Majalah Farmasetika, 8 (5) 2023, 386-401
https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v8i5.47418
Artikel Review
Nikita Christinne* 1, Eri Amalia2
1Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor 45363
2Departemen Farmasetika dan Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas
Padjadjaran, Jatinangor 45363
*E-mail: nikita18001@mail.unpad.ac.id
(Submit 10/06/2023, Revisi 18/06/2023, Diterima 30/06/2023, Terbit 18/07/2023)
Abstrak
Formulasi obat merupakan faktor penting yang menentukan penghantaran obat secara optimal ke target terapi pada semua bentuk sediaan dan rute pemberiannya. Terutama pada sediaan dengan rute pemberian topikal, tidak hanya bahan aktif farmasi namun peran bahan tambahan dalam formulasi juga sangat penting. Hal ini karena obat topikal harus melewati beberapa lapisan kulit untuk mencapai aliran darah dan memberikan efek obat sehingga efikasinya bergantung pada tingkat penetrasi ke kulit. Kemajuan teknologi telah berhasil menemukan cara meningkatkan penetrasi obat baik secara kimia maupun fisika yang dapat dipilih berdasarkan tujuan terapi. Penelitian ini bertujuan memberikan informasi mengenai senyawa peningkat penetrasi, termasuk sifat dan mekanismenya yang saat ini telah digunakan untuk senyawa obat dengan lipofilisitas berbeda. Data berasal dari 56 literatur yang diperoleh melalui pencarian pada database NCBI, ScienceDirect, Google Scholar, dan PubMed dengan kata kunci “penetration enhancer AND mechanism”, “penetration enhancer AND polar OR non polar”, “lipophilicity AND topical drug”, dan “penetration enhancer mechanism”. Hasil penelusuran informasi menunjukkan bahwa senyawa peningkat penetrasi polar seperti alkohol dapat digunakan untuk meningkatkan penetrasi senyawa obat yang bersifat hidrofilik dengan cara mengganggu struktur lipid bilayer antar sel, yaitu dengan berinteraksi dengan gugus kepala polar dari lipid bilayer atau interkalasi. Sedangkan, senyawa peningkat penetrasi non polar seperti asam lemak, terpen, glikol, atau sulfoksida dapat digunakan untuk meningkatkan penetrasi senyawa obat hidrofobik dengan cara berinteraksi dengan rantai hidrokarbon pada lipid bilayer yang mengakibatkan fluidisasi. Surfaktan dapat digunakan untuk meningkatkan penetrasi senyawa obat hidrofilik dan hidrofobik dengan cara dengan mengganggu susunan keratin intraseluler.
Kata kunci: Jalur Penetrasi Kulit, Koefisien Partisi, Senyawa Peningkat Penetrasi, Sistem Penghantaran Obat, Topikal
Teks Lengkap:
Pendahuluan
Dibandingkan peningkatan penetrasi secara fisika, pendekatan secara kimia dinilai lebih sederhana dan hemat biaya karena tidak memerlukan peralatan khusus untuk dapat meningkatkan penetrasi obat topikal (1,2). Pendekatan kimia dapat dilakukan dengan menambahkan senyawa peningkat penetrasi yang merupakan suatu senyawa kimia yang dapat meningkatkan penetrasi atau permeasi zat aktif melalui mukosa kulit melalui beberapa cara, termasuk dapat mengubah karakteristik barier mukosa secara reversibel (3). Pemahaman mengenai struktur kulit akan membantu dalam pemilihan senyawa peningkat penetrasi yang sesuai dengan target terapi (3–5). Penetrasi zat aktif hanya dapat terjadi jika zat tersebut berpartisi ke dalam lapisan kulit. Parameter kunci yang dapat digunakan untuk mengetahui partisi zat aktif ke dalam lapisan kulit adalah koefisien partisi, di mana koefisien partisi menunjukkan lipofilisitas zat aktif tersebut (5).
Kulit merupakan organ terbesar dari tubuh manusia (sekitar 16% dari berat badan) yang menjadi penghalang antara tubuh manusia dan lingkungan luar (6). Kulit berfungsi untuk melindungi tubuh dari faktor eksogen kimia dan fisika, membantu mempertahankan homeostasis tubuh, berperan dalam termoregulasi, bertindak sebagai organ indera dan lini pertahanan pertama melawan mikroorganisme patogen, serta berperan dalam produksi dan penyerapan vitamin D (7–9). Kulit terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis. Epidermis kemudian terbagi menjadi lima lapisan, yaitu stratum corneum, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale juga disebut sebagai epidermis viable (7–9).
