T., Quyen, N. T. C., Anh, P. N. Q., Nhan, L. T. H., Cang, M. H., & Bach, L. G. (2020, October). Application of Coconut Oil from Ben Tre Province (Vietnam) as the Main Detergent for Body Wash Products. In IOP Conference Series: Materials Science and Engineering (Vol. 959, No. 1, p. 012025). IOP Publishing.

[7] Kakizawa, Y., & Miyake, M. (2019). Creation of new functions by combination of surfactant and polymer-complex coacervation with oppositely charged polymer and surfactant for shampoo and body wash. Journal of oleo science, ess19081.

[8] Yuan, C. L., Xu, Z. Z., Fan, M. X., Liu, H. Y., Xie, Y. H., & Zhu, T. (2014). Study on Characteristics and Harm of Surfactants. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 6(7), 2233–2237.

[9] Bansal, M., & Jamil, S. (2018). Micellar Microparticles: A novel Approach to Topical Drug Delivery System. International Journal of Applied Pharmaceutics, 10(5), 1–5

[10] Seweryn, A. (2018). Interactions Between Surfactants and the Skin – Theory and Practice. Advances in Colloid and Interface Science, 256(2017), 242–255

[11] Cohen, L., Sanchez, E., Martin, M., Soto, F., & Trujillo, F. (2016). Study of the Effects of LAS and Zein Concentrations on Protein Solubilization. Journal of Surfactants and Detergents19(5), 1089-1092

[12] Lu, G., & Moore, D. J. (2012). Study of Surfactant–Skin Interactions by Skin   Impedance Measurements. International journal of cosmetic science34(1), 74-  80.

[13] Ngo, H. V., Tran, P. H., Lee, B. J., & Tran, T. T. (2019). The Roles of a Surfactant   in Zein-HPMC Blend Solid Dispersions for Improving Drug Delivery. International   journal of pharmaceutics563, 169-173.

[14] Zhang, C., Gao, J., Hankett, J., Varanasi, P., Borst, J., Shirazi, Y., & Chen, Z.   (2020). Corn Oil–Water Separation: Interactions of Proteins and Surfactants at   Corn Oil/Water Interfaces. Langmuir36(15), 4044-4054

[15] Jurek, I., Szuplewska, A., Chudy, M., & Wojciechowski, K. (2021). Soapwort   (Saponaria officinalis L.) Extract vs. Synthetic Surfactants—Effect on Skin-  Mimetic Models. Molecules26(18), 5628

[16] Paye, M., Block, C., Hamaide, N., Hüttmann, C. E., Kirkwood, S., Lally, C., Lloyd,   P. H., Makela, P., Razenberg, H., & Young, R. (2006). Antagonisms Between   Surfactants: The Case of Laundry Detergents. Tenside, Surfactants, Detergents,   43(6), 290–294..

[17] Bujak, T., Nizioł-Łukaszewska, Z., & Ziemlewska, A. (2020). Amphiphilic Cationic   Polymers as Effective Substances Improving the Safety of Use of Body Wash   Gels. International journal of biological macromolecules147, 973-979.

[18] Bujak, T., Wasilewski, T., & Nizioł-Łukaszewska, Z. (2019). Effect of Molecular   Weight of Polyvinylpyrrolidone on the Skin Irritation Potential and Properties of   Body Wash Cosmetics in the Coacervate Form. Pure and Applied   Chemistry91(9), 1521-1532.

[19] Bujak, T., Wasilewski, T., & Nizioł-Łukaszewska, Z. (2015). Role of   Macromolecules in the Safety of Use of Body Wash Cosmetics. Colloids and   Surfaces B: Biointerfaces, 135, 497–503.

[20] Nizioł‐Łukaszewska, Z., & Bujak, T. (2018). Saponins as Natural Raw Materials   for Increasing the Safety of Bodywash Cosmetic Use. Journal of Surfactants and   Detergents21(6), 767-776.

[21] Wasilewski, T., Sarna, K., Seweryn, A., Sanches, M. D. B., & Kanios, A. (2017).   Effect of Talc on the Properties of Washing Baths Containing Sodium Soaps.   Cosmetic Products Development, 122–136

[22] Wasilewski, T., Seweryn, A., Pannert, D., Kierul, K., Domżał-Kędzia, M.,   Hordyjewicz-Baran, Z., & Lewińska, A. (2022). Application of Levan-Rich   Digestate Extract in the Production of Safe-to-Use and Functional Natural Body   Wash Cosmetics. Molecules27(9), 2793

[23] Nizioł-Łukaszewska, Z., Furman-Toczek, D., Bujak, T., Wasilewski, T., &   Hordyjewicz-Baran, Z. (2020). Moringa oleifera L. Extracts as Bioactive   Ingredients that Increase Safety of Body Wash Cosmetics. Dermatology   research and practice2020.

[24] Seweryn, A., & Bujak, T. (2018). Application of Anionic Phosphorus Derivatives of   Alkyl Polyglucosides for the Production of Sustainable and Mild Body Wash   Cosmetics. ACS Sustainable Chemistry & Engineering6(12), 17294-17301

[25] Klimaszewska, E., Wieczorek, D., Lewicki, S., Stelmasiak, M., Ogorzałek, M.,   Szymański, Ł., & Markuszewski, L. (2022). Effect of New Surfactants on   Biological Properties of Liquid Soaps. Molecules27(17), 5425.

[26] Ziemlewska, A., Wójciak, M., Mroziak-Lal, K., Zagórska-Dziok, M., Bujak, T.,   Nizioł-Łukaszewska, Z., & Sowa, I. (2022). Assessment of Cosmetic Properties   and Safety of Use of Model Washing Gels with Reishi, Maitake and Lion’s Mane   Extracts. Molecules27(16), 5090

[27] Somasundaran, P., Soma Chakraborty, P., Deo, N. D., & Somasundaran, T.   (2006). Contribution of Surfactants to Personal Care Products. Surfactants in   Personal Care Products and Decorative Cosmetics, 121–135

[28] Walters, R. M., Gandolfi, L., Mack, M. C., Fevola, M., Martin, K., Hamilton, M. T.,   & Costin, G. E. (2016). In Vitro Assessment of Skin Irritation Potential of   Surfactant-Based Formulations by Using a 3-D Skin Reconstructed Tissue Model   and Cytokine Response. Alternatives to Laboratory Animals44(6), 523-532

[29] Cahyaningsih, D., Ariesta, N., & Amelia, R. (2019). Pengujian Parameter Fisik   Sabun Mandi Cair Dari Surfaktan Sodium Laureth Sulfate (Sles). Jurnal Sains   Natural6(1), 10-15

[30] Belhaij A., O. A. M. (2015). Foamability and Foam Stability of Several Surfactants   Solutions: The Role of Screening and Flooding. Journal of Petroleum &   Environmental Biotechnology, 06(04).

[31] Regan, J., Mollica, L. M., & Ananthapadmanabhan, K. P. (2013). A Novel   Glycinate-Based Body Wash: Clinical Investigation into Ultra-Mildness, Effective   Conditioning, and Improved Consumer Benefits. The journal of clinical and   Aesthetic Dermatology6(6), 23.

[32] Cornwell, P. A. (2018). A Review of Shampoo Surfactant Technology: Consumer   Benefits, Raw Materials and Recent Developments. International Journal of   Cosmetic Science, 40(1), 16–30.

[33] Tadros, T. F. (2015). Interfacial Aspects of Pharmaceutical Systems. In Interfacial   Phenomena and Colloid Stability (Vol. 2).

[34] Lips, A., Ananthapadmanabhan, K. P., Vethamuthu, M., Hua, X. Y., Yang, L.,   Vincent, C., & Somasundaran, P. (2006). Role of Surfactant Micelle Charge in   Protein Denaturation and Surfactant-Induced Skin Irritation. Surfactant Science   Series, 135, 177–187

[35] Blagojević, S. N., Blagojević, S. M., & Pejić, N. D. (2016). Performance and   Efficiency of Anionic Dishwashing Liquids with Amphoteric and Nonionic   Surfactants. Journal of Surfactants and Detergents, 19(2), 363–372

[36] Chen, Y., Ji, X., Han, Y., & Wang, Y. (2016). Self-Assembly of Oleyl Bis(2-  hydroxyethyl)methyl Ammonium Bromide with Sodium Dodecyl Sulfate and Their   Interactions with Zein. Langmuir, 32(32), 8212–8221.

[37] Ananthapadmanabhan, K. P. (2019). Amino-acid Surfactants in Personal   Cleansing. Tenside Surfactants Detergents56(5), 378-386.