Kulit merupakan salah satu rute penghantaran obat yang memungkinkan penghantaran obat baik secara lokal maupun sistemik. Penghantaran obat melalui kulit memberikan kenyamanan yang lebih baik bagi pasien serta dapat digunakan untuk menghindari efek samping rute lain seperti rute parenteral dan oral (10). Namun, kondisi kulit yang memiliki banyak lapisan sebagai penghalang dari zat luar menjadi keterbatasan utama dari rute ini yang menyebabkan sulitnya penetrasi obat melalui kulit (10). Selain itu, tidak semua obat memenuhi kriteria fisikokimia yaitu memiliki berat molekul rendah, cukup lipofil (log P = 1-3), dan titik leleh rendah (< 200°F atau < 93,33°C) untuk dapat berpenetrasi secara pasif dalam jumlah terapeutik sehingga jika obat tersebut dihantar melalui kulit akan menurunkan efikasinya (11–13). Efikasi obat topikal bergantung pada tingkat penetrasi sediaan obat tersebut ke kulit, di mana obat topikal harus dapat menembus stratum corneum untuk dapat melewati lapisan epidermis dan dermis yang lebih dalam untuk dapat memberikan efek (11,14). Sebagian besar produk topikal menargetkan epidermis viable, saraf, keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan folikel rambut untuk dapat memberikan efikasi. Sedangkan produk transdermal menargetkan sirkulasi sistemik (11).
Memahami hal tersebut, salah satu pendekatan pasif yang paling banyak digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat topikal adalah dengan menambahkan senyawa di antaranya etanol, asam oleat, dan lainnya sebagai peningkat penetrasi dalam formulasi sediaan (11,14,15). Dalam ulasan ini akan dibahas efek dan mekanisme dari beberapa senyawa peningkat penetrasi berdasarkan jenis senyawa obat.
Metode
Penyusunan artikel review ini dilakukan secara naratif terhadap artikel yang relevan pada database NCBI, ScienceDirect, Google Scholar, dan PubMed dengan kata kunci pencarian adalah “penetration enhancer AND mechanism”, “penetration enhancer AND polar OR non polar”, “lipophilicity AND topical drug”, dan “penetration enhancer mechanism” dengan tahun publikasi berada pada rentang 2008-2023.
Lapisan Kulit
Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan epidermis, dermis, dan hipodermis (8,16–18). Epidermis berfungsi untuk melindungi tubuh dari trauma mekanis, bahan kimia, sinar ultraviolet, dan patogen. Epidermis terdiri dari sel keratinosit (mensekresi lipid sebagai penghalang air dan mengatur penyerapan kalsium), melanosit (menghasilkan pigmen kulit melanin), sel Langerhans (pertahanan pertama kulit dengan mempresentasikan antigen), dan sel Merkel (fungsi sensorik sebagai mekanoreseptor untuk sentuhan ringan) (16).
Dari bagian terluar ke bagian terdalam, epidermis terdiri dari stratum corneum dan viable epidermis. Viable epidermis terdiri dari stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale yang memiliki fungsi masing-masing, yaitu
1. Stratum corneum merupakan lapisan epidermis yang berperan sebagai lini
pertahanan terluar terhadap faktor eksogen. Stratum corneum menghalangi difusi pasif air keluar dari kulit dan menghalangi molekul lain masuk ke dalam kulit (9,19). Permukaan stratum corneum dilapisi oleh selaput lipid (berasal dari sebum berupa ceramide, kolesterol, dan asam lemak bebas yang disekresikan oleh kelenjar sebaseus) dan lipid epidermis (20).
2. Stratum lucidum terdiri dari eleidin yang merupakan produk transformasi keratohialin (16). Stratum lucidum turut memberikan sifat kedap air pada kulit (9).
3. Stratum granulosum mengandung granul keratohialin dan lamellar. Granul keratohialin mengandung prekursor keratin yang dapat beragregasi, berikatan silang, dan bergabung. Granul lamellar mengandung glikolipid yang berfungsi sebagai lem untuk menjaga agar sel tetap bersatu. Lapisan ini juga mengandung keratinosit yang telah matang sehingga mulai memproduksi keratin dalam jumlah besar yang akan mengisi sel (16,21).
4. Stratum spinosum merupakan lokasi terjadinya proses keratinisasi dimulai dan berlanjut ke stratum granulosum. Pada lapisan ini dapat ditemukan sel dendritik yang berperan dalam mempresentasikan antigen untuk mengatur respon imun adaptif (16,22,23).
5. Stratum basale berfungsi untuk memproduksi sel keratinosit (16,24).
Dermis mengandung pembuluh limfa, pembuluh darah, dan komponen ekstraseluler lain seperti ujung saraf, folikel rambut, kelenjar (kelenjar ekrin, apokrin, sebaseus, dan ceruminous). Dermis terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan papiler dan retikuler. Lapisan papiler mengandung saraf dan kapiler yang menjaga lapisan epidermis, sedangkan lapisan retikuler terdiri dari jaringan ikat yang mengandung kolagen dan serat elastis. Dermis berfungsi untuk menyediakan nutrisi bagi epidermis, menyokong, membantu termoregulasi, dan membantu tubuh merasakan sensasi seperti sentuhan, nyeri, gatal, hangat, dan dingin (16,25,26).
Hipodermis atau yang disebut dengan jaringan subkutan merupakan lokasi utama penyimpanan lemak dalam tubuh yang membantu menjaga kestabilan suhu tubuh dan melindungi tulang dan otot dari kerusakan (17). Beberapa sumber menyebutkan bahwa hipodermis hanya merupakan tumpuan kulit sehingga tidak termasuk ke dalam lapisan kulit (26,27).
Jalur Penetrasi Obat
Jalur penetrasi obat melalui epidermis terbagi menjadi 2, yaitu jalur makro dan jalur mikro. Penetrasi jalur makro adalah penetrasi folikuler, sedangkan jalur mikro terbagi menjadi 2, yaitu penetrasi lipid interseluler dan penetrasi intraseluler atau trans-seluler seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1 (3,28,29).
Gambar 1. Struktur kulit dan jalur penetrasi. (1) Folikuler, (2) Interseluler, (3) Intraseluler (diadaptasi dari (28,30,31))
Penetrasi folikuler terjadi melalui folikel rambut, kelenjar sebaseus, atau kelenjar keringat. Obat yang relatif besar dan mudah larut dalam air terpenetrasi melalui jalur ini. Penetrasi interseluler terjadi saat obat melintasi lapisan lipid bilayer interseluler. Sedangkan penetrasi intraseluler terjadi saat obat secara langsung melintasi keratinosit dan lapisan lipid bilayer interseluler. Penetrasi interseluler dan intraseluler cenderung lebih efektif untuk molekul obat yang relatif kecil (<500 Da) dan cukup lipofilik (logP = 1 – 3). Molekul obat yang besar dan sangat lipofilik cenderung sulit terpenetrasi melalui penetrasi interseluler atau intraseluler (12,31).
Lipofilisitas Senyawa Obat
Lipofilisitas suatu obat dapat digunakan untuk memprediksi permeabilitas obat tersebut (4). Obat yang sangat hidrofilik tidak dapat menembus kulit, sedangkan obat yang sangat lipofilik cenderung akan tertahan pada stratum corneum. Stratum corneum bersifat lipofilik sehingga obat lipofilik cenderung lebih mudah melewatinya, namun lapisan kulit di bawah stratum corneum lebih hidrofil sehingga suatu obat juga harus mengandung beberapa sifat hidrofilik untuk dapat melewatinya (5). Lipofilisitas dapat ditentukan berdasarkan nilai koefisien partisi oktanol-air (log P). Berdasarkan nilai log P, senyawa dikelompokkan menjadi senyawa hidrofilik (log P < 0), lipofilik moderat (log P = 0 – 1), dan lipofilik (log P > 1) (32).
Mekanisme Senyawa Peningkat Penetrasi
Senyawa peningkat penetrasi merupakan senyawa yang dapat mengubah fungsi penghalang stratum corneum sehingga memungkinkan obat menembus lapisan kulit sehingga sering ditambahkan dalam formulasi sediaan topikal untuk meningkatkan penetrasi obat (1,3). Senyawa tersebut dapat meningkatkan penetrasi karena mampu mendorong pengangkutan molekul obat melintasi penghalang kulit, dengan contoh seperti yang terlihat pada Tabel 1. Senyawa peningkat penetrasi dapat meningkatkan penetrasi dengan memodifikasi stratum corneum melalui mekanisme berikut (3):
1. Senyawa peningkat penetrasi dapat mengganggu struktur lipid bilayer interseluler dengan berinteraksi dengan kelompok kepala polar dari lipid bilayer atau menginterkalasi (penyisipan ion, atom, atau molekul) sehingga dapat memfasilitasi difusi obat hidrofilik (lihat 1A pada Gambar 2). Sedangkan senyawa peningkat penetrasi yang kurang polar dan memiliki rantai panjang dapat berinteraksi dengan rantai hidrokarbon pada lipid bilayer sehingga terjadi peningkatan fluidisasi rantai hidrokarbon dan memfasilitasi difusi obat hidrofobik (lihat 1B pada Gambar 2). Kekurangan dari senyawa peningkat penetrasi yang bekerja pada lipid bilayer adalah meningkatkan risiko iritasi kulit (2,33).
2. Berinteraksi dengan protein intraseluler dari stratum corneum, yaitu keratin. Senyawa peningkat penetrasi dapat berinteraksi dan berikatan dengan filamen keratin sehingga mengganggu susunan korneosit yang kemudian dapat meningkatkan koefisien difusi sehingga permeabilitas meningkat (3,34) (lihat 2 pada Gambar 2).
3. Meningkatkan partisi obat, ko-enhancer, atau ko-solven ke dalam stratum corneum (3).
Gambar 2. Mekanisme senyawa peningkat penetrasi (diadaptasi dari (30,35,36))
Berdasarkan mekanisme di atas, senyawa peningkat penetrasi yang sering digunakan dalam sediaan topikal adalah alkohol, asam lemak, asam organik, glikol, pyrrolidone, sulfoksida, surfaktan, dan terpen seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Contoh Senyawa Peningkat Penetrasi
Sifat Senyawa Obat | Senyawa Obat | logP | Bentuk Sediaan | Senyawa Peningkat Penetrasi | Referensi |
Hidrofilik | Aminofilin | -3,03 | Gel | Sodium tauroglycocholate (0,01%) | (37) |
Etanol (60%) | |||||
Asam laurat (15%) | |||||
Hidrofobik | Okskarbazepin | 1,5 | Mikroemulsi | Sineol (20%) | (38) |
N-methyl-2-pyrrolidone (5%) | |||||
Dietilen glikol monoetil eter (5%) | |||||
Asam oleat (5%) | |||||
Hidrofobik | Alfuzosin HCl | 1,6 | Gel | Asam oleat (2,5%) | (39) |
Dietilen glikol monoetil eter (20%) | |||||
N-methylpyrrolidone (10%) | |||||
DMSO (5%) | |||||
N-lauroyl sarcosine (2%) | |||||
Isopropylmyristate (10%) | |||||
Asam sitrat (2,5%) | |||||
Tween-20 (2%) | |||||
Hidrofobik | Indapamid | 2,2 | Suspensi | Asam laktat | (40) |
Asam fumarat | |||||
Asam oleat (5%) | |||||
Hidrofobik | Lidokain | 2,44 | Gel | DMSO (3%) | (41) |
Hidrofobik | Piroksikam | 3,06 | Emulgel | Polyoxyethylene 40 (0,25%) | (42) |
Catatan: Pada senyawa obat yang memiliki lebih dari satu senyawa peningkat penetrasi, senyawa peningkat penetrasi diurutkan berdasarkan enhancement factor paling tinggi.
Alkohol
Kouchak dan Handali (2014) menguji penambahan etanol sebagai penetration enhancer pada sediaan gel aminofilin (37). Aminofilin terbentuk dari kompleks antara teofilin dan etilendiamin dengan rasio 2:1 di mana teofilin memiliki gugus metil pada karbon 1 dan 3 dan gugus keton terkonjugasi pada karbon 2 dan 6. Aminofilin memiliki nilai logP sebesar -3,03 sehingga tergolong ke dalam senyawa hidrofilik (32,43–45). Pada penelitian tersebut, penambahan etanol 60% meningkatkan penetrasi hingga 6,61 ± 1,05 kali lipat dibandingkan kelompok kontrol. Etanol (polar) dapat meningkatkan permeabilitas dengan mengurangi kepadatan dan memperpendek ikatan silang pada protein intraseluler dan interseluler. Selain itu, diketahui bahwa alkohol dapat meningkatkan porositas stratum corneum sehingga dapat meningkatkan penetrasi obat hidrofilik (3,37).
Surfaktan
Kouchak dan Handali (2014) juga menguji penambahan sodium tauroglycocholate sebagai penetration enhancer pada sediaan gel aminofilin (37). Pada penelitian tersebut, penambahan sodium tauroglycocholate 0,01%, 0,02%, dan 0,05% meningkatkan penetrasi hingga 6,42 ± 0,24, 4,62 ± 0,68, 2,41 ± 0,10 kali lipat secara berturut-turut dibandingkan kelompok kontrol. Sodium tauroglycocholate meningkatkan penetrasi dengan berinteraksi dan berikatan dengan filamen keratin sehingga mengganggu korneosit dan meningkatkan koefisien difusi. Namun, pada studi ini, peningkatan konsentrasi sodium tauroglycocholate menjadi 0,02% dan 0,05% menurunkan permeabilitas aminofilin. Diketahui bahwa sodium tauroglycocholate merupakan surfaktan sehingga ketika konsentrasinya melebihi konsentrasi misel kritis dapat memerangkap obat di dalam misel dan kemudian menghalangi permeabilitas kulit. Berdasarkan studi tersebut, konsentrasi sodium tauroglycocholate yang direkomendasikan untuk meningkatkan penetrasi obat hidrofilik adalah 0,01% (3,37).
Prasanthi dan Lakshmi (2012) menguji penambahan surfaktan anionik N-lauroyl sarcosine dan surfaktan nonionik Tween-20 sebagai peningkat penetrasi pada sediaan gel alfuzosin HCl (39). Alfuzosin HCl memiliki nilai logP sebesar 1,6 sehingga merupakan obat hidrofobik. Penambahan N-lauroyl sarcosine 1% dan 2% meningkatkan penetrasi hingga 1,32 dan 1,51 kali lipat dibandingkan dengan kelompok kontrol, sedangkan Tween 20 pada konsentrasi 1% hanya memiliki enhancement factor sebesar 0,89 sehingga tidak terbukti dapat meningkatkan penetrasi, namun pada konsentrasi 2% penetrasi meningkat menjadi 1,22 kali lipat dibandingkan kelompok kontrol. Secara umum surfaktan dapat meningkatkan penetrasi dengan menyebabkan pembengkakan keratinosit, mengganggu struktur lipid, mendenaturasi keratin, dan fluidisasi lapisan ganda lipid. Shokri et al (2012) juga menguji penambahan surfaktan non ionik polyoxyethylene 40 stearate pada molekul hidrofobik, yaitu piroksikam (logP = 3,06) dalam sediaan emulgel (42,46). Penambahan polyoxyethylene 40 stearate
menghasilkan enhancement factor paling besar pada konsentrasi 0,25% dibandingkan dengan konsentrasi 0,5%, 1%, dan 2%. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi misel kritis surfaktan.
Asam lemak
Kouchak dan Handali (2014) juga menguji penambahan asam laurat sebagai penetration enhancer pada sediaan gel aminofilin (37). Pada penelitian tersebut, penambahan asam laurat 1,7% dan 15% meningkatkan penetrasi hingga 2,11 ± 0,03 dan 4,36 ± 0,03 kali lipat secara berturut-turut dibandingkan kelompok kontrol. Asam laurat merupakan asam lemak dengan 12 atom karbon dapat meningkatkan penetrasi dengan berikatan dengan gugus polar dari molekul obat sehingga terjadi perubahan struktur konfigurasi rantai lipid. Asam lemak yang dikombinasikan dengan propilen glikol menghasilkan efek sinergis dalam meningkatkan penetrasi karena propilen glikol dapat berinteraksi dengan bagian kepala lipid bilayer (3,37,47).
Studi Virani et al (2023) menguji penambahan asam oleat sebagai penetration enhancer pada sediaan mikroemulsi okskarbazepin (38). Okskarbazepin memiliki gugus fungsi amida dan gugus karbonil dan memiliki nilai logP sebesar 1,5 sehingga tergolong ke dalam senyawa hidrofobik (32,48,49). Pada penelitian tersebut, penambahan asam oleat 5% meningkatkan penetrasi hingga 9,86 kali lipat dibandingkan kelompok kontrol. Asam oleat meningkatkan penetrasi obat hidrofobik melalui kulit melalui jalur seluler intradermal dengan berinteraksi dengan rantai lipid dari ceramide pada stratum corneum sehingga terjadi fluiditas lipid (34). Studi Prasanthi dan Lakshmi (2012) juga menguji penambahan asam oleat untuk meningkatkan penetrasi senyawa hidrofobik, yaitu alfuzosin HCl dalam sediaan gel (39). Penambahan asam oleat 2,5% pada gel alfuzosin HCl terbukti meningkatkan penetrasi alfuzosin HCl hingga 1,83 kali lipat dibandingkan kelompok kontrol. Namun, pada studi ini, peningkatan konsentrasi asam oleat menjadi 5% menyebabkan penurunan permeabilitas. Hal ini dapat disebabkan oleh mekanisme asam lemak, yaitu terpartisi ke dalam stratum corneum dan membentuk kompleks lipofilik dengan senyawa obat (3,47). Penelitian Ren et al (2008) juga menguji penambahan asam oleat untuk meningkatkan penetrasi senyawa hidrofobik, yaitu indapamid yang penetrasinya meningkat hingga 2,52 kali lipat dengan penambahan asam oleat 5% (40).
Terpen
Studi Virani et al (2023) menguji penambahan sineol sebagai penetration enhancer pada sediaan mikroemulsi okskarbazepin (38). Sineol merupakan senyawa terpen yang memiliki gugus polar sehingga dapat meningkatkan penetrasi obat hidrofilik. Pada penelitian tersebut, penambahan sineol 5% meningkatkan penetrasi hingga 15,72 kali lipat dibandingkan kelompok kontrol. Sineol dapat berinteraksi dengan lipid interseluler
pada stratum corneum sehingga terjadi fluidisasi dan meningkatkan penetrasi obat hidrofobik (3,33).
Shokri et al (2012) juga menguji penambahan sineol pada molekul hidrofobik, yaitu piroksikam (42). Namun pada studi ini, penambahan sineol sebagai penetration enhancer tidak menunjukkan peningkatan penetrasi piroksikam yang signifikan yang diperkirakan terjadi karena sifat piroksikam yang sangat lipofil.
Senyawa Glikol
Studi Virani et al (2023) menguji penambahan dietilen glikol monoetil eter sebagai penetration enhancer pada sediaan mikroemulsi okskarbazepin (38). Pada penelitian tersebut, penambahan dietilen glikol monoetil eter 5% meningkatkan penetrasi hingga 10,72 kali lipat dibandingkan kelompok kontrol. Dietilen glikol monoetil eter meningkatkan penetrasi obat dengan “menyeret” molekul obat saat menyebar melalui kulit (1). Hasil penelitian ini sama dengan hasil studi Prasanthi dan Lakshmi (2012) bahwa dietilen glikol monoetil eter juga meningkatkan penetrasi alfuzosin HCl yang merupakan senyawa hidrofobik (39).
Shokri et al (2012) juga menguji penambahan dietilen glikol monoetil eter sebagai peningkat penetrasi molekul hidrofobik lain, yaitu piroksikam (logP = 3,06) dalam sediaan emulgel (42). Namun pada studi ini, penambahan dietilen glikol monoetil eter sebagai penetration enhancer tidak menunjukkan peningkatan penetrasi piroksikam yang signifikan. Pada penambahan dietilen glikol monoetil eter, konsentrasi obat tak terionisasi semakin meningkat dengan penambahan dietilen glikol monoetil eter sehingga menurunkan kelarutan relatif dari obat yang tidak terionisasi dan akibatnya menurunkan penetrasi piroksikam (42).
Asam Organik
Studi Prasanthi dan Lakshmi (2012) menguji penambahan asam sitrat pada sediaan gel alfuzosin HCl (39). Penambahan asam sitrat 1% dan 2,5% meningkatkan penetrasi alfuzosin HCl hingga 1,13 dan 1,25 kali lipat berturut-turut dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian tersebut menguji penambahan delapan asam organik untuk meningkatkan penetrasi senyawa hidrofobik, yaitu indapamid (logP = 2,2). Berdasarkan penelitian tersebut, kedelapan asam organik tersebut terbukti dapat meningkatkan penetrasi indapamid dengan urutan peningkatan paling tinggi ke paling rendah adalah asam laktat, asam fumarat, asam suksinat, asam maleat, asam sitrat, asam adipat, asam oksalat, dan asam asetat (40,50).
Pyrrolidones
Studi Virani et al (2023) menguji penambahan N-methyl-2-pyrrolidone sebagai
penetration enhancer pada sediaan mikroemulsi okskarbazepin (38). Pada penelitian tersebut, penambahan N-methyl-2-pyrrolidone 5% meningkatkan penetrasi hingga 11,41 kali lipat dibandingkan kelompok kontrol.
Studi Prasanthi dan Lakshmi (2012) juga menguji penambahan N-methylpyrrolidone pada sediaan gel alfuzosin HCl (39). Penambahan N-methylpyrrolidone 5% dan 10% meningkatkan penetrasi hingga 1,40 dan 1,73 kali lipat berturut-turut dibandingkan kelompok kontrol. N-methyl-2-pyrrolidone diketahui dapat meningkatkan penetrasi obat dengan berinteraksi dengan kepala polar lipid bilayer sehingga mengubah struktur lipid dan melonggarkan susunan lipid di stratum corneum sehingga meningkatkan partisi dan kelarutan obat dalam stratum corneum (51).
Sulfoksida
Bhutkar et al (2019) menguji penambahan dimethylsulfoxide (DMSO) sebagai penetration enhancer pada sediaan gel lidokain (41). Lidokain memiliki gugus fungsi amida dan cincin aromatik pada strukturnya. Lidokain memiliki nilai logP sebesar 2,44 sehingga lidokain merupakan senyawa hidrofobik (52,53). Berdasarkan penelitian tersebut, penambahan DMSO 1% menghasilkan difusi lidokain sebesar 44,75 ± 1,02%. Peningkatan konsentrasi DMSO menjadi 2% dan 3% terbukti meningkatkan difusi lidokain menjadi 71,14 ± 1,54% dan 84,52 ± 0,82% masing-masing. DMSO merupakan molekul ampifilik yang terdiri dari gugus sulfoksida hidrofilik dan 2 gugus hidrofobik. Sifat ampifilik ini menyebabkan DMSO dapat berinteraksi dengan membran sel. DMSO dapat meningkatkan permeasi obat hidrofobik dan hidrofilik. Selain itu, DMSO dapat meningkatkan penetrasi dengan menembus kepala polar dari lipid bilayer sehingga menurunkan ketebalan bilayer dan peningkatan area yang ditempati oleh fosfolipid pada permukaan bilayer (54–56). Hasil penelitian ini sama dengan hasil studi Prasanthi dan Lakshmi bahwa DMSO juga meningkatkan penetrasi alfuzosin HCl yang merupakan senyawa hidrofobik (39). Pada studi ini ditemukan bahwa DMSO meningkatkan penetrasi lebih baik dari pada konsentrasi 5% daripada konsentrasi 10%, yaitu 1,53 kali lipat (DMSO 5%) dan 1,15 kali lipat (DMSO 10%) dibandingkan kelompok kontrol.
Kesimpulan
Beberapa senyawa kimia yang dapat meningkatkan penetrasi obat saat ini cukup banyak tersedia. Pemilihan jenis senyawa yang dapat digunakan dirancang tergantung dari tingkat penetrasi suatu obat yang diharapkan sehingga menjamin efikasi dari obat tersebut. Untuk meningkatkan penetrasi secara efektif, senyawa peningkat penetrasi dapat dipilih berdasarkan lipofilisitas senyawa obat dan mekanisme senyawa peningkat penetrasi. Senyawa obat hidrofilik dapat ditingkatkan penetrasinya dengan penambahan senyawa peningkat penetrasi polar, seperti alkohol (etanol). Sedangkan senyawa obat hidrofobik dapat ditingkatkan penetrasinya dengan penambahan senyawa peningkat penetrasi non polar, seperti asam lemak, terpen, glikol, atau
sulfoksida. Surfaktan dapat digunakan sebagai senyawa peningkat penetrasi baik untuk senyawa obat hidrofilik maupun hidrofobik.
Daftar Pustaka
1. Haque T, Talukder MMU. Chemical Enhancer: A Simplistic Way to Modulate Barrier Function of the Stratum Corneum. Adv Pharm Bull. 2018;8(2):169–79.
2. Gupta R, Badhe Y, Rai B, Mitragotri S. Molecular mechanism of the skin permeation enhancing effect of ethanol: a molecular dynamics study. R Soc Chem. 2020;2020(10):12234–48.
3. Kim B, Cho HE, Moon SH, Ahn HJ, Bee S, Cho HD, et al. Transdermal delivery systems in cosmetics. Biomedical Dermatology. 2020;4(10).
4. Milanetti E, Raimondo D, Tramontano A. Prediction of the permeability of neutral drugs inferred from their solvation properties. Bioinformatics. 2016;32(8):1163–9.
5. N’Da DD. Prodrug Strategies for Enhancing the Percutaneous Absorption of Drugs. Molecules. 2014;19(12):20780–807.
6. Roger M, Fullard N, Costello L, Bradbury S, Markiewicz E, O’Reilly S, et al. Bioengineering the microanatomy of human skin. J Anat. 2019;234(4):438–55.
7. Boer M, Duchnik E, Maleszka R, Marchlewicz M. Structural and biophysical characteristics of human skin in maintaining proper epidermal barrier function. Adv Dermatol Allergol Dermatol Alergol. 2016;33(1):1–5.
8. DiPiro J T, Yee G C, Posey LM, Haines S T, Nolin T D, Ellingrod V. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Eleventh Edition. Mc Graw Hill; 2020.
9. Yousef H, Alhajj M, Sharma S. Anatomy, Skin (Integument), Epidermis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023.
10. Yu YQ, Yang X, Wu XF, Fan YB. Enhancing Permeation of Drug Molecules Across the Skin via Delivery in Nanocarriers: Novel Strategies for Effective Transdermal Applications. Front Bioeng Biotechnol. 2021;9:646554.
11. Benson HAE, Grice JE, Mohammed Y, Namjoshi S, Roberts MS. Topical and Transdermal Drug Delivery: From Simple Potions to Smart Technologies. Curr Drug Deliv. 2019;16(5):444–60.
12. Ng KW. Penetration Enhancement of Topical Formulations. Pharmaceutics. 2018;10(2):51.
13. Chatterjee B, Reddy A, Santra M, Khamanga S. Amorphization of Drugs for Transdermal Delivery-a Recent Update. Pharmaceutics. 2022;14(5):983.
14. Alkilani AZ, McCrudden MTC, Donnelly RF. Transdermal Drug Delivery: Innovative Pharmaceutical Developments Based on Disruption of the Barrier Properties of the stratum corneum. Pharmaceutics. 2015;7(4):438–70.
15. Leite-Silve VR, de Almeida MM, Fradin AF, Grice JE, Roberts MS. Delivery of drugs applied topically to the skin. Expert Rev Dermatol. 2014;7(4):383–97.
16. Lopez-Ojeda W, Pandey A, Alhajj M, Oakley A. Anatomy, Skin (Integument). StatPearls Publishing; 2022.
17. Wong R, Geyer S, Weninger W, Guimberteau JC, Wong JK. The dynamic anatomy and patterning of skin. Exp Dermatol. 2016;25(2):92–8.
18. Ye H, Rinkevich Y. Fascia Layer-A Novel Target for the Application of Biomaterials in Skin Wound Healing. Int J Mol Sci. 2023;24(3):2936.
19. Suzuki M, Ohno Y, Kihara A. Whole picture of human stratum corneum ceramides, including the chain-length diversity of long-chain bases. J Lipid Res. 2022;63(7):100235.
20. Moreci RS, Lechler T. Epidermal structure and differentiation. Curr Biol CB. 2020;30(4):144–9.
21. Maynard RL, Downes N. Chapter 24 – The Skin or the Integument. In: Anatomy and Histology of the Laboratory Rat in Toxicology and Biomedical Research. Academic Press; 2019.
22. Herdt TH. Cunningham’s Textbook of Veterinary Physiology (Sixth Edition). St. Louis (MO): W.B. Saunders; 2020.
23. Song L, Dong G, Guo L, Graves DT. The function of dendritic cells in modulating the host response. Mol Oral Microbiol. 2018;33(1):13–21.
24. Murphrey MB, Miao JH, Zito PM. Histology, Stratum Corneum. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023.
25. Brown T M, Krishnamurthy K. Histology, Dermis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023.
26. McLafferty E, Hendry C, Alistair F. The integumentary system: anatomy, physiology and function of skin. Nurs Stand R Coll Nurs G B 1987. 2012;27(3):35–42.
27. Kim JY, Dao H. Physiology, Integument. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023.
28. Barry BW. Lipid-Protein-Partitioning theory of skin penetration enhancement. J Controlled Release. 1991;15(3):237–48.
29. Bolzinger MA, Briançon S, Pelletier J, Chevalier Y. Penetration of drugs through skin, a complex rate-controlling membrane. Curr Opin Colloid Interface Sci. 2012;17(3):156–65.
30. Elias PM. Lipids and the epidermal permeability barrier. Arch Dermatol Res. 1981;270(1).
31. Kahraman E, Güngör S, Özsoy Y. Potential enhancement and targeting strategies of polymeric and lipid-based nanocarriers in dermal drug delivery. Ther Deliv. 2017;8(11):967–85.
32. de Matos AM, Martins A, Man T, Evans D, Walter M, Oliveira MC, et al. Design and Synthesis of CNS-targeted Flavones and Analogues with Neuroprotective Potential Against H2O2- and Aβ1-42-Induced Toxicity in SH-SY5Y Human Neuroblastoma Cells. Pharmaceuticals. 2019;12(2):98.
33. Pereira R, Silva SG, Pinheiro M, Reis S, Vale ML do. Current Status of Amino Acid-Based Permeation Enhancers in Transdermal Drug Delivery. Membranes. 2021;11(5):343.
34. Lane ME. Skin penetration enhancers. Int J Pharm. 2013;447(1–2):12–21.
35. Zhang X, Man H, Xiao Y. Naphthalimide-based probe with strong two-photon excited fluorescence and high specificity to cell membranes. Results Chem. 2021;3:100100.
36. Los DA, Mironov KS, Allakhverdiev SI. Regulatory role of membrane fluidity in gene expression and physiological functions. Photosynth Res. 2013;116(2– 3):489–509.
37. Kouchak M, Handali S. Effects of Various Penetration Enhancers on Penetration of Aminophylline Through Shed Snake Skin. Jundishapur J Nat Pharm Prod. 2014;9(1):24–9.
38. Virani A, Puri V, Mohd H, Michniak-Kohn B. Effect of Penetration Enhancers on Transdermal Delivery of Oxcarbazepine, an Antiepileptic Drug Using Microemulsions. Pharmaceutics. 2023;15(1):183.
39. Prasanthi D, Lakshmi PK. Effect of Chemical Enhancers in Transdermal Permeation of Alfuzosin Hydrochloride. ISRN Pharm. 2012;2012:965280.
40. Ren C, Fang L, Li T, Wang M, Zhao L, He Z. Effect of permeation enhancers and organic acids on the skin permeation of indapamide. Int J Pharm. 2008;350(1– 2):43–7.
41. Bhutkar M A, Bhinge S D, Randive D S, Nayakal O, Patil P. Evaluation of dimethylsulfoxide and Aloe vera as penetration enhancers for cutaneous application of lidocaine. Ars Pharm. 2019;60(2):85–92.
42. Shokri J, Azarmi Sh, Fasihi Z, Hallaj-Nezhadi S, Nokhodchi A, Javadzadeh Y. Effects of various penetration enhancers on percutaneous absorption of piroxicam from emulgels. Res Pharm Sci. 2012;7(4):225–34.
43. Drugbank. Theophylline. 2023 [diunduh 25 April 2023]. Tersedia dari: https://go.drugbank.com/drugs/DB00277
44. PubChem. Theophylline. 2023 [diunduh 25 April 2023]. Tersedia dari: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/2153
45. PubChem. Aminophylline. 2023 [diunduh 25 April 2023]. Tersedia dari: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/9433
46. PubChem. Piroxicam. 2023 [diunduh 13 Mei 2023]. Tersedia dari: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/54676228
47. Kezutyte T, Desbenoit N, Brunelle A, Briedis V. Studying the penetration of fatty acids into human skin by ex vivo TOF-SIMS imaging. Biointerphases. 2013;8(1):3.
48. Li X, Yu G, Chen X, He L, Zhou Z, Ren Z. Investigating the solubilization effect of oxcarbazepine by forming cocrystals. CrystEngComm. 2019;21(32):4718–29.
49. PubChem. Oxcarbazepine. 2023 [diunduh 26 April 2023]. Tersedia dari: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/34312
50. PubChem. Indapamide. 2023 [diunduh 29 April 2023]. Tersedia dari: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/3702
51. Babu RJ, Chen L. Pyrrolidones as Penetration Enhancers. In: Dragicevic N, Maibach HI, editors. Percutaneous Penetration Enhancers Chemical Methods in Penetration Enhancement: Modification of the Stratum Corneum. Berlin, Heidelberg: Springer; 2015.
52. Magaña-Vergara NE, De la Cruz-Cruz P, Peraza-Campos AL, Martínez-Martínez FJ, González-González JS. Mechanochemical Synthesis and Crystal Structure of the Lidocaine-Phloroglucinol Hydrate 1:1:1 Complex. Crystals. 2018;8(3):130.
53. PubChem. Lidocaine. 2023 [diunduh 27 April 2023]. Tersedia dari: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/3676
54. Junyaprasert VB, Singhsa P, Jintapattanakit A. Influence of chemical penetration enhancers on skin permeability of ellagic acid-loaded niosomes. Asian J Pharm Sci. 2013;8(2):110–7.
55. Otterbach A, Lamprecht A. Enhanced Skin Permeation of Estradiol by Dimethyl Sulfoxide Containing Transdermal Patches. Pharmaceutics. 2021;13(3):320.
56. Sadashivaiah R, Rohith G, Babu S. Feasibility of Paliperidone For Transdermal Therapeutic Systems: Ex Vivo Permeation Kinetic Studies of Drug Through Rat Abdominal Skin. Asian J Pharm Clin Res. 2019;12(10):98–103.
cara mengutip artikel ini
https://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/rt/captureCite/47418/0