[38] James-Smith, M. A., Hellner, B., Annunziato, N., & Mitragotri, S. (2011). Effect of   Surfactant Mixtures on Skin Structure and Barrier Properties. Annals of   biomedical engineering39(4), 1215-1223

[39] Chen, Y., Ji, X., Han, Y., & Wang, Y. (2016). Self-Assembly of Oleyl Bis(2-  hydroxyethyl)methyl Ammonium Bromide with Sodium Dodecyl Sulfate and Their   Interactions with Zein. Langmuir, 32(32), 8212–8221

[40] Ward, R. K., Hubbard, A. W., Sulley, H., Garle, M. J., & Clothier, R. H. (1998).   Human keratinocyte cultures in an in vitro approach for the assessment of   surfactant-induced irritation. Toxicology in Vitro, 12(2), 163–165

[41] (John &   Singer, 2019). (John, C., & Singer, E. J. (2019). Cationic   Surfactants:   Analytical and Biological Evaluation (53rd ed.). CRC Press.).

[42] Klimaszewska, E., Seweryn, A., Ogorzałek, M., Nizioł-Łukaszewska, Z., &   Wasilewski, T. (2019). Reduction of Irritation Potential Caused by Anionic   Surfactants in the use of Various Forms of Collagen Derived from Marine   Sources in Cosmetics for Children. Tenside Surfactants Detergents56(3), 180-  187.

[43]  George, A., Shah, P. A., & Shrivastav, P. S. (2019). Guar Gum: Versatile Natural   Polymer for Drug Delivery Applications. European Polymer Journal,   112(October), 722–735.

[44] Rowe, C. R., Paul, S., & Marian, Q. (2009). Handbook of Pharmaceutical   Excipients (6th Editions). In Libros Digitales-Pharmaceutical Press

[45] Burnett, C., Bergfeld, W. F., Belsito, D. V., Hill, R. A., Klaassen, C. D., Liebler, D.   C., Marks, J. G., Shank, R. C., Slaga, T. J., Snyder, P. W., Andersen, F. A., &   Heldreth, B. (2018). Safety Assessment of Hydrolyzed Wheat Protein and   Hydrolyzed Wheat Gluten as Used in Cosmetics. International Journal of   Toxicology, 37(1_suppl), 55S-66S.

[46] Zieba, M., Wieczorek, D., Klimaszewska, E., Malysa, A., & Kwasniewska, D.   (2019). Application of New Synthesized Zwitterionic Surfactants as Hair   Shampoo Components. Journal of Dispersion Science and Technology40(8),   1189-1196

[47] Rai, S., Acharya-Siwakoti, E., Kafle, A., Devkota, H. P., & Bhattarai, A. (2021).   Plant-Derived Saponins: A Review of Their Surfactant Properties and   Applications. Sci, 3(4), 44

[48] Sekhon, B. S. (2013). Surfactants: Pharmaceutical and Medicinal Aspects.   Journal of Pharmaceutical Technology, Research and Management, 1(1), 43–68

[49] DaSilva, S. C., Sahu, R. P., Konger, R. L., Perkins, S. M., Kaplan, M. H., &   Travers, J. B. (2012). Increased Skin Barrier Disruption by Sodium Lauryl Sulfate   in Mice Expressing a Constitutively Active STAT6 in T Cells. Archives of   dermatological research304(1), 65-71.

[50] Abate, M., Pepe, G., Randino, R., Pisanti, S., Basilicata, M. G., Covelli, V., &   Rodriquez, M. (2020). Ganoderma Lucidum Ethanol Extracts Enhance Re-  Epithelialization and Prevent Keratinocytes from Free-Radical   Injury. Pharmaceuticals13(9), 224.

cara mengutip artike ini

https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/42527/0

About Majalah Farmasetika

Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) di situs ini adalah Majalah Farmasetika Edisi Jurnal Ilmiah yang merupakan jurnal farmasi di Indonesia SINTA 3 berbentuk artikel penelitian, artikel review, laporan kasus, komentar, dan komunikasi penelitian singkat di bidang farmasetika. Edisi jurnal ilmiah ini dibuat untuk kepentingan informasi, edukasi dan penelitian kefarmasian.

Check Also

Narrative Review: Herbal Nanospray Sebagai Anti-Aging

Majalah Farmasetika, 8 (3) 2023, 289-304 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i3.38841 Artikel Review Mulyawati Widya Pratiwi, Triyadi Hendra Wijaya, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